Anda di halaman 1dari 1

Apresiasi Sastra Indonesia di sekolah

KTSP merupakan sebuah kurikulum yang dibuat untuk memberikan keleluasaan bagi
guru dan siswa dalam mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya. Tetapi dunia
pendidikan di Indonesia sering kali tidak terduga. Kurikulum yang berlaku selalu berganti.
Kondisi pergantian kurikulum memicu pemahaman guru bahwa, tugas mereka tidak hanya
melakukan kegiatan rutin di kelas, melainkan sebuah profesi yang harus dijalankan secara
profesional. Penerapan kurikulum yang dibuat sering kali mengesampingkan potensi daerah.
Meskipun demikian, KTSP dalam penerapan dan teori sebenarnya sangat berguna untuk
pemelajaran siswa.
Kurikulum KTSP menjadi tidak efektif karena Ujian Nasional sebagai bentuk dari
evaluasi akhir dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran menuntut adanya kesamaan standar
pendidikan di Indonesia. Sebaliknya, dalam pelaksanaan di sekolah, guru dan sekolah diberikan
kebebasan dalam menentukan metode pemelajaran. Pihak guru dan sekolah di berbagai daerah
diberikan sebuah panduan standar capaian yang sama, tetapi potensi yang dimiliki setiap daerah
berbeda sehingga Ujian Nasional tidak dapat dijadikan standar kelulusan.
Dalam ranah pemelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, penekanannya lebih kepada
gramatikal dan linguistik. Hal ini dipandang berbahaya karena seharusnya Sastra Indonesia lebih
mengedepankan keterampilan dan apresiasi. Oleh karena itu, bentuk tes yang muncul di dalam
Ujian Nasional, tidak lagi berbentuk pilihan ganda melainkan berisi tes yang mengarah kepada
kompetensi keterampilan dan apresiasi. Bentuk tes tersebut akan mengarahkan siswa memiliki
kebiasaan positif dalam hal menulis dan membaca yang merupakan tujuan utama dari
pemelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

Nama Anggota:
1. Dr. Hendra Kaprisma
2. Dr. Yurnadi
3. drg. Peter Andreas
4. RTA. Primiputri
5. Nadia Maulisa
6. Ratna Djumala
7. Novarina Z.
8. Saefullah
9. Firmansyah
10. Eko Sulistiyo

Anda mungkin juga menyukai