Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) APENDISITIS

NUZULUL ZULKARNAIN HAQ


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras
dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan
divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan
mengakibatkan diverticulitis
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun
dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan
perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini
menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada
sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar
10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun
menderita penyakit ini
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui
dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai
care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang
sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat
akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.

Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan
diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang
pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan
medis pada pasien dengan apendisitis dan diverticulitis.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep apendisitis ?
1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?
1.3 Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis
2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
4. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
6. Mengidentifikasi proses keperawatan dari apendisitis

1.4 Manfaat
1.4.1

Mahasiswa mengetahui dasar konsep dasar apendisitis

1.4.2

Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian
awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks terletak di
ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di
lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat
basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak
intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari
cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan
nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi

kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks
sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran
cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh,
khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran)
jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris,
benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan
hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi
bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat
mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali
mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
Klasifikas pendisitis
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar
dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan
tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.

Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa,
dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan
akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang
dalam serangan akut.
Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh
suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi
apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi
kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan
pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks
menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi
ileosekal atau hemikolektomi kanan
2.4 Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

f. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i, Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda
asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan
aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam
terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi
berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah
tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah,
apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan
nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang
semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
WOC (Web of Cause)
DOWNLOAD : WOC APENDISITIS
2.5 Maninfestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar
ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang.
Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)


Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai
37,8-38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga
agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga
hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja
1. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri
samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali
disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik
Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap
usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama
dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi
usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk
vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa
adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
1. Pemeriksaan fisik.
1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding
perut tampak mengencang (distensi).
2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggitinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)

4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan


dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum
akan lebih menonjol
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari
itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat
keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT
scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen
foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra
vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24
jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi
kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%.
Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering
ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi
lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
STUDY KASUS
Tn. RJ berusia 28th datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perutnya, nyeri
terus bertambah hingga menjalar sampai ke perut sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan
Tn.RJ terus menerus dan dirasakan 3 hari sebelum ke rumah sakit. Selain nyeri Tn.RJ juga
mengeluh rasa mual dan muntah. Disertai demam tinggi ketika nyeri dirasakan.
3.2 PENGKAJIAN
3.1.1

Anamnesa

Data demografi
Nama

Tn. RJ

Umur

27 th

Jenis kelamin

Laki-Laki

Status

Kawin

Agama

islam

Suku bangsa

jawa

Pendidikan

Sarjana

Pekerjaan

swasta

Alamat

kenjeran baru 2A

Dx medis

apendisitis

Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan
terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
Riwayat penyakit sekarang
3.1.2

Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing)

: Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe,

pernapasan dangkal.
B2 (Blood)

: Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.

B3 (Brain)

: Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien

nampak gelisah.
B4 (Bladder)

: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang

B5 (Bowel)

: Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau

tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai
indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone)

: Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi

duduk tegak.
3.1.2

Pemeriksaan diagnostic
leukosit diatas 12.000/mm3. Neurofil meningkat sampai 75%. Foto abdomen dapat

menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisir


3.2 PERAWATAN PERIOPERATIF
1.Persiapan operasi (inform consent)
2.kecemasan menjelang operasi
3.Memberikan informasi tentang prosedur tentang pembedahan/prognosis, kebutuhan
pengobatan, dan potensial komplikasi
3.3 PERAWATAN POSTOPERATIF
Diagnosa keperawatan

: infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

utama pada apendisitis, pembentukan abses.


kriteria hasil

: meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda

infeksi/inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam

Intervensi
Mandiri

Rasional

Awasi tanda vital. Perhatikan demam,

Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,

menggigil, berkeringat, perubahan mental,

peritonitis

meningkatkan nyeri abdomen.


Lakukan pencucian tangan yang baik dan

Menurunkan resiko penyebaran bakteri.

perawatan luka aseptic. Berikan perawatan


paripurna.
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik

Memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi,

drainase luka/drein (bisa dimasukkan), adanya dan/atau pengawasan penyembuhan peritonitis


eritema.

yang telah ada sebelumnya.

Berikan informasi yang tepat, jujur pada

Pengetahuan tentang kemajuan situasi

pasien/orang terdekat.

memberikan dukungn emosi, membantu


menurunkan ansietas.

Kolaborasi
Ambil contoh drainase bila diindikasikan.

Kultur pewarnaan Gram dan sensitivities


berguna untuk mengidentifikasikan organism
penyebab dan pilihan terapi.

Berikan antibiotic sesuai indikasi.

Mungkin diberikan secara profilaktik atau


menurunkan jumlah organism (pada infeksi
yang telah ada pertumbuhannya pada rongga
abdomen.

Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses
terlokalisir.

