Penulis
i
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar Belakang................................................................................
A. Definisi............................................................................................
B. Epidemiologi...................................................................................
C. Faktor Resiko..................................................................................
D. Patogenesis......................................................................................
E. Mekanisme Asma............................................................................
F. Diagnosis.........................................................................................
12
G. Klasifikasi.......................................................................................
14
H. Diagnosis Banding..........................................................................
15
I. Penatalaksanaan..............................................................................
15
J. Pencegahan.....................................................................................
26
K. Prognosa..........................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai PEV1, PEFR, MMEFR.........................................................
13
14
15
Tabel 4. ACQ..............................................................................................
18
18
19
19
21
23
DAFTAR GAMBAR
iii
Halaman
Gambar 1. Proses Imunologis.....................................................................
10
Gambar 2. Hiperaktivasi.............................................................................
11
11
16
Gambar 5. ACT...........................................................................................
17
24
BAB I
iv
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(NHLBI) bekerja
sama
dengan World
Health
Organization
(WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan
untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan
angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah
dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman tersebut,
disusun pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan
mengikuti petunjuk ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan
benar, baik yang bekerja di layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di
daerah perifer, maupun di rumah sakit dengan fasiliti lengkap di pusatpusat kota3.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter
sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong
penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang
sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti
bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan
pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah
terjadinya serangan asma4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik yang ditandai oleh
peran dari banyak sel dan elemen seluler. Peradangan ini berhubungan dengan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan episode berulang kali berupa
mengi, pendek nafas, sesak dada dan batuk yang terutama terjadi pada malam
hari atau dini hari1.
Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah hasil panel
National Istitute of Health ( NIH ) National Heart, Lung and Blood Institute
( NHLBI ). Menurut NHLBI asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran
nafas di mana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinophil, limposit T,
makrofag, neutrophil dan sel epitel5.
Asma adalah sindrom yang ditandai oleh obstruksi aliran udara yang
bervariasi baik secara spontan maupun dengan pengobatan spesifik.
Peradangan saluran napas kronis menyebabkan hiperresponsif napas ke
berbagai pemicu, yang menyebabkan aliran udara obstruksi dan gejala
pernafasan termasuk sesak dan mengi6.
B. Epidemiologi
Asma merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sebanyak 300 juta
orang menderita asma, dengan prevalensi sebesar 1- 18 %, bervariasi pada
berbagai negara. Kejadian asma dipengaruhi factor genetik, lingkungan, umur
dan gender dan terdapat kecenderungan peningkatan insidensinya terutama
didaerah perkotaan dan industri akibat adanya polusi udara. Prevalensi di
Indonesia adalah sebesar 5 7 %. PBB memperkirakan disability adjusted
life years ( DALYs ) sebanyak 15 juta setiap tahun karena asma, yang
merupakan 1% dari beban global akibat penyakit. Mortalitas sebesar
250.000/tahun yang tidak proporsional dengan prevalensi penyakit. Polusi
menyebabkan peningkatan asma diseluruh dunia1.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah
penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada
tahun 20257.
C. Faktor Resiko8
Secara umum faktor resiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor host
a. genetik
b. gender
c. Obesitas
8
2. Faktor lingkungan
a. Alergen
didalam
ruangan
(tungau,
debu
rumah,
kucing,
alternaria/jamur)
b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker
dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
f. Ekspresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif.
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas tertentu
j. Perubahan cuaca.
D. Patogenesis1
Genetik. Penelitian menunjukkan banyak gen yang terlibat pada
pathogenesis asma, dan gen yang berbeda terdapat pada etnik yang
berkelainan. Diketahui 4 kelompok pengaruh gen yang utama yang berkaitan
dengan predisposes asma yaitu terhadap produksi IgE spesifik ( atopi ),
ekspresi hipersponsif, produksi mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin,
growth factor, dan penentu rasio antara respon imun Th1 dan Th2 ( menurut
teori hipotesis higienis ). Analisa keluarga asma mendapat adanya daerah
kromosom yang terkait dengan kepekaan asma, misalnya kecendrungan
peningkatan kadar IgE total dengan hiperesponsif bronkus, dan gen yang
mengatur hiperesponsif bronkus yang terletak dekat lokus mayor yang
mengatur kadar total IgE pada kromosom 5q. Penelitian saat ini masih terus
berlanjut.
Terdapat pula gen yang terkait dengan respon terhadap terapi asma.
Misalnya variasi gen yang mengkode adrenoreceptor terkait dengan respon
yang berbeda terhadap 2 agonist. Terdapat pula gen lain yang bersifat
responsif terhadap kortikosteriod dan penghambat leukotriene.
E. Mekanisme Asma1
Imunopatogenesis. Akibat adanya faktor perangsangan dan pencetus ini terjadi
reaksi imun tipe I, II, III dan IV yang diikuti reaksi mediator, inflamasi,
kerusakan jaringan dan gejala klinik. Disebutkan bahwa pada 85% pasien
inflamasi dimulai oleh IgE ( asma alergi ) dan sisanya oleh proses yang
independen terhadap IgE ( asma non alergi ). Pada atopi paparan awal
terhadap antigen menimbulkan sensitisasi. Antigen-presenting cell ( APC )
seperti makrofag menelan antigen dan mempresentasikannya kepada sel T
( Th0 ) yang kemudian mengalami diferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th2
mengeluarkan sitokin antara lain IL4 dan IL13 yang menyebabkan sel B
memproduksi IgE yang spesifik untuk antigen tersebut.
Pada respon dini akibat adanya paparan selanjutnya menimbulkan reaksi
Ag-Ab pada permukaan sel mastosit, yang diikuti aktivasi dari sel dan
pelepasan berbagai mediator ( histamin dan heparin ) serta mediator lain
( prostaglandin, leukotrin, faktor aktifasi trombosit-PAF dan bradikinin ).
Terjadi efek langsung berupa bronkokonstriksi dan peningkatan hiperesponsif
bronkus. Pelepasan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL6 mengaktifasi limfosit
T dan B, yang merangsang sel mastosit dan menarik eosinofil, sehingga
meningkatkan proses inflamasi.
Respon lambat terjadi 4-12 jam setelah paparan antigen, berupa dilatasi
vaskuler dan peningkatan permiabilitas kapiler, pembentukkan edema dan
akumulasi sel radang. Akibat adanya aktifasi, sel eosinofil melepaskan
berbagai mediator ( eosinophilic cation protein-ECP, leukotrin, prostaglandin,
histamin ) yang menimbulkan bronkokonstriksi dan perpanjagan hiperesponsif
bronkus. Sekresi sitokin seperti IL3,
10
kompleks pada asma ditandai oleh adanya sel radang dan elemen seluler,
perubahan struktur saluran nafas dan peningkatan mediator.
11
Gambar 2. Hiperaktivasi
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa1 :
12
Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada yang
memburuk pada malam hari atau secara musiman.
Riwayat asma sebelumnya
Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada
keluarga
Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan
bulu binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu
rumah, obat obatan ( aspirin, penghambat beta ), olah raga, rangsang
emosi yang kuat
Keluhan berkurang dengan pemberian obat asma
2. Pemeriksaan Fisik :
Dapat dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi dan perpanjangan
ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat1.
a) Vital Sign Fitur umum dicatat selama serangan asma akut
tingkat pernapasan cepat (sering 25 sampai 40 napas per menit),
takikardia, dan pulsus paradoksus10.
b) PemeriksaanThorak5
Pemeriksaan dapat mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami
serangan asma dapat dijumpai:
Inspeksi: sesak (napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,
retraksi suprasternal)
Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat
terjadi pulsus paradoksus
Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
13
3. Pemeriksaan Penunjang :
Spirometri1 :
-
( Volum Ekpirasi Paksa 1 detik ) VEP 1< 70% dari nilai prediksi
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
14
15
H. Diagnosis Banding
Bila menemukan keluhan batuk sesak, mengi salah satu kelainan yang
perlu dipikirkan adalah obstruksi saluran nafas atas12.
Diagnosis banding asma5 :
Kategori
Penyakit penyebab sesak berulang
Kriteria
PPOK, penyakit jantung coroner, GERD,
fibrosis
Tabel 3. Diagnosis banding asma
I. Penatalaksanaan
4 Komponen Tata Laksana Asma.
GINA ( 2011 ) mengajukan 4 komponen tata laksana yang dibutuhkan untuk
mencapai dan mempertahankan kontrol asma8 :
1. Mengembangkan Kerjasama Dokter dengan Pasien
Diupayakan tercapainya kerjasama yang baik antara dokter dan pasien,
dan melakukan edukasi pasien tentang asma dan tatakelola asma yang
16
17
18
PENILAIAN AWAL
A: Airway
B:Breathing
Adakah gejala
TIDAK
YA
19
BERAT
Beta-2-agonis kerja cepat (SABA)
RINGAN atau SEDANG
Pertimbangkan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi
Beta-2-agonis kerja cepat (SABA)
Ipratropium bromida
Kontrol O2 untuk mempertahankan saturasi
Kontrol O2 untuk mempertahankan saturasi
hingga 93-95% (pada anak 94-98%)
hingga 93-95% (pada anak 94-98%)
Kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral atau IV
Pertimbangkan ipratropium bromida
Pertimbangkan magnesium IV
20
Obat Asma
Obat asma dapat digolongkan menjadi pengedali ( controller ) dan pelega (
reliever ). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk
membuat asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti
inflamasi. Reliever adalah obat yang digunakan bila perlu berdasar efek
21
cepat
untuk
menghilangkan
bronkokontriksi
dan
menghilangkan
gejalanya13.
Controller
Reliever
Short acting b2 agonist (SABA) :
Kortikosteroid (inhalasi, sistemik)
inhalasi, oral
Leukotriene modifeier
Kortikosteroid sistemik
Long acting b2 agonist (LABA) : Antikolinergik : Ipratropium br,
inhalasi, oral
oxitropium
Chromolin: Sodium cromoglycate dan
Teofilin
Nedocromil
Teofilin lepas lambat
Anti IgE
Antikolinergik: Tiotropium
Tabel 5. Penggolongan obat asma
a) Kortikosteroid inhalasi
22
b) Kortikosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate dan sodium Nedochromil
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan
untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
23
d) Methylxanthine
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas
lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala
dan memperbaiki faal paru.
e) Agonis 2 kerja lama (LABA) inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>
12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi
otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan
mediator dari sel mast dan basofil.
f) Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya
melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator
minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen,
sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga
mempunyai efek antiinflamasi.
24
beta-2
yaitu
relaksasi
otot
polos
saluran
napas,
Kortikosteroid sistemik.
dengan
bronkodilator lain.
Antikolinergik
Theophilin
26
27
dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada pasien dengan gangguan
asma malam hari14.
Tahap 3. Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2
selama kurang-lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah lain seperti
kepatuhan, pencetus, dan lain-lain. Pasien diberikan pengontrol kombinasi
inhalasi dosis rendah dan agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut
LABACS. Alternatif lainnya sama dengan tahap 214.
Tahap 4. Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala
pasien sudah terkontrol sebagian atau belum terkontrol, kepatuhan pasien,
komorbiditas, dan pencetus. Pengobatan yang diberikan adalah LABACS
dimana kortikosteroid inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi14.
Tahap 5. Obat yang diberikan adalah LABACS dengan dosis
kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dan jika perlu dapat ditambahkan
kortikosteroid oral dosis terendah. Kortikosteroid oral bekerja sistemik
sehingga diharapkan dapat mempercepat penyembuhan, mencegah
kekambuhan, memperpendek hari rawat, dan mencegah kematian14.
28
J. Pencegahan asma5
Upaya pencegahan asma dapat ditujukan pada pencegahan sensitisasi alergi
( terbentuknya atopi, nampaknya paling relevan waktu prenatal dan perinatal )
atau mencegah terbentuknya asma pada individu yang tersensitisasi. Selain
mencegah paparan tembakau / rokok waktu dalam kandungan atau setelah
kelahiran, tidak ada intervensi yang terbukti dan diterima luas dapat mencegah
terbentuknya asma.
Hygiene hypothesis asma. Walaupun kontroversi nama telah membawa
penegasan bahwa mencegah sensitisasi alergi harus focus mengarahkan
kembali repons imun dari bayi ke Th1 atau modulasi T regulator cell. Tetapi
strategi tersebut saat ini masuh merupakan alam hipotesis dan perlu penelitian
lebih banyak.
K. Prognosa15
Asma biasanya kronis , meskipun kadang-kadang masuk ke periode panjang
remisi . Prospek jangka panjang umumnya tergantung pada tingkat keparahan.
Dalam kasus-kasus ringan sampai sedang , asma dapat meningkatkan dari
waktu ke waktu , dan banyak orang dewasa bahkan bebas dari gejala.Bahkan
dalam beberapa kasus yang parah , orang dewasa mungkin mengalami
perbaikan tergantung pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu
dan efektivitas pengobatan .
Pada sekitar 10 % kasus persisten berat , perubahan dalam struktur dinding
saluran udara menyebabkan masalah progresif dan ireversibel dalam fungsi
paru-paru , bahkan pada pasien yang diobati secara agresif .
29
Fungsi paru-paru menurun lebih cepat daripada rata-rata pada orang dengan
asma , terutama pada mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi
lendir yang berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk ) .
Kematian dari asma adalah peristiwa yang relatif jarang , dan kematian asma
yang paling dapat dicegah . Hal ini sangat jarang orang yang menerima
perawatan yang tepat untuk mati asma . Namun, bahkan jika tidak mengancam
nyawa , asma dapat melemahkan dan menakutkan . Asma yang tidak
terkontrol dengan baik dapat mengganggu sekolah dan bekerja , serta kegiatan
sehari-hari.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny.A
Umur
: 42 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
30
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Periksa
: 14 Juni 2016
Status Menikah
: menikah
Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Tengku Rafian dengan keluhan sesak napas sejak
2 hari yang lalu, sebelumnya pasien sering sesak napas jika suasana dingin,
kelelahan, asap, debu dan stress. Pasien mengatakan jika sesak ada bunyi ngikngik. Pasien menyangkal sering sesak napas sejak kecil. Pasien mulai sering sesak
napas 3 tahun belakangan ini. Akhir-akhir ini sesak datang 3 kali dalam
seminggu. Pasien juga mengatakan adanya batuk, batuk tidak berdahak. Pasien
juga mengeluh nyeri perut sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mempunyai riwayat asma tahun 1996.
Tidak ada riwayat pengobatan paru dengan OAT.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakek pasien mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4M6V5
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Tanda Vital
: Tekanan darah
: 130/90 mmHg
Nadi
: 82x/menit, irama teratur,isi cukup
Suhu
: 36,3o C
Pernafasan
: 38 x/menit
Kepala
31
Wajah
tekan sinus
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak ada gigi karies
Leher
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
32
, clubbing finger
(-)
Diagnosis Kerja
Asma
Penatalaksanaan
-
IVFD D5 16 tpm
Ventollyne nebu 4x1
Asetil sistein 3x1
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Methylprednisolone 2x125
FOLLOW UP
No
Tanggal
Follow Up
15/ 06 / 2016
IVFD D5 16 tpm
muntah (-)
Kes: CMC
Inj.
16/ 06 / 2016
Terapi
TD : 120/90 mmHg
Methylprednisolone
Temp : 36,4oC
2x125
HR : 82x/i
RR : 22x/i
S: Sesak (+), batuk (-), nyeri ulu
IVFD D5 16 tpm
33
muntah (-)
Temp: 36,5o C
Inj.
RR: 20x/i
Methylprednisolone
HR: 78x/i
2x125
-
DAFTAR PUSTAKA
7. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 6772
8. Pocket Guide for Asthma management and Prevention. Gina ( Global Initiative
for Asthma ). Updated 2015
9. The Expert Panel Report 3 Summary Report 2007 : Guidelines for the
Diagnosis and Management of Asthma. Expert panel of NAEPP Coordinating
Committee, coordinated by the National Heart, Lung, and Blood Institute
(NHLBI) of the National Institute of health National Institute of Institutes of
health, USA.2008. www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm.
10. Goldman Lee, Schafer Andrew, et al. Goldmans Cecil Medicine. Asthma,
America. 2012.
11. Sundaru Heru, Sukamto. Asma Bronkial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009.
12. Kuvuru MS and Wiederman HP. 2000. Asthma. In : Chest medicine. Essential
of pulmonary and critical care. Philandelphia, Lippincort Williams and Wilkins.
133-173
13. Global Initiative for Astham. 2009. Global strategy for asthma management
and prevention. www.ginasthma.org.
14. DewanAsmaIndonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota
Dirfan; 2011, hal. 36-48.
15.
Health
Center.
Asthma.
www.healthcentral.com/asthma/
Review
date
05/03/2011.
35
LAPORAN KASUS
ASMA BRONKIALE
Di susun oleh :
36
Ade Novia
Aulia Lestari
Eko Priyono Wijaya
Pembimbing :
dr. Ernety Sp.P
37