Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Ketahanan Korosi Sumuran Baja

Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205



Reyningtyas Putri Perwitasari, Rini Riastuti

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok,
Depok, 16436, Indonesia

Email: r.tyasputeri@gmail.com


Abstrak

Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 memiliki ketahanan korosi menyeluruh dan korosi
terlokalisasi di berbagai lingkungan. Akan tetapi, baja tahan karat dua fasa SAF 2205 rentan
terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Perlakuan panas dilakukan untuk
meningkatkan ketangguhan baja tahan karat SAF 2205. Pada penelitian ini dilakukan
investigasi pengaruh perlakuan panas baja tahan karat SAF 2205 terhadap korosi sumuran
dengan melihat temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature).
Nilai temperatur kritis korosi sumuran diinvestigasi menggunakan polarisasi potentiodynamic
dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) di larutan NaCl 1M. Hasil pengujian
menunjukkan nilai temperatur kritis korosi sumuran baja tahan karat dua fasa SAF 2205
adalah 65
0
C dan perlakuan panas tidak mempengaruhi nilai tersebut. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa
austenit.


Influence of Heat Treatment on Pitting Corrosion Resistance of Duplex Stainless Steel
SAF 2205

Abstract

Duplex stainless steel SAF 2205 has good corrosion reistance of uniform and localized
corrosion in various environments. However, duplex stainless steel SAF 2205 is susceptible to
pitting corrosion in chloride environment. Heat treatment was done to improve the toughness
of duplex stainless steel SAF 2205. This research was investigated influence of heat treatment
on pitting corrosion resistance of duplex stainless steel SAF 2205 by looking at the Critical
Pitting Temperature (CPT). The value of critical pitting temperature was investigated by using
potentiodynamic polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) methods in
1 M NaCl solution. The results showed that the critical pitting temperature of duplex stainless
steel SAF 2205 is 65
0
C and heat treatment didnt affect the critical pitting temperature.
Moreover, the result showed that the austenite phase is susceptible to pitting corrosion.

Keywords: critical pitting temperature; EIS; heat treatment; potentiodynamic polarization.

1. Pendahuluan

Baja tahan karat atau yang biasa dikenal dengan stainless steel merupakan material
berbasis baja (ferrous material) yang dikenal memiliki ketahanan korosi yang baik
dikarenakan pembentukan lapisan oksida pasif dari unsur-unsur paduan yang ditambahkan
pada baja tersebut. Aplikasi baja tahan karat sangat luas, mulai dari industri minyak dan gas,
industri petrokimia, industri otomotif, hingga peralatan rumah tangga
[2,3,4]
. Baja tahan karat
dua fasa (duplex stainless steel) termasuk ke dalam jenis material baja tahan karat (stainless
steel) yang terdiri dari dua fasa, yaitu austenit dan ferit. Kedua fasa tersebut membentuk sifat
keseluruhan dari baja tahan karat dua fasa.
Salah satu jenis material baja tahan karat dua fasa adalah SAF 2205 (UNS S31803).
Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 juga diaplikasikan sebagai pipa minyak dan gas di
lingkungan offshore. Salah satu jenis pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah grade
140 yang merupakan hasil cold pilgering yang memiliki kekuatan luluh minimal 140 ksi (965
Mpa) dan elongasi minimal 9%. Untuk meningkatkan ketangguhan pipa baja tahan karat SAF
2205 maka dilakukan perlakuan panas berupa stress relieve pada rentang temperatur 350-
550
0
C.
Meskipun baja tahan karat dua fasa memiliki ketahanan korosi yang baik
[1,5,6]
, tetapi
lapisan oksida atau lapisan pasif pada baja tahan karat dua fasa akan mengalami kerusakan
jika terdapat ion agrasif seperti Cl
-
dan membentuk korosi sumuran (pitting corrosion). Akan
tetapi, Korosi sumuran tidak akan terjadi pada temperatur di bawah temperatur kritis
terjadinya korosi sumuran pada suatu material
[3,7]
. Oleh karena itu, temperatur kritis korosi
sumuran (critical pitting temperature) perlu diketahui untuk setiap material.
Penelitian ini dilakukan sebagai studi untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas
baja tahan karat dua fasa SAF 2205 terhadap ketahanan korosi sumuran (pitting corrosion)
pada lingkungan NaCl dengan mengetahui temperatur kritis terjadinya korosi sumuran
(critical pitting temperature). Pengujian ini dilakukan menggunakan pengujian elektrokimia,
yaitu polarisasi dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) pada temperatur yang
berbeda-beda hingga temperatur terjadinya korosi sumuran. Penelitian ini juga dilakukan
untuk mengamati mikrostruktur hasil perlakuan panas dan mikrostruktur setelah pengujian
elektrokimia. Mikrostruktur setelah pengujian elektrokimia diamati untuk mengetahui fasa
austenit atau ferit yang akan terserang korosi sumuran.

