Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia, terletak di
rongga perut sebelah kanan dan mempunyai fungsi amat penting pada proses
metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan
yang

penting

pembentukan

untuk
glukosa,

kehidupan

manusia

sedangkan

dalam

seperti
proses

sintesis

protein

katabolisme

dan

dengan

melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti ammonia, berbagai jenis hormon


dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat
penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan
memelihara aliran normal darah splanknikus. Oleh karena itu, ketika terjadi
kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun kronik yang berat, fungsi-fungsi
tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul
kelainan seperti koma hepatikum (Akil, 1998). Koma hepatikum dalam
khasanah

ilmu

kedokteran

disebut

ensefalopati

hepatik

atau

hepatic

encephalopathy. Ada dua jenis enselafalopati hepatik berdasarkan ada tidaknya


edema otak, yaitu Portal Systemic Encephalopathy (PSE) dan Acute Liver
Failure.
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasi yang sering ditemukan
pada pasien sirosis hepar. EH tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas
hidup, namun juga memberikan prognosis buruk pada pasien dengan sirosis
hepar. EH merupakan kejadian penting dalam perjalanan penyakit sirosis dan
merupakan prediktor mortalitas independen pada pasien dengan acute on
chronic liver failure. Pada kasus yang berat dapat menjadi koma atau
meninggal. Mortalitas sangat tinggi pada EH dengan edema serebral. Mortalitas
1 tahun pada pasien dengan EH berat di ICU adalah 54%, dengan pemberian
dukungan inotropik, dan acute kidney injury diidentifikasi sebagai prediktor
independen pada kematian di ICU dan mortalitas 1 tahun. Terapeutik terbaru
dan strategi terapi telah dikembangkan sejak the American College of
Gastroenterology mengeluarkan guidelines mereka untuk manajemen EH
(Fichet et al., 2009).
EH adalah sebuah gangguan pada sistem saraf pusat sebagai akibat
insufisiensi hepar, setelah menyingkirkan penyebab lain, seperti metabolik,

infeksi, vaskular intrakranial, atau space-occupying lesions. EH merupakan


suatu sindrom atau spektrum abnormalitas neuropsikiatri pada pasien dengan
disfungsi hepar, setelah menyingkirkan penyakit otak lainnya. EH ditandai
dengan perubahan personalitas, gangguan intelektual, dan penurunan tingkat
kesadaran. EH juga terjadi pada pasien tanpa sirosis dengan shunt
portosistemik spontan atau dibuat dengan bedah (Poh et al. 2012)
Pengobatan dini EH meliputi setiap upaya terapeutik yang dilakukan pada
RHS ataupun pada EH kronik, untuk mencegah terjadinya serangan EH akut.
Karena terjadinya episode EH akut biasanya didahului oleh keadaan
dekompensasi

(fungsi)

hati,

pengobatan

ini

juga

dapat

bermakna

mempertahankan keadaan kompensasi selama mungkin. Dengan tercapainya


kompensasi, berarti secara subjektif pasien memperoleh kualitas hidup yang
lebih baik (sympton-free) (Budihusodo. 2001).
Meskipun patogenesis yang tepat tentang terjadinya EH belum diketahui
sepenuhnya, namun hipotesa-hipotesa yang ada menekankan peranan dari selsel parenkim hati yang rusak dengan atau tanpa adanya by pass sehingga
bahan-bahan yang diduga toksis terhadap otak tidak dapat dimetabolisir seperti
: ammonia, merkaptan, dan lain-lain dapat menumpuk dan mencapai otak.
Faktor lain adalah terjadinya perubahan pada neutransmitter, gangguan
keseimbangan Asam Amino Aromatik (AAA) dan Asam Amino Rantai Cabang
(AARC) yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Selain itu perlu disimak
perubahan yang terjadi pada otak misalnya edema dan peningkatan tekanan
intra kranial, serta perubahan-perubahan pada Astrosit terutama terjadi pada
EH akut. Hal hal tersebut perlu dicermati agar pengelolaan penderitapenderita EH lebih terarah dengan hasil optimal (Blei., 1999).
B Tujuan
1

Menjelaskan definisi Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan etiologi Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan klasifikasi Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan patofisiologi Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan manifestasi klinis Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan pemeriksaan penunjang Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan penatalaksanaan medis Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan komplikasi Ensefalopati Hepatic

Menjelaskan asuhan keperawatan Ensefalopati Hepatic

C Manfaat

1 Manfaat teorotis
Menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan
Ensefalopati Hepatic.

2 Manfaat praktis
a Tenaga keperawatan
Agar tenaga keperawatan mampu menerapkan dan melaksanakan
asuhan keperawatan.

b Mahasiswa
Agar mahasiswa menambah referensi tentang Ensefalopati Hepatic.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP PENYAKIT
1. Definisi

Ensefalopati

hepatik

merupakan

sindrom

neuropsikiatrik

pada

penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan


mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis
(Price et al., 1995).

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan


saraf pusat yang dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini
ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian (Corwin.,
2001).

Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum)


adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran
akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal
dibuang oleh hati (Stein 2001).

2.

Etiologi
Pada penderita penyakit hati menahun, ensefalopati biasanya dipicu oleh:
a

Infeksi akut.

Pemakaian alkohol.

Terlalu banyak makan protein, yang akan meningkatkan kadar hasil


pemecahan protein dalam darah.

Perdarahan

pada

saluran

pencernaan,

misalnya

pada

varises

esofageal, juga bisa menyebabkan bertumpuknya hasil pemecahan


protein, yang secara langsung bisa mengenai otak.
e

Obat-obat tertentu, terutama obat tidur, obat pereda nyeri dan diuretic
(azotemia, hipovolemia).

Obstipasi meningkatkan produksi, absorbsi ammonia dan toksin


nitrogen lainnya.

Faktor endogen (= primer), yaitu fungsi hati yang jelek, misalnya pada
sirosis hepatic

Faktor eksogen :

Diet protein tinggi yang berlebihan

Pendarahan saluran cerna yang massif

Sindrom dehidrasi hipokalemik, misalnya akibat parasintesis yang


terlalu cepat dan pemakaian diuretika

Pengaruh obat-obatan (penenang, anastesi, atau narkotika)

Adanya katabolisme jaringan berlebih (infeksi yang berat)

Konstipasi

Pathogenesis terjadinya ensefalopati hepatik pada sirosis hepatik


sebelum semuanya terungkap dengan jelas
Diduga banyak faktor yang berperan, diantaranya adalah peningkatan

kadar amoniak darah dan adanya neurotransmitter palsu.


3.

Klasifikasi
Stadium ensefalopati hepatic dapat dijabarkan sebagai berikut.
Stadium 1
Predromal
Sedikit

perubahan

kepribadian

dan

tingkah

laku,

termasuk

penampilan yang tidak terawat baik, pandangan mata kosong, bicara


tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu
memusatkan pikiran, penderita mungkin cukup rasional, hanya
terkadang tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar, afektif hilang,
eufori, depresi, apati.
Tingkat kesadaran somnolen, tidur lebih banyak dari bangun, letargi.
Tanda tanda :

Asteriksis,

Kesulitan bicara,

Kesulitan menulis

Stadium 2
Koma ringan
Pengendalian sfingter kurang.kedutan otot generalisata dan asteriksis
merupakan temuan khas. Kebingungan, disorientasi, mengantuk
Asteriksis, fetor hepatic
Stadium 3
Koma mengancam

Terjadi kebingungan yang nyata dengan perubahan tingkah laku yang


mencolok. Penderita dapat tidur sepanjang waktu, bangun hanya
dengan

rangsangan.

