Anda di halaman 1dari 34

Presentasi kasus

Demam Berdarah Dengue Grade I

Penyaji:

Kadek Martha S, S.Ked


Inne Fia Mariety, S.Ked
Mulyati, S.Ked
Fachra Afifah, S.Ked

(04054821517011)
(04054821517005)
(04054821517132)
(04084821618181)

Pembimbing:
Dr. T. Mirda Zulaicha, M.Ked(Ped), Sp.A

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Umum Daerah
Kayuagung
2016
Halaman Pengesahan

Judul Presentasi Kasus : Demam Berdarah Dengue Grade I

Disusun oleh :
Kadek Martha S, S.Ked
Inne Fia Mariety, S.Ked
Mulyati, S.Ked
Fachra Afifah, S.Ked

(04054821517011)
(04054821517005)
(04054821517132)
(04084821618181)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr. Muhammad Hoesin Palembang RSUD Kayuagung Periode 25
April 2016 s.d 4 Juli 2016.

Palembang, Juni 2016


Pembimbing

Dr. T. Mirda Zulaicha, M.Ked (Ped), Sp.A

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus dengan topik Demam Berdarah Dengue Grade I sebagai salah
satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Anak RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Mirda Zulaicha,
M.Ked(Ped), Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan presentasi kasus ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya presentase kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
presentasi kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga presentasi kasus ini dapat
memberi manfaat bagi yang membacanya.

Palembang,

Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................12
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................30

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. 1 Demam
Dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenipati, trombositopenia dan diatesis
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Penyakit ini disebabkan oleh suatu virus yang menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah sehingga menyebabkan
perdarahan.3 Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavirus lain
seperti Yellow fever, Javanese enchphalitis dan West Nile Virus.
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30
tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695
kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk.
Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate sebesar 1%.5 Pada
saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota
telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.
Demam dengue atau DBD dapat dialami semua golongan umur dengan
tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot atau nyeri sendi, leukopenia, dengan
atau tanpa ruam (ptekie), limfadenopati, sakit kepala berat, nyeri belakang bola
mata dan trombositopenia. Laporan kasus ini dibuat agar masyarakat lebih
waspada dan lebih memahami gejala awal dan penatalaksanaan dari demam
berdarah dengue yang telah banyak menjadi Kejadian Luar Biasa, terutama
Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi daerah endemis DBD.

BAB II
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
Nama

: An. ZDO

Umur

: 5 tahun 6 bulan ( 25 Oktober 2010)

Jenis Kelamin

: Perempuan

Nama Ayah

: Tn. I

Nama Ibu

: Ny. D

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Sumatera

Alamat

: Mangun Jaya, Kayuagung, OKI

MRS

: 29 Mei 2016

II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dilakukan tanggal 31 Mei 2016, diberikan oleh ibu pasien)
Keluhan utama

: Demam

Keluhan tambahan : Muntah


Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 4 hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi,
terus menerus, suhu tidak diukur, kejang (-), batuk (+), pilek (+), pegal seluruh
tubuh (-), nyeri retroorbita (-), sesak napas (-), mual (-), muntah (-), gusi
berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), nyeri pinggang (-)
nyeri perut (+), BAB dan BAK biasa. Pasien diberi obat parasetamol, demam
turun. Riwayat berpergian ke luar kota disangkal. Pasien mulai malas makan
dan minum.
6 jam SMRS demam (+), batuk (+), pilek (+), kejang (-), pucat (-)
pasien muntah (+), frekuensi muntah 3 kali/ hari, isi apa yang dimakan,
muntah tidak menyemprot, volume muntah gelas belimbing, muntah darah
(-) anak tampak rewel dan nafsu makan menurun (+), BAB dan BAK tidak
ada keluhan, BAB berdarah (-) pasien kemudian dibawa berobat ke RSUD
Kayuagung.

