Anda di halaman 1dari 37

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KONDISI VENTILASI, KEPADATAN HUNIAN, DAN


SUHU RUMAH DENGAN UJI TUBERKULIN
PADA ANAK SEKOLAH DASAR

MUHAMMAD HIDAYAT
147041115

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU


KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
1

Judul Penelitian

: Hubungan

Antara

Kondisi

Ventilasi,

Kepadatan Hunian, dan Suhu Rumah dengan


Uji Tuberkulin pada Anak Sekolah dasar
Nama Mahasiswa

: Muhammad Hidayat

Nomor Induk Mahasiswa : 147041115


Program Magister

: Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi

: Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Prof. dr. H. Munar Lubis , SpA(K)


Ketua

dr. Isti Ilmiati Pujiati, M.Sc, CM/FM


Anggota

Ketua Program Studi

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K)

Ketua TKP-PPDS

dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)


2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Penyakit

Tuberkulosis

disebabkan

oleh

kuman

Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab terbesar


kematian di dunia khususnya di Asia dan Afrika dan sejak tahun 2005
terdapat peningkatan yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi di India,
Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria (Perkumpulan Pemberantasan
Tuberculosis di Indonesia, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi kasus TB tahun
2011, 1,4 juta orang meninggal karena TB, dengan angka kematian per
kapita terbesar di Afrika. MDR-TB merupakan ancaman utama, dengan
perkiraan 630.000 orang sakit di seluruh dunia. Dalam TB Global Report
tahun 2011 tercatat, Indonesia adalah peringkat sembilan dari 27 negara
dengan high burden MDR TB Countries.2 Angka MDR-TB diperkirakan
sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat
regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. 3
Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2012, diperhitungkan sasaran
penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Provinsi Sumatera Utara adalah
sebesar 21.145 jiwa, dan hasil cakupan penemuan kasus baru TB Paru BTA
positif (+) yaitu 17.459 kasus atau 82,57%. Angka ini mengalami peningkatan
1

bila dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu 76,57% dan 2010 yaitu 68,86%.
Berdasarkan survei, dari jumlah tersebut, Kota Medan merupakan yang
terbesar penderitanya bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dari tiap
kab/kota. Dari 33 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara,
ditemukan 23 kabupaten/kota memiliki angka penemuan kasus (CDR) TB
Paru BTA (+) di atas 70%. Angka CDR tertinggi di Kabupaten Nias 245,54%
dan terendah di Kota Gunung Sitoli sebesar 18,51%. 4
Faktor risiko yang

berperan terhadap

terjadinya

infeksi basil

tuberkulosis dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu faktor


risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi)
dan

faktor

risiko

lingkungan

(kepadatan,

lantai

rumah,

ventilasi,

pencahayaan, dan kelembaban).5


Penelitian pada tahun 2004 di Kabupaten Agam Sumatera Barat
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesehatan
lingkungan rumah, status gizi dan sumber penularan dengan kejadian
penyakit tuberkulosis paru di kabupaten Agam Sumatera Barat. 6
Penelitian pada tahun 2006 di Kabupaten Banyumas menyimpulkan
bahwa ada asosiasi antara tuberkulosis paru dengan pencahayaan,
kepadatan hunian rumah, ventilasi, keberadaan jendela ruang tidur, jenis
lantai, pembagian ruang tidur, jenis dinding, kelembaban luar rumah, suhu
luar rumah, kontak penderita dan status gizi.7
Hasil penelitian pada tahun 2007 di Desa Paseh Kabupaten
Sumedang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel kelembaban
2

rumah, kepadatan penghuni rumah, luas ventilasi rumah dan pencahayaan


rumah dengan kejadian tuberkulosis pada anak. 8
Uji tuberkulin/Tuberkulin Skin Test (TST) merupakan uji diagnostik
tuberkulosis yang relevan, dengan sensitivitas dan spesifisitas 90%.
Berdasarkan hasil uji tuberkulin, kita dapat mengetahui indeks tuberkulin
sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat infeksi tuberkulosis sehingga
dapat mengukur prevalensi infeksi tuberkulosis dan ARTI (Annual Risk of
Tuberculosis Infection) pada anak.9,10
Hasil survei tuberkulin menunjukkan bahwa, prevalensi TB pada tahun
2004 dengan Basil Tahan Asam (+) 104/100.000 dan insidensi BTA (+)
96/100.000 serta terdapat berbagai variasi regional. 9 Pada anak yang
terinfeksi kuman tuberkulosis dapat memperlihatkan hasil uji tuberkulin positif
dan atau tanpa ditemukan kelainan manifestasi klinis, radiologis ataupun
laboratorium.11,12,13
Survei uji tuberkulin telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan
(PPK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerjasama
dengan WHO. Survei terbagi menjadi tiga periode yaitu, periode pertama
dilaksanakan di Propinsi Sumatera Barat dan periode kedua dilaksanakan di
Provinsi Jawa Tengah dan periode ketiga dilaksanakan di Propinsi Nusa
Tenggara Timur. Di Sumatera Barat dalam penelitian indeks tuberkulin pada
anak sekolah dasar terdapat 60 (15,3%) dari 393 anak dengan hasil uji
tuberkulin

positif.

Diagnosis

pasti

ditegakkan

melalui

pemeriksaan

mikrobiologis dengan menemukan basil Mycobacterium tuberculosis.


3

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas,

maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut :


Apakah ada hubungan antara faktor kesehatan lingkungan rumah dengan uji
tuberkulin.
1.3.

Hipotesis
Terdapat hubungan antara kondisi ventilasi, kepadatan hunian, suhu,

dan pencahayaan alami rumah dengan uji tuberkulin pada anak SD di Desa
Singkuang
1.4. Tujuan Penelitian.
1.4.1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara kondisi ventilasi, kepadatan hunian,
suhu, dan pencahayaan alami rumah dengan uji tuberkulin pada anak SD di
Desa Singkuang
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi masing-masing faktor risiko terhadap uji tuberkulin.
2. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor suhu rumah dengan uji
tuberkulin di Desa Singkuang.
3. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor luas ventilasi rumah
dengan uji tuberkulin di Desa Singkuang.
4. Menganalisis hubungan dan besar risiko kepadatan hunian rumah
dengan uji tuberkulin di Desa Singkuang.
1.5.

Manfaat Penelitian
4

1.5.1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti


Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman langsung dalam
pelaksaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam
melaksanakan penelitian dilapangan.
1.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan
Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman langsung dalam
pelaksaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam
melaksanakan penelitian dilapangan.
1.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis
paru terutama faktor kesehatan lingkungan rumah dan apa saja yang
berhubungan cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya. dan
mengarahkan

peran

serta

individu

dan

keluarga

dalam

program

pengendalian penyakit tuberkulosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Uji Tuberkulin (Mantoux)


Uji tuberkulin adalah suatu cara untuk mengenal adanya infeksi

tuberkulosis. Tuberkulin merupakan komponen protein kuman TB yang


5

mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan


kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam
tubuhnya) akan memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.
Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan
meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk
reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktifitas dan beratnya
proses penyakit. Uji tuberkulin juga merupakan alat diagnosis TB yang sudah
sangat lama dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi. Uji ini dilakukan berdasar adanya hipersensitivitas tubuh akibat
adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis terutama pada anak, dengan
sensitivitas dan spesifisitas di atas 90%. 11,14
Tes tuberkulin mempunyai nilai yang terbatas secara klinis. Suatu hasil
tes yang positif tidak selalu diikuti dengan penyakit, demikian juga dengan
hasil tes negatif bukan Tuberkulosis. Tes tuberkulin berguna dalam
menentukan diagnosis penderita (terutama pada anak-anak yang mempunyai
kontak dengan seorang penderita tuberkulosis yang menular), namun
penderita tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam "Screening TBC".Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.11,15
2.1.1. Macam dan alat-alat yang dibutuhkan untuk Uji Tuberkulin
(Mantoux) 11,15
6

Terdapat dua jenis tuberkulin yang dipakai yaitu : Old Tuberkulin (OT)
dan tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative). Ada 2 jenis tuberkulin PPD
yang dipakai yaitu PPD-S 5 TU dan PPD RT-23 2TU. Tuberkulin yang
tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU (Tuberkulin Unit) buatan
Statens Serum Institute Denmark dan PPD (Purified Protein Derivative) dari
Biofarma.
Alat-alat yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut :
- Semprit tuberkulin (spuit 1 CC)
- Jarum suntik no. 26 atau 27
- Tuberkulin.
2.1.2. Cara melakukan dan pembacaan Uji Tuberkulin (Mantoux)
Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan PPD RT-23 2TU atau PPD
S 5TU, lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian voler, secara intrakutan 0.1 ml intrakutan. Pengukuran
dilakukan terhadap indurasi yang timbul bukan hiperemi atau eritema.Selain
ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika
ditemukan vesikel hingga bula (gambar 1). :

11,15,16

Uji tuberkulin dibaca setelah 48-72 jam (saat ini dianjurkan 72 jam) setelah
penyuntikan. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
indurasi, ditandai dengan alat tulis, kemudian diukur dengan alat pengukur
transparan, diameter transversal indurasi yang terjadi dan dinyatakan
hasilnya dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya
dilaporkan sebagai 0 mm (gambar 2).11,15
7

Gambar 2.1.Penyuntikan tuberkulin (sumber: Mycobacterium tuberculosis.


http://www.phidias.us/phinfo/topicSearchResult.php?showall=1&pathogen. 15
Gambar 2.2. Pembacaan hasil tuberkulin (sumber:Canadas role in fignthing
tuberculosa. http://www.lung.ca/tb/images/.15
1.2.3. Cara lain melakukan Uji Tuberkulin

15,17

Uji multiple Puncture/Heaf


Alat yang digunakan terdiri dari enam jarum berbentuk setengah lingkaran,
yang ditusukkan dengan kedalaman 1-2 mm. Hasil uji dibaca setelah 3-5 hari
kemudian. Hasil dikatakan positif bila diperoleh empat papul atau lebih.