Diagnose keperawatan
preoperasi

kriteria hasil

: kekurangan volume berhubungan dengan muntah


: mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan

oleh .
kelembaban membrane mukosa, tugor kulit baik, tanda-tanda vital dan secara individual
haluaran.
Intervensi
Mandiri

Rasional

Awasi tekanan darah nadi.

Tanda yang membantu mengidentifikasikan


fluktuasi volume intravaskuler.

Lihat membrane mukosa, kaji tugor kulit dan Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan

pengisian kapiler.

hidrasi seluler.

Awasi masukan dan haluaran, catat warna

Penurunan haluaran urin pekat dengan

urine/konsentrasi, berat jenis.

peningkatan berat jenis diduga


dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.

Auskultasi bising usus, catat kelancaran

Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk

flatus, gerakan usus.

pemasukan per oral.

Berikan perawatan mulut sering dengan

Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering

perhatian khusus pada perlindungan bibir.

dan pecah-pecah

Kolaborasi
Pertahankan penghisapan gaster/usus.

Selang NG biasanya dimasukkan pada


praoperasi dan dipertahankan pada fase segera
pascaoperasi untuk dekompresi usus,
meningkatkan istirahat usus, mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi

Berikan cairan IV dan elektrolit

dengan menghasilkan sejumlah besar cairan


yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dapat
terjadi ketidakseimbangan elektrolit

Diagnose keperawatan

: nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah

kriteria hasil

: nyeri menghilang atau terkontrol

Intervensi
Mandiri

Rasional

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, berat

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,

(skala 0-10). Sakit dan laporkan perubahan

kemajuan penyembuhan. Perubahan pada

nyeri dengan tepat.

kerakteristik nyeri menunjukkan terjadinya


abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medic dan intervensi.

Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.

Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam


abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan

Dorong ambulasi dini.

posisi terlentang.
Meningkatkan normalitas fungsi organ, contoh

Berikan aktivitas hiburan.

merangsang peristaltic dan kelancaran flatus,


menurunkan ketidak nyamanan abdomen.

Kolaborasi

Focus perhatian kembali, meningkatkan

Pertahankan puasa/penghisapan NG pada

relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan

awal

koping.

Berikan analgesic sesuai indikasi


Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic
Berikan kantong es pada abdomen.

usus dini dan iritasi gaster/muntah.


Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama
intervensi terapi lain contoh ambulasi, batuk.
Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung saraf.

Diagnose keperawatan

: kurang pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan


kurang mengenal sumber informasi

kriteria hasil

: menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan


berpartisipasi dalam program

Intervensi
Mandiri

Rasional

Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi

Memberikan informasi pada pasien untuk


merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah.

Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses Membantu kembali ke fungsi usus semula


ringan bila perlu dan hindari enema

mencegah ngejan saat defekasi

Diskusikan perawatan insisi, termasuk

Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan

mengamati balutan, pembatasan mandi, dan

terapi, meningkatkan penyembuhan

kembali ke dokter untuk mengangkat


jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi

Upaya intervensi menurunkan resiko

medic, contoh peningkatan nyeri

komplikasi lambatnya penyembuhan

edema/eritema luka, adanya drainase, demam

peritonitis.

Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan
sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini
perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post
apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat
itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi
interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan
profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan
fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang
lain.
Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien
dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari
bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat
informasi tentang perawatan dan pengobatannya. (Harnawatiaj,2008)
Perlu dipahami juga hal-hal yang penting dalam evaluasi dan harus dicatat dalam
dokumentasi yakni:
1. Jam: WIB
2. Prilaku verbal pasien
3. Prilaku non verbal
4. Kebutuhan untuk dibantu
5. Tindakan keperawatan(Abubakar,2010)

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian
awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:
1

Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi

kurang.
5

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan keluar abnormal


berbentuk katong yang terbentuk dari lapisan usus yang meluas sepanjang defek di lapisan
otot, merupakan penonjolan dari mukosa serta submukosa. Divertikulitis terjadi bila makanan
dan bakteri tertahan di suatu divertikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang
dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan yakni:
1. Nyeri berhubungan dengan diverticulitis
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan komplikasi sekunder terhadap
penyakit divertikuler

1.2 Saran

Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis dan
diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.
Daftar Pustaka

L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular disease (online)


(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 28 Nov 2010 pukul
19.30)
_____,2009. Colonic Diverticular Disease. (online)
(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticular-disease/ diak
ses pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)
Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online)(http://askepmahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 28 Nov 2010
pukul 19.46)
Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2,
Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC.
RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?
55616- diakses pada 29 Nov 2010 pukul 20.03)
Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis.
(online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/ diakses pada 28
Nov 2010 pukul 20.07)
Putri,2010.Askep Apendisitis (online)(http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askepapendisitis-usus-buntu/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 13.50)
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai