1. Identitas pasien
Nama
: Ny. MD
Umur
: 70 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
2. Anamnesis: alloanamnesis/autoanamnesis
Keluhan utama: Perut membesar sejak 3 bulan SMRS
Riwayat penyakit sekarang:
-
1 minggu SMRS keluhan pasien mulai terasa berat dengan perut dan kaki
membesar, nyeri pada ulu hati, nyeri tidak menjalar dan terasa menyesak ke
dada sehingga sulit bernafas, disertai keluhan tubuh terasa kuning, mual (+),
muntah (-), BAK berwarna seperti teh pekat, BAB tidak lancar, warna BAB
kuning seperti biasanya.
1 hari SMRS pasien tiba-tiba nyeri pada perut kanan atas dan muntah yang
berisi sisa makanan, muntah 1 gelas ukuran 200 cc , frekuensi muntah 2 kali
pada pagi dan siang, Demam (-) badan terasa lemas, mual (+) muntah (+),
perut dan kaki semakin besar, nyeri pada ulu hati (+) nyeri tidak menjalar ke
bagian tubuh lain, sesak napas (+), BAK tidak lancar, BAB (+) tidak lancar,
rambut ketiak atau kemaluan rontok disangkal,
: Composmentis
: Tampak sakit sedang
:120/70 mmHg
:100 X/menit
:28 X/menit
: 37 oC
7. Pemeriksaan fisik:
Status generalisata
Kepala
Mata: cekung, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (+/+)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax
Paru
Inspeksi
: bentuk dan gerakan dada simetris
Palpasi
: fremitus suara kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor (+/+)
Auskultasi
: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 103 mg/dl
Imuno-Serologi
HBsAg : Positif (+)
9. Resume
Ny. MD umur 70 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak 1 hari SMRS, pasien awalnya mengeluhkan perut semakin membesar
disertai kaki yang juga sedikit membesar, pembesaran merata, badan terasa
semakin lemas, nafsu makan menurun, mual (+) muntah (+), sesak napas (+), os
juga mengeluh badan terasa berwarna kuning, BAK seperti teh, BAB (+) tidak
lancar. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan SI(+/+) perut cembung, nyeri tekan
pada kaudran kanan atas, hepar dan lien sulit dinilai, uedem pada ekstrimitas
bawah, eritema palmaris, Dari pemeriksaan fungsi hati pada tanggal 17 Mei
2016 : SGOT (68 U/L), SGPT : (25 U/L). Pemeriksaan fungsi hati, imunoserologi dan Albumin (2,16 gr/dl), HbsAg positif (+),
Ca Hepar
11. Rencana penatalaksanaan:
Veflon
Omeprazole 1x40 mg
Furosemid 1x40mg
Ondansentron 3x1amp
Curcuma 3x1
PCT 3X50mg
Follow up pertama
Tanggal 17 mei 2016
Subjek: perut tampak besar (+), nyeri perut knan atas (+), kaki tampak
bengkak (+), BAK (+), BAB (-),
Objek:
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 X/menit
Nafas
: 24 X/menit
Suhu
: 36 oC
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+/+)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax
Paru
Inspeksi
: bentuk dan gerakan dada simetris
Palpasi
: fremitus suara kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor (+/+)
Auskultasi
: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-)
Bawah : akral dingin, edema (+),
4
Terapi: Veflon
Omeprazole 1x40 mg
Furosemid 1x40mg
Ondansentron 3x1amp
Curcuma 3x1
PCT 3X50mg
Follow Up kedua
Tanggal 18 mei 2016
Subjek: perut tampak besar (+), nyeri perut knan atas (-), kaki tampak
bengkak (+), BAK (+), BAB (-)
Objek:
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 88 X/menit
Nafas
: 19 X/menit
Suhu
: 36,8 oC
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+/+)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax
Paru
Inspeksi
: bentuk dan gerakan dada simetris
Palpasi
: fremitus suara kanan sama dengan kiri
Perkusi
: sonor (+/+)
Auskultasi
: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-)
Bawah : akral dingin, edema (+),
Terapi: Veflon
Omeprazole 1x40 mg
Furosemid 1x40mg
Ondansentron 3x1amp
Curcuma 3x1
PCT 3X50mg
12. Pembahasan
Ny. MD umur 70 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak 1 hari SMRS, pasien awalnya mengeluhkan perut semakin membesar
disertai kaki yang juga sedikit membesar, pembesaran merata, badan terasa
semakin lemas, nafsu makan menurun, mual (+) muntah (+), sesak napas
(+), os juga mengeluh badan terasa berwarna kuning, BAK seperti teh,
BAB (+) tidak lancar. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan SI(+/+) perut
cembung, nyeri tekan pada kaudran kanan atas, hepar dan lien sulit dinilai,
uedem pada ekstrimitas bawah, eritema palmaris, Dari pemeriksaan fungsi
hati pada tanggal 17 Mei 2016 : SGOT (68 U/L), SGPT : (25 U/L).
Pemeriksaan fungsi hati, imuno-serologi dan Albumin (2,16 gr/dl), HbsAg
positif (+), Maka dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik ditegakkan
diagnosis asites ec sirosis hepatis.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.
Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga
perioteneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Asites yang
berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi
yaitu terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan
hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia yang akan menyebabkan
transudasi sehingga cairan intravascular menurun. Pada kasus ini
didapatkan
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular. Sirosis hati mengakibatkan terjadinya
35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis
hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah
asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.1
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau
C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya
sirosis
ditujukan
untuk
mengurangi
progresi
penyakit,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Sirosis Hati
Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang
berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena
terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.3
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.3,4
Menurut Lindseth, Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah
intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi
hati.4
10
11
fagositosis
terhadap
bakteri
dan
elemen
puskuler
atau
makromolekuler.
3. Epidemiologi
Insiden sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Data di Indonesia, RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien dengan sirosis
hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian ilmu penyakit dalam dalam
kurun waktu tahun 2004. Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun di jumpai pasien
sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam.5
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun
2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan
kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di
Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%)
lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan
kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari Maret 2009
12
di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan
36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.5
13
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :1,7
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di
dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember
1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita
kekurangan protein hewani dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang
berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,
petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 4050% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B
atau C.
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis
hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
14
15
sebagai mediator fibrogenesis. Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan
inflamasi aktif. Septa akan menjalar menuju ke dalam paremkim hati yang
berawal dari daerah porta. Pembentukkan septa tingkat kedua ini yang
menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang bersamaan
nekrosis parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang
timbul akan menyebabkan ganguan pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan
regenerasi dan fibrogenesis yang terus berlanjut mengakibatkan perubahan pada
vascular dan kemampuan faal hati dan akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,4
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya
peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika
terpapar faktor tertentu yang berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus,
bahan hepatotoksik dll, maka sel stelata akan membentuk sel kolagen. Jika proses
ini berjalan terus makan fibrosis akan terus terbentuk di dalam sel stelata, dan
jaringan hati yang normal diganti oleh jaringan ikat.1,4
Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.1,4
2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:1,4
-
16
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit.
-
Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap
di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
8. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis
pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata
diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis
sudah tampak dengan adanya komplikasi.1,2
17
serum
glutamil
oksaloasetat
transaminase
(SGOT)
dan
alanin
sklerosis
primer
dan
sirosis
bilier
primer.
Gammaglutamil
18
serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.3,4
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga
biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia
biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia
akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,
dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun
memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung
pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi
ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada
penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang
tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui
pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis
dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.4
9. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis
hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:1
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan
dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang
masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan
koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas
19
sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan
memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu
(tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gammaaminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi
porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis
sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun
pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 1520% untuk setiap episodenya.
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan
asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki
kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya
translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran
bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,
streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram
negatif lainnya. Diagnosis PBS berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan
kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat
diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.
Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom
20
21
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Sistem
klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup
pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama
setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B
adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.8
Klasifikasi Child-Pugh
Nilai
Klasifikasi
Ensefalopati
Minimal
Berat/koma
Asites
Mudah dikontrol
Sulit dikontrol
Bilirubin
<2
2-3
>3
Albumin
>3,5
<3
PT
<1,7
1,7-2,3
>2,3
BAB III
PENUTUP
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular.
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
22
sirosis
ditujukan
untuk
mengurangi
progresi
penyakit,
DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299302.
23
24