Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke Non Hemoragik
Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.
2.2 Insiden
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian
besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin
tua umur, resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak
mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki
daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna
berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.2
2.3 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian
nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang.3
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5
juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5
juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.2
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit
utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit
jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan
700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama,

25

sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen


penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.2
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.2
2.4 Faktor Resiko4,6

2.5 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:1
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas / Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

26

3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)


Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.

2.6 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.4
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.5
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan


dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.

27

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan


gangguan pada katup mitralis.

Fibralisi atrium

Infark kordis akut

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung


miksomatosus sistemik.

c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombus valvular (seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup
buatan), trombus mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati,
gagal jantung kongestif). Sebanyak 2-3 % stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85 % di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.4
2. Trombosis

28

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah


besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan
trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.4
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle
sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).4
2.7 Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.1,6
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:1
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
peredaran darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

29

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:1


a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih
lambat: anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu
diingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari
pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak. Batas normal otoregulasi antara 50150 mmHg. Pada penderita hipertensi otoregulasi otak bergeser ke kanan.
d. Kelainan jantung

Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok jantung.

Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.

2.8 Diagnosis
1. Gambaran Klinis

A. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit

30

kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,
monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau
binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi
trombolitik.
B. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan
fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma,

infeksi,

dan iritasi meningen. Pemeriksaan terhadap faktor

kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler


(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan
kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.4
C.

Pemeriksaan Neurologi7
Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya.

Gejala klinis dan defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai
lokasi iskemi
a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis
hemihipestesis kontralateral yang terutama melibatkan tungkai

31

b. Ganguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis


dan hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai
gangguan luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau
hemispatial neglect (bila mengenai area otak non dominan)
c. Gangguan

peredaran

darah

arteri

serebri

posterior

menimbulkan

hemianopsis homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai


gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila
terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul
bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus
kalosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah).
Timbul akibat infark pada kortek temporooksipital inferior.
d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan sraf
kranial seperti disarti,diplopi, vertigo, gangguan serebral, seperti ataksia
atau hilang keseimbangan atau penurunan kesadaran.
e. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni
motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

D. Gajah mada skor7


penurunan
kesadaran
+
+
-

nyeri kepala

babinski

jenis stroke

+
+
+
-

+
+
+

perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Iskemik

E. Skor SIRIRAJ

32

: Kesadaran

0 = Kompos Mentis
1 = Somnolen
2 = Stupor/Koma

: Muntah

0 = Tidak Ada
1 = Ada

: Tekanan Diastolik

: Nyeri Kepala 0 = Tidak Ada


1 = Ada

: Ateroma

0 = Tidak Ada
1 = salah satu atau lebih (DM, Angina, Penyakit
Pembuluh Darah )

Rumus : ( 2.5 x S ) + ( 2 x M ) + ( 2 x N ) + ( 0.1 D ) ( 3 x A ) 12


Keterangan : Skor SSS > 1 : Perdarahan Supratentorial
Skor SSS < -1 : Infark Serebri
Skor SSS -1 s/d 1 : Meragukan ( Perlu CT scan )

F. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,

33

trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat


menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.9
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal).9
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati
pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan.9
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari
stroke.9

G. Gambaran Radiologi
CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip
dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).4
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional

34

yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus,
dan hilangnya perberdaan gray-white matter.4,8

CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.4,9

CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.(4)

MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang.4,10

35

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR


T1

dan

T2

standar

seperti diffusion-weighted

dapat

dikombinasikan

imaging (DWI)

dengan

protokol

lain

dan perfussion-weighted

imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke


non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai
dari waktu ke waktu serta dibandingkan.4

USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada
semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.(4)

36

2.9 Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk
menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk
diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60
menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini
mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan
menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.6,12

1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek
samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi
otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula
diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus
mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa
gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi
jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.11,12
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena
dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi
mengalami

aritmia

jantung

dan

peningkatan

biomarker

jantung.

Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.11,12

37

c. Pengontrolan gula darah


Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang
mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula
darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula
darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula
darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi
terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.11,12

d. Posisi kepala pasien


Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal
tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke
diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.(11,12)
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.
Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti
hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim

38

(sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau
pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.11,12
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan
atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg.
Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan
2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam.
Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV
via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah
berkurang 10-15 persen.11,12
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga
dosis maksimal 15 mg/jam.11,12
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6
jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah
tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol
tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan.11,12
TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama
10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse
hingga 2-8 mg/menit.

39

TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam
hingga dosis maksimal 15mg/jam.
Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena
dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.11,12
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik
dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat.11,12,13,14
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan.11,12
i. Penatalaksanaan Khusus
Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.12

40

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and


Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan
dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien
tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini
adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan
rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.12
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke
Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal
100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah
onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara
keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan.
Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan
dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah
onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan
pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.
Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.12
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala
besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi
pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian

dari The

Multicenter

Acute

Stroke

Trial-Europe

Study

Group(MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam


waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan.12

41

Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut.12
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama
ren dan gastrointestinal.12
b. Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang
terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir
di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter
garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood
Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan
antikoagulan

oral. Apabila

pemberian

obat

dihentikan

segala

sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu

42

diberi protamine

sulphute dengan

intravenous

lambat

untuk

menetralisir.
Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1
mg heparin (100 unit).12
Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma.

Dengan

demikian

eritrosit

akan

mengurangi

viskositas

darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200


mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.(12)
Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari
50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)
memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol
225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.12
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi
di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half

43

time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic


acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85
persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.11
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah.
Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxyeicosatetraenoic

acid, hasil

samping

kreasi

asam

arakhidonat

intraplatelet (lipid oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi


oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan
A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.11
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen
merusak pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan
bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.11
2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi plateletplatelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke
dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen
untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan
penggunaan tiklopidin.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi

44

jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia


aplastik.11
3. Cilostazol
Sebuah inhibitor phosphodiesterase tipe 3, bekerja dengan cara
memperlebar arteri yang menyuplai darah ke kaki. Obat ini juga
mengurangi kemampuan platelet untuk melekat.
4. Dipiridamol
Dipiridamol adalah suatu inhibitor phospodiesterase dan meningkatkan
kadar adenosin monofosfat siklik (cAMP) dalam platelet. Biasanya
digunakan dalam kombinasi dengan aspirin atau warfarin.
Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade
iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.12
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark
serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.12
1. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna
yang sedang hingga berat maka kombinasi endarterektomi dan aspirin
lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah

45

vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat


prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5%. Endarterektomi adalah
prosedur pembedahan yang menghilangkan plak dari lapisan arteri.
2. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis
lebih besar.11
2.10

Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.10
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol
dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan
dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan
sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien
mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini
diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa
adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.

46

3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Poststroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara
yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injury.
2.11

Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling

penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.
Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien
dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak
mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari
pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga
kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan
institusional.11

47

Anda mungkin juga menyukai