secara klinik bekerja dengan berbagai mekanisme, misalnya dengan merelaksasi otot polos bronkial
atau dengan memodulasi respons peradangan dan lain-lain (Tjay, 2002).
Penggolongan obat-obat pernapasan (Stringer, 2008) :
Bronkokontriksi, inflamasi dan hilangnya elastisitas paru merupakan proses-proses yang
paling sering menyebabkan gangguan pernapasan. Bronkokontrikasi dapat diobati dengan agonis
adrenergic, antagonis kolinergik dan beberapa senyawa lain. Inflamasi dapat diobati dengan
kortikosteroid. Obstruksi jalan napas dapat juga disertai dengan infeksi dan peningkatan sekresi.
1. Agonis 2 (menyebabkan bronkodilatasi)
Agonis 2 kerja singkat yang diinhalasi merupakan obat-obat paling efektif yang tersedian
untuk pengobatan bronkospasme akut dan untuk pencegahan asma yang diinduksi aktivitas fisik.
Senyawa-senyawa selaktif 2 lebih disukai, yaitu untuk menghindari efek jantung akibat aktivasi 1.
Sejumlah agonis digunakan untuk pengobatan asma dan penyakit paru obstruktif kronis
(chronic obstructive pulmonary disease, COPD).
Agonis yang digunakan sebagai bronkodilator misalnya albuterol, bitolterol, levalbuterol,
pirbuterol, salmeterol, terbutalin, formoterol, dan isoetarin.
2. Metilxantin
Teofilin (atau aminofilin) dulu merupakan obat pilihan untuk penanganan asma. Obat-obat
utama untuk saat ini adalah agonis 2. Metilxantin meningkatkan kadar adenosine monofosfat (cAMP),
tetapi mekanisme sebenarnya bagaimana senyawa-senyawa ini menyebabkan bronkodilatasi.
Perlu diketahui bahwa cara kerja turunan xantin dengan menekan pembebasan mediator
dimana indeks terapeutiknya relative kecil, yang pada kadar plasma yang tinggi menimbulkan efek
samping yang berat, juga perbedaan waktu paruh yang besar interindividual serta adanya ritme
sirkadian dari kinetic teofilin pada aplikasi oral. Kadar plasma terapeutik yang baik terletak antara 10
dan 20 g/ml. Penggunaan preparat teofilin secara iv hanya dilakukan jika ada serangan asma akut
yang berat atau pada atatus asmatikut (Mutschler, 1991).
3. Antagonis kolinergik
Disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik. mengikat kolinoseptor tetapi
tidak memicu efek intraseluler diperantarai reseptor seperti lazimnya. Yang paling bermanfaat dari
obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh
karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa
imbangan (Mycek, 2002).
Antagonis kolinergik dibagi atas 3 golongan obat (Mycek, 2002) yaitu :
1. Obat Muskarinik misalnya atropine, ipratropium dan skopolamin.
2. Penyekat ganglionik misalnya mekamilamiin, nikotin dan trimetafan.
Farmakologi
: Menstimulasi reseptor 2 di trachea dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.
Dimana
enzim
ini
memperkuat
menjadi cyclic-
: 2-3 dd 2,5 5 mg (sulfat), inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16 puff
sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (Tjay, 2002).
Kontra Indikasi :
Efek samping : Efek samping dari obat ini jarang ditemukan , karena obat ini bekerja selektif. Namun obat ini
lebih sering menyebabkan tachycardia, tremor dan palitasi (Hardjasaputra, P., 2002).
Sediaan
: Brasmatic (Darya Varia), Bintasma (Bintang 7), Forasma (Guardian), dan Terasma (Medikon)
(Hardjasaputra, P., 2002).
2. Ipratropium merupakan golongan obat antagonis kolinergik.
Indikasi
Farmakologi
: Dengan menghambat kontraksi otot polos pada saluran napas yang diatur oleh vagus dan
sekresi mukus (Mycek, 2002).
Dosis
Kontra Indikasi :
Efek samping : Jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing (Tjay, 2002).
Sediaan
Indikasi
: Suatu bronkodilator yang membebaskan obstruksi saluran napas pada asma kronis (Mycek,
2002).
Dosis
Kontra Indikasi :
Efek samping : Mual dan muntah, pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi)
serta gangguan pernapasan, juga efek kardiovaskuler seperti tachycardia, aritmia, dan
hipotensi (Tjay,2002).
Sediaan
Farmakologi
: Menghambat pelepasan mediator dengan cara memblok reseptor histamin dan menstabilkan
mastcells (Tan, 2002).
Dosis
Efek samping : Berupa rasa kantuk, kadang-kadang mulut kering, dan pusing yang hanya selewat (Tan, 2002).
Sediaan
: Astifen (Kalbe), Pehatifen (Phapros)< Profilas (Dankos), Zaditen (Novartis) (Hardjasaputra, P.,
2002).
6. Salbutamol merupakan golongan agonis 2
Indikasi
Farmakologi
: Menstimulasi reseptor 2 di trachea dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.
Dimana
enzim
ini
memperkuat
menjadi cyclic-
: 3-4 dd 2-4 mg (sulfat), inhalasi 3-4 ss 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff
yang dapat diulang setelah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg yang
dapat diulang sesudah 4 jam (Tjay, 2002).
Efek samping : Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing, mual, dan tremor
tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor 1 dengan efek kardiovaskuler (Tjay,
2002).
Sediaan
: Salbron (Dankos), Salbuven (Pharos), Suprasma (Dexa), Ventolin (Glaxo), Volmax (Glaxo)
(Hardjasaputra, P., 2002).
Indikasi
: Mencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergis serta konjuntivitas/rhinitis alergia.
Farmakologi
Farmakokinetik : Tidak terjadi dalam usus. Senyawa ini hanya 5-10% mencapai bronchi dn diserap yang segera
diekskresikan lewat kemih dan empedu secar utuh. Plasma t/2 nya 1,5-2 jam, tetapi efeknya
bertahan 6 jam.
Dosis
: Inhalasi minimal 4 dd 1 puff (20 mg) menggunakan alat khusus spinhaler. Nasal 4 dd 10 mg
serbuk.
Efek samping
: Rangsangan local pada selaput lender tenggorok dan trachea dengan gejala perasaan kering,
batuk, kejang bronchi dan serangan asma
Sediaan
Farmakologi
Efek samping
: Efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) terhadap jantung (palpitasi, aritmia), pada dosis tinggi
timbul hiperglikemia.
Dosis
Sediaan
: Asma iv 0,3 ml dan larutan 1:1000 yang dapat diulang 2 kali setiap 20 menit.
: Epinefrin, Lidonest (AstraZeneca) (ISFI, 2006)
9. Efedrin merupakan golongan adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi
: Sebagai bronchodilatasi
Farmakologi
: Dengan efek sentral yang lebih kuat dapat berefek bronchodilatasi lebih ringan.
Farmakokinetik
: Baik dalam waktu -1 jam sesudah terjadi bronchodilatasi. Dalam hati sebagian dirombak,
ekskresikanya terutama lewat urine secara utuh. Plasma t1/2nya 3-6 jam.
Efek samping
Dosis
Sediaan
: Sebagai bronchodilatsi
Farmakokinetik : Resorpsi baik setelah 15-20 menit dan bertahan lama sampai 4 jam.
Dosis
Sediaan
: 4 dd 20 mg (sulfat) im atau sc 0,5 mg yang diulang setelah jam, inhalasi 3-4 dd 2 semprotan.
: Isuprel, Aleudrin (ISFI, 2006)
11. Ketotifen merupakan golongan antihistamin (Tjay, 2002)
Indikasi
Farmakologi
Farmakokinetik : Di usus cepat dan baik lebih dari 90% tetapi FPEnya besar 70% hingga BA-nya 27%, terikat
pada protein 80%, plasma t1/2nya panjang 8 jam. Ekskresi melalui kemih.
Efek samping
Dosis
Sediaan
Indikasi
Farmakologi
Efek samping
Dosis
Sediaan
: Tinset
Efek samping
Dosis
: Trachea 3-4 dd 2 puff dari 50 mcg, intranasal 2-4 dd 1 puff disetiap lubang hidung.
Sediaan
Farmakologi
: Pemeliharaan asma
: Derivat difluor dalam inti steroida pada rantai simpang pada C17 dapat merombak menjadi
metabolit inaktif.
Efek samping
Dosis
Sediaan