Anda di halaman 1dari 2

Diana Rahmah

201410060311155
Pendidikan Matematika dan Komputasi

GERAKAN MAHASISWA

Setelah hampir 17 tahun masa reformasi, banyak sekali kegundahan rakyat


terhadap aktivisme gerakan Mahasiswa. Mitos mahasiswa sebagai agent of
change menjauh dari realita yang ada. Para mahasiswa lebih senang dan bangga
jadi juru keplok (tepuk tangan) di acara-acara TV atau duduk manis di pusat
perbelanjaan atau di tempat nongkong modern yang begitu gemerlap dan jauh dari
kesulitan hidup rakyat kecil. Di sana mereka dapat leluasa berbicara tentang artis
idola, film populer serta trend atau mode pakaian terbaru, dan tak lupa mencibir
setiap kali ada demo yang memacetkan jalan atau tak terima ketika upah buruh
naik yang membuat para buruh dapat hidup layak.
Di sisi yang lain gerakan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan
cenderung tersandera dengan isu-isu elit yang menyetir media massa nasional.
Mereka seringkali terjebak pada romantisme masa lalu, seperti seorang ABG yang
ditinggal kekasihnya kemudian gagal move-on. Prestasi bagi mereka adalah ketika
berhasil membuat event besar dengan mendatangkan artis papan atas. Kalau
begitu apa bedanya mahasiswa dengan event organizer (EO)? Coba hitung berapa
banyak organisasi mahasiswa yang tetap berada di rel awalnya untuk mengasah
para intelektual muda yang mampu memperjuangkan kehidupan rakyat dan
mengkritisi penguasa?
Problematika tersebut bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit (ahistoris).
Tetapi tak dapat dilepaskan pada akar sejarah. Banyak pengamat menganggap hal
ini adalah buah dari neoliberalisme yang menyebabkan terjadinya komersialisasi
pendidikan atau analisa budaya yang melihat karena pengaruh habitus. Namun
analisa tersebut mengandaikan mahasiswa sebagai makhluk yang tak bergerak

yang dapat disetir kesana kemari. Padahal mahasiswa adalah manusia yang
berfikir, berhasrat dan bergerak (hidup). Itu adalah faktor eksternal sedangkan
faktor internal adalah tentang dinamika gerakan di tubuh organisasi mahasiswa
ini. Analisa yang lebih genit lagi adalah ketika menganggap hal tersebut adalah
faktor moralitas, yang solusinya adalah penanaman nilai agama atau ceramah
motivasi surgawi.
Oleh karena itu, Gerakan mahasiswa juga harus belajar dari perjuangan
gerakan mahasiswa pada masa sebelumnya. Mereka harus bersikap tegas dengan
berbagai kajian dan tidak hanya riuh dengan selebrasi politik. Tidak hanya
bergerak dalam dunia maya seperti dengan gerakan petisi online, akan tetapi
bergerak dalam aksi nyata. Mahasiswa di Chile berhasil mendorong kebijakan
kuliah gratis yang dibiayai dari pajak korporasi, karena mereka turun ke jalanjalan untuk aksi massa dengan tuntutan-tuntutan yang menekan penguasa sejak
tahun 2006 melalui apa yang dinamai Penguin Revolution. Artinya, gerakan
mahasiswa selain berkutat dengan teori, mereka harus turun ke massa rakyat
melalui

strategi live-in dengan

melakukan

aktivitas

sosial-politik

demi

menciptakan kesadaran politik pada massa dan keyakinan atas kekuatannya.


Melakukan berbagai kajian dan membentuk media propaganda seperti Koran
menjadi penting untuk memperkuat argumen dan memperluas kesadaran massa.
Kebijakan pemerintah yang masih terjerat dalam politik neoliberal, membuat terus
terjadinya berbagai konflik yang melibatkan rakyat dengan pemerintah atau
swasta serta dengan keduanya. Di sana mereka dapat turut membantu perjuangan
rakyat dengan membentuk blok historis. Dan hal utama adalah untuk
menghidupkan kembali.

Anda mungkin juga menyukai