Cara Tine ( Tine=sharp points)


Mempergunakan piring kecil yang mempunyai empat ujung jarum yang telah
terendam dalam larutan Old Tuberkulin (OT), lalu ditempelkan dan ditekan
kepada kulit pasien selama 2 detik. Hasil dikatakan positif bila terdapat satu
atau lebih papula dengan indurasi > 2 mm.
Cara Scarification
Tuberkulin diteteskan sebanyak 2 tetes pada kulit lengan bagian fleksor
dengan jarak antara keduanya sepanjang 5 mm. Dibuat 1 goresan di atasnya

serta 1 goresan lagi untuk kontrol. Uji dikatakan positif apabila goresan
tuberkulin terjadi peradangan.
Cara Injector Gun
PPD-S 5TU disuntikkan intrakutan dengan menggunakan jet gun bertekanan
cukup tinggi.
1.3. Interpretasi Uji Tuberkulin (Mantoux)
Secara umum, hasil uji tuberkulin adalah diameter indurasi 0-4 mm
dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif
meragukan, karena dapat disebabkan oleh infeksi Mycobacterium atipic dan
BCG, atau memang karena infeksi TB. Untuk hasil yang meragukan ini jika
perlu diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan
2 minggu kemudian.1,15,17
Diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status BCG
pasien. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15
mm masih mungkin disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih
mungkin disebabkan oleh BCG nya. Sedangkan bila ukuran indurasi 15 mm
hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Pengaruh BCG
terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun
setelah penyuntikan.
Jika membaca tuberkulin pada anak-anak di atas usia 5 tahun faktor BCG
dapat diabaikan.11,15,17

Pada anak tanpa risiko tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin
perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-6 tahun, dan 11-16 tahun. Tetapi pada
anak dengan risiko tinggi di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan
setiap tahun.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:

11,15,17

1. Infeksi TB alamiah
a. Infeksi TB tanpa sakit,
b. Infeksi TB dan sakit TB
c. Pasca terapi TB
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
3. Infeksi Mycobacterium atipic/M.leprae.
Uji tuberkulin negatif kemungkinan dijumpai pada keadaan berikut:

11,15,17

1. Tidak ada infeksi TB


2. Dalam masa inkubasi infeksi TB
3. Anergi
Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan
sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun
sebenarnya

sudah

terinfeksi

TB.

Beberapa

keadaan

yang

dapat

menimbulkan anergi misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid


jangka panjang, sitostatika, penyakit campak, pertusis, varisela, influensa, TB
yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup. Yang
dimaksud influensa adalah infeksi oleh virus influensa (bukan batuk-pilekpanas biasa, yang biasanya disebabkan oleh rhinovirus). 11,15,17
10

Konversi tes tuberkulin didefinisikan sebagai peningkatan 10 mm atau lebih


dalam periode 2 tahun, tanpa memandang umur. Sebab-sebab hasil positif
palsu dan negatif palsu uji tuberkulin (Mantoux) :

11,15,17

Positif palsu :
- Penyuntikan yang salah
- Interpretasi tidak betul
- Reaksi silang dengan Mycobacterium atipic
Negatif palsu :
- Masa inkubasi
- Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
- Interpretasi tidak betul
- Menderita TB luas dan berat
- Disertai infeksi virus (campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)
- Imunokompetensi seluler, termasuk pemakaian kortikosteroid
- Kekurangan komplemen
- Demam
- Leukositosis
- Malnutrisi
Yang ditandai dengan (WHO 2004) :
Terlihat sangat kurus dan atau edema
BB / PB < 3 SD
- Sarkoidosis
- Psoriasis
11

- Jejunoileal by pass
- Terkena sinar ultraviolet (matahari, solaria)
- Anemia perniciosa
- Uremia
Klasifikasi reaksi uji tuberkulin :15,17
Hasil uji tuberkulin positif pada bayi, anak dan remaja :
< 5 mm : dinyatakan uji tuberkulin negatif
5 mm atau lebih dikatakan positif pada :
- Kontak erat dengan seseorang yang diketahui atau dicurigai menderita
TB
- Anak dengan gejala klinis atau dengan gambaran noduler atau fibrotik
pada X-foto thorax
- Anak dengan kondisi imun yang lemah (imunosupresi), termasuk infeksi
HIV, gizi buruk, keganasan dan trasplantasi organ
- Anak dengan terapi yang menekan sistim imun seperti kortikosteroid
10 mm atau lebih dikatakan positif pada :
- Infeksi TB alamiah (imunisasi BCG atau M. atipic)
- Riwayat bepergian dari negara dengan prevalensi tinggi TB kurang 5 tahun
- Tinggal di daerah atau negara yang tinggi angka infeksi TB-nya (Indonesia)
- Anak dengan kondisi risiko tinggi (diabetes, terapi kortikosteroid jangka
panjang, leukemia, penyakit ginjal stadium akhir, sindroma malabsorpsi
kronik, berat badan rendah, pengguna obat-obatan suntik dll)