Asteriksis,

fetor

hepatic,

lengan

kaku,

hiperreflek, klonus, grasp dan sucking reflek. (+++)


Stadium 4
Koma dalam
Penderita masuk ke dalam tingkat kesadaran koma sehingga muncul
reflex hiperaktif dan tanda babinski yang menunjukkan adanya
kerusakan otak lebih lanjut. Napas penderita akan mengeluarkan bau
apek yang manis (fetor hepatikum). Fetor hepatikum merupakan
tanda prognosis yang buruk dan
intensitas baunya sangat berhubungan dengan derajat kesadarannya.
Fetor hepatic, tonus otot hilang (++++)
Koma hepatikum berdasarkan terjadinya dapat dibagi menjadi :
a) Tipe akut/ sub akut
Pada tipe akut terjadi prekoma/koma hepatikum dalam waktu singkat
( kurang dari 8 hari ), sedangkan pada tipe sub akut terjadi prekoma/koma
hepatikum dalam waktu 8 minggu dari gejala pertama.
b)

Tipe kronik
Tipe ini sering terjadi pada sirosis hati dengan kolateral porto-sistemik
yang ekstensif. Disini didapatkan gejala-gejala gangguan mental,
emosional atau kelainan neorologik dalam periode berbulan-bulan atau
betahun-tahun dimana gejala-gejala tersebut akan dapat diatasi dengan
pengobatan yang memadai.
Koma hepatikum tipe kronik dapat timbul pada sirosis hepatis tahap
terminal atau timbul akibat faktor pencetus seperti : diuresis yang
berlebihan, perdarahan, parasentesis cairan asites, diare dan muntah
berlebihan, pembedahan, terlalu banyak minum alkohol, pemberian
sedatif, infeksi dan konstipasi

4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala klinik yg terkait dgn menurunnya kesadaran ialah :
1 Menurunnya kesadaran secara kwalitatif
2 GCS minus dari 13
3 Sakit kepala hebat
4 Muntah proyektil
5 Papil edema
6 Asimetris pupil
7 Reaksi pupil terhadap cahaya melambat / negatif
8 Panas
9 Gelisah
10 Kejang
11 Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12 Retensi / inkontinensia urin
13 Tekanan darah cukup tinggi / tekan darah rendah
14 Takikardi / bradikardi
15 Takipnu / dispnea
16 Edema lokal / anasarka
17 Sianosis, pucat & sebagainya (Harsono, 1996).
Manifestasi berdasarkan klasifikasi onset Ensefalopati hepatikum, yaitu:
1

Ensefalopati hepatikum akut (Fulminant hepatic failure)


Ditemukan pada pasien hepatitis virus akut, hepatitis toksik obat
(halotan, acetaminophen), perlemakan hati akut pada kehamilan,
kerusakan parenkim hati fulminan tanpa factor presipitasi. Perjalanan
penyakitnya eksplosif ditandai dnegan delirium, kejang dan edema otak.
Edem serebral kemungkinan akibat perubahan permeabilitas sawar otak
dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATP ase, serta perubahan osmolar
karena metabolism ammonia. Dengan perawatan intensif angka kematian
masih tinggi sekitar 80%.

Hepatikum kronik
Perjalanan penyakit perlahan dan dipengaruhi factor pencetus
yaitu azotemia, analgetik, sedative, perdarahan gastrointestinal, alkalosis
metabolic, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan
cairan, dan pemakaian diuretik.

Pada penderita ditemukan beberapa atau semua sindrom gagal hati.


Manifestasiklinik koma hepatikum adalah sebagai berikut :
1. Kelemahan umum
Pada keadaan prekoma, umumnya penderita tampak lemah dan
mudah lesu. Sering terjadi anoreksia dan apabila ditambah diit yang
jelek akan menambah terjadinya malnutrisi
2. Ikterus
Ikterus merupakan sala satu tanda gagal hati. Pada gagal hati karena
virus, didalamnya ikterus/tingginya bilirubin sesuai dengan beratnya
kerusakan sel-sel hati, hal ini tidak sama dengan sirosis hati, dimana
ikterus tidak selalu ada
3. Asites
Terjadinya asites pada gagal hati, mekanismenya sama dengan
terjadinya asites pada penyakit hati menahun.
4. Perubahan metabolisme nitrogen
Kerusakan sel-sel hati mengakibatkan produksi albumin maupun
protrombin menurun. Metabolisme amonia terganggu, pada orang
normal

amonia

diubah

menjadi

urea,

karena

metabolismenya

terganggu, amonia menumpuk di dalam darah. Terdapat pula


perubahan keseimbangan asam amino aromatik dengan asam amino
rantai cabang, dimana akan terjadi penumpukan asam amino aromatik.
5. Perubahan sistem neurologi
Meskipun ensefalopati pada gagal hati akut sama dengan yang terjadi
pada penyakit hati kronik, ada beberapa perbedaan pokok dalam
patogenesisnya. Hubungan portal sistemik yang sangat penting pada
sirosis hati, pada gagal hati akut tidak banyak berperan. Pada gagal
hati akut sering terdapat edema serebri dengan peningkatan TIK yang
jarang terjadi pada sirosis hati.
Sherlock membagi derajat berat ringannya koma hepatikum sebagai
berikut :
Stadium I ( prodromal ) : terjadi euforia, kadang depresi, kadang
kebingungan, daya reaksi yang lambat, gangguan pola tidur, apatis,
kadang sudah ditemukan asterixis.

Stadium II (impending coma) : terjadi peningkatan dari stadium I di


mana dijumpai letargi, perubahan pola tingkah laku, disorientasi,
inkontinensia, asterixis
Stadium III (stupor) : penderita kebanyakan tidur, masih dapat
dibangunkan, berbicara ngawur, sangat kebingungan, asterixis masih
ada, kadang-kadang dijumpai agitasi atau gelisah
Stadium

IV

(koma)

penderita

seperti

tertidur,

tidak

dapat

dibangunkan. Ada yang membagi 2 tahap, yaitu stadium IV A dimana


penderita memberikan reaksi bila dirangsang, sedangkan stadium IV B
dimana penderita sama sekali tidak memberikan reaksi
6. Perubahan sistem endokrin
Dengan terganggunya faal hati sebagai penyimpan glikogen dan
meningkatnya kadar insulin dalam plasma maka dapat terjadi
hipoglikemi,

meskipun

jarang

terjadi.

Gagalnya

hepato

glukoneogenesis akan menyebabkan asidosis asam laktat dan


memberatkan keadaan umum penderita
7. Perubahan sistem sirkulasi dan pernafasan
Kelainan ini sering terjadi pada gagal hati akut, sedangkan pada gagal
hati kronik agak jarang. Pada permulaan karena terjadi rangsangan
pusat vital, terjadilah sirkulasi yang hiperdinamik, ditandai dengan
curah jantung yang meningkat, ekstremitas terlihat kemerahan,
takikardi.
Berikutnya terjadi depresi batang otak, mengakibatkan tekanan darah
menurun, aliran darah menurun, terjadi perubahan mental dan
menurunnya tonus vasomotor, menurunnya aliran darah ke ginjal, yang
dapat menyebabkan insufisiensi ginjal (hepatorenal syndrome). Pada
sistem pernafasan akibat terjadinya depresi batang otak, dapat terjadi
respiratory arrest. Aspirasi cairan lambung atau darah ke dalam paru,
dengan atau tanpa infeksi akan memperberat keadaan.
8. Perubahan fungsi hemostasis
Hal ini sangat berperan pada gagal hati akut maupun kronik. Penyebab
terjadinya gangguan hemostasis ini adalah penurunan kemampuan
hati

membuat

faktor-faktor

pembekuan,

trombositopenia.

Serta

kerusakan pembuluh darah kapiler, ataupun pecahnya varises pada


sirosis hati. Perdarahan dapat terjadi dimana-mana, terutama dikulit

dan saluran makanan, kadang terjadi pula suatu DIC (disseminated


intravascular coagulation)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis mulai ditegakkan jika telah tampak tanda tanda Klinis berupa
kekacauan tingkah laku, atau untuk kasus yang gawat, diagnosis harus
ditelusuri

dengan

pemeriksaan

amonia

rutin

karena

perkembangan

perburukan yang cepat (misalnya pada hepatitis fulminan).


Pemeriksaan fisik yang menyokong diagnosis adalah :
1) Pemeriksaan tingkat kesadaran: pola tidur penderita, komunikasi
dengan penderita.
2) Menilai fungsi kortikal penderita: berbahasa, tingkah laku.
3) Menilai tremor generalisata.
4) Menilai flapping tremor : rutin dilakukan. Posisi tangan pasien lurus di
sisi tubuhnya, terletak di atas tempat tidur dalam posisi tubuh
berbaring, kemudian lengan pasien di fiksasi didekat pergelangan
tangan, jari jari tangan penderita diregangkan dan diekstensikan
pada pergelangan tangan, kemudian minta penderita menahan
tangannya dalam posisi tersebut. Tes positif terganggu jika perasat ini
menyebabkan gerakan fleksi dan ekstensi involunter cepat dari
pergelangan tangan dan sendi metakarpofalang (seperti gerakan
kaku dan mengepak)
5) Menilai apraksia kontitusional : penderita tidak dapat menulis dan
menggambar dengan baik pada penderita yang sebelumnya normal
bisa menulis dan menggambar sederhana.
6) Tes Psikometri dengan Number Connection Test, untuk menilai
tingkat intelektual pasien yang mungkin telah terjadi EH subklinis. Tes
ini cukup mudah, sederhana dan tidak membutuhkan biaya serta
dapat menilai tingkat EH pada pasien sirosis yang rawat jalan. Cara :
menghubungkan angka angka dengan berurutan dari 1 hingga 25.
Interpretasi :
Normal Lama penyelesaian UHA : 15 30 detik

Tingkat I 31 50 detik

Tingkat II 51 80 detik

Tingkat III 81 120 detik

Tingkat IV > 120 detik

Pemeriksaan

penunjang

atau

dibutuhkan untuk menentukan

pemeriksaan

diagnostic

yang

penyebab menurunnya kesadaran

yaitu :
o

Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, amonia serum,
nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa
pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan
& analisa gas darah ( BGA ).