2. Dasar Teori

2.1. Perlakuan Panas Baja Tahan Karat Dua Fasa

Baja tahan karat dua fasa (duplex stainless steel) terdiri dari dua fasa, yaitu austenit
dan ferit. Sifat fisik yang dimiliki baja tahan karat dua fasa ini merupakan gabungan antara
sifat kedua fasa tersebut. Baja tahan karat dua fasa memiliki ketangguhan yang lebih baik
dibandingkan baja tahan karat feritik dan memiliki kekuatan luluh yang lebih tinggi
dibandingkan baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat dua fasa memiliki formability yang
lebih baik dibandingkan baja tahan karat feritik. Akan tetapi, keuletan baja tahan karat ini
masih di bawah baja tahan karat austenitik.
Perlakuan panas pada baja tahan karat ini dilakukan untuk memperbaiki sifat
mekaniknya, yaitu meningkatkan ketangguhannya. Akan tetapi, pada perlakuan panas baja
tahan karat harus memperhatikan suhu dan waktu yang digunakan. Perlakuan panas pada
waktu dan suhu yang tidak tepat dapat menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik (fasa
kedua) yang akan menurunkan sifat mekanik baja tahan karat. Oleh karena itu, perlakuan
panas yang dilakukan harus memperhatikan kurva TTT dari material.

Gambar 1. Diagram TTT Beberapa Jenis Baja Tahan Karat
[2]
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perlakuan panas yang tidak tepat
dapat menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik (fasa kedua) yang dapat menurunkan sifat
mekanik baja tahan karat. Meskipun fasa-fasa tersebut memiliki komposisi masing-masing,
akan tetapi seringkali fasa-fasa tersebut terbentuk bersamaan dengan fasa lainnya. Jenis-jenis
fasa intermetalik yang mungkin terbentuk pada saat perlakuan panas baja tahan karat dua fasa
antara lain fasa sigma (), fasa chi (), nitride kromium, secondary austenite, karbida, fasa R,
fasa , dan fasa (475 embrittlement).



2.2. Korosi Sumuran Pada Baja Tahan Karat Dua Fasa

Korosi sumuran (pitting corrosion) merupakan jenis korosi logam yang terlokalisasi
dan berpenetrasi ke bagian dalam logam dengan sudut 90
o
terhadap permukaan logam
[5]
.
Pitting corrosion disebut juga korosi sumur karena pada permukaan logam hanya berupa
lubang, tetapi memanjang dan melebar ke bagian dalam logam. Korosi sumuran disebabkan
oleh lingkungan (kimia) yang mengandung ion agresif seperti klorida, bromida, iodida,
fluorida dan sulfat yang menyebabkan kerusakan secara mekanik atau kimia pada lapisan
oksida pasif.

Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Korosi Sumuran
[5]


Material baja tahan karat merupakan jenis material yang memiliki ketahanan yang
baik terhadap korosi sumuran. Hal ini dikarenakan terbentuknya lapisan pasif berupa oksida
kromium pada permukaan. Ketahanan korosi sumuran pada baja tahan karat juga diperoleh
dengan adanya unsur paduan seperti molibdenum dan nitrogen
[8]
. Ketahanan korosi sumuran
dapat diprediksi dengan menghitung nilai PREN, di mana semakin tinggi nilai PREN yang
dimiliki suatu material maka ketahanan terhadap korosi sumuran akan semakin baik. Nilai
PREN dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:
[8]
(1)
Perlakuan panas pada baja tahan karat akan mempengaruhi ketahanan terhadap
korosi sumuran, termasuk perlakuan panas pada baja tahan karat dua fasa SAF 2205.
Perlakuan panas yang menghasilkan fasa intermetalik pada baja tahan karat mempengaruhi
ketahanan terhadap korosi sumuran. Pada penelitian Hosni M.E., dkk.
[1]
adanya fasa sigma
hasil pemanasan pada temperatur 845
0
C selama 10,60, dan 300 menit meningkatkan
ketahanan korosi sumuran pada baja SAF 2205 pada temperatur ruang di lingkungan air laut.
Korosi sumuran baru menyerang baja SAF 2205 ketika berada di temperatur 50
0
C. Pada
penelitian yang dilakukan oleh H.Luo, X.G. Li, dkk.
[8]
menunjukkan bahwa perlakuan panas
solution treatment juga mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran pada baja SAF
2205 di lingkungan NaCl. Solution treatment membentuk lapisan pasif yang stabil sehingga
memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi sumuran. Seperti yang kita ketahui bahwa
mikrostruktur baja tahan karat dua fasa terdiri dari fasa austenit dan ferit. Dengan pengamatan
metalografi dapat diketahui fasa mana yang terserang korosi sumuran. Berdasarkan penelitian
H. Luo, X.G. Li, dkk..
[8]
dijelaskan bahwa pada baja SAF 2205 yang telah mengalami solution
treatment, korosi sumuran lebih mudah menyerang fasa austenit yang disebabkan oleh fasa
ferit mengandung banyak unsur kromium sehingga ketahanan korosinya lebih baik
dibandigkan austenit.
Salah satu parameter yang penting pada terjadinya korosi sumuran adalah pengaruh
temperatur
[9]
. Temperatur minimum material mengalami korosi sumuran disebut dengan
temperatur kritis korosi sumuran (Critical Pitting Temperature/CPT). Nilai CPT pada
material dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi ion Cl
-
yang berada pada
rentang 0,01 M-5 M dan rentang pH 1-7
[9]
. Selain itu, nilai CPT juga dipengaruhi oleh adanya
konsentrasi ion sulfat atau thiosulfat dan surface roughness dari material
[9]
. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahwa adanya ion-ion Cl
-
juga mempengaruhi nilai CPT pada
material. Berdasarkan penelitian Bo Deng, Yiming Jiang, dkk..
[6]
dijelaskan bahwa nilai CPT
dari baja SAF 2205 yang telah mengalami solution treatment pada suhu 1050
0
C pada 1M
NaCl adalah 59,6
0
C.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pipa baja tahan karat dua fasa SAF
2205 grade 140 yang memiliki yang memiliki diameter dalam 99,6 mm; diameter luar 115
mm; dan ketebalan 7,7 mm. Komposisi kimia pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Kimia Baja SAF 2205
Komposisi
(%)
C
(max)
Si
(max)
Mn
(max)
P
(max)
S
(max)
Cr Ni Mo N
0,030 1,0 2,0 0,030 0,015 22 5 3,2 0,18

Pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 kemudian dipotong 1x1 cm dan dilakukan
perlakuan panas pada temperatur 350, 450, dan 550
0
C dengan waktu tahan 10 dan 40 menit.
Untuk memudahkan penanganan sampel, maka setiap sampel diberikan penamaan sebagai
berikut:


Tabel 2. Penamaan Sampel Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205
No
Penamaan
Sampel
Kondisi Sampel
Temperatur
Perlakuan Panas (
0
C)
Waktu Tahan
(menit)
1 NoHT Tanpa Perlakuan Panas
2 X1 350 10
3 X4 350 40
4 Y1 450 10
5 Y4 450 40
6 Z1 550 10
7 Z4 550 40

Untuk pengujian polarisasi potentiodynamic dan pengujian Electrochemical
Impedance Spectroscopy (EIS) seluruh sampel disolder dengan kawat Cu sebagai penghubung
yang kemudian dimounting menggunakan epoxy resin hingga mengeras. Sehingga luas
permukaan sampel uji yang terekspos adalah 1 cm
2
. Sebelum dilakukan pengujian
elektrokimia, sampel uji diamplas menggunakan kertas amplas grit 1200, dibilas dengan air
distilasi, dibilas dengan aseton, lalu dikeringkan di udara. Sampel yang digunakan untuk
pengujian elektrokimia adalah sampel sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan panas.
Pengujian elektrokimia dilakukan dengan menggunakan instrument pontentiostat Autolab
PGSTAT T302N yang dilengkapi dengan software Nova 1.8 untuk melakukan analisis.
Skema pengujian elektrokimia yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Skema Pengujian Elektrokimia

Pengujian elektrokimia dilakukan dengan menggunakan larutan NaCl 1M pada
temperature uji 25, 35, 45, 55, dan 65
0
C. Pada saat pengujian elektrokimia dilakukan
penentuan nilai OCP (Open Circuit Potential) ditentukan setelah 120 detik hingga didapatkan
nilai potensial yang relatif stabil. Pengujian polarisasi potentiodynamic dilakukan pada
potensial -500 mV hingga +1500 mV dari nilai OCP. Sedangkan, pengujian EIS dilakukan
dengan menggunakan sinyal AC dengan amplitude gelombang sinusoidal 10 mV dengan
rentang frekuensi 10 KHz hingga 3 Hz. Hasil plot grafik Nyquist dan Bode dari hasil
pengukuran kemudian dilakukan fitting untuk mendapatkan sirkuit ekuivalen listrik yang
representatif. Elemen listrik tersebut akan diinterpretasi untuk mengetahui fenomena yang
terjadi pada interface logam dan elektrolit.
Mikrostruktur hasil perlakuan panas diamati dengan mikroskop optik. Sebelum
dilakukan pengamatan mikrostruktur, sampel dipreparasi dan dietsa menggunakan elektroetsa
KOH 20% dengan tegangan 3 volt selama 45 detik. Sedangkan, mikrostruktur hasil pengujian
elektrokimia diamati menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope
(SEM) yang sebelumnya juga dietsa menggunakan elektroetsa KOH 20% dengan tegangan 3
volt selama 45 detik.