12

- Anak yang berusia kurang 4 tahun dan terpapar orang dewasa yang
kategori risiko tinggi
15 mm atau lebih dikatakan positif pada :
- Anak > 4 tahun tanpa faktor risiko apapun
- Seseorang yang tanpa diketahui memilliki faktor risiko TB
- Catatan: program tes kulit hanya dilakukan pada kelompok risiko tinggi
Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosis: 11,14
Kelas Pajanan Infeksi Sakit (kontak dengan pasien TB aktif) (uji tuberkulin +)
[uji tuberkulin, klinis Dan Penunjang (+)]
0--1+-2++3+++
Sumber: CDC dan ATS, dengan modifikasi.11,14
1.4.

Faktor- faktor yang mempengaruhi Uji Tuberkulin


Terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak dengan tes tuberkulin positif

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : karakteristik anak (umur, jenis
kelamin, BCG skar), karakteristik orang tua (pendidikan dan pekerjaan orang
tua), gejala klinis tuberkulosis, riwayat sakit, jumlah anggota keluarga
(kepadatan

hunian).

Faktor

lainnya

adalah

pemberian

kortikosteroid/kemoterapi, infeksi mikobakterium lain, infeksi HIV, kontak


panderita TB, sarkoidosis dan keganasan serta malnutrisi.11,14,17
13

Infeksi TB pada anak dapat sembuh sendiri, menjadi laten atau


berkembang menjadi penyakit TB. Jika terdapat penurunan daya tahan tubuh
pejamunya, infeksi TB laten ini dapat menjadi penyakit pada usia dewasa.
Anak yang terinfeksi TB belum tentu menunjukkan gejala klinis, kelainan
laboratorium ataupun gambaran radiologis.
1.5.

11,14

Proses Imunologi dalam Uji Tuberkulin


Secara garis besar, pemeriksaan penunjang untuk mencari bukti

adanya penyakit infeksi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama
adanya pemeriksaan untuk menemukan kuman patogen di dalam spesimen,
misalnya dengan pemeriksaan langsung, pemeriksaan biakan, atau PCR.
Kedua adalah pemeriksaan untuk mendeteksi respons imun terhadap kuman
tersebut. Pemeriksaan untuk respon imun humoral (ELISA) dan pemeriksaan
respons imun seluler. Pada penyakit infeksi non-TB, yang banyak dipakai
adalah pemeriksaan respon imun humoral yaitu pemeriksaan serologi. Pada
infeksi TB, respon imun seluler lebih memegang peranan, sehingga
pemeriksaan diagnostik yang lebih representatif adalah uji tuberkulin. 11
Uji tuberkulin dan uji IFN-3 didasarkan adanya pelepasan sitokin
inflamasi yang dihasilkan oleh sel limfosit T yang sebelumnya telah
tersensitisasi antigen Mycobacterium Tuberculosis. Pada uji tuberkulin,
antigen Mycobacterium Tuberculosis yang disuntikkan dibawah lapisan
epidermis menyebabkan infiltrasi limfosit dan dilepaskannya sitokin inflamasi.
Reaksi

inflamasi

ini

menyebabkan

akumulasi

sel-sel

inflamasi

dan

menyebabkan terjadinya indurasi pada tempat suntikan. Pada uji IFN-3,


14

limfosit darah tepi distimulasi secara in-vitro dan kadar IFN-3 yang dihasilkan
oleh sel limfosit T tersensitisasi diukur dengan cara ELISA.11,14
Reaksi uji tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan
menghasilkan hipersensitiviti tipe IV atau delayed-type hypersensitivity (DTH).
Masuknya protein TB saat injeksi akan menyebabkan sel T tersensitisasi dan
menggerakkan linfosit ke tempat suntikan. Limfosit akan merangsang
terbentuknya indurasi dan vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin dan
penarikan sel inflamasi ke tempat suntikan.18
Reaksi tuberkulin merupakan reaksi DTH. Protein tuberkulin yang
disuntikkan di kulit, kemudian diproses dan dipresentasikan ke sel
dendritik/Langerhans ke sel T melalui molekul MHC-II. Sitokin yang
diproduksi oleh sel T, akan membentuk molekul adhesi endotel. Monosit
keluar dari pembuluh darah dan masuk ke tempat suntikkan yang
berkembang menjadi makrofag. Produk sel T dan makrofag menimbulkan
edema dan bengkak. Test kulit positif maka akan tampak edema lokal atau
infiltrat maksimal 48-72 jam setelah suntikan.18
Gambar 2.3. Hipersensitiviti tipe IV (sumber: Hypersensitivity and chronic
inflammation.

15

2.2.

Perjalanan Alamiah penyakit tuberkulosis pada Anak


Manifestasi klinis tuberkulosis di berbagai organ muncul dengan pola

yang konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun
suatu kalender terjadinya TB di berbagai organ. 11,19
Kontak awal pada kuman TB terhadap uji tuberkulin positif biasanya
dalam selang waktu 4-8 minggu. Infeksi TB pertama kali ditandai dengan tes
mantoux reaktif. Perkiraan risiko seumur hidup dari perkembangan penyakit
tuberkulosis untuk anak yang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis
seperti yang telah ditunjukkan oleh hasil tes tuberkulin positif sekitar 10%.
Penyebaran

hematogen

umumnya

terjadi

secara

sporadik

(occult

hematogenic spread). Kuman TB membuat fokus koloni di berbagai organ


dengan vaskularisasi yang baik kemudian mengalami reaktivasi dikemudian
hari. Sedang kompleks primer terdiri dari fokus primer (limfangitis dan
limfadenitis regional).
16

Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini dan
merupakan proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas seluler spesifik, sehingga pasien
mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer. Tuberkulosis milier,
TB pleura dan meningitis TB dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya
berlangsung dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem
skeletal dapat terjadi pada tahun pertama, kedua dan ketiga.Tuberkulosis
ginjal terjadi lebih lama yakni 5-25 tahun setelah infeksi primer dan 90%
kematian TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB. 11,19

Gambar 2.4. Perjalanan penyakit tuberkulosis primer (sumber: Miller FJW.


Tuberculosis in Children, evolution, epidemiology, treatment, prevention. New
York:Churchill Livingstone;1982 dengan modifikasi).11,19
17

2.3. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak


Karena sulitnya menegakkan diagnosis Tuberkulosis pada anak, banyak
usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skor dan alur diagnostik
sebagai berikut ini :11,14

Tabel 2.1. Sistem Skor Diagnosis Tuberkulosis Anak :

18

Catatan:

Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter

Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis

Berat badan dinilai saat datang

Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku

Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau


19

paratrakeal dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar;


kalsifikasi dengan infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran

milier tidak

dihitung dalam skor karena diperlakukan secara khusus.

Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB


anak, maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan

kesehatan.

Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG

(7 hari) harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan

merupakan alat diagnostik.

Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor 6, (skor maksimal

14).

Pendekatan yang direkomendasikan untuk mendiagnosis TB pada

anak (WHO 2005):20


1. Anamnesis
Riwayat kontak dengan penderita TB dan gejala yang konsisten dengan TB
Berat badan menurun yang tidak diketahui sebabnya atau gagal tumbuh
normal, demam tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari 2 minggu,
batuk kronik (batuk lebih dari 30 hari, dengan atau tanpa wheeze), riwayat
kontak

dengan

penderita

dewasa

probable

atau

definite

infeksi

tuberkulosisparu.

2. Pemeriksaan fisik (Growth Assessment)


20

Cairan pada satu bagian dada ( berkurangnya aliran udara, perkusis suara
redup), pembesaran kelenjar limfe atau abses kelenjar limfe terutama di
leher, tanda meningitis terutama ketika berkembang beberapa hari dan cairan
spinal mengandung banyak limfosit dan peningkatan protein, pembengkakan
di daerah abdomen, pembengkakan yang progresif atau deformitas tulang
atau sendi termasuk tulang belakang.
3. Pemerikasaan penunjang
Mencari spesimen dengan mikroskop dari pewarnaan Ziehl-Neelsen dan
kultur dari basil tuberkulosis, X foto dada dimana mendukung ke arah milier
dari infiltrat-infiltrat atau daerah persisten dari infiltrat atau konsolidasi, sering
dengan efusi pleura, atau komplek primer dan PPD skin test.
4. Konfirmasi bakteriologis kapanpun memungkinkan
5. Menemukan hubungan dengan suspected pulmonary TB dan suspected
ekstrapulmonary TB
6. Tes HIV ( pada area prevalensi HIV )
Pendekatan yang direkomendasikan untuk mendiagnosis TB pada anak
(WHO-2008) :20,21
1. Anamnesis (riwayat kontak TB dan gejala yang sesuai dengan TB)
2. Pemeriksaan Fisik (termasuk penilaian pertumbuhan)
3. TST (Tuberkulin Skin Testing)
4. Konfirmasi bakteriologis kapanpun memungkinkan
5. Menemukan hubungan dengan suspected pulmonary TB dan suspected
ekstrapulmonary TB
21

6. Tes HIV ( pada area prevalensi HIV )


2.4.

Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru

2.4.1 Kepadatan Hunian


Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit.
Semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular
melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota
keluarga yang menderita TB dengan BTA (+). Kuman TB cukup resisten
terhadap antiseptik tetapi dengan cepat akan menjadi inaktif oleh cahaya
matahari, sinar ultraviolet yang dapat merusak atau melemahkan fungsi vital
organisme dan kemudian mematikan. Kepadatan hunian ditempat tinggal
penderita TB paru anak paling banyak adalah tingkat kepadatan rendah.
Suhu didalam ruangan erat kaitannya dengan kepadatan hunian dan ventilasi
rumah.21
Kepadatan penghuni yang ditetapkan oleh Depkes (2000), yaitu rasio
luas lantai seluruh ruangan dibagi jumlah penghuni minimal 10 m2/orang.
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih 2 orang
tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Kondisi
kepadatan

hunian

perumahan

atau

tempat

tinggal

lainnya

seperti

penginapan, panti-panti tempat penampungan akan besar pengaruhnya


terhadap risiko penularan. Di daerah perkotaaan (urban) yang lebih padat
penduduknya dibandingkan di pedesaan (rural), peluang terjadinya kontak
dengan penderita TB lebih besar. Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil
kemungkinannya. Dapat disimpulkan bahwa orang yang rentan (susceptible)
22

akan terpapar dengan penderita TB menular lebih tinggi pada wilayah yang
padat penduduknya walaupun insiden sama antara yang penduduk padat
dan penduduk tidak padat.22
2.4.2. Kondisi Rumah
Tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok bagi setiap masyarakat,
sama pentingnya, meskipun berbeda fungsinya, dengan dua unsur
kebutuhan dasar lainnya, yaitu pakaian (sandang) dan makanan (pangan).
Dari kondisi lingkungan tempat tinggal dapat terlihat tingkat kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan yang sehat. Rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga; sedangkan perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dilengkapi dengan sarana prasarana lingkungan. 23,24,25
Rumah dikatakan baik dan aman, jika kualitas bangunan dan lingkungan
dibuat dengan serasi. Adapun rumah yang sehat adalah :

23,24,25

a. Bahan bangunannya memenuhi syarat


1. lantai tidak berdebu pada musim kernarau dan tidak basah pada musim
hujan lantai yang basah dar berdebu merupakan sarang penyakit,
2. dinding tembok adalah baik, namun bila di daerah tropis dan ventilasi
kurang akan lebih baik dari papan,
3. atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau asbes tidak
cocok untuk rumah pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan
suhu panas di dalam rumah.
23

b. Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela/ ventilasi adalah 15% dari luas
lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi :
1. menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga
keseimbangan oksigen (O2) yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen (O2) di
dalam rumah yang berarti kadar karbon dioksida (CO2) yang bersifat racun
bagi penghuninya menjadi meningkat.
2. menjaga agar udara di ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban
(humidity) yang optimum. Kelembaban yang optimal (sehat) adalah sekitar
4070% kelembaban yang lebih Dari 70% akan berpengaruh terhadap
kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban merupakan media yang baik untuk bakteri - bakteri patogen
(penyebab penyakit).
3. membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
4. lingkungan perokok akan menyebabkan udara mengandung nitrogen
oksida sehingga menurunkan kekebalan pada tubuh terutama pada saluran
napas karena berkembang menjadi makrofag yang dapat menyebab infeksi.
c. Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya
matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu
udara yang ideal dalam rumah antara 18-30C. Suhu optimal pertumbuhan
24

bakteri sangat bervariasi, Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada


suhu 37C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan hidup pada tempat gelap,
sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.
d. Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus
cukup sesuai dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubel (over
crowded). Rumah yang terlalu padat penghuninya tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu
anggota keluarga ada yang terkena infeksi akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah
kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni (sleeping density), dinyatakan
dengan nilai: baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7 cukup, bila
kepadatan antara 0,5-0,7 dan kurang bila kepadatan kurang dari 0,5.25

2.4.3. Status sosial ekonomi keluarga


WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang
kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson, TB
merupakan penyakit terbanyak yang menyerang negara dengan penduduk
berpenghasilan rendah. Sosial ekonomi yang rendah akan menyebabkan
kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan buruknya lingkungan; selain itu
masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan
25

pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan sosial
ekonomi rendah.26
Dengan garis kemiskinan yang pada dasarnya ditentukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan utama, maka rumah tangga yang tergolong
miskin tidak akan mempunyai daya beli yang dapat digunakan untuk
menjamin ketahanan pangan keluarganya. Pada saat ketahanan pangan
mengalami ancaman (misal pada saat tingkat pendapatan mendekati suatu
titik dimana rumah tangga tidak mampu membeli kebutuhan pangan) maka
status gizi dari kelompok rawan pangan akan terganggu.27
14 Kriteria Rumah Tangga Miskin Versi BPS (Biro Pusat Statistik) oleh
Departemen Komunikasi dan Informatika: 28
1. Luas lantai bangunan kurang dari 8 m persegi per orang.
2. Lantai rumah dari tanah, bambu, kayu murahan.
3. Dinding rumah dari bambu, rumbia, kayu kualitas rendah, tembok tanpa
plester.
4. Tidak memiliki fasilitas jamban atau menggunakan jamban bersama.
5. Rumah tidak dialiri listrik.
6. Sumber air minum dari sumur atau mata air tak terlindungi, sungai, air
hujan.
7. Bahan baker memasak dari kayu bakar, arang, minyak tanah.
8. Hanya mengonsumsi daging, ayam dan susu sekali seminggu.
9. Hanya sanggup membeli baju sekali setahun.
10. Hanya sanggup makan dua kali sehari atau sekali sehari.
26

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas.


12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga petani dengan luas lahan 0,5
hektar, buruh tani, nelayan, buruh bangunan dengan penghasilan < Rp.600
ribu per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah, tdk tamat SD
atau hanya SD.
14. Tidak punya tabungan atau barang dengan nilai jual dibawah Rp500 ribu
seperti ternak, motor dan lain-lain.
Interpretasi :
Kategori sangat miskin : skor 12 kriteria
Kategori miskin : skor 6-10 kriteria
Kategori mendekati miskin : skor 5-6 kriteria

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.

Desain Penelitian
Penelitian

ini

merupakan

studi

analitik

cross

sectional

untuk

mengetahui hubungan antara kondisi ventilasi, kepadatan hunian, suhu, dan


pencahayaan alami rumah dengan uji tuberkulin pada anak sekolah dasar di
Desa singkuang
3.2.

Waktu dan Tempat Penelitian


27

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2016 di Desa


Singkuang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal,
Sumatera Utara.
3.3.

Populasi dan Sampel


Populasi target pada penelitian ini adalah pelajar sekolah dasar.

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pelajar sekolah dasar di Desa
Singkuang. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi. Sampel dipilih dengan teknik Cluster Sampling.
3.4.

Perkiraan Besar Sampel


Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus besar

sampel untuk uji hipotesis pada satu populasi. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan power 80%.

dimana:
n

: besar sampel minimal

Po

: proporsi penderita gangguan tidur pada pelajar sekolah


menengah pertama, dari kepustakaan didapat nilai 0,629 6

Pa

: perkiraan proporsi penderita gangguan tidur pada pelajar sekolah


menengah pertama, ditetapkan 0,429

: tingkat kepercayaan yang dikehendaki, ditetapkan 95% dengan


nilai dalam rumus 1,96

: power, ditetapkan 80% dengan nilai dalam rumus 0,842


28

Berdasarkan rumus tersebut, dijumpai besar sampel minimal 30 orang.


3.5.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:


1. Pelajar yang duduk di bangku sekolah dasar.
2. Orang tua pelajar sekolah dasar setuju untuk mengikutsertakan anaknya
di dalam penelitian
3. Pelajar Sekolah dasar bertempat tinggal di Desa Singkuang
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1. Telah didiagnosis sebelumnya oleh dokter dengan penyakit Tuberkulosa

3.6.

Persetujuan Setelah Penjelasan Informed Consent


Sebelum ikut serta dalam penelitian ini, terlebih dahulu diminta

persetujuan untuk mengikuti penelitian dari masing-masing orang tua pelajar.


Formulir persetujuan terlampir di bagian akhir proposal ini.
3.7.

Etika Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan setelah mendapat izin dari Komite Etik

Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


3.8.

Cara Kerja dan Alur Penelitian

3.8.1. Cara Kerja


1. Populasi yang memenuhi kriteria inklusi akan diikutsertakan dalam
penelitian dengan sebelumnya meminta persetujuan untuk mengikuti
penelitian dari masing-masing orang tua.
2. Kunjungan ke rumah partisipan untuk melakukan pengukuran suhu
rumah,kepadatan rumah dan ventilasi rumah dari masing masing
29

partisipan.Data yang diperoleh berupa ukuran suhu rumah,ukuran


ventilasi dan ukuran kepadatan rumah partisipan. Data tersebut bersifat
numerik interval. Kemudian dikategorikan menjadi 2 kategorik yaitu
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Data tersebut bersifat
kategorik nominal.
Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dilakukan analisis statistik
untuk mengetahui hubungan antara kondisi ventilasi, kepadatan hunian,
suhu, dan pencahayaan alami rumah dengan uji tuberkulin pada anak
Sekolah dasar di Desa singkuang
3.8.2. Alur Penelitian

Sampel
Inklusi

Yang Memenuhi Kriteria

Persetujuan mengikuti penelitian dari


orang tua

Kunjungan ke rumah partisipan dan


melakukan pengukuran

Dilakukan
partisipan

uji

mantoux

pada

Pengolahan dan analisis data

Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian


3.9.