EEG ( elektroensefalography )
Menilai kejang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak

CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak. Scan pada
kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia
yang parah untuk menilai udema otak dan menyingkirkan
lesi structural (terutama hematoma subdural pada pecandu
alkohol).

Pungsi lumbal
Umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali
peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna
zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel
darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan
adanya

infeksi.

Edema

otak

dapat

menyebabkan

peningkatan tekanan intra kranial.


o

PET ( Positron Emission Tomography )


Menilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke &
tumor otak

SPECT

Single

Photon

Emission

Computed

Tomography )
Mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
o

MRI
Menilai keadann abnormal serebral, adanya tumor otak.

Angiografi serebral

Mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma &


malformasi arteriovena.
o

Ekoensefalography
Mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah
serebral yg dikarenakan hematoma subdural, perdarahan
intraserebral, infark serebral yg luas & neoplasma.

EMG ( Elektromiography )
Membedakan

kelemahan

dampak

neuropati

maupun

dampak penyakit lain.


7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan koma hepatikum adalah mempertahankan
hemostasis, mempertahankan fungsi-fungsi organ sebaik mungkin untuk
memperpanjang hidup dengan harapan memberi kesempatan hati untuk
melakukan regenerasi, serta usaha untuk mengatasi komplikasi
Penatalaksanaan gagal hati tipe akut
Prekoma/koma karena gagal hati akut, baik tipe primer maupun sekunder,
prinsip penatalaksanaannya sama. Hanya saja bagi tipe sekunder, diperlukan
penatalaksanaan terhadap faktor pencetusnya.
A. Tindakan umum
a

Penderita dengan stadium III/IV memerlukan perawatan suportif yang


intensif, perhatikan posisi berbaring, penghisapan lendir, pemberian
oksigen, serta pasang kateter foley

Perlu

diadakan

pemantauan

terhadap

kesadaran,

keadaan

neuropsikiatrik, kondisi kardio-pulmonal serta ginjal, dan pemantauan


kadar

amonia

darah.

Segera

koreksi

bila

ada

gangguan

keseimbangan cairan, elektrolit atau asam basa


c

Diberikan diit cair , atau nutrisi parenteral, dengan sumber kalori


adalah glukosa 300-500 g/hari

B. Tindakan khusus
a

Mengurangi intake protein, dengan cara diit tanpa protein untuk


stadium III/IV dan diit rendah protein (nabati) sebanyak 20 gram
setiap hari untuk stadium I/II

Mengurangi populasi bakteri kolon dengan cara pemberian laktulosa


peroral untuk stadium I/II, atau melalui pipa (saluran) hidung untuk

stadium III//IV, dengan dosis 30-50 ml tiap 4-6 jam untuk


menimbulkan diare ringan. Preparat laktitol (beta galactoside sorbitol)
memberikan hasil yang lebih baik.
c

Pengosongan usus dengan klisma air sabun 1-2 kali sehari

Antibiotika, dapat diberikan neomisin 4 kali 1-2 g/hari atau kanamisin


dengan dosis yang sama. diberikan per oral untuk stadium I/II atau
melalui pipa naso gastrik pada stadium III/IV

Obat-obatan lain

Infus

cairan

yang

mengandung

asam

amino

rantai

cabang

(Comafusin hepar) atau campuran sedikit asam amino aromatik


dalam asam amino rantai cabang (Aminoleban) dapat diberikan 1000
ml/hari
2

L-dopa 0,5 gram per oral untuk stadium I/II atau melalui pipa hidung
(nasogastrik) untuk stadium III/IV, dapat diberikan tiap 4 jam

Hindari pemberian sedatif/hipnotika, kecuali pada penderita dengan


agitasi atau sangat gelisah

Vitamin K 10-20 mg/hari im atau per oral atau melalui pipa


nasogastrik

Pemberian bromokiptin

C. Tindakan terhadap faktor presipitasi/pencetus


a

Koreksi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa

Penanggulangan perdarahan saluran cerna

Mengatasi infeksi dengan antibiotika yang memadai, hindari obat


yang hepatotoksik

Menghentikan

obat-obatan

yang

diduga

sebagai

pencetus,

umpamanya : obat-obatan hepatotoksik


Pengelolaan terhadap gagal hati tipe kronik
a

Diit rendah protein, maksimal 1 g/KgBB terutama protein nabati

Menghindari konstipasi dengan memberikan laktulosa dengan dosis


secukupnya (2-3 kali 10 ml per hari), sehingga tinja menjadi lunak

Bila terdapat peningkatan gejala ensefalopati, ditambah neomisin 4


kali 1 g/hari

Bila timbul eksaserbasi akut, tindakan seperti pada ensefalopati tipe


akut

Diluar negeri sudah dilakukan tranplantasi hati

Penatalaksanaan Berdasarkan Faktor Pencetus


Terlebih dahulu harus diperhatikan apakah EH tersebut terjadi primer atau
sekunder akibat factor pencetus.
Prinsip penatalaksanaan :
1. Mengobati penyakit dasar hati
Jika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis
virus. Jika telah terjadi sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini
sulit dilakukan, karena seluruh parenkim hati telah rusak dan digantikan
oleh jaringan fibrotic, terapi terakhir adalah transplantasi hati.
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor faktor pencetus.
Mengurangi produksi ammonia :

Mengurangi asupan protein makanan

Antibiotik Neomycin : adalah antibiotic yang bekerja local dalam


saluran pencernaan merupakan obat pilihan untuk menghambat
bakteri usus. Dosis 4x 1 2 g/hari (dewasa) atau dengan Rifaximin
(derivate Rimycin) dosis : 1200mg per hari selama 5 hari dikatakan
cukup efektif.

Laktulosa : berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi


menjadi asam organic oleh bakteri kolon. Kadar pH yang rendah
menangkap NH3 dalam kolon dan merubahnnya menjadi ion
ammonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion
ammonium diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari:
30 50 cc per jam hingga terjadi diare ringan.

Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 0,5 gram / hari.

Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari : dapat


dipakai katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman (memakai
larutan laktulosa 20% atau larutan neomysin 1 % sehingga didapat
pH asam = 4 ) Membersihkan saluran cerna bagian bawah.

3. Upaya suportif III dan IV perlu perawatan supportif yang intensif :


perhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen,
pasang kateter foley untuk balance cairan. Jika terdapat rupture varises
esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.
8.

Komplikasi
Umumnya komplikasi yang dapat terjadi adalah:

1. Edema otak : dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan intra


kranial, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dijumpai pada 3040% dari kasus-kasus yang fatal.
2. Gagal ginjal : akibat penurunan perfusi ke kortek ginjal. Terdapat pada
sekitar 40% kasus.
3. Kelainan asam-basa : hampir selalu terjadi alkalosis respiratorik
hiperventilasi, sedangkan alkalosis metabolik terjadi akibat hipokalemi.
Asidosis metabolik dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau
asam organik lainnya karena gagal ginjal
4. Hipoksia : sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan
intersisiel atau alveoli
5. Gangguan faal hemostasis dan perdarahan terjadi pada 40-70%
kasus.
6. Gangguan metabolisme (hipoglikemia) dan gangguan keseimbangan
elektrolit (Hipokalsemia)
7. Kerentanan terhadap infeksi : sering terjadi sepsis terutama karena
bakteri gram negatif, peritonitis, infeksi jalan nafas atau paru.
8. Gangguan sirkulasi : pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi,
bradikardi maupun henti jantung
9. Pankreatitis akut
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA UMUM
I.

Pengkajian
a) Identitas klien meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
tanggal pengkajian, dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
-

Keluarga atau orang terdekat melaporkan bahwa adanya peubahan


kepribadian dan penurunan mental.

Biasanya klien datang dengan keluhan kejang-kejang dapat disertai


dengan penurunan kesadaran.

c) Riwayat Kesehatan.
Riwayat Penyakit Sekarang
-

Klien datang ensefalopati terjadi kelemahan/lesu, gangguan mental,


ketidakmampuan berkosentrasi, respirasi cheynes-stoke

Tanyakan sejak kapan klien mengalami keluhan seperti yang ada


pada keluhan utama dan tindakan apa yang dilakukan untuk
menanggulanginya.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


-

Klien pernah menderita penyakit yang disebabkan oleh virus, infeksi


bakteri kelainan dalam struktur anatomi listrik dan fungsi kimia,
keracunan

jaringan

otak

dan

sel-sel

(keracunan

alcohol/penyalahgunaan narkoba, keracunan karbn monoksida,


obat-obatan, zat beracun)
-

Klien pernah mengalami penyakit hati seperti sirosis hati, infeksi


hati, atau apakah klien sering mengkonsumsi alcohol sebelumnya.

e) Riwayat Penyakit Keluarga


-

Klien ada kemungkinan cacat lahir (kelainan genetic yang


menyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan
gejala yang ditemukan pada saat lahir)

Keluarga klien yang pernah menderita penyakit seperti yang di


derita klien sekarang.

f)

Riwayat Aktifitas Sehari-hari


Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan
atau gangguan hati.

Aktivitas
Kelemahan
Kelelahan
Malaise

Sirkulasi
Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa

Eliminasi
Urine gelap
Diare feses warna tanah liat

Makanan dan Cairan

Anoreksia
Berat badan menurun
Mual dan muntah
Peningkatan oedema
Asites

Neurosensori
Peka terhadap rangsang
Cenderung tidur
Letargi
Asteriksis

Nyeri / Kenyamanan
Kram abdomen
Nyeri tekan pada kuadran kanan
Mialgia
Atralgia
Sakit kepala
Gatal ( pruritus )

Keamanan
Demam
Urtikaria
Lesi makulopopuler
Eritema
Splenomegali
Pembesaran nodus servikal posterior

Seksualitas
Pola hidup atau perilaku meningkat resiko terpajan

g) Pemeriksaan Fisik
o

Tingkat kesadaran : adanya penurunan tingkat kesadaran

GCS

Status kesehatan umum : keadaan umum lemah, pasien tampak


pucat

Tanda-tanda vital : Tekanan darah menunjukkan tekanan yang


ortostatik.

Kepala : terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena,


kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial), normo cephalic,
simetris, pusing, benjolan tidak ada, rambut tumbuh merata dan
tidak botak, rambut berminyak, dan tidak rontok.

Mata: gangguan pada pengelihatan, alis mata, kelopak mata


normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor sklera agak ikterus (-/
-), reflek cahaya positif, tajam penglihatan menurun.

Kulit : petekie, hematoma, luka bekas garukan, spider angioma,


eritema palmar, dilatasi pembuluh darah bagian atas dan bawah
tubuh, edema, ginekomastia

Telinga : hipersensitif terhadap kebisingan, sekret, serumen, benda


asing, membran timpani dalam batas normal.

Hidung: adanya gangguan penciuman, deformitas, mukosa, secret,


bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.

Mulut dan faring : membrane mukosa kering, lidah terlihat bintik


putih dan kotor, bau mulut, stomatitis (-)

Leher : simetris, kaku kuduk tidak ada.

Ekstremitas atas dan bawah : tidak ada kekuatan otot dan teraba
dingin

Thoraks :

Paru: gerakan simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste


(-), perkusi resonan, rhonchi -/-, wheezing -/-, vocal fremitus dalam
batas normal.

Jantung: batas jantung normal, bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-),


mumur (-), capillary refill time 2 3 detik.

Abdomen : Gerakan peristaltis (auskultasi), distensi abdomen, nyeri


tekan, pembesaran hepar dan limpa, asites, dilatasi vena pada
abdomen (kaput medusa).

h) Pemeriksaan Penunjang
o

Hematologi

Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung


jenis lekosit.

Jika diperlukan : faal pembekuan darah.

Biokimia darah

Uji faal hati : trasaminase, billirubin, elektroforesis protein, kolestrol,


fosfatase alkali.

Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BNU), kreatinin serum.

Kadar amonia darah

Tingkat ensefalopati kadar ammonia darah dalam satuan g/dl:


1) Tingkat 0

: < 150

2) Tingkat 1

: 151 200

3) Tingkat 2

: 201 250

4) Tingkat 3

: 251 300

5) Tingkat 4

: > 300

Urin dan tinja rutin

EEG (Elektroensefalografi)

Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan


menurunnya jumlah siklus gelombang perdetik. Terjadi penurunan
frekuensi dari gelombang normal Alfa (8 12Hz). Tingkat
ensefalopati frekuensi gelombang EEG:

frekuensi gelombang Alfa


Tingkat 0

: 8,5 12 siklus per detik

Tingkat I

: 7 8 siklus per detik

Tingkat II

: 5 7 siklus per detik

Tingkat III

: 3 5 siklus per detik

Tingkat IV

: 3 siklus per detik atau negatif

CT Scan

pada

ensefalopatia

kepala

yang

parah

biasanya
untuk

dilakukan
menilai

dalam

udema

stadium

otak

dan

menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdura pada


pecandu alkohol).
o

Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal,


kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna
zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah
putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi.
Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.

II.

Analisa Data

No.

Data

1.

Ds :
-

Gangguan konsentrasi
Mengantuk
Peningkatan

kebutuhan istirahat
Kurang energy
Lesu
Mengatakan perasaan
lelah

Do :
-

Etiologi

Masalah

Penyakit hati kronis

Terjadi peningkatan
tekanan hepatik

Mendesak darah
mengalir melalui
portosystemic shunt

Peningkatan RR
Pada pemeriksaan

Penumpukan zat

thoraks didapatkan

racun dalam aliran

adanya retraksi
intercostals

sistemik

Sebagian besar
neurotoksik
mencapai otak dan
bagian tubuh lain

Neurotoksik palsu
(GABA)

Bekerja sinergis
dengan
benzodiazepam

Membentuk reseptor
(GABA/BZ)

Hiperpolarisasi sel
otak dan menekan
fungsi korteks dan
sub korteks

Keperawatan
Keletihan

Terjadi gg.
Kesadaran dan
koordinasi

Pasien merasa
linglung, malas
aktivitas, sering tidur

2.

Ds :
-

Kurang minat pada

makan
Anoreksia

Do :
-

Penurunan BB

Keletihan
Penyakit hati kronis

Ketidakseimbanga

n nutrisi kurang

Terjadi peningkatan

dari kebutuhan

tekanan hepatik

Mendesak darah
mengalir melalui
portosystemic shunt

Penumpukan zat
racun dalam aliran
sistemik

Sebagian besar
neurotoksik
mencapai otak dan
bagian tubuh lain

Ketidakcukupan
energy di otak, tidak
ada neurotransmisi
yang efisien antar
sinap di otak

Koma hepatikum

Anoreksia

tubuh


Nafsu makan
menurun

Penurunan intake
nutrisi

Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
3.

tubuh
Penyakit hati kronis

Ds:
-

Pasien mengeluhan
perut membesar yang
semakin lama

terbentuk

dan bengkak pada

Penurunan kadar

kedua kaki
Klien mengeluh sesak
aktivitas

Do :
-

Perubahan TD
Perubahan pola

pernapasan
Dispnea
Azotemia
(peningkatan nitrogen,
kreatinin dan urea di
darah)
Edema

cairan

Albumin tidak

semakin membesar

nafas saat melakukan

Kelebihan volume

albumin dalam darah

Cairan keluar dari


pembuluh darah ke
ekstraseluler

Perut membesar,
edema pada kedua
kaki, pitting edema
pada ekstremitas
inferior

Kelebihan volume

4.

Ds :
-

Pasien mengatakan
sesak
Do :

Bradipnea

cairan
Penyakit hati kronis

Terjadi peningkatan
tekanan hepatik

Ketidakefektifan
pola napas

Pernapasan cuping

Mendesak darah

hidung
Takipnea

mengalir melalui

Perubahan kedalaman
pernapasan

portosystemic shunt

Penumpukan zat
racun dalam aliran
sistemik

Sebagian besar
neurotoksik
mencapai otak dan
bagian tubuh lain

Ketidakcukupan
energy di otak, tidak
ada neurotransmisi
yang efisien antar
sinap di otak

Koma hepatikum

Perut membesar

Menekan diafragma

Kesulitan bernapas
(sesak)

Ketidakefektifan
pola napas

5.