4. Hasil Penelitian

4.1. Mikrostruktur Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205

Berikut ini merupakan mikrostruktur baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum
dan sesudah perlakuan panas yang dilakukan:























(C)





















Gambar 4. Mikrostruktur SAF 2205 Dengan Perbesaran 500x (a) Sebelum Perlakuan Panas Dan Setelah
Perlakuan Panas (b) 350
0
C, 10m; (c) 350
0
C, 40m; (d) 450
0
C, 10m; (e) 450
0
C, 40m; (f) 550
0
C, 10m; (g) 550
0
C,
40m.
4.4. Mikrostruktur Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Hasil Pengujian CPT

Berikut ini merupakan mikrostruktur seluruh sampel baja tahan karat dua fasa SAF
2205 setelah pengujian elektrokimia:

(a) (b)
(c) (d)













Gambar 5. Mikrostruktur SAF 2205 Setelah Pengujian Elektrokimia Dengan Perbesaran 200x (a) Sampel
Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 350
0
C, 10m; (c) 350
0
C, 40m; (d) 450
0
C,
10m; (e) 450
0
C, 40m; (f) 550
0
C, 10m; (g) 550
0
C, 40m.

4.2. Hasil Pengujian Polarisasi Potentiodynamic
Berikut ini adalah grafik hasil pengujian polarisasi potentiodynamic pada sampel baja
tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan panas:










(e) (f)
(g)
(a)
(b)







Gambar 6. Grafik Polarisasi Potentiodynamic SAF 2205 (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel
Setelah Perlakuan Panas (b) 350
0
C, 10m; (c) 350
0
C, 40m; (d) 450
0
C, 10m; (e) 450
0
C, 40m; (f) 550
0
C, 10m; (g)
550
0
C, 40m.
4.3. Hasil Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)

Grafik Nyquist hasil pengujian EIS untuk seluruh sampel uji di masing-masing
termperatur adalah sebagai berikut:






(a) (b)
(c) (d)
(e)
(f)
(g)



















Gambar 7. Grafik Nyquist Hasil EIS SAF 2205 (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah
Perlakuan Panas (b) 350
0
C, 10m; (c) 350
0
C, 40m; (d) 450
0
C, 10m; (e) 450
0
C, 40m; (f) 550
0
C, 10m; (g) 550
0
C,
40m.

Tabel 3. Nilai Elemen Listrik Hasil Fitting Grafik Nyquist
Sampel
Temperatur
Uji (
0
C)
R
s
(ohm)
R
ct
atau
R
pas
(ohm)
CPE/C
dl
(F)
N
No HT
25 7.79 1.1x10
12
69.2 0.898
35 7.37 1.1x10
12
83.1 0.873
45 21.5 1.1x10
12
59.1 0.887
55 7.79 1.1x10
12
153 0.814
65 3.21 22.7 63.1 0.952
X1
25 4.62 1.1x10
12
106 0.833
35 14.7 1.1x10
12
108 0.835
45 8.94 1.1x10
12
103 0.829
55 16.9 1.1x10
12
66.3 0.897
(c)
(d)
(e) (f)
(g)
65 13 179 114 0.858
X4
25 7.53 1.1x10
12
103 0.795
35 14000 1.1x10
12
222 0.27
45 36400 1.1x10
12
164 0.183
55 5740 1.1x10
12
282 0.302
65 1130 98000 387 0.523
Y1
25 20.8 1.1x10
12
75.4 0.782
35 22.6 1.1x10
12
77.7 0.831
45 4040 1.1x10
12
97.5 0.605
55 8.1 1.1x10
12
88.9 0.863
65 2560 749 279 0.256
Y4
25 5.04 1.1x10
12
103 0.837
35 11.6 1.1x10
12
126 0.806
45 4.65 1.1x10
12
101 0.84
55 5.14 1.1x10
12
380 0.722
65 138 3250 135 0.386
Z1
25 5.77 1.1x10
12
81.3 0.856
35 11 1.1x10
12
84.7 0.84
45 4.59 1.1x10
12
188 0.791
55 5.37 1.1x10
12
134 0.816
65 5.04 20 63.2 0.983
Z4
25 5.74 1.1x10
12
111 0.85
35 26.4 1.1x10
12
128 0.842
45 25.8 1.1x10
12
150 0.815
55 21.4 1.1x10
12
219 0.75
65 8.14 184 305 0.722