Riwayat Penyakit Dahulu


o Riwayat demam tinggi lebih dari 3 hari (+) 2 minggu SMRS dan
dirawat dikatakan sakit tifoid.
o Riwayat bersin di pagi hari, hidung gatal, dan mata berair
disangkal.
o Riwayat terkena campak sebelumnya disangkal
o Riwayat minum obat malaria sebelumnya disangkal.
o Riwayat asma sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
o Riwayat asma di dalam keluarga disangkal
o Riwayat alergi setelah makan makanan disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi:
o Pasien tinggal di rumah bersama orang tuanya. Tidak ada riwayat
demam tinggi mendadak yang berlangsung lebih dari 3 hari atau
menderita DBD di dalam keluarga pasien. Riwayat penyakit DBD
di dalam lingkungan sekitar tidak diketahui.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan

: 40 minggu

Partus

: Spontan

Ditolong Oleh

: dokter spesialis kebidanan

Tanggal

: 25 Oktober 2010

Berat badan

: 2800 gram

Panjang Badan

: 39 cm

Riwayat Makanan
ASI

: lahir usia 2 tahun

Susu Formula

: 2 tahun - sekarang

Bubur Susu

: 6 bulan 1 tahun
3

Nasi

: 1 tahun - sekarang

Kesan

: Asupan makanan cukup

Riwayat Vaksinasi
BCG

: (+)

Polio

: Polio 1 (+), Polio 2 (+), Polio 3 (+), Polio 4 (+), Polio 5


(+),

DPT-HB

: HepB 0 (+), DPT-HB1 (+), DPT-HB2 (+), DPT-HB3 (+),


DPT-HB4 (+), DPT-HB5 (+)

Campak

: Campak1 (+)

Kesan

: Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Keluarga
Jumlah saudara
Riwayat penyakit

: Satu
: riwayat penyakit dengan keluhan yang sama

dengan pasien dalam keluarga tidak ada.


Pedigree
:
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: pasien

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik


Pertumbuhan
BB/U

: 19/18 x 100% = 105,5 %

TB/U

: 116/ 109 x 100% = 106,4 %

BB/TB

: 19/21 x 100% = 90,4 %

Kesan

: Status gizi baik

Perkembangan
Tengkurap

: Usia 3 bulan

Duduk

: Usia 6 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Kesan

: Perkembangan sesuai usia

III. PEMERIKSAAN FISIK


(Dilakukan tanggal 31 Mei 2016)
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: E4M6V5

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 96 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernapasan

: 24 kali/menit

Suhu

: 36,9 oC

Berat badan

: 19 kg

Tinggi badan

: 116 cm

Keadaan Spesifik
Kepala
Mata

: mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak


ikterik, refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, 3
mm/3 mm

Hidung

: sekret tidak ada, napas cuping hidung tidak ada

Telinga

: Meatus aurikularis eksterna lapang, sekret (-)

Mulut

: Sianosis sirkumoral tidak ada

Tenggorok

: Dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, tenang, tidak


hiperemis

Leher

: Pembesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat, kaku


kuduk tidak ada, Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)

Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada (intercostae)

Palpasi

: Strem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), ronkhi basah halus (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Pulsasi, iktus cordis, dan voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi

: Thrill tidak teraba

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: HR = 96 kali/menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak


ada, bunyi jantung I dan II normal

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit


segera kembali

Perkusi

: Timpani

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran kelenjar getah bening (-), kelainan pada alat genital (-)
Ekstremitas
Superior : deformitas (-), Akral dingin (-), pucat (-), sianosis (-), edema (-), uji
torniquet (+), CRT <2s
Inferior : deformitas (-), Akral dingin (-), pucat (-), sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <2s
IV. HASIL PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan Laboratorium
(29 Mei 2016)
Hb

: 14,9 g/dl

Ht

: 46 %

Leukosit

: 4.500 /mm3

Trombosit

: 96.000 /mm3*

DC

: 0/0/7/50/42/1

Widal Test
H

: 1/160

AH

: 1/160

: 1/160

AO

: 1/80

Kesan

: Trombositopenia

V. DIAGNOSIS BANDING
Demam Berdarah Dengue
Demam Dengue
VI.

DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue grade I

VII. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan darah (Hb, Ht, Trombosit/24jam)

VIII. PENATALAKSANAAN

IVFD RL gtt XIX/menit (makro) maintenance

Paracetamol sirup 3 x 2 cth (jika suhu badan > 38,5C)

Mucos sirup 3 x 1 cth


Anjurkan banyak minum
Observasi perdarahan
Diet nasi biasa 3x1 porsi

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam


X. RESUME
An. ZDO, perempuan, 5 tahun 6 bulan, datang ke IGD RSUD
Kayuagung dengan keluhan utama demam. Sejak 4 hari SMRS demam (+),
mendadak tinggi, terus menerus. Batuk (+), pilek (+), Nyeri perut (+). Pasien
minum parasetamol demam turun. Enam jam SMRS demam (+), batuk (+),
7

pilek (+), muntah (+), frekuensi 3x, isi apa yang dimakan, banyaknya sekitar
gelas belimbing, nafsu makan menurun (+). Pasien dibawa ke RSUD
Kayuagung dan dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 14,9
g/dl, Ht 46 %, Leukosit 4.500 /mm3, Trombosit 96.000 /mm3, DC
0/0/7/50/42/1, Widal Test : H 1/160, AH 1/160, O 1/160, AO 1/80. Riwayat
penyakit DBD di lingkungan sekitar tidak ada. Riwayat kehamilan dan
kelahiran cukup bulan, NCB + SMK. Riwayat asupan makanan cukup.
Riwayat imunisasi dasar lengkap. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia dan gizi baik.
Hasil pemeriksaan fisik kesadaran kompos mentis, keadaan umum
terdapat demam febris, status gizi baik, keadaan spesifik dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium trombositopeni (trombosit 96.000 mm3).
Berdasarkan data di atas, pasien didiagnosis banding demam berdarah
dengue grade I dan demam dengue, dengan diagnosis kerja demam berdarah
dengue grade I. Rencana pemeriksaan yang akan dilakukan yaitu pemeriksaan
darah (Hb, Ht, Trombosit/24jam).
XI. FOLLOW UP
Tanggal 30 Mei 2016
S : demam (-) hari ke-5, mimisan (-), nyeri perut (-), nyeri berkemih (-),
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 100/70 mmHg

: 110x/menit (isi/tegangan cukup, reguler)

RR

: 24x/menit

: 36,4oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mimisan
(-)

Thorax

: bentuk dada normal, tidak ada lesi kulit, simetris

Cor

: ictus cordis tidak terlihat, batas jantung normal,


thrill (-), BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: retraksi(-), sonor pada kedua lapangan paru,

vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).


Abdomen

: datar, tidak ada lesi kulit, lemas, hepar dan lien tidak
teraba, timpani, BU (+) normal

Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, edema pretibial (-),


petechiae (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis

Pukul 04.00

Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Diff.Count
Dengue IgM
Dengue IgG

14,3 gr/dL
4.500 /L
43 %
72.000/mm3
0/0/0/53/32/15
-

A : Tersangka Demam berdarah dengue grade I


P : IVFD RL gtt 20x/ menit
PCT 3x2 cth
Drip ceftriaxone 1 gr dalam 100 cc NaCl
Mucos 3x1 cth
Tanggal 31 Mei 2016
S : demam (-) demam hari ke-6, batuk (+), pilek (-), nyeri menelan (-),
nyeri ulu hati (-)
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 90/60 mmHg

: 112x/menit (isi/tegangan cukup, reguler)

RR

: 22x/menit

: 36,5oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

Thorax

: bentuk dada normal, tidak ada lesi kulit,simetris

Cor

: ictus cordis tidak terlihat, batas jantung normal, thrill


(-) BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: retraksi(-), sonor pada kedua lapangan paru,


vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen

: datar, tidak ada lesi kulit, lemas, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (-), timpani, BU (+)
normal

Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, edema pretibial (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Pukul 06.00
11,0 /dL
8,7 x 103/mm3
33 %
44.000/mm3

A : Demam berdarah dengue grade I


P : IVFD RL 20 gtt/menit
PCT 3 x 2 cth
Mucus 2 x 1 cth
Anjurkan banyak minum
Tanggal 1 Juni 2016
S : demam (-) demam hari ke-7, batuk (+), pilek (-), nyeri menelan (-),
nyeri ulu hati (-), kembung (-).
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 90/60 mmHg

: 96/menit (isi/tegangan cukup, reguler)

RR

: 26x/menit

: 36,5oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

Thorax

: bentuk dada normal, tidak ada lesi kulit,simetris

Cor

: ictus cordis tidak terlihat, batas jantung normal,


thrill (-) BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: retraksi(-), sonor pada kedua lapangan paru,


vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).

10

Abdomen

: datar, tidak ada lesi kulit, lemas, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrik (-), timpani, BU (+)
normal

Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, edema pretibial (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
IgM dengue
IgG dengue

Pukul 07.44
10,2 gr/dL
31
26000/mm3
-

A : Demam berdarah dengue grade I


P : IVFD RL 19 gtt/menit
Pct 3x2 cth
Mucos 2 x 1 cth
Anjurkan banyak minum
Tanggal 2 Juni 2016
S : demam (-) demam hari ke-8, batuk (+) berkurang, pilek (-), nyeri
menelan (-), nyeri ulu hati (-), kembung (-).
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 90/60 mmHg

: 94/menit (isi/tegangan cukup, reguler)

RR

: 24x/menit

: 36,6oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

Thorax

: bentuk dada normal, tidak ada lesi kulit,simetris

Cor

: ictus cordis tidak terlihat, batas jantung normal,


thrill (-) BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: retraksi(-), sonor pada kedua lapangan paru,


vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen

: datar, tidak ada lesi kulit, lemas, hepar dan lien tidak

11

teraba, nyeri tekan epigastrik (-), timpani, BU (+)


normal
Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, edema pretibial (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
IgM dengue
IgG dengue

Pukul 07.44
11,4 gr/dL
35
66.000/mm3
-

A : Demam berdarah dengue grade I


P : IVFD RL 19 gtt/menit
Pct 3x2 cth
Mucos 2 x 1 cth
Anjurkan banyak minum
Rencana pulang hari ini

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue (DBD)
A. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa
petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,
hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.
B. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup
B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN
4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit
pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama
terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga
merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita
banyak yang meninggal.
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah
urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut
berperan dalam penularan.
C. Epidemiologi
Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada
13

tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Dalam 50


tahun terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30
kali seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa
dalam dekade terakhir ini. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat 50
juta dari 2,5 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik terinfeksi virus
dengue setiap tahunnya. Dengue merupakan penyebab demam kedua tertinggi
setelah malaria. Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Amerika dan hiperendemis di Thailand. Demam berdarah dengue
kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun. Anak golongan usia 10
15 merupakan golongan umur tersering menderita DBD dibandingkan dengan
bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50% penderita DBD merupakan golongan
umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko menderita DBD dibandingkan
anak laki laki, namun dalam penelitian di Indonesia didapati laki laki lebih
tinggi terkena DBD dibandingkan perempuan dengan perbandingan 1,4:1
dikarenakan nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan
dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 12.00 dan 15.00 17.00, pada jam
tersebut anak-anak biasanya bermain di luar rumah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host,
serotipe virus atau genotype, sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi
crossreactive dengue, dan respons sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan
memiliki faktor risiko untuk mortalitas pada demam dengue atau demam berdarah
dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan penurunan
imunitas sebagai faktor risiko untuk fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif.
Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda,
frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan pertambahan usia.
Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam dengue dengan
perdarahan dan DBD mengalami peningkatan.

14

Transmisi Virus Dengue

D. Patogenesis
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis
dan keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel
dendritik, makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang
terinfeksi memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang
selanjutnya mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi
endotelial. Disfungsi endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas
pembuluh yang kemudian menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga
peritonium, dan syok. Sel endotelial juga dirangsang untuk menimbulkan respons
imun yang mengakibatkan permeabilitas vaskular meningkat. Patogenesis DHF
belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti heterologous
infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus

dengue

pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam
jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. Banyak para ahli sependapabahwa infeksi
sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD.
Menurut hipotesis infeksi sekunder, DBD sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan

15

terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer


tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan
terdapatnya cairan dalam rongga serosa.
Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi
bentuk penyakit lebih berat (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal
ini dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog
nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi
oleh sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel,
destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif.

Hipotesis Infeksi Sekunder

E. Manifestasi klinis
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.

16

b. Derajat

II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan

pontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau
perdarahan lainnya.
c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.
d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan
tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

Proses dan Derajat Infeksi Dengue

17

Klasifikasi Dengue dan Derajat Keparahan

Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue

F. Pemeriksaan penunjang
Uji rumple leed merupakan standard pemeriksaan awal untuk mengetahui
adanya DBD atau tidak. Rumple leed dilakukan dengan cara membuat lingkaran
diameter 5cm di lengan bagian volar, sekitar 4cm distal dari fossa cubiti. Lalu
dilakukan pemasangan manset spigmomanometer di lengan atas sekitar 2 jari dari
fossa cubiti, dan dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan
18

darah kemudian dipertahankan pada MAP tekanan darah pasien (sistolik+diastolik


x 1/2) selama 5-10 menit. Setelah itu lakukan penilaian ada/tidaknya petechiae.
Hasil rumple leed dinyatakan postitif jika ditemukan petechiae > 10 petechiae di
dalam lingkaran yang telah dibuat atau di daerah distal yang lebih jauh lagi.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan laboratorium. Pada awal fase demam,
itung leukosit dapat normal atau dengan peningkatan neutrofil, lalu diikuti
penurunan jumlah leukosit dan neutrofil, yang mencapai titik terendah pada akhir
fase demam. Perubahan jumlah leukosit (5.000 sel/mm3) dan rasio antara neutrofil
dan limfosit (neutrofil , limfosit) berguna dalam memprediksi masa kritis
perembesan plasma. Seringkali ditemukan limfositosis relatif dengan peningkatan
limfosit atipik pada akhir fase demam dan pada saat masuk fase konvalens.
Perubahan ini juga dapat terlihat pada DD.

Pada awal fase demam, jumlah trombosiit normal, kemudian diikuti oleh
penurunan. Trombositopeni dibawah 100.000/ L

dapat ditemukan pada DD,

namun selalu ditemukan pada DBD. Penurunan trombosit yang mendadak terjadi
pada akhir fase demam memasuki fase kritis atau saat penurunan suhu.
Trombositopenia pada umumnya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ke
delapan, dan sering mendahului peningkatan hematokrit. Jumlah trombosit
berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Selain itu dapat terjadi gangguan
fungsi trombosit (trombositopati). Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali
normal selama fase penyembuhan.
Pada awal demam nilai hematokrit masih normal. Peningkatan ringan
umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Peningkatan
hematokrit >20% merupakan tanda adanya kebocoran plasma. Trombositopeni <
100.000/ L

dan peningkatan hematokrit >20% merupakan bagian dari

diagnosis klinis DBD. Harus diperhatikan bahwa nilai hematokrit dapat

19

diakibatkan oleh penggantian cairan dan adanya perdarahan. Pada awal demam
nilai hematokrit masih normal.
Selain pemeriksaan hematologi, dapat dilakukan pemeriksaan isolasi virus,
deteksi asam nukleat virus, deteksi antigen virus, deteksi serum respons imun/uji
serologi serum imun (uji Haemaglutination Inhibition test (HI), complement
fixation test (CFT), uji neutralisasi, dan

pemeriksaan serum IgM dan IgG anti

dengue). Isolasi virus dapat dilakukan dengan inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamali. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang
rumit dan hanya tersedia di beberapa laboratorium besar yang terutama dilakukan
untuk tujuan penelitian, sehingga tidak tersedia di laboratorium komersial. Isolasi
virus hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama demam.
Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat (RNA) dapat
dideteksi melalui pemeriksaan referse transcriptase polymerase chain reaction
(RT-PCR). Pemeriksaanbasam nukleat virus ini hanya tersedia di laboratorium
yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas laboratorium yang handal.
Memberi hasil postitif bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam. Biaya
emeriksaan tergolong mahal.
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilakukan saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen) yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semmua flavivirus yang penting bagi
kehidupan dan replikasi virus. protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia
yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi
pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya.
Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serum IgG dan IgM
anti dengue. Imunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada
umumnya dapat terdeteksi pada hari ke-5, dan tidak terdeteksi setelah 90 hari.
pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih cepat daripada IgM
anti dengue, namun pada infeksi sekunder lebih cepat. Kadar IgG anti dengue
bertahan lebih lama dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus dengue dan IgG
serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan
dan untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.

G. Diagnosis
20

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium.


1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,
petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara
sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas
siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan
tekanan selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan
bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif
apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
3. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD. Tes serologis,
kultur viral dari plasma (50% sensitif pada ke 5), pemeriksaan IgM dengan
ELISA, titer antibodi IgG yang meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan PCR
terhadap virus dengue dapat membantu penegakan diagnosa pasien DBD. Pada
penderita DBD dengan enchepalitis, harus di periksa CSS/CSF untuk membantu
diagnose.
Pemeriksaan Kadar AST dan ALT juga diperlukan karena berhubungan
dengan derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi
kadar AST dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih
tinggi dibandingkan kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1. Pada beberapa kasus
dapat ditemukan leukopenia.
21

H. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Diagnosis dini terhadap tanda syok merupakan hal yang
penting untuk mengurangi angka kematian.
Pada fase demam, pasien dianjurkan tirah baring, diberikan obat antipiretik
atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan
dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang
dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirup, minuman selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue.

22

Tatalaksana Kasus DBD derajat I dan II

23

Tatalaksana DBD derajat I dan II

24

Tatalaksana DBD derajat III dan IV

I. Komplikasi
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.
Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1-4 tahun wajib diwaspadai
ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang
demam. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat
memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda
kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok.

25

J. Prognosis
Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka
kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD
yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit
diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.

BAB IV
ANALISIS KASUS
26

Seorang anak perempuan, berusia 5 tahun, datang dengan keluhan utama


demam tinggi dan keluhan tambahan muntah. Sejak 4 hari SMRS penderita mulai
demam (+) suhunya tinggi, terus-menerus. Penderita kemudian meminum sirup
penurun panas. Demam turun setelah penderita minum obat, namun kemudian
naik lagi. Penderita belom dibawa berobat. Sejak 6 jam SMRS penderita tampak
semakin lemah, demam (+), muntah (+), nyeri perut (+), sakit kepala (-), penderita
lalu berobat ke RSUD Kayu Agung.
Pada pasien dengan keluhan utama demam tinggi selama 4 hari, dapat
dipikirkan diagnosis demam dengue/demam berdarah dengue, infeksi saluran
nafas, infeksi salurah kemih, meningitis, morbili, varisela, OMA, malaria.
Penelusuran melalui anamnesis lebih lanjut mengenai tipe demam, pola demam,
hal-hal yang menyertai dan hal-hal yang tidak menyertai dapat mengerucutkan
diagnosis banding tersebut.
Demam yang dirasakan 4 hari yang lalu adalah demam tinggi mendadak,
terus-menerus, menggigil (-), berkeringat banyak (-). Pasien lalu meminum obat
sisa pengobatan tifoid sebelumnya (penulis menduga salah satu obat adalah
antipiretik), demam turun. Tidak ada kejang, sesak nafas, nyeri pinggang, lepuhan
di kulit, nyeri telinga, muntah proyektil, maupun keluhan BAB seperti diare atau
konstipasi. Pasien juga bukan berasal dari daerah endemic malaria dan
menyangkal adanya riwayat bepergian ke daerah endemis sebelum demam terjadi
sehingga DD infeksi salurah kemih, morbili, varisela, OMA, dan malaria dapat
disingkirkan.
6 jam SMRS demam dirasakan timbul lagi, selain itu pasien juga
mengeluh muntah, nyeri perut, dan selera makan menurun. Nyeri perut yang
terjadi dapat mengarah pada perdarahan saluran cerna. Pada anamnesis ditanyakan
kemungkinan perdarahan tersebut, yakni BAB hitam (melena), isi muntahan
(hematemesis) dan juga perdarahan dari tempat lain yaitu hidung (epistaksis) dan
perdarahan gusi. Namun semuanya disangkal. Nyeri perut juga dapat terjadi pada
pasien akibat dyspepsia fungsional. Pada penelusuran anamnesis nyeri perut,
penderita mengaku nyeri yang dirasakan tidak spesifik saat setelah makan,