Ds :
-

Melaporkan nyeri
secara verbal
Do :

Perubahan tekanan

Koma Hepatikum

Dilakukan tindakan
invasive, biopsy,
parasintesis

Nyeri akut

6.

darah
Perubahan

pernapasan
Dilatasi pupil

Ds :
-

Mengekspresikan

Nyeri akut

Koma Hepatikum

kekhawatiran karena

Terjadi perubahan

perubahan dalam

status kesehatan

peristiwa hidup
Gelisah

Do :

Cemas akan
kondisinya

Ansietas

Ansietas

III.
No
.
1.

Intervensi Keperawatan

Diagnose keperawatan
Ketidakefektifan

pola

napas :

Tujuan dan kriteria hasil


NOC :
-

NIC :

Respiratory

status

Definisi : inspirasi dan atau

Ventilation

ekspirasi

yang

tidak -

Respiration

memberi

ventilasi

yang

airway patency

adekuat

Batasan karakteristik :
-

Interverensi

: -

Posisikan

pasien

untuk
status

Vital sign status

memaksimalkan
ventilasi
-

Kriteria hasil :

Pasang mayo bila


perlu

Perubahan kedalaman -

Menunjukan jalan napas -

Lakukan

pernapasan

yang paten

dada jika perlu

Perubahan

ekskusi

fisioterapi

Keluarkan

dada

dengan batuk atau

Melakukan posisi tiga

suction

titik

Beikan bronkodilator

Bradipnea

Atur intake carang

Penurunan

tekanan

ekspirasi,

untuk

inspirasi,

mengoptimalkan

dan kapasitas vital


-

Dipsnea

Pernapasan

keseimbangan
-

cuping

Ortopnea

Fase

memanjang
Takipnea

Penggunaan

Pertahankan

Monitor vital sign

Monitor pola nafas

untuk

berapas
Ketidakseimbangan
kurang

dari

NOC :

kebutuhan tubuh

Nutritional status

NIC :

Definisi : intake nutrisi tidak

Nutritional status :

Nutrition

food and fluid

management :

cukup

untuk

jalan

otot

aksesoris

nutrisi

respirasi

napas yang paten


ekspitasi

Monitor

dan status O2

hidung

2.

secret

keperluan

metbolisme tubuh

Batasan karakteristik :
-

BB 20% atau lebih


Dilaporkan
intake
yang

adanya

dari

BB

menentukan

BB ideal

jumlah

Tidak

ada

tanda

Tidak

dan

berarti.

yang

dan nutrisi yang

terjadi

penurunan BB yang

pasien
-

otot

Luka,

Nutrition monitoring :

inflamasi

dalam

Dilaporkan

atau

normal

adanya

fakta

Perasaan

tidak
megunyah

Monitor adanya
Monitor tipe dan
yang

biasa

dilakukan

Mikonsepsi

Kehilangan

BB

Monitor
lingkungan

makanan

cukup
Kram

batas

jumlah aktivitas

makanan

dengan

pasien

penurunan BB

makanan

BB

pada rongga mulut.

mampu

dan

kalori

kekurangan
-

jumlah

kandungan

untuk menelan atau


-

Monitor
nutrisi

digunakan

mengunyah

Berikan
substansi gula

Kelemahan

kalori

dibutuhkan

Membrane mukosa
konjungtiva

Kolaborsi
dengan ahli gizi

malnutrisi

pucat
-

Wight control

untuk

(Recommended
Daily Allowance)

adanya

Adanya peningkatan

makanan
kurang

Kaji

alergi makanan

Kriteria hasil :

RDA

nutrient intake

di bawah awal
-

Nutritional status :

selama makan
-

pada

Monitor

kulit

kering

dan

abdomen

perubahan

Tonus otot jelek

pigmentasi

Nyeri

abdominal

dengan atau tapa

Monitor
kulit

turgor

patologi
-

Pembuluh

darah

muntah

kapiler mulai rapuh


-

Suara

Monitor mal dan

usus

Monitor

pucat,

kemerahan, dan

hiperaktif

kekeringan
jaringan
konjungtiva
-

Monitor

kalori

dan

intake

nutrisi
-

Catat

adanya

edema,
hiperemik,
hpertonik papilla
lidah

dan

cavitas oral

3.

Kelebihan volume cairan


Definisi : peningktan retensi

NOC :
-

cairan isotonic
BB meningkat pada
waktu yang singkat
-

Asupan

berlebihan

acid

Fluid management:
-

Pertahankan

Fluid balance

cairan

Hydration

dan output yang

Kriteria hasil :
-

intake

akurat

Terbebas

dari

Tekanan

dearah

anarsaka

dengan retensi

berubah,

tekanan

Bunyi nafas bersih

cairan

pulmonalis
tekanan

CVP meningkat
Distensi

tidak

napas,

dipsnea

yang

dan orthopnea
-

vena

jugularis
Perubahan

ada

efusi

Monitor hasil Hb

edema,

berubah,

and

dibandingkan output

arteri

Electrolit

base balance

Batasan karakteristik :
-

NIC :

pla

Terbebas

dari

distensi

vena

jugularis,

reflek

Terbebas

CVP,

MAP, PAP, dan

hepatojugular (+)
-

Monitor

sesuai

PCWP
-

vital

sign
-

dari

Monitor
Monitor

kelebihan cairan

dipsnea/sesak

kelelahan,

napas,

kecemasan

orthopnea,

suara
-

napas

kebingungan

atau

Kaji lokasi dan


luas edema

Kolaborasi

abnormal

pemberian

Hb dan hematocrit

diuretic

menurun,

Kolaborasi

perubahan elektrolit

dokter

jika

Suara jantung s3

cairan

berlebih

Perubahan

dan

status

mental,
kegelisahan,
kecemasan.

terus

memburuk
Fluid monitoring :
-

Tentukan
riwayat

jumlah

dan tipe intake


caran

dan

eliminasi
-

Monitor BB

Tentukan
kemungkinan
faktor

resiko

dari
ketidakseimban
gan cairan
-

Monitor
dan

serum
elektrolit

urin
-

Monitor BP, HR,


dan RR

Monitor

TD,

orthostatic

dan

perubahan
irama jantung
-

Monitor
parameter
hemodinamik

infasif
-

Catat

secara

akurat

intake

dan output
-

Monitor adanya
distensi

leher,

ronchi,

edem

perifer

dan

penambaha BB
-

Monitor

tanda

dan

gejala

odema.

4.

Keletihan :

NOC :

NIC :

Definisi : rasa leth yang luar

Intolerance activity

biasa dan terus menerus

Endurance

serta penurunan kapasitas

Nutritional status

adanya

kerja

Psychomotor energy

keletihan

fisik

serta

mental

pada tingkat yang biasanya


Batasan karakteristik :
-

Kriteria hasil :
-

Penurunan
konsentrasi

Energy menegement :

Pantau

bukti
fisik

dan emosi yang

mempertahankan

berlebih

nutrisi yang adekuat

pasien

keseimbangan

Pantau

pada
respon

Penurunan libido

antara aktivitas dan

kardioresirasi

Ketidaktertarikan

istirahat

terhadap

mempertahankan

aktivitas

terhdap lingkungan

Mengantuk

interaksi sosial yang

Meningkatnya

biasa

catat pola tidur

mempertahankan

pasien

keluhan fisik

Introspeksi

kemampuan

Menyatakan secara

berkosentrasi

verbal
energy

kekurangan

yang

energy

kekurangan energy
yang tidak pernah

melaporkan

untuk

Pantau

dan

Temukan
persepsi pasien

bahwa

terpulihkan

dan

orang

terdekat pasien

setelah istirahat

tentang

mengidentifikasi

penyebab

berhenti

dan

faktor psikologis dan

keletihan

berlebihan

fisiologis yang dapat

Menurunnya kinerja

menyebabkan

nutrisi

Meningkatnya

keletihan

menjamin

Pantau asupan
untuk

kebutuhan istirahat

keadekuatan

Lesu

sumber nergi

atau

tidak

bergairah
-

Rencanakan

Kurang energy atau

aktivitas

ketidak

mengurangi

mampuan

yang

untuk

keletihan

mempertahankan

dengan pasien /

tingkataktivitas fisik

keluarga

biasa

Kadaan penyakit

malnutrisi

Bantu

aktivitas

sehari-hari
-

Kurangi
aktivitas

yang

prioritasnya
rendah
-

Kurangi
ketidaknyamana
n fisik

Tingkatka

tirah

baring

dan

pembatasan
aktivitas
-

Batasi stimulus
lingkungan

IV.

Evaluasi
keletihan
S : klien tidak mengeluh badan letih
O : klien tidak nampak mengalami keletihan dalam beraktifas
ringan
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

Nutrisi kurang dari kebutuhan:


S : Klien mengatakan nafsu makan meningkat
O : 1. Klien tampak segar
2. Klien masih sedikit mual apabila makan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
-

Ajarkan klien merencanakan makanan

Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering

Kelebihan volume cairan


S : klien mengatakan bengkak pada tubuhnya berkurang
O : turgor kulit baik, elektrolit dalam batas normal, tidak ada
edema
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

BAB 3
KASUS
Tn. J, usia 55 tahun, dibawa oleh keluarganya karena kondisinya semakin lemah.
Sejak kurang lebih 4 hari SMRS anak pasien mengatakan terdapat mual dan
muntah, perubahan perilaku pada pasien, yaitu tampak seperti orang linglung,
sering mengantuk, malas beraktivitas, lebih sering tidur dan mengalami sesak
nafas. Sejak kurang lebih 7 hari SMRS pasien belum BABdan tubuhnya panas.
Sekitar kurang lebih 14 hari SMRS pasien sempat dirawat di RS X selama 10
hari dengan keluhan perut yang semakin lama semakin membesar disertai
badan terasa lemas, nafsu makan berkurang, perut lekas kenyang, disertai
bengkak pada kedua kaki. Keluhan perut membesar tidak disertai jantung
berdebar, sesak nafas saat melakukan aktivitas, ataupun sering terbangun pada
malam hari karena sesak. Saat di RS X pasien mendapat pengobatan dan
dilakukan pungsi cairan di perut serta dilakukan pemeriksaan endoskopi dan
didapatkan hasil varises esofagus dan lambung. Berdasarkan diagnosa oleh
dokter di RS X, pasien memang telah menderita sirosis hepatis sejak 2 tahun
SMRS dan pasien rutin kontrol ke RS tersebut. Setelah merasa kondisi membaik,
pasien dipulangkan dan dianjurkan untuk rawat jalan. Pasien memiliki riwayat
sakit kuning sekitar 5 tahun lalu. Riwayat transfusi darah dan mengalami
pembedahan tidak ada. Riwayat mengkonsumsi alkohol tidak diketahui keluarga
pasien. Riwayat BAB hitam atau muntah darah disangkal anak pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sangat kesakitan,
frekuensi nadi 96 kali/menit dan regular, frekuensi pernapasan 24 kali/menit,suhu
38C, BB 70 Kg 50 kg serta ditemukan sklera ikterik dan fetor hepatikum.
Terdapat papil edema, asimetris pupil, dan reaksi pupil terhadap cahaya
melambat.Pada pemeriksaan thoraks didapatkan adanya retraksi intercostal,
retensi sputum di tenggorokan. Pada abdomen ditemukan limpa teraba
SchuffnerII, konsistensi kenyal dan terdapat vena kolateral. Pada ekstremitas
superior dan inferior ditemukan liver nail, hipotonus, gerakan pasif, palmar
eritema pada ekstremitas superior dan pitting edema pada ekstremitas inferior,
namun kekuatan otot tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan neurologis dari
nervus I-XII tidak ada kelainan, refleks fisiologis tidak meningkat ataupun
menurun, refleks patologis tidak ada, rangsang selaput otak juga tidak ditemukan
kelainan. Pemeriksaan penunjang didapatkan SGOT/SGPT : 20/76 gr/dl, Albumin
: 2,6 gr/dl, Globulin : 5,1 gr/dl, HbsAg : positif. Didapatkan kesan hepatitis B.

Penatalaksanaan pada kasus ini adalah perawatan intensif dengan cara


membebaskan jalan nafas, pemberian oksigen 5 L/menit, memasang kateter dan
Naso Gastic Tube serta pemantauan kesadaran dan pemberian kalori lebih
kurang 2000 kal/hari : IVFD D10% 20gtt/menit. Untuk perawatan lebih lanjut
dilakukan tindakan khusus yaitu diet tanpa protein, laktulosa sirup 45 mL/jam
sampai terjadi defekasi, pemberian dulcolax melalui anus 1x10 mg/hari serta
antibiotik eritromisin 4x250 mg peroral/hari.

BAB 4
PEMBAHASAN
I.

Pengkajian Kasus

A Identitas Klien
Nama

: Tn. J

Usia

: 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Nama keluarga yang bisa dihubungi : anak Tn. J
B Data Subjektif
1

Keluhan utama

kondisinya semakin lemah. Sejak lebih kurang 4 hari SMRS anak


pasien mengatakan terdapat mual dan muntah perubahan perilaku
pada pasien, yaitu tampak seperti orang linglung, sering mengantuk,
malas beraktivitas, lebih sering tidur dan mengalami sesak nafas.
2

Lama keluhan

: 4 hari

Factor pencetus

: Riwayat sirosis hati

Factor pemberat : Hepatitis B

Rwayat penyakit sekarang :


Tn. J, usia 55 tahun, dibawa oleh keluarganya karena kondisinya
semakin lemah. Sejak lebih kurang 4 hari SMRS anak pasien
mengatakan terdapat mual dan muntah perubahan perilaku pada
pasien, yaitu tampak seperti orang linglung, sering mengantuk, malas
beraktivitas, lebih sering tidur dan mengalami sesak nafas.

Riwayat penyakit dahulu :


Sejak lebih kurang 7 hari SMRS pasien belum buang air besar
(BAB) dan tubuhnya terasa panas. Sekitar lebih kurang 14 hari SM
RS pasien sempat dirawat di RS X selama 10 hari dengan keluhan
perut membesar yang semakin lama semakin membesar disertai
badan terasa lemas, nafsu makan berkurang, perut lekas kenyang,
disertai bengkak pada kedua kaki. Keluhan perut membesar tidak
disertai jantung berdebar, sesak nafas saat melakukan aktivitas,
ataupun sering terbangun pada malam hari karena sesak. Dari
pemeriksaan endoskopi dan didapatkan hasil varises esofagus dan
lambung. Pasien telah menderita sirosis hepatis sejak 2 tahun SMRS,

berdasarkan diagnosa oleh dokter spesialis penyakit dalam di RS


X.Pasien memiliki riwayat sakit kuning sekitar 5 tahun lalu.
C Data Objektif
1

Keadaan umum dan tanda vital


Kesadaran : somnolen
TTV :

Tekanan darah : -

Nadi : 96 x/ menit

RR : 24x/menit

Suhu : 38oC

BB : 50 kg

Keadaan fisik Head to toe


a

Kepala dan leher :

Kepala :

Mata : Sklera Ikterik, papil edema, asimetris pupil, dan reaksi pupil
terhadap cahaya melambat

Hidung :

Mulut dan tenggorokan : fetor hepatikum

Telinga :

Leher :

Thorak dan dada : retraksi intercostal danretensi sputum di


tenggorokan.

Payudara dan ketiak : -

Abdomen :
Inspeksi : perut membesar
Palpasi: limpa teraba Schuff nerII,konsistensi kenyal dan terdapat
vena kolateral

Ekstermitas
Atas: : ekstremitas superior dan inferior ditemukan liver nail,
hipotonus, gerakan pasif, palmar

eritema pada ekstremitas

superior dan pitting edema pada ekstremitas inferior, namun


kekuatan otot tidak dapat dinilai.
3

Pemeriksaan penunjang
-

SGOT/SGPT : 20/76 gr/dl, (nilai normal SGOT : 0-30) (Untuk


SGPT 0-40)

II.
NO.
1.

Albumin : 2,6 gr/dl, (nilai normal 3,8-5,0)

Globulin : 5,1 gr/dl, (3,2-3,9)

HbsAg : positif menunjukkan hepatitis B

Analisa Data Kasus


Data
DS:

Anak Tn. J mengatakan

sejak lebih kurang 4 hari

Terjadi peningkatan

SMRS, Tn. J mengalami

tekanan hepatik

sesak nafas

Etiologi
Penyakit hati kronis

Klien mengeluh sesak

Mendesak darah

nafas saat melakukan

mengalir melalui

aktivitas, ataupun sering

portosystemic shunt

terbangun pada malam

hari karena sesak

Penumpukan zat racun


dalam aliran sistemik

DO:

RR: 24x/menit

Pada pemeriksaan thoraks


didapatkan adanya
retraksi intercostals

Penatalaksanaan pada
kasus ini adalah
perawatan intensif dengan
cara membebaskan jalan
nafas, pemberian oksigen
5 L/menit

Sebagian besar
neurotoksik mencapai
otak dan bagian tubuh
lain

Ketidakcukupan energy
di otak, tidak ada
neurotransmisi yang
efisien antar sinap di otak

Koma hepatikum

Perut membesar

Menekan diafragma

Kesulitan bernapas
(sesak)

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola
Napas


Ketidakefektifan pola
napas
2.