4.5. Hasil Pengujian SEM Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Setelah Pengujian
Elektrokimia

Setelah pengujian elektrokimia, salah satu sampel baja tahan karat dua fasa SAF
2205 diamati menggunakan SEM. Sampel yang diamati adalah sampel perlakuan panas pada
temperatur 350
0
C selama 40 menit (X4). Hasil pengamatan untuk sampel tersebut adalah
sebagai berikut:




Gambar 8. Mikrostruktur Hasil Pengamatan SEM (a) Lubang Korosi Sumuran Pada Austenit (b) Pengukuran
Diameter Lubang
(a) (b)

Gambar 9. Hasil Pengujian EDS Pada Lubang Korosi Sumuran
Tabel 4. Komposisi Hasil Pengujian Pada Salah Satu Lubang Korosi Sumuran
Komposisi
(%wt)
C Si Mo Cl Ti V Cr Fe Ni
4.18 0.96 2.96 0.25 0.74 0.73 25.37 61.40 3.43

4.6. Pengamatan Visual Hasil Pengujian Polarisasi Potentiodynamic
Berikut ini merupakan pengamatan visual pada permukaan seluruh sampel baja tahan
karat dua fasa SAF 2205 setelah dilakukan pengujian polarisasi potentiodynamic:






Gambar 10. Permukaan Sampel Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Setelah Pengujian Polarisasi
Potentiodynamic (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 350
0
C, 10m;
(c) 350
0
C, 40m; (d) 450
0
C, 10m; (e) 450
0
C, 40m; (f) 550
0
C, 10m; (g) 550
0
C, 40m.



(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
5. Pembahasan

5.1. Mikrostruktur Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205

Mikrostruktur baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan
panas dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 tersebut terlihat bahwa fasa
austenit adalah bagian yang berwarna putih (terang) sedangkan fasa ferit adalah bagian yang
berwarna cokelat atau sedikit berwarna biru (gelap). Permukaan sampel yang diamati adalah
bagian permukaan yang searah dengn arah rol. Hasil pengamatan mikrostruktur untuk seluruh
sampel, seluruh gambar hanya menunjukkan fasa austenit dan ferit (tidak terlihat fasa-fasa
sekunder).
Jika melihat perbandingan mikrostruktur sebelum perlakuan panas dan sesudah
perlakuan panas, maka dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan mikrostruktur akibat
perlakuan panas. Selain itu, dari mikrostruktur hasil perlakuan panas, terlihat bahwa tidak
terdapat fasa kedua yang dihasilkan dari perlakuan panas baja tahan karat dua fasa tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlakuan panas yang dilakukan tidak mengubah
mikrostruktur atau memunculkan fasa kedua pada baja tahan karat dua fasa SAF 2205.
Mikrostruktur baja tahan karat dua fasa SAF 2205 setelah pengujian CPT dapat
dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa terdapat lubang akibat
korosi sumuran yang sudah berukuran besar pada seluruh sampel uji. Lubang yang berukuran
besar ini sudah menutupi bagian butir ferit dan austenit secara keseluruhan. Akan tetapi, pada
mikrostruktur tersebut terdapat terlihat lubang-lubang kecil yang merupakan inisiasi korosi
sumuran. Jika diperhatikan dengan baik, terlihat bahwa lubang-lubang tersebut sebagian besar
berada di batas butir antara ferit dan austenit bahkan ada yang sudah menyebar ke arah fasa
austenit (fasa yang berwarna terang).
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan SEM pada Gambar 8 (a) terlihat
bahwa lubang hasil korosi sumuran berada fasa austenit. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop optic dan SEM, korosi sumuran
setelah pengujian CPT terinisiasi di batas butir antara austenit dan ferit yang kemudian
berkembang ke arah austenit. Selain itu, berdasarkan Gambar 8 (b), terlihat bahwa lubang
yang terbentuk tidak berbentuk lingkaran sempurna. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
pada arah horizontal, lubang tersebut memiliki diameter 127,1 m dan 112,5 m pada arah
vertikal. Sedangkan, berdasarkan hasil uji komposisi pada Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa
terdapat unsur Cl pada lubang tersebut. Adanya Cl mengunjukkan bahwa lubang tersebut
memang terjadi akibat korosi sumuran yang disebabkan oleh ion Cl
-
yang merusak lapisan
pasif baja tahan karat SAF 2205.
Dengan melihat mikrostruktur yang diamati menggunakan mikroskop optik maupun
SEM, dapat disimpulkan bahwa korosi sumuran terinisiasi pada batas butir antara ferit dan
austenit. Korosi sumuran yang terjadi lebih menyerang fasa austenit dibandingkan ferit.
Kesimpulan lain yang dapat diambil berdasarkan hasil uji komposisi adalah lubang-lubang
yang terdapat pada permukaan dari hasil pengujian CPT memang terjadi karena korosi
sumuran akibat ion Cl
-
yang merusak lapisan pasif baja tahan karat SAF 2205.

5.2. Hasil Pengujian Polarisasi Potentiodynamic
Setelah mengamati hasil pengujian untuk seluruh variabel sampel sebelum perlakuan
panas maupun sampel hasil perlakuan panas pada Gambar 5, hubungan nilai potensial
breakdown terhadap temperatur pengujian CPT dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 11. Grafik E
brekdown
vs Temperatur Uji
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa seluruh sampel uji memiliki nilai potensial
breakdown yang konstan pada temperatur uji 25-55
0
C. Sedangkan, potensial breakdown
mengalami penurunan yang signifikan ketika temperatur uji 65
0
C. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa nilai CPT untuk seluruh sampel uji pada pengujian kali ini adalah 65
0
C
karena pada temperatur tersebut mulai terjadi korosi sumuran pada seluruh sampel uji.
Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah perlakuan panas pada variabel temperatur dan
waktu tahan yang telah dilakukan tidak mempengaruhi nilai CPT dari sampel baja SAF 2205.
Hal ini dikarenakan baik sampel sebelum perlakuan panas maupun sampel sesudah perlakuan
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0 10 20 30 40 50 60 70
P
o
t
e
n
s
i
a
l

v
s

S
C
E

(
m
V
)

Temperatur (
0
C)
NoHT 350C,10 menit
350C,40 menit 450C,10 menit
450C,40 menit 550C,10 menit
550C,40 menit
panas terserang korosi sumuran pada 65
0
C. Sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205
mengalami korosi sumuran pada temperatur uji 65
0
C juga dapat dibuktikan dengan melihat
permukaan sampel pada Gambar 10, di mana setelah pengujian polarisasi potentiodynamic
pada temperatur 65
0
C terdapat lubang-lubang (pit) pada permukaan sampel.
Nilai potensial breakdown pada temperatur uji 65
0
C (ptensial pitting) dapat dilihat
pada Gambar 12 untuk sampel perlakuan panas dengan waktu tahan 10 menit di masing-
masing termperatur dan Gambar 13 untuk sampel perlakuan panas dengan waktu tahan 40
menit di masing-masing termperatur. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa pada waktu
tahan yang sama, potensial pitting mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan
temperatur perlakuan panas yang dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin tinggi
temperatur perlakuan panas (stress relieve) menunjukkan bahwa tegangan sisa semakin
berkurang dan inisiasi korosi sumuran semakin berkurang. Seperti yang kita ketahui bahwa
tegangan sisa rentan menjadi inisiasi terjadinya korosi
[10]
.

Gambar 12. Nilai Potensial Pitting Sampel Perlakuan Panas Dengan Waktu Tahan 10 Menit

Gambar 13. Nilai Potensial Pitting Sampel Perlakuan Panas Dengan Waktu Tahan 40 Menit
y = 1.1335x + 353.59
R = 0.6589
0
200
400
600
800
1000
1200
0 100 200 300 400 500 600
P
o
t
e
n
s
i
a
l

P
i
t
t
i
n
g

v
s

S
C
E

(
m
V
)

Temperatur HT (
0
C)
HT Waktu Tahan 10
Menit
y = 0.659x + 798.08
R = 0.0362
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0 100 200 300 400 500 600
P
o
t
e
n
s
i
a
l

P
i
t
t
i
n
g

v
s

S
C
E

(
m
V
)

Temperatur HT (
0
C)
HT Waktu
Tahan 40 Menit
Dengan melihat hasil pengujian polarisasi potentiodynamic dapat disimpulkan bahwa
seluruh sampel mengalami korosi sumuran pada temperatur uji 65
0
C dan perlakuan panas
yang dilakukan tidak mempengaruhi nilai CPT dari seluruh sampel. Meskipun pada pengujian
kali ini dapat ditentukan bahwa nilai potensial breakdown seluruh sampel mengalami
penurunan drastis pada temperatur uji 65
0
C, sangat memungkinkan bahwa sudah terjadi
penurunan pada rentang temperatur 55-65
0
C. Akan tetapi, pada pengujian kali ini tidak dapat
ditentukan nilai potensial breakdown pada rentang temperatur tersebut karena tidak dilakukan
pengujian pada rentang temperatur tersebut.

5.3. Hasil Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)

Seluruh grafik Nyquist hasil pengujian (Gambar 6) kemudian difitting untuk
mendapatkan sirkuit ekivalen yang sesuai (Gambar 14). Dari sirkuit tersebut kemudian akan
didapatkan beberapa elemen listrik yang menggambarkan kondisi pada permukaan antara
logam dan elektrolit. Elemen-elemen listrik yang akan menjadi perhatian adalah tahanan
larutan (R
s
), tahanan transfer muatan (R
ct
) yang pada penelitian kali ini dapat dianggap
sebagai tahanan pasif (R
pas
)
[11]
, kapasitansi double layer (C
dl
), constant phase element (CPE),
dan Warburg (W). Nilai elemen listrik hasil fitting sirkuit EIS dapat dilihat pada Tabel 4.
Untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan logam seringkali constant phase
element (CPE) digunakan sebagai kapasitansi double layer (C
dl
)
[12,13,14]
. Ketidakhomogenan
permukaan logam dapat disebabkan oleh permukaan logam yang kasar, berpori, atau cacat
permukaan
[15]
.

Gambar 14. Sirkuit Ekivalen Hasil Fitting Grafik Nyquist

Berdasarkan hasil fitting sirkuit ekivalen tersebut, dapat dilihat bahwa nilai R
ct
atau
R
pas
pada temperatur uji 25-55
0
C tidak mengalami perubahan. Sedangkan, pada temperatur
uji 65
0
C nilai R
ct
atau R
pas
mengalami penurunan yang sangat drastis. Dengan melihat
penurunan nilai tahanan pasif (R
pas
) pada temperatur uji 65
0
C dapat ditentukan nilai CPT
untuk sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan panas
adalah 65
0
C.
Jika melihat bentuk grafik Nyquist pada seluruh sampel uji yang cenderung
membentuk sudut 45
0
dan terdapat elemen Warburg (W) pada hampir seluruh hasil fitting
sirkuit ekivalen pada seluruh sampel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa reaksi yang
terjadi pada permukaan sampel dan larutan elektrolit dipengaruhi oleh difusi. Reaksi yang
terjadi pada permukaan antara logam dan elektrolit salah satunya adalah adsorpsi
[10]
.
Pembentukan lapisan pasif pada permukaan logam salah satunya adalah karena
teradsorpsinya oksigen ke permukaan logam sehingga membentuk lapisan oksida yang terdiri
dari beberapa layer
[10]
. Dengan adanya ion Cl
-
dalam keadaan melimpah pada larutan uji,
maka terjadi kompetisi antara Cl
-
dan oksigen untuk teradsorpsi ke permukaan logam
[12]
.
Seperti yang kita ketahui bahwa difusi terjadi dari konsentrasi yang lebih tinggi ke
konsentrasi yang lebih rendah. Pada kasus ini, larutan elektrolit memiliki konsentrasi Cl
-
yang
tinggi dibandingkan permukaan logam, sehingga kontrol difusi mempengaruhi adsorpsi ion
Cl
-
ke permukaan logam.
Semakin tinggi temperatur, dominasi difusi akan semakin meningkat karena
kelarutan oksigen akan terbatas ketika temperatur meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
kontrol difusi lebih dominan dibandingkan dengan kontrol transfer muatan pada permukaan
logam. Kelarutan oksigen yang semakin berkurang seiring kenaikan temperatur akan
mengakibatkan ion Cl
-
akan lebih mudah teradsorpsi ke permukaan logam, merusak lapisan
oksida, dan mmbentuk korosi sumuran.
Berdasarkan hasil pengujian EIS yang ditinjau dari beberapa aspek, dapat diketahui
bahwa nilai CPT untuk seluruh sampel uji baik sebelum perlakuan panas maupun sesudah
perlakuan panas adalah 65
0
C. Kesimpulan lain yang dapat diambil dari hasil pengujian ini
adalah tidak terjadi perubahan ketahanan korosi sumuran terhadap sampel perlakuan panas
yang dilakukan perlakuan panas pada variabel yang ditentukan. Selain itu, proses yang terjadi
di permukaan antara logam dan elektrolit dipengaruhi oleh adanya kontrol difusi.

6. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini, yaitu :
1. Perlakuan panas yang dilakukan pada temperature 350, 450, dan 550
0
C dengan
waktu tahan 10 dan 40 menit di masing-masing temperatur tidak mengubah
mikrostruktur dari baja tahan karat dua fasa SAF 2205
2. Hasil pengujian polarisasi potentiodynamic menunjukkan bahwa nilai CPT untuk
sampel baja tahan karat dua fasa sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah
65
0
C.
3. Hasil pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) menunjukkan
bahwa nilai CPT untuk sampel baja tahan karat dua fasa sebelum dan sesudah
perlakuan panas adalah 65
0
C.
4. Perlakuan panas yang dilakukan tidak mengubah ketahanan korosi sumuran baja
tahan karat dua fasa SAF 2205 karena tidak terdapat perubahan nilai CPT.
5. Hasil pengujian polarisasi potentiodynamic dan EIS menunjukkan hasil CPT yang
sama, yaitu pada temperature uji 65
0
C.
6. Fasa yang terserang korosi sumuran pada baja tahan karat dua fasa SAF 2205
adalah fasa austenit.

7. Saran

Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan untuk penelitian lanjutan
mengenai Critical Pitting Temperature (CPT) adalah sebagai berikut:
1. Pengujian CPT menggunakan metode potentiostatic dengan scan rate kenaikan
temperatur agar mengetahui secara pasti temperatur yang menjadi nilai CPT.
2. Melakukan pengujian CPT dengan variabel konsentrasi Cl
-
untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi Cl
-
terhadap nilai CPT baja tahan karat SAF 2205 yang telah
dilakukan perlakuan panas tersebut.
3. Melakukan pengujian CPT dengan metode potentiodynamic pada temperatur uji
dengan rentang 55-65
0
C untuk mengetahui nilai temperatur pasti terjadinya
penurunan potensial breakdown.

8. Referensi

[1] Ezuber, Hosni M., El-Houd, A., El-Shawesh, F. (2006). Effect of Sigma Phase on
Seawater Pitting of Duplex Stainless Steel. Desalination 207 : 268-275.
[2] Suharno, Bambang. (2012). Kuliah Baja Paduan dan Paduan Khusus : Stainless Steel.
Depok : DTMM FTUI.
[3] Deng, Bo., dkk. (2009). Evaluation of Localized Corrosion in Duplex Stainless Steel
Aged at 850
0
C With Critical Pitting Temperature Measurement. Electrochimica Acta
54: 2790-2794. (5)
[4] Sandvik Materials Technology. (2009). Sandvik Duplex Stainless Steel S-120-ENG-
.01.2009. Sandvikens Tryckeri AB: Swedia. (8)
[5] Ma, Fong-Yuan. (2012). Corrosive Effects of Chlorides on Metals. In Prof. Nasr
Bensalah (Ed.). Pitting Corrosion (pp. 139-178). China: In Tech. (3)
[6] Deng, Bo., dkk. (2008). Critical Pitting and Repassivation Temperatures for Duplex
Stainless Steel in Chloride Solutions. Electrochimica Acta 53: 5220-5225. (7)
[7] Frankel, G.S. (1998). Pitting Corrosion of Metals A Review of the Critical Factors.
Journal of Electrochemical Society Vol 145 No.6 : 2186-2198. (12)
[8] Luo, H., Li, X.G., Dong, C.F., Xiao, K. (2012). Effect of Solution Treatment on
Pitting Behavior of 2205 Duplex Stainless Steel. Arabian Journal of Chemistry. (4)
[9] Sadvik Materals Technology. (2013). Sandvik SAF 2205 Material Data Sheet.
Sandvikens Tryckeri AB: Swedia. (6)
[10] Zaya, Pierre. (1984). Evaluation Theories for The Initial Stages of Pitting Corrosion.
McMaster University: Ontario. (23)
[11] Autolab Application Note. (2011). Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS).
Metrohm Autolab B.V. (11)
[12] Jebakumar Immanuel Edison, T., and M. G. Sethuraman. (2013). Electrochemical
Investigation on Adsorption of Fluconazole at Mild Steel/HCl Acid Interface as
Corrosion Inhibitor. ISRN Electrochemistry: 8. (18)
[13] Kissi, M., dkk. (2006). Establishment of Equivalent Circuits from Electrochemical
Impedance Spectroscopy Study of Corrosion Inhibition of Steel by Pyrazine in
Sulphuric Acidic Solution. Applied Surface Science 252 12: 4190-4197. (19)
[14] Moretti, G., F. Guidi, and G. Grion. (2004). Tryptamine as a Green Iron Corrosion
Inhibitor in 0.5 M Deaerated Sulphuric Acid. Corrosion Science 46: 2 387-403.
(20)
[15] Caliskan, Necla, and Esvet Akbas. (2011). The Inhibition Effect of Some
Pyrimidine Derivatives on Austenitic Stainless Steel in Acidic Media. Materials
Chemistry and Physics 126 3: 983-988.

Anda mungkin juga menyukai