Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Struma merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, sebab utamanya adalah
defisiensi yodium, di samping faktor-faktor lain misalnya bertambahnya hormon,
tulang pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi.
Pada zaman ini kebutuhan akan gizi seimbang sering diabaikan, masyarakat
biasanya lebih tertarik dengan makanan yang instan, mengandung zat pengawet/
kimiawi sehingga pola makan dan kebutuhan gizi kurang diperhatikan.
Pada masyarakat yang mengkonsumsi makanan yang kurang mengandung yodium
kemungkinan mengalami struma, banyak terserang pada kaum wanita dibandingkan
laki-laki. Hal ini terjadi karena wanita khususnya pada masa pubertas, kehamilan dan
laktasi kebutuhan tiroksin sangat diperlukan.
Mengetahui hal ini, maka penulis terdorong dan berminat untuk membahas
mengenai asuhan keperawatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Peneliti tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada Ny. Y
dengan SNNT dikelas III Bedah Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih.

I.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas peneliti tertarik untuk
memberikan asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan SNNT dikelas III Bedah Rumah
Sakit AR. Bunda Prabumulih.

I.3

Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan SNNT dikelas III Bedah
Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih.
2.

Tujuan Khusus
-

Mampu membuat pengkajian pada Ny. Y dengan SNNT

Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. Y dengan SNNT

Mampu merencanakan asuhan keperawatan yang akan diberikan pada Ny. Y


dengan SNNT
1

I.4

Mampu mengimplementasi pada Ny. Y dengan SNNT

Mampu mengevaluasi pada Ny. Y dengan SNNT selama dirawat

Mampu merencanakan perencanaan pasien jika pulang ke rumah

Manfaat
a.

Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan salah satu sarana penerapan ilmu pengetahuan yang telah
didapatkan dan memberikan pengalaman serta wawasan peneliti terutama dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan SNNT dikelas III Bedah
Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih.

b.

Bagi pihak rumah sakit


Penelitian ini sebagai bahan bacaan dan dijadikan literatur dalam pembuatan tugas
selanjutnya juga sebagai bahan masukan bagi rumah sakit khususnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien SNNT.

BAB II
TINJAUAN TEORI
II.1 Definisi Struma
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya seperti penyakit tiroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998). Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan
oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam
jumlah banyak, sedangkan struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid
yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme (Hartini, 1987).
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi
bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas
dan disfagia.
II.2 Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher. Kelenjar tiroid sangat
penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin
(T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Hormon tersebut
dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan
dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman
yang mengandung yodium.

Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini:

II.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan
jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi
metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas,
absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan
dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini,
membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.
II.4 Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara lain:
1.

Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.

2.

Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak
dan kacang kedelai).

II.5 Patofisiologi
Yodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk ke
4

dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam
kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormone (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin
membentuk tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH, sedang triiodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar
tiroid (Brunicardi et al, 2010).
II.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pembasaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan


Rsa tercekik di tenggorokan
Nyeri
Suara serak
Kesulitan menelan
Kesulitan bernafas
Disfagia (kesulitan menelan)

II.7 Klasifikasi Trauma


Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dibedakan menjadi sebagai berikut :
a.

Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan
bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain,
jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme
karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir
yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma
dan dapat meninggal.
5

b.

Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,
struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium yang menghambat sintesa hormon
oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme
atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala
mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas),
biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

II. 8 Pemeriksaan Penunjang


1.

Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.

2.

Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (tiroksin) dan T3


(triiodotironin) dalam batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11

3.

Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman

II.9 Pencegahan
II.9.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya struma adalah:
a.

Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku


makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium

b.

Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c.

Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah


dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan

II.9.2 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
a.

Diagnosis
1.

Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada
pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika
terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu
lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada
saat pasien diminta untuk menelan dan palpasi pada permukaan pembengkakan.

2.

Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher
dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

3.

Tes Fungsi Hormon


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai
indikator fungsi tiroid.

4.

Foto Rontgen leher


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).

5.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas.

b.

Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain
sebagai berikut :
1.

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu
untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid yang digunakan saat ini adalah

2.

propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.


Operasi/Pembedahan
Pembedahan bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya:
penekanan pada organ sekitarnya, indikasi kosmetik, indikasi keganasan yang
pasti akan dicurigai.

II.9.3 Pencegahan Tertier


Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial
penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
a.

Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan


mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.

b.

Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

c.

Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar
dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui
melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan
rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan
rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

II.10 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses perawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, data yang dikumpulkan dalam
masalah penyakit SNNT adalah:
Data Subjektif:
8

1.
2.
3.
4.

Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi/insisi


Pasien mengatakan nyeri timbul jika bergerak
Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan perawat
Pasien mengatakan kesulitan menelan

Data Objektif:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Terdapat luka insisi


Takikardi, hipertermi
Ekspresi wajah kesakitan
Terpasang drain
Keringat berlebihan (Diaforesis)
Gangguan koordinasi

II.11 Diagnosa Perawatan


1.

Gangguan rasa nyaman; nyeri b.d tindakan bedah terhadap jaringan/otot pasca
operasi

2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan


menelan makanan

3.

Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi dan terpasangnya alat-alat invasif

Anda mungkin juga menyukai