27

sehingga keluhan tersebut dapat dipikirkan bukan sebagai perdarahan saluran


cerna namun sebagai dyspepsia fungsional.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, gizi baik, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96x/
menit regular, isi dan tegangan cukup, pernapasan 24x/ menit, suhu badan 36,9oC.
Pada pemeriksaan spesifik, kepala, leher, thorax dalam batas normal. Tifoid
tongue (-). Pemeriksaan abdomen datar, lemas, nyeri tekan regio epigastrium,
abdomen kembung (-), nyeri perut difus (-), rose spots (-). Pada pemeriksaan
ekstremitas atas ditemukan ptekiae dengan uji torniquet dan ekstremitas bawah
dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah hematologi,
hasilnya Hb 14,9 g/dL; hematokrit 46%, dan trombosit 96.000/mm3.
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut mengarah pada penyakit
demam berdarah dengue karena memenuhi kriteria WHO untuk DBD yaitu 2 atau
lebih tanda klinis disertai 2 kelainan laboratorium, yakni: (1) demam akut 2-7 hari
yang umumnya bifasik, (2) minimal satu tanda perdarahan, antara lain tes torniket
(+), ptechiae, purpura, ekimosis, perdarahan mukosa, saluran GI atau tempat lain,
dan hematemesis atau melena, (3) trombositopenia 100.000/mm3, (4) adanya
tanda kebocoran plasma, yaitu peningkatan Ht 20%, penurunan Ht setelah
pemberian cairan 20% dari baseline, efusi pleura, ascites, hiperproteinemia.
Namun penegakkan diagnosis ini perlu ditunjang dengan hasil lab faal hemostasis,
imunoserum spesifik dengue, dan widal test, namun pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan imunoserum.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, DBD ditemukan apabila terdapat
kebocoran plasma sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yaitu berdasarkan
perhitungan hematokrit atau tanda-tanda efusi pleura, ascites, atau hipoalbumin.
Penurunan nilai hematokrit pada pasien ini setelah dilakukan rehidrasi adalah
sebesar 23%, untuk mengetahui adanya efusi pleura perlu dilakukan USG dan
rontgen thorax, sehingga dapat dibuktikan adanya tanda-tanda plasma leakage.
Namun pada pasien ini tidak dilakukan USG abdomen dan rontgen thorax.
Pada kasus ini ditegakkanlah diagnosis Demam Berdarah Dengue grade I.
Grade I dipilih karena terdapat demam dan gejala non-spesifik, ditambah uji
torniquet (+), namun belum ada tanda perdarahan spontan dan kegagalan sirkulasi.

28

Penalataksanaan pada pasien diberikan sesuai dengan protokol I penatalaksanaan


DD/DBD, yaitu adalah infus IVFD RL gtt XXV/m makro untuk memastikan
jumlah cairan dalam tubuh terpenuhi dengan cukup. Jumlah tetesan permenit
disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien yaitu 5cc/kgBB/jam.
Antipiretik PCT syr 3x2 cth diberikan bila pasien demam. Pada pasien
juga dilakukan monitoring suhu dan hematologi (Hb, Ht, dan Plt). Pasien dapat
pulang apabila a) keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak
panas), b) tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik, c) nafsu makan membaik,
d) secara klinis tampak perbaikan, e) hematokrit stabil, f) tiga hari setelah syok
teratasi, g) output urin >1cc/kgbb/jam, g) jumlah trombosit >50.000/uL dengan
kecenderungan meningkat, h) tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh
efusi pleura atau asidosis). Berdasarkan hal tersebut maka pasien diperbolehkan
pulang setelah hari ke-8.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for
prevention and control of dengue and dengue haemorragic fever. India:
WHO; 2011.
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI). Jakarta: Badan Penerbit IDAI: 2011.
3. Whitehorn J, Simmons CP. The pathogenesis of dengue. Vaccine
2011:29:7221-8.
4. Sumarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS, penyunting. Buku ajar infeksi
dan pediatri tropis. Jakarta: badan Penerbit IDAI: 2012.

30

Anda mungkin juga menyukai