Identifikasi Variabel
30

Variabel bebas
Skala
- Suhu

Nominal

- Ventilasi
- Kepadatan hunian rumah

Nominal
Nominal

Variabel Tergantung
Skala
Uji tuberkulin

Nominal

4. Definisi Operasional
a. Kepadatan hunian rumah :
Perbandingan antara luas ruangan yang tersedia dengan penghuni atau
anggota keluarga yang berada dalam rumah tersebut. Diukur pada tempat
dimana penghuni menghabiskan sebagian waktunya dirumah.
Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi variabel :
- memenuhi syarat (kepadatan 9 m2)
-Tidak memenuhi syarat (kepadatan <9 m2)
b. Suhu Adalah suhu udara di dalam ruangan yang diukur pada tempat
dimana penghuninya menghabiskan sebagian waktunya dirumah. Skala
nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut:
Klasifikasi variabel :
31

- memenuhi syarat bila diantara 18 C 30 C.


- tidak memenuhi syarat < 18 C - > 30 C.
b. Luas Ventilasi Adalah masuknya udara bersih dan sinar matahari kedalam
rumah dan keluarnya udara kotor secara alamiah maupun buatan. Diukur
pada tempat dimana penghuni menghabiskan sebagian besar waktunya.
Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi variabel :
- memenuhi syarat bila luas lubang ventilasi yang meliputi luas lubang angin
dan luas jendela dibagi dengan luas lantai dikalikan 100% lebih dari atau
sama dengan 10 % luas lantai.
- tidak memenuhi syarat bila lubang ventilasi yang meliputi luas lubang angin
dan luas jendela dibagi luas lantai dikalikan 100% kurang dari 10 % luas
lantai.
Pengukuran Data Melakukan pengurusan izin penelitian serta pengumpulan
data

awal

di

Sekolah

Dasar

Singkuang.

Kemudian

melaksanakan

pengumpulan data primer kelapangan dengan menggunakan observasi, dan


melakukan pengukuran. Observasi dan pengukuran dilaksanakan untuk
mengetahui variabel kondisi kesehatan lingkungan rumah responden.
Pengukuran dilaksanakan oleh peneliti dengan dibantu petugas lain. Alat
yang digunakan antara lain Meteran, Kalkulator, Thermometer, Tuberkulin,
Spuit 1 cc.
Pengolahan dan analisa data

32

1. Pengolahan data Setelah data dikumpulkan kemudian dilaksanakan editing


(untuk

pengecekan

kelengkapan

data,

kesinambungan

data

dan

keseragaman data sehingga data dapat terjamin). Kemudian dilaksanakan


koding untuk memudahkan pengolahannya termasuk dalam pemberian skor
dan

dilanjutkan

dengan

tabulasi,

kemudian

data

dianalisa

dengan

menggunakan komputer program SPSS 10 for windows. 27


2. Cara analisa data
a. Analisa univariat Untuk menggambarkan keadaan variabel bebas yang
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi.
b. Analisis bivariat Digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel
bebas dan variabel terikat ada hubungannya dengan tabulasi silang
menggunakan uji chi square dan dihitung Odds Ratio (OR).
c. Analisis multivariat Untuk mengetahui peran variabel pengganggu terhadap
hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji
regresi logistik dengan melihat hasil analisis bivariat yang mempunyai
kemaknaan statistik (P< 0,25) dan kemaknaan biologik. Untuk uji kemaknaan
kaitan antara variabel yang diteliti terhadap variabel terpengaruh dilihat dari P
Value < 0,05 pada = 5%. Selanjutnya untuk memperkirakan besarnya
resiko variabel bebas terhadap variabel terikat dilaksanakan penghitungan
Odd Ratio (OR).
Kriteria eksklusi : Tidak menempati rumah sendiri. Kejadian Tuberkulosis, dan
variabel Independen (tidak terikat) : Kondisi ventilasi, Suhu ruangan, dan
kepadatan hunian. Instrumen dalam penelitian yang dipakai adalah berupa
33

rollmeter, thermometer, dan kalkulator. Dalam penelitian ini menggunakan Uji


chi-square untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu suhu,
ventilasi, kepadatan hunian dengan variabel terikat yaitu kejadian TB paru
(CI= 95%,= 0,05) dengan menggunakan SPSS versi 16.

3.3. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka konsep, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan faktor suhu rumah dengan Uji tuberkulin
2. Ada hubungan faktor ventilasi rumah dengan Uji tuberkulin.
3.. Ada hubungan faktor kepadatan hunian rumah dengan Uji tuberkulin.

KERANGKA KONSEP
34

Karakteristik individu
1.Status gizi
2.Penghasilan
3.Pekerjaan

Sanitasi lingkungan
rumah
1.kepadatan hunian
2.ventilasi
3.suhu
Perilaku:
1.Pengetahuan
2.Sikap
3.Tindakan

Delayed Type
Hipersensitivity

Sel dendritik /
langerhans
Sel T (produksi
sitokin)
Molekul adhesi
endotel
Makrofag dan
PMN

Uji tuberkulin
positif

Sel

Imunisasi

35

Anda mungkin juga menyukai