DS:

Penyakit hati kronis


Anak Tn. J mengatakan

sejak lebih kurang 4 hari

Albumin tidak terbentuk

SMRS, Tn. J mengalami

sesak nafas

Sekitar lebih kurang 14

dirawat di RS X selama 10

Cairan keluar dari

hari dengan keluhan perut

pembuluh darah ke

membesar yang semakin

ekstraseluler

lama semakin membesar

dan bengkak pada kedua

Perut membesar, edema

kaki

pada kedua kaki, pitting

Klien mengeluh sesak

edema pada ekstremitas

nafas saat melakukan

inferior

aktivitas, ataupun sering

terbangun pada malam

Kelebihan volume

DO:
Saat di RS X pasien
mendapat pengobatan dan
dilakukan pungsi cairan di
perut

Pada abdomen ditemukan


limpa teraba SchuffnerII,
konsistensi kenyal dan
terdapat vena kolateral

albumin dalam darah

hari SM RS pasien sempat

hari karena sesak

Penurunan kadar

Pada pemeriksaan fisik


terdapat pitting edema
pada ekstremitas inferior

cairan

Kelebihan Volume
Cairan

Pemeriksaan penunjang
didapatkan Albumin : 2,6
gr/dl

3.

DS:

Penyakit hati kronis


Tn. J, usia 55 tahun,
dibawa oleh keluarganya
karena kondisinya
semakin lemah.

SMRS anak pasien

mengalir melalui

pasien, yaitu tampak


seperti orang linglung,

tekanan hepatik
Mendesak darah

perubahan perilaku pada

DO:

Terjadi peningkatan

Sejak lebih kurang 4 hari


mengatakan terdapat

portosystemic shunt

Penumpukan zat racun


dalam aliran sistemik

sering mengantuk, malas

beraktivitas, lebih sering

Sebagian besar

tidur

neurotoksik mencapai

Sekitar lebih kurang 14

otak dan bagian tubuh

hari SMRS pasien sempat

lain

dirawat di RS X selama 10

hari dengan keluhan

Neurotoksik palsu

badan terasa lemas

(GABA)

Bekerja sinergis dengan


benzodiazepam

Membentuk reseptor
(GABA/BZ)

Hiperpolarisasi sel otak


dan menekan fungsi
korteks dan sub korteks

Keletihan

Terjadi gg. Kesadaran


dan koordinasi

Pasien merasa linglung,


malas aktivitas, sering
tidur

Keletihan
4.

DS:

Sejak lebih kurang 4 hari


SMRS anak pasien
mengatakan terdapat mual
dan muntah

Penyakit hati kronis

Ketidakseimbangan

Nutrisi Kurang dari

Terjadi peningkatan
tekanan hepatik

Sekitar lebih kurang 14

Mendesak darah

hari SMRS pasien sempat

mengalir melalui

dirawat di RS X selama 10

portosystemic shunt

hari dengan keluhan


badan terasa lemas, nafsu
makan berkurang, perut
lekas kenyang

Penumpukan zat racun


dalam aliran sistemik

Sebagian besar
neurotoksik mencapai

DO:

Dilakukan pemeriksaan

otak dan bagian tubuh

endoskopi dan didapatkan

lain

hasil varises esofagus dan

lambung

BB : 70 Kg 50 kg

Penatalaksanaan pada
kasus ini adalah
perawatan intensif dengan
cara memasang Naso
Gastic Tube dan
pemberian kalori lebih
kurang 2000 kal/hari :

Ketidakcukupan energy
di otak, tidak ada
neurotransmisi yang
efisien antar sinap di otak

Koma hepatikum

Anoreksia

Nafsu makan menurun

Kebutuhan

IVFD D10% 20gtt/menit.

Penurunan intake

Untuk perawatan lebih

lanjut dilakukan tindakan

nutrisi

khusus yaitu diet tanpa

protein

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

III.

Prioritas Diagnosa
1

Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi yang ditandai dengan klien


mengeluh sesak napas saat melakukan aktivitas, ataupun sering
terbangun pada malam hari karena sesak, RR 24x/menit, adanya retraksi
intercostal

Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi yang ditandai


dengan dengan keluhan perut membesar, bengkak pada kedua kaki,
terdapat pitting edema pada ekstremitas inferior, serta pemeriksaan
penunjang didapatkan Albumin : 2,6 gr/dl

Keletihan b.d status penyakit yang ditandai dengan kondisi pasien


semakin lemah, pasien tampak seperti orang linglung, sering mengantuk,
malas beraktivitas, lebih sering tidur

Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

b.d

ketidakmampuan menelan makanan yang ditandai dengan adanya


varises esophagus dan lambung, terdapat mual dan muntah, pasien
mengeluh badan terasa lemas, nafsu makan berkurang, perut lekas
kenyang
IV.
1

Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan 1:
Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi yang ditandai dengan klien
mengeluh sesak napas saat melakukan aktivitas, ataupun sering
terbangun pada malam hari karena sesak, RR 24x/menit, adanya retraksi
intercostals

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan pola napas pasien kembali normal
Kriteria hasil: Didapatkan skor 4 pada indikator NOC dibawah ini
NOC: Respiratory status
No.
1.
2.
3.

Indikator
RR
Ritme pernapasan
Kedalaman

4.
5.

inspirasi
Patensi jalan napas
Penggunaan
otot

aksesoris
6.
7.

pernapasan
Retraksi dada
Sesak saat aktivitas

ringan
Keterangan:
1) Severe deviation from normal range
2) Substantial deviation from normal range
3) Moderate deviation from normal range
4) Mild deviation from normal range
5) No deviation from normal range
NIC: Respiratory Monitoring
1

Monitor kecepatan, ritme, kedalaman, dan upaya pernapasan

Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot aksesoris


pernapasan, dan retraksi otot interkostal

Monitor pola napas

Auskultasi suara napas, catat area yang mengalami penurunan atau


tidak adanya ventilasi dan adanya suara napas tambahan

Auskultasi suara paru setelah pengobatan untuk mencatat hasil


treatmen

Monitor dispnea, termasuk yang memperbaik atau memperburuk


dispnea

Lakukan resusitasi, jika perlu

NIC: Oxygen Therapy


1

Pelihara patensi jalan napas pasien

Menyiapkan peralatan oksigen

Monitor aliran oksigen

Secara berkala memeriksa perangkat pengiriman oksigen untuk


memastikan konsentrasi yang telah ditentukan tersampaikan

Monitor efektivitas terapi oksigen

Memonitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa tidak


mengganggu upaya pasien untuk bernapas

Monitor adanya tanda-tanda kecemasan berhubungan dengan terapi


oksigenasi

2. Diagnosa Keperawatan 2 :
Kelebihan volume cairan b.d mekanisme regulasi yang di tandai dengan
bengkak pada kedua kaki, pitting edema pada ekstremitas.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam
kelebihan volume cairan pasien kembali normal
Kriteria Hasil: didapatkan skor 4 pada indikator NOC dibawah ini.
NOC: Fluid Overload Saverity
No.
1.
2.
3.

Indikator
Lemas
Edema kaki
Peningkatan

lingkar

perut
Keterangan:
1) Severe deviation from normal range
2) Substantial deviation from normal range
3) Moderate deviation from normal range
4) Mild deviation from normal range
5) No deviation from normal range
NIC : Fluid Management
1) Monitor status hidrasi
2) Monitor hasil labolatorium yang relavan terkait dengan retensi cairan
3) Monitor TTV
4) Monitor indikasi kelebihan cairan atau retensi
5) Konsultasikan jika ada tanda dan gejala dari volume cairan
6) Menilai sejauh lokasi edema
NIC: Fluid Monitoring
1) Catat intake dan output cairan
2) Ukur dan catat lingkar perut setiap hari

3) Kaji faktor resiko ketidakseimbangan volume cairan


4) Monitor serum albumin dan total level protein
5) Ukur dan catat lingkar perut setiap hari
6) Catat intake dan output cairan
3. Diagnosa keperawatan 3
Keletihan b.d status penyakit
Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam, diharapkan
kondisi pasien membaik dengan meningkatnya status nutrisi pasien dan
pasien tidak mengalami keletihan
Kriteria hasil : didapatkan skor 4 pada indikator NOC dibawah ini
NOC : fatigue : disruptive effects
No

Indikator

.
1.
Lemas
2.
Lesu
3.
Penurunan energi
NOC: fatigue level

No

Indikator

.
1.

Kehilangan nafsu

makan
Gangguan

3.

konsentrasi
Kegiatan
hidup

sehari-hari
NOC: Nutritional Status : nutritional intake
No

Indikator

.
1.
Intake kalori
Keterangan:
1) Severe deviation from normal range
2) Substantial deviation from normal range
3) Moderate deviation from normal range
4) Mild deviation from normal range
5) No deviation from normal range
NIC : Nutrition Management

1) Tentukan status nutrisi pasien dan kemampuan untuk memenuhi


kebutuhan nutrisi
2) Anjurkan pasien dalam pemenuhan kebutuhan diet spesifik
berdasarkan kebutuhan dan usia
3) Pastikan diet yang mencakup makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4) Monitor asupan kalori\Monitor perkembangan berat badan
NIC : Energy Management
1) Kaji status defisit psikologi pasien yang mengakibatkan kelelahan
(dalam konteks usia atau pengembangan)
2) Pilih intervensi untuk mengurangi keletihan menggunakan kombinasi
farmakologi dan non-farmakologi, jika diperlukan
3) Monitor asupan nutrisi adekuat
4) Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara untuk meningkatkan asupan
makanan high-energy
5) Monitor respon cardiorespiratory dalam aktivitas (takikardi, disritmia,
dispneu, diaphoresis, pallor, tekanan hemodinamik, respiratory rate)
6) Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidur pasit
V.

Evaluasi
N

Diagnosa

Evaluasi

O
1.

Ketidakefektifan

S : Klien mengungkapkan sesak mulai

pola nafas

berkurang.
O : klien bernafas dengan normal, tidak
terlihat menggunakan otot bantu nafas
(otot intercostal)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Melanjutan pemberian oksigen
5L/menit, tetap memantau pola, frekuensi

2.

Kelebihan volume

dan kedalaman nafas.


S : klien mengatakan bengkak pada kaki

cairan

mulai berkurang dan perut tidak semakin


membesar.
O : albumin dalam rentang normal
A : kondisi pasien semakin membaik.

3.

Keletihan

P : tetap memantau input-output cairan


S : klien mengungkapkan sudah dapat
beraktivitas ringan, tidak merasa lemas.
O : GCS dalam rentang normal (12-15),
nutrisi terpenuhi
A : Masalah teratasi
P : pertahankan status kesadaran klien,
atur nutrisi klien.

BAB 5
PEMBAHASAN
A. Airway (jalan napas):
Airway merupakan kepatenan jalan napas. Airway dapat terganggu
jika ditemukan pasien yang tidak dapat berbicara karena beberapa hal
diantaranya lidah yang menghalangi jalan napas pada pasien tidak
responsif, gigi yang patah dan masuk ke dalam saluran nafas, adanya
perdarahan, muntahan atau sekresi lainnya (Kartikawati, 2011). Pada
kasus, pasien tidak mengalami hal tersebut. Sehingga penanganan
untuk airway tidak perlu dilakukan.
B. Breathing (pernapasan):
Breathing merupakan pengkajian pernapasan yang dilihat dari
pertukaran udara dan perfusinya. Status pernapasan dapat dinilai dari
pernapasan spontan, kedalaman dan kesimetrisan saat inspirasi dan
ekspirasi, warna kulit pada ujung jari kuku dan mulut, frekuensi
pernapasan, pola pernapasan, penggunaan otot bantu napas, vena
jugularis dan posisi trakea. Pada kasus ditemukan penggunaan otot
bantu nafas karena sesak serta ditemukan varises esofagus dan
lambung. Sehingga klien perlu penanganan sesak agar klien dapat
bernapas dengan normal. Menurut teori, jika napas spontan maka
pasien diberikan oksigen melalui masker nonrebreather pada
kecepatan aliran minimal 10-12 liter / menit. Gunakan bag valve mask
untuk mendorong tekanan positif oksigen saat nafas tidak efektif.
Dilakukan penilian ulang pada status pernapasan pasien yang
meliputi pengukuran,saturasi oksigen dan udara dalam darah
(Kartikawati, 2011). Sehingga masalah keparawatan yang diangkat
dalam kasus yaitu ketidakefektifan pola nafas.
C. Circulation (pompa, pipa, isi) :
Penilain untuk status sirkulasi adalah adanya perdarahan,denyut nadi
dan perfusi (Kartikawati, 2011). Dalam kasus pasien tidak mengalami
perdarahan, denyut nadi teraba 96x/menit dan reguler (normal),
frekuensi pernapasan 24 kali/menit (Normal), pemeriksaan thoraks
didapatkan

adanya

retraksi

intercostal.

Penatalaksanaan

yaitu

dilakukan pemasangan infus NS atau RL. Pasien mengalami edema


pada kaki dan pembesaran perut dilakukan pungsi cairan di perut

serta dilakukan pemantauan albumin, cek perfusi yaitu CRT, warna


kulit, suhu kulit. Berikan cairan isotonik cristaloid solution (0,9%
normalsalin atau ringer laktat) perhatikan respon pasien dalam 1ml
darah yang hilang dibutuhkan 3ml cairan kristaloid. Sehingga dalam
triger diangkat diagnosa kelebihan volume cairan.

BAB 6
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Koma hepatikum atau yang disebut dengan ensepalopati hepatik
merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai pada pasien
dengan sirosis hepatis. Pasein dengan hepatik ensefalopati biasanya
terdapat gangguan neuropsikologikal dan dengan prognosis yang
buruk. Penatalaksanaan ensepalopati hepatik akan memperpanjang
survival dan memperbaiki kualitas hidup pasien sirosis. Prinsip
tatalaksana ensefalopati hepatikum adalah mengidentifikasi dan
mengatasi pencetus serta terapi medika mentosa. Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan pemberian laktosa adan antibiotik seperti
rifaximin dan penatalaksaan untuk mempertahankan status nutrisi
yang bagus. Perawat dapat mengevaluasi status kesehatan pasien
untuk memantau kondisi pasien dan setting pada rumah sakit untuk
manajemen penting dalam proses penyembuhan pasien. Diagnosa
keperawatan dapat ditegakkan atas dasar anamnesis yang didapat
dari pasien, keluarga dan pengkajian fisik maupun pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan oleh perawat.
B. SARAN
Penyusunan

makalah

mengenai

Koma

Hepatikum

atau

Ensefalopati Hepatikum yang disusun kelompok, diharapkan bagi


mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan ensefalopati hepatik dan dapat menerapkan intervensi
rencana asuhan keperawatan pada penyakit yang diderita pasien
dengan

tepat.

Bagi

Institusi

keperawatan

diharapkan

dapat

memberikan penjelasan yang lebih luas tentang ensefalopati hepatik


dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang
penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan penyakit tersebut. Serta
masyarakat lebih mengerti dan memahami tentang ensefalopati
hepatik dan bagaimana tanda gejala serta penatalaksanaan yang
seharusnya dilakukan pada ensefalopati hepatik untuk meningkatkan
mutu kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M & Suastika, I Ketut.1999.Gawat darurat di bidang penyakit


dalam.Jakarta:EGC

Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University


Press, 1996

Markum, Penuntun Anamnesis & Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat


Informasi & Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dlm FKUI, 2000

Fichet J, Mercier E, Gene O. 2009. Prognosis and 1-year mortality of


intensive care unit patients with severe hepatic encephalopathy. Journal
of Critical Care. 24(3):364 370.

Poh Z and Chang PEJ. 2012. A current review of the diagnostic and
treatment strategies of hepatic encephalopathy. International Journal of
Hepatology. 44(2):150157

Stein H.J. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Ed lll. EGC.

Budihusodo

U.

2001.

Pengobatan

Dini

Ensefalopati

Hepatikum.

www.academia.edu (diakses tanggal 8 Juni 2016, pukul : 23.00 WIB)

Kartikawati, Dewi. 2011. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat


Darurat. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai