Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Konsep Diri


Burns (Metcalfe,1981,dalam Pudjijogyanti, 1993) konsep diri adalah
hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan
Cawagas (1983, dalam Pudjijogyanti, 1993) menjelaskan bahwa konsep diri
mencakup seluruh pandangan individu akan dimensifisik, karakteristik pribadi,
motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan, dan lain sebagainya.
Rogers (Atkinson:1996) menjelaskan bahwa konsep diri adalah kesadaran
tentang diri yang mencakup semua gagasan, persepsi dan nilai yang
menentukan karakteristik individu. Konsep diri ini mempunyai peranan yang
penting dalam menentukan perilaku individu, bagaimana individu memandang
dirinya, yang akan tampak dari karakter dan seluruh perilakunya.
Hurlock (1999) masa remaja sebagai usia bermasalah karena masalah
masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki
maupun anak perempuan. Menurutnya terdapat dua alasan bagi kesulitan itu,
pertama

sepanjang

masa

kanak-kanak,

masalah

anak-anak

sebagian

diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja putrid
tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah, kedua,karena mereka merasa
diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri,menolak
bantuan orangtua dan guru-guru.

Shiffler dkk (1977) yaitu anak-anak yang mempunyai konsep diri yang
tinggi. Tingkah laku mereka berorientasi pada tugas sedangkan anak-anak
yang memiliki konsep diri yang rendah tingkah laku mereka tidak terarah.
Hasil penelitian yang diperoleh Bachman dan OMAlley (1977) menyatakan
bahwa konsep diri yang positif membuat aspirasi individu relative lebih
tinggi.
Wylie (dalam Johnson dan Medinus, 1974) menemukan bahwa
penerimaan diri (self acceptance)berhubungan dengan penyesuaian diri;
umumnya tingkat penyesuaian diri yang tinggi pula . Selain itu individu yang
dapat menerima dirinya akan dapat pula menerima diri orang lain,
menghindari perbuatan agresif dan tidak mau mrnghina orang lain. Individu
yang mempunyai harga diri yang tinggi mempunyai hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya serta dapat menerima diri mereka
dengan baik.
Coopersmith (dalam kappuswamy, 1980) menemukan konsep diri yang
rendah akan disertai kurangnya kepercayaan diri sendiri dalam menghadapi
lingkungan . Dari beberapa penelitian diketahui bahwa anak yang mempunyai
konsep diri yang rendah cenderung mempunyai kecemasan yang tinggi dan
kurang dapat menyesuaikan diri serta kurang efektif dalam menyelesaikan
tugas-tugas sekolah dan tugas-tugas dalam kehidupannya. Surya (2003
)konsep pokok yang mendasari konseling berpusat pada konseli adalah hal
yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri(self), aktualisasi diri,teori
kepribadian,dan hakekat kecemasan. Berdasarkan konsep diri dan penerapan

aktualisasi diri ini agar dapat bergerak kearah keterbukaan,kepercayaan yang


lebih besar pada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang baik dan dapat
meningkatkan spontanitas hidup.
Fitts (Rahman,2009), diri yang dilihat, dihayati, dan dialami ini disebut
sebagai konsep diri. Jadi konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu
terhadap seluruh keadaan dirinya. Konsep diri terbentuk atas dua komponen,
yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif
merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya.

Komponen

kognitif merupakan penjelasan dari siapa saya yang akan memberi gambaran
tentang dirinya.
Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian
tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance),serta
harga diri (self-esteem) individu. Dapat disimpulkan bahwa komponen kognitif
merupakan data yang bersifat objektif,sedangkan komponen afektif merupakan
data yang bersifat subjektif. (Pudjijogyanti, 1993 ).
Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau
penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin,
2000). Hurlock (1990, dalam Hutagalung,2007) mengemukakan bahwa konsep
diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) konsep diri sebenarnya,merupakan
konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran
dan hubungan dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian oranglain
terhadap dirinya. (2) konsep diri ideal, merupakan gambaran seseorang
mengenai keterampilan dan kepribadian yang didambakannya.

1. Struktur Konsep Diri


Secara hirarkis, konsep diri terdiri dari tiga peringkat; pada peringkat
pertama, kita temukan konsep diri global (menyeluruh). Konsep diri global
merupakan cara individu memahami keseluruhan dirinya.
Menurut William James (Burns, 1982, dalam Pudjijogyanti, 1993),
konsep diri global merupakan suatu arus kesadaran dari seluruh keunikan
individu. Dalam arus kesadaran itu ada The I, yaitu aku subjek dan
TheMe yaitu akuobjek .Kedua aku ini merupakan kesatuan yang
tidak dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena proses
menjadi tahu (knowing), dan proses ini bias terjadi karena manusia mampu
merefleksi dirinya sendiri.
Dengan kata lain , kedua aku itu hanya dapat dibedakan secara
konseptual,tetapi tetap merupakan satu kesatuan secara psikologis. Halini
menunjukkan bahwa kita tidak hanya dapat menilai orang lain , tetapi juga
dapat menilai diri kita sendiri. Diri kita bukan hanya sebagai penanggap
,tetapi juga sebagai perangsang ,jadi diri kita bisa menjadi subjek dan objek
sekaligus. Menurut Pudji jogyanti(1993) cara menanggapi diri sendiri
secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal,yaitu:
a. Konsep diri yang disadari, yaitu pandangan individu akan kemampuan,
status,dan perannya.
b. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu
tentang bagaimana orang lain memandang atau menilai dirinya.

c. Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya, atau akan menjadi
apa dirinya kelak, jadi aku ideal merupakan aspirasi setiap individu.
2. Aspek-Aspek Konsep Diri
Berzonsky1981 (dalam Maria,2007)mengemukakan bahwa aspek-aspek
konsep diri meliputi:
a. Aspek fisik(physicalself) yaitu penilaian individu terhadap segala
sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda miliknya,
dan sebagainya.
b. Aspeksosial(sosialself) meliputi bagaimana peranan sosial yang
dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian individu terhadap
perfomanya.
c. Aspekmoral(moralself) meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
memberi arti dan arah bagi kehidupan individu.
d. Aspekpsikis(psychologicalself) meliputi pikiran, perasaan, dan sikapsikap individu terhadap dirinya sendiri.
Sementara itu melengkapi pendapat diatas,Fitts (dalamBurns,1979, dalam
Maria, 2007)mengajukan aspek-aspek konsep diri, yaitu:
a. Dirifisik
(physicalself). Aspek ini menggambarkan bagaimana
individu memandang kondisi kesehatan, badan, dan penampilan
fisiknya.
b. Dirimoral&etik (morality &ethical self). Aspek
bagaimana

individu

memandang

ini

nilai-nilai

menggambarkan
moral-etik

yang

dimilikinya.Meliputi sifat-sifat baik atau sifat-sifat jelek yang dimiliki


dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan.
c. Dirisosial(socialself).Aspek ini mencerminkan sejauh mana perasaan
mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain.
d. Diripribadi (personalself). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu
sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau

hubungan pribadinya dengan orang lain.


e. Dirikeluarga (familyself).Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan
berharga dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan dalam menjelaskan aspek-aspek
konsep diri, tampak bahwa pendapat para ahli saling melengkapi meskipun
ada sedikit perbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa aspek-aspek konsep
diri mencakup diri fisik, diripsikis, diri sosial,diri moral,dan diri keluarga.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
Pudji jogyanti (1993) mengemukakan ada beberapa peranan atau faktor
yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, antara lain:
a. Peranan citra fisik
b. Tanggapan dari individu lain mengenai keadaan fisik individu yang
diperlihatkan didasari oleh adanya dimensi tubuh ideal. Dimensi
mengenai bentuk tubuh ideal berbeda antara kebudayaan satu dengan
kebudayaan lain dari waktu kewaktu.Tetapi pada umumnya bentuk tubuh
ideal laki-laki adalah atletis, berotot,dan kekar, sedangkan bentuk tubuh
ideal wanita adalah halus, lemah,dan kecil. Dengan adanya dimensi
tubuh ideal sebagai patokan untuk menganggapi keadaan fisik individu
lain maka setiap individu berusaha mencapai patokan ideal tersebut.
Setiap individu menganggap bahwa iaakan mendapat tanggapan positif
dari individu lain apabila ia berhasil mencapai patokan tubuh ideal.
Kegagalan atau keberhasilan mencapai patokan tubuh ideal yang
telah

ditetapkan

mempengaruhi

masyarakat

pembentukan

merupakan
citra

keadaan

fisiknya,

padahal

yang
citra

sangat
fisik

merupakan sumber untuk membentuk konsep diri Peranan jenis kelamin.


Adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan wanita

menentukan pula peran masing-masing jenis kelamin. Perbedaan peran


tersebut menyebabkan dunia wanita hanya terbatas pada dunia keluarga,
sehingga dikatakan wanita tidak akan mampu mengembangkan diri
sepanjang hidupnya. Sementara itu,laki-laki dapat lebih mengembangkan
diri secara optimal, karena laki-laki berkecimpung dalam kehidupan di
luar rumah (Budiman, 1982,dalam Pudjijogyanti, 1993).
Dengan adanya perbedaan peran jenis kelamin, wanita selalu
bersikap negatif terhadap dirinya. Wanita juga kurang percaya diri apa
bila ia diminta menunjukkan seluruh kemampuannya. Wilson dan
Wilson (1976), dalam Pudjijogyanti, 1993) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa laki-laki mempunyai sumber konsep diri yang
berbeda dengan wanita. Konsep diri laki-laki bersumber pada
keberhasilan pekerjaan, persaingan, dan kekuasaan.
Konsep diri wanita bersumber pada keberhasilan tujuan pribadi,
citra fisik, dan keberhasilan dalam hubungan keluarga. Sejalan dengan
penelitian ini Douvan dan Adelson (1996,dalamPudjijogyanti,1993)
menyimpulkan bahwa konsep diri laki-laki dipengaruhi oleh prestasinya,
sedangkan konsep diri wanita oleh daya tarik fisik dan popularitas diri.
Dari kedua penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsep diri laki-laki
bersumber pada keberhasilan dalam menunjukkan citra kelaki-lakiannya,
yaitu keagresifan dan kekuatan. Sedangkan konsep diri wanita
bersumber pada keberhasilan menunjukkan citra kewanitaannya, yaitu
kelembutan.
c. Peranan perilaku orang tua.

G. Hmead (1934,dalamPudjijogyanti,1993) menulis bahwa konsep diri


merupakan produk sosial yang dibentuk melalui prosesinternalisasi dan
organisasi pengalaman-pengalaman psikologis.
Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil
eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dirinya
yang diterima dari orang-orang penting di sekitarnya. Lingkungan
pertama yang menanggapi perilaku kita adalah lingkungan keluarga,
maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan ajang pertama dalam
pembentukan konsep diri anak. Cara orang tua memenuhi kebutuhan
fisik anak dan kebutuhan psikologis anak merupakan faktor yang sangat
berpengaruh

terhadap

seluruh

perkembangan

kepribadian

anak.

Pengalaman anak dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga


merupakan penentu pula dalam berinteraksi dengan orang lain
dikemudian hari. Jadi, bagaimana pandangan dan sikap individu terhadap
dunia luar, mempercayai atau mencurigai, banyak dipengaruhi oleh
pengalaman masa kecil ketika berinteraksi dengan lingkungankeluarga.
d. Perananfaktorsosial
Konsep diri terbentuk karen aadanya interaksi individu dengan orangorang disekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai diri
individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang
disandang individu. Struktur, peran, dan status sosial merupakan gejala
yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu dengan kelompok,
atau antara kelompok dengan kelompok.
Adanya struktur, peran, dan status sosial yang menyertai persepsi
individu lain terhadap diri individu merupakan petunjuk bahwa seluruh

perilaku individu dipengaruhi oleh faktor sosial. Hal ini sejalan dengan
teori yang dikemukakan Kurt Lewin, yaitu perilaku individu merupakan
fungsi dari karakteristik individu dan karakteristik lingkungannya.
MenurutMaria(2007)faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsep
dir iadalah:
a. Usia
Grinder (dalamMaria2007) berpendapat bahwa konsep diri pada masa
anak-anak akan mengalami peninjauan

kembali ketika individu

memasuki masa dewasa.Berdasarkan pendapat tersebut dapat


dipahami bahwa konsep diri dipengaruhi oleh meningkatnya faktor
usia.
Pendapat tersebut diperkuat oleh hasil penelitiannya Thompson
(dalamPartosuwido,1992,

dalamMaria2007)

yang

menunjukkan

bahwa nilai konsep diri secara umum berkembang sesuai dengan


semakin bertambahnya tingkat usia.
b. Tingkat Pendidikan.
Pengetahuan merupakan bagian dari suatu kajian yang lebih luas dan
diyakini sebagai pengalaman yang sangat berarti bagi diri seseorang
dalam proses pembentukan konsep dirinya. Pengetahuan dalam diri
seorang individu tidak dapat datang begitu saja dan diperlukan suatu
proses belajar atau adanya suatu mekanisme pendidikan tertentu untuk
mendapatkan pengetahuan yang baik, sehingga kemampuan kognitif
seorang individu dapat dengan sendirinya meningkat.
Halter sebut didasarkan pada pendapat Epstein (1973,dalamMaria
2007)bahwa konsep diri adalah sebagai suatu selftheory, yaitu suatu
teori yang berkaitan dengan diri yang tersusun atas dasar pengalaman
diri, fungsi, dan kemampuan diri sepanjang hidupnya.

c. Lingkungan
Shavelson & Roger (dalamMaria2007) berpendapat bahwa konsep
diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan
interpretasi dari lingkungan, terutama dipengaruhi oleh penguatan
penguatan, penilain orang lain,dan atribut seseorang bagi tingkah
lakunya.
4. Peranan Konsep Diri dalam Menentukan Perilaku
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku
individu. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh
perilaku. Dengan kata lain ,perilaku individu akan sesuai dengan cara
individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup
kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan
menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Menurut Pudjijogyanti(1993)
ada tiga alasan yang dapat menjelaskan peranan penting konsep diri dalam
menentukan perilaku.
Pertama, konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan
keselarasan batin. Alasan ini berpangkal dari pendapat bahwa pada
dasarnyaindividu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila
timbul perasaan, pikiran atau persepsi yang tidak seimbang atau saling
bertentangan,

maka

akan

terjadi

situasi

psikologis

yang

tidak

menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu


akan mengubah perilakunya.
Kedua, seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya tersebut
dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsrikan
secara berbeda antara individu yang satu dengan lainnya karena masingmasing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap

diri mereka.
Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandan
gandan sikap negatif terhadap diri sendiri. Sebaliknya, tafsiran positif
terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif
terhadap diri sendiri.Ketiga, konsep diri menentukan pengharapan individu.
Menurut beberapaahli, pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri.
Seperti yang dikemukakan oleh McCandless (1970).
Pudjijogyanti (1993) bahwa konsep diri merupakan seperangkat
harapan serta penilaian perilaku yang merujuk kepada harapan-harapan
tersebut. Sebagai contoh, siswa yang cemas dalam menghadapi ujian akhir
dengan mengatakan saya sebenarnya anak bodoh, pasti saya tidak aka
nmendapat nilai baik , sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa
yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Pandangan negative terhadap
dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkat keberhasilan yang
akan dicapai hanya pada taraf yang rendah.
5. Konsep Diri Negatif
Ada dua jenis konsep diri negatif, yang pertama, pandangan seseorang
tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,

dia

tidak memiliki

perasaan kestabilan dan keutuhan diri, dia benar-benar tidak tahu siapa dia,
apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya.
Kondisi ini umum dan normal diantara para remaja. Tipe kedua dari
konsep diri negatif hampir merupakan lawan dari yang pertama. Disini
konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur, dengan kata lain kaku.
Mungkin karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut menciptakan
citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat
hukum besi yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Pada

kedua tipe konsep diri negatif, informasi baru tentang diri hampir pasti
menjadi penyebab kecemasan, rasa ancaman terhadap diri (Calhoun,1990).
William D.Brooks dan Philip Emmert (dalam Rakhmat, 2005)
mengungkapkan ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif,
yaitu:
a.Ia peka pada kritik
b.Responsif sekali terhadap pujian
c. Merasa tidak disenangi orang lain
d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi
Konsep diriyang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada
kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa
dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang
percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi
komunikasi. Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya.
Orang yang takut dalam interaksi sosial, akan menarik diri dari pergaulan,
berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan akan berbicara apabila
terdesak saja. Tentu tidak semua ketakutan komunikasi disebabkan
kurangnya percaya diri, tetapi diantara berbagai faktor, percaya diri adalah
yang paling menentukan (Rakhmat,2005).
6. Konsep Diri Positif
Dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggaan yang besar
tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri, dan kualita sini lebih
mungkin mengarah pada kerendahan hati dan kedermawaan dari pada
keangkuhan dan kekeegoisan. Orang dengan konsep diri positif dapat

memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam


tentang dirinya sendiri; karena secara mental mereka dapat menyerap
semua informasi ini, tidak satu pun dari informasi tersebut yang
merupakan ancaman baginya.
Konsep diri positif cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman
mental seseorang, evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif, dan
dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya.Hal ini tidak berarti
bahwa mereka tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa
mereka gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan, mereka
merasa tidak perlu meminta maaf untuk eksistensinya, dan dengan
menerima dirinya sendiri mereka juga dapat menerima orang lain
(Calhoun,1990).
Menurut Rakhmat (2005) orang yang memiliki konsep diri positif
ditandai dengan lima hal, yaitu:
a. Ia yakin akan kemampuan nya mengatasi masalah
b.Ia merasa setara dengan orang lain
c.Ia menerima pujian tanpa rasa malu
d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya.
7. Konsep Diri Remaja

Menurut Hurlock (1999) pada masa remaja terdapat delapan kondisi yang
mempengaruhi konsep diri yang dimilikinya, yaitu :
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan hampir seperti
orang dewasa akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Tetapi apabila remaja
matang terlambat dan diperlakukan seperti anak-anak akan merasa
bernasib kurang baik sehingga kurang bisa menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda bisa membuat remaja merasa rendah diri
Daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam pembuatan
penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu
remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat
remaja sadar dari hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
d. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai
namanya buruk atau bila mereka memberi nama dan julukan yang
bernada cemoohan.
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan salah satu
anggota keluarga akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang
tersebut dan juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
f. Teman-teman sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara.
Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan
tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan yang kedua, seorang

remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri


kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk kreatif dalam
bermai dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan
individualistis dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada
konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak
didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang
mempunyai perasaan identitas dan individualistis.
h. Cita-cita
Bila seorang remaja tidak memiliki cita-cita yang realistik, maka akan
mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut akan
menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis pada
kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan daripada
kegagalan. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan
diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.
B. Pengertian Aktualisasi Diri
Goldstein dalam Suryabrata (2006).Aktualisasidiri adalah motifpokok yang
mendorong tingkah laku individu (organisme). Adanya dorongan- dorongan
yang berbeda misalkan dorongan untuk makan, seksual, ingin tahu, ingin
memiliki, sebenarnya hanyalah manifestasi satu tujuan hidup pokok, yaitu
aktualisasi diri.
Apabila seseorang lapar, dia akan mengaktualisasikan dirinya dengan
makan, apabila dia ingin pintar, dia mengaktualisasi dengan belajar,dan

sebagainya. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan khusus tertentu itu memang


merupakan syarat bagi realisasi diri seluruh organisme. Jadi, aktualisasi diri
adalah kecenderungan kreatif manusia.
Menurut Maslow dalam Poduska (2002), yaitu bahwa keinginan untuk
mengaktualisasi diri ada pada diri kita masing-masing, bahwa motivasi atau
dorongan terhadap aktualisasi diri itu adalah bawaan, bahwa setiap kita
masing- masing mempunyai suatu keinginan yang inheren, yang kita bawa
bersama lahir, yaitu berada demi keberadaan itu, berbuat demi perbuatan
itu, merasa demi perasaan itu, yaitu aktualisasi diri. Dan pribadi yang
beraktualisasi diri adalah pribadi yang sudah memenuhi tingkat-tingkat
keinginan itu, bukan seorang manusia super.
Menurut Maslow dalam Boeree (2006), tujuan mencapai aktualisasi diri
itu bersifat alami, yang dibawa sejak lahir. Beliau juga berpendapat bahwa
penolakan, frustasi dan penyimpangan dari perkembangan hakekat alami
akan menimbulkan psikopatologi. Dalam pandangan ini, apa yang baik
adalah semua yang mendekat ke aktualisasi diri, dan yang buruk atau
abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat atau
menolak aktualisasi diri sebagai hakekat alami kemanusiaan, dan
mempersoalkan

pertumbuhan

pribadi

yang

menekankan

proses

pertumbuhan dan perkembangan pribadi.


Jadi aktualisasi diri adalah suatu kebutuhan untuk mengungkapkan diri
yaitu merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow.
Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada
dibawahnya telah terpuaskan dengan baik. Kebutuhan aktualisasi ditandai

sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan
dan

potensi

yang

dimilikinya,

atau

hasrat

dari

individu

untuk

menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang


dimilikinya.
1. Faktor Penghambat dalam Beraktualisasi Diri
Maslow dalam Koeswara (1991), mengemukakan beberapa hambatanhambatan dalam mengaktualisasikan diri yaitu sebagai berikut:
a. Berasal dari dalamDiri Individu
Yaitu, berupa ketidaktahuan, keraguan, dan bahkan juga rasa takut dari
individu untuk mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya,
sehingga potensi itu tetap laten.
b. Berasal dari Luar atau Masyarakat
Yaitu, berupa kecenderungan mendepersonalisasi individu, perpresian
sifat- sifat, bakat atau potensi - potensi. Apabila suatu masyarakat
sangat menjunjung kejantanan, maka oleh masyarakat tersebut sifatsifat yang dianggap mencerminkan kejantanan, seperti sifat keras,
kasar, dan berani akan lebih dihargai. Sebaliknya sifat-sifat yang tidak
mencerminkan kejantanan atau lebih mencerminkan kewanitaan,
seperti sifat menahan diri, kehalusan dan kelembutan, akan kurang
dihargai. Akibatnya, di masyarakat tersebut yang akan muncul
dominan adalah kekerasan, kekasaran, dan keberanian, sedangkan
kesabaran, kehalusan, dan kelembutan akan menjadi lemah dan tak
terungkapkan. Begitu pula aktualisasi diri, aktualisasi diri itu hanya
mungkin terjadi apabila kondisi lingkungan menunjangnya.
c. Berasal dari Pengaruh Negatif
Hambatan ini berupa pengaruh negatif yang dihasilkan oleh kebutuhan
yang kuatakan rasa aman. Oleh individu-individu yang kebutuhan

akan rasa amannya terlalu kuat, pengambilan risiko, pembuatan


kesalahan,

dan

pelepasan kebiasaan- kebiasaan lama yang tidak

konstruktif itu justru akan merupakan hal-hal yang mengancam atau


menakutkan, dan pada gilirannya ketakutan ini akan mendorong
individu-individu tersebut untuk bergerak mundur menuju pemuasan
kebutuhan akan rasa aman.
Jadi pencapaian aktualisasi diriitu, disamping membutuhkan kondisi
lingkungan yang menunjang, juga menuntut adanya kesediaan atau
keterbukaan individu terhadap gagasan-gagasan dan pengalamanpengalaman baru.
Maslow dalam Koeswara (1991) mengatakan bahwa, apabila
anak-anak diasuh dalam suasana aman, hangat, dan bersahabat, maka
anak-anak itu akan mampu menjalani proses-proses perkembangannya
dengan baik. Pendek kata, dibawah kondisi yang sehat, perkembangan
akan terangsang dan individu akan terdorong untuk menjadi yang
terbaik sebisa-bisanya.
Sebaliknya, apabila anak-anak itu berada dibawah kondisi yang buruk
(mengalami
dasarnya),

hambatan
maka

dalam

mereka

memuaskan

akan

kebutuhan-kebutuhan

mengalami

kesulitan

dalam

mengembangkan potensi-potensinya.
2. Penanda Pengaktualisasi Diri
Pencapaian aktualisasi diri merupakan penggambaran yang optimistis
daricorak kehidupan yang ideal.
Maslow (dalam slavin, 1982), manusia bertingkah laku karena adanya
kebutuhan

yang

harus

dipenuhi.

Terpenuhinya

suatu

kebutuhan

menimbulkan kepuasan dan bila tidak terpenuhi kebutuhan menimbulkan

ketidakpuasan. Menurut Maslow kebutuhan manusia tersusun secara


hierarki atau bertingkat.
Terpenuhinya suatu kebutuhan pada jenjang tertentu menimbulkan
adanya kebutuhan pada jenjang berikutnya.
Ada lima kebutuhan manusia menurut maslow, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologis
2. Kebutuhan keselamatan
3. Kebutuhan kasih saying
4. Kebutuhan harga diri, dan
5. Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhanpertama sampai keempat merupakan kebutuhan pokok, hal
itu terjadi karena difisiensi atau kekurangan individu. Adapun kebutuhan
kelima yaitu aktualisasi diri adalah untuk keperluan pengembangan diri.
Maslow ( dalamKoeswara, 1991), mengatakan bahwa syarat yang
paling pertama dan utama bagi pencapaian aktualisasi diri itu adalah
terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan dasar dengan baik.
Maslow( dalamPaulus, 1997), menyebutkan penanda atau ciri
seorang pengaktualisasi diriyaitu sebagai berikut:
1. Kemampuan melihat realitas secara lebih efisien.
Aktualisasi diri (actualizer) dapat melihat dunia sekitar serta orang lain
secara baik dan efisien. Mereka melihat realita sebagaimana adanya,
bukan seperti apa yang mereka inginkan. Kemampuan untuk melihat
secara lebih efisien ini meluas pada segi-segi kehidupan lain, seperti
seni, musik, ilmu pengetahuan, politik dan filsafat.
2. Penerimaan diri sendiri, orang lain, dan sifat dasar
Aktualisasi diri dapat menerima diri mereka sendiri sebagaimana
adanya. Mereka tidak terlalu kritis akan keterbatasan-keterbatasan,
kelemahan-kelemahan, dan kebutuhan-kebutuhan dirinya. Mereka

tidak dibebani rasa bersalah, rasamalu, dan kecemasan atau keadaan


emosional yang sangat lazim dalam populasi umum.
3. Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
Aktualisasi diri berperilaku apa adanya, langsung, dan tanpa berpurapura.

Mereka

tidak

menyembunyikan

emosi

dan

dapat

mengekspresikan secara jujur. Akan tetapi, mereka bijaksana dan


penuh perhatian pada orang lain, sehingga dalam
situasi-situasi dimana ungkapan perasaan- perasaan yang wajar dan
jujur dapat menyakitkan perasaan orang lain, mereka mengekang
perasaan-perasaan itu.
4. Berfokus pada masalah.
Aktualisasi diri melibatkan diri dalam tugas, kewajiban, atau
pekerjaan yang mereka pandang sangat penting. Mereka tidak fokus
pada diri sendiri, melainkan pada masalah-masalah yang melampaui
kebutuhan-kebutuhan mereka yang didedikasikan sebgai suatu misi
hidup.
5. Kebutuhan akan privasi dan independensi.
Aktualisasi diri memiliki kebutuhan yang kuatakan privasi dan
kesunyian. Karena mereka tidak memiliki hubungan yang melekat
dengan orang lain, mereka dapat menikmati kekayaan dari
persahabatan dengan orang lain. Mereka dapat hidup sendiri tanpa
merasa kesepian.
6. Berfungsi secara otonom.
Karenaorang-orangyangaktualisasidiritidaklagididorongolehmotifmotif kekurangan, untuk pemuasannya mereka tidak tergantung pada
dunia nyata Karena pemuasan motif-motif pertumbuhan datng dari
dalam, perkembangan mereka tergantung pada potensi-potensi dan
sumber-sumber dari dalam diri mereka sendiri.

7. Apresiasi yang senantiasa segar.


Orang-orang yang melakukan aktualisasi diri selalu menghargai
pengalaman-

pengalaman

tertentu

bagaimana

pun

seringnya

pengalaman-pengalaman tersebut berulang dengan suatu perasaan


terpesona, kagumatau kenikmatan yang segar.
8. Pengalaman-pengalaman mistik atau puncak.
Ada waktu-waktu dimana orang yang aktualisasi diri mengalami
ekstase, kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap
sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam.
9. Perasaan empati danafeksi yang kuat terhadap sesama manusia.
Mereka juga memiliki keinginan untuk membantu tugas-tugas
kemanusiaan, serta memiliki perasaan persaudaraan dengan semua
orang, seperti terhadap saudara kandung.
10. Hubungan antar pribadi.
Orang-orang yang aktualisasi diri mampu mangadakan hubungan yang
lebih kuat pada orang lain, meraka mampu memiliki cinta yang lebih
besar dan persahabatan yang lebih dalam sertai dentifikasi yang lebih
sempurna dengan individu-individu lain
11. Struktur watak demokratis
Orang-orang aktualisasi diri menerima

semua

orang

tanpa

memperhatikan kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik atau


agama, rasatau warna kulit.
12. Membedakanantara sarana dantujuan, antara baik dan buruk.
Bagiorang-orangyangaktualisasidiri,tujuanataucita-citalebihpentingdari
padasaranayangdigunakanuntukmencapainya.Orangorangyangaktualisasi diri ini sepenuhnya senang
menghasilkan yang

melakukan atau

lebih banyak daripadamendapatkannya, atau

berarti mencapai tujuan.


13. Perasaan humor yang tidak menimbulkan rasa permusuhan.

Humor orang-orang yang aktualisasi diri berbeda dengan humor orang


yang tidak mengaktualisasi diri. Humor mereka umumnya bersifat
filosofis, menertawakan manusia pada umumnya, bukan individu, serta
bersifat instruktif, yang dipakai langsung pada persoalan yang dituju
dan menimbulkan tawa. Humorini semacam humor bijaksana yang
menimbulkan senyuman atau anggukan tanda mengerti dari pada gelak
tawa yang keras.
14. Kreativitas.
Ini merupakan sifat umum dari orang-orang yang aktualisasi diri yang
inivatif, asli, meskipun tidak selalu dalam pengertian menghasilkan
karya seni. Kreativitas ini sama dengan daya cipta dan daya khayal
naif yang dimiliki anak-anak, tidak berprasangka dan langsung melihat
persoalan.
15. Resistensi Terhadap Ikultulrasi.
Orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri yang
otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh social
untuk berpikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Mereka
mempertahankan otonomi batin dan tidak banyak terpengaruh oleh
kebudayaan. Mereka dibimbing oleh diri mereka bukan oleh orang
lain. Walaupun memiliki ciri-ciri tersebut diatas, bukan berarti orangorang yang mengaktualisasi dirinya adalah orang yang sempurna.
Bagaimanapun mereka adalah manusia. Mereka tidak sempurna, tetapi
hanya lebih mendekati kesempurnaan dari pada kebanyakan orang lain
yang tidak mengaktualisasikan dirinya.
Maslow dalam Schultz (1991) berpendapat bahwa pengaktualisasi
diri

dapat

kadang-kadang

tolol,

sembrono,

kepala

batu,

menjengkelkan, sombong, kejam, dan emosional, sifat-sifat yang ada


pada individu, mereka tidak sama sekali luput dari kesalahan,
kecemasan, malu, kekhawatiran atau konflik.
3. Kebutuhan akan Beraktualisasi Diri
Aktualisasi diri toko hutama dalam psikologi terlihat dibagian
aktualisasidiri

pada

tingkat

dalam

Maslow(Poduska,2008). Tingkat yang paling


kebutuhan-kebutuhan

jasmani;

tingkat

hirarki

Abraham

rendah adalah mengenai

kedua, kebutuhan rasa aman;

tingkat ketiga, kebutuhan cinta dan rasa memiliki; tingkat keempat,


kebutuhan harga diri; tingkat relima dengan beraktualisasi diri
a. Kebutuhan Jasmani atauFisiologis
Untuk mencapai tingkat kebutuhan jasmani secara memadai, tingkattingkat daerah biologis dan psikologis harus terpuaskan. Pemuasan
segi-segi biologis dari tingkat ini saja tidaklah cukup. Beberapa daerah
kebutuhan jasmani manusia adalah: lapar, haus, latihan atau gerak
jasmani, seks, dan ransangan sensoris (Poduska, 2008).
b. Kebutuhan Rasa Aman
Hal objektif yang utama untuk pencukupan kebutuhan rasa aman adalah
dengan mengetahui rasa takut. Apakahketakutanitu berdasarkan realitas
atau imajinasi saja (Poduska:2008). Kebutuhan keamanan sudah
muncul sejak bayi, dalam bentuk menangis dan berteriak ketakutan
karena perlakuan yang kasar atau karena perlakuan yang dirasa sebagai
sumber bahaya. Manusia akan merasa lebih aman berada dalam suasana
semacam itu mengurangi kemungkinan adanya perubahan, dadakan,
kekacauan yang tidak terbayangkan sebelumnya (Alwisol, 2004).
c. Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki

Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni deficiency atau Dlove; orang yang
mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harg adiri, seks, atau
seseorang yang membuat dirinya menjadi tidak sendirian. Misalnya
hubungan pacaran, hidup bersama atau perkawinan yang membuat
seseorang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya.
D-love adalah cinta yang mementingkan
diri
sendiri,

lebih

memperoleh adari pada memberi.B-love didasarkan pada penilaian


mengenai orang lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah atau
memanfaatkan orang itu. Cinta yang berniat memiliki, tidak
mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran
positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka
kesempatan orang itu untuk berkembang (Alwisol, 2004).
d. Kebutuhan Harga Diri
Menurut Poduska (2008), ada dua jenis harga diri, yakni sebagai
berikut:
a) Menghargai diri sendiri (self respect): orang membutuhkan
pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga,
mampu menguasai tugas dan tantangan hidup.
b) Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from mothers):
orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan
dinilai baik orang lain.
Kepuasan kebutuhan harga diri menimbulkan perasaaan dan sikap
percayadiri, diri berharga, diri mampu, dan perasaan berguna dan
penting dilingkungan keberadaannya. Sebaliknya, frustasi karena
kebutuhan harga diri tak terpuaskan akan menimbulkan perasaan dan

sikap inferior,

canggung, lemah, pasif, tergantung, penakut, tidak

mampu mengatasi tuntutan hidup dan rendah iri dalam bergaul.


4. Kebutuhan Beraktualisasi Diri
Kebutuhan akan beraktualisasi diri adalah kebutuhan manusia yang paling
tinggi. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan
dibawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow dalam Poduska (2002),
menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk
menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi-potensi yang
dimilikinya, atau hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya
melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya Contoh dari
aktualisasi diri ini adalah seseorang yang berbakat musik menciptakan
komposisi musik, seseorang yang memiliki potensi intelektual menjadi
ilmuwan, dan seterusnya.
Aktualisasi diri juga tidak hanya berupa penciptaan kreasi atau karyakarya berdasarkan bakat-bakat

atau

kemampuan

khusus, semua

orang pun biasa mengaktualisasikan dirinya yakni dengan jalan membuat


yang terbaik atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Setiap individu berbeda-beda bentuk aktualisasi dirinya
dikarenakan dari adanya perbedaan-perbedaan individual. Manusia yang
dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh,
memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan
tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu.

Anda mungkin juga menyukai