PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, masingmasing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis
media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media
yang lain adalah otitis media adhesiva.1
Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan
tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi) terganggu.
Gangguan mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena sumbatan
dari tuba eustachius.2
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang,
rasa penuh di telinga, demam.Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak
gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri
dari stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supuratif, stadium perforasi, dan
stadium resolusi.3 Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Batas luar
Batas depan
Batas bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
:membran timpani
:tuba Eustachius
:vena jugularis
:aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
:segmen timpani (meningen/otak)
:kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,
dataran sagital dan horizontal. Membran timpani menyerupai kerucut, yang mana
bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani, puncak ini dinamakan
umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).5
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu:
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum
Lamina propria terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu:
1. Bagian dalam sirkuler
2. Bagian luar radier
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian:5
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani, yaitu suatu
permukaan yang tegang dan bergetar, pinggirnya menebal dan melekat pada
anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flaksid atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars
flaksid dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior (lipatan muka)
2. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang)
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dan
dinamakan sulkus timpanikus.Bagian atas muka tidak terdapat sulkus yangdisebut
insisura timpanika (Rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh
cabang n. aurikulotemporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan
dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah
membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.Pembuluh-pembuluh
epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabangdari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.5
sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup danberakhir pada dinding lateral
nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba padabagian timpani terletak kira-kira 22,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba
pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke
telinga tengah.Tubadilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan
kelenjar mukusdan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya.Epitel tuba terdiri dari
epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Otot yang berhubungan dengan tuba
eustachius yaitu:6
1.
2.
3.
4.
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, yang mana
masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis
otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis
media yang lain adalah otitis media adhesiva.4
2.5 Patofisiologi
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius mensempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan
demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri
dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga
tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga
tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi
serta terjadi akumulasi sekret ditelinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius.9
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.8
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi
abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu.
Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.9
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang,
rasa penuh di telinga, demam.Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak
gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri
dari:1
pada
vena-vena
kecil
serta
nekrosis
pada
mukosa
dan
submukosa.Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lembek
dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di tempat ini akan terjadi rupture.
10
membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau
hilang timbul.4
2.7 Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal
berikut, yaitu:8
1. Muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan
pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik.
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat
dengan pemeriksaan ini.Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Untuk
mengkonfirmasi
penemuan
otoskopi
pneumatik
dilakukan
timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai
tulang pendengaran.Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan
di telinga tengah. Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan
dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan
volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90%
untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien.11
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada anak yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi.12 Timpanosintesis merupakan standar emas untuk menunjukkan
adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.10
12
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori,
yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat
cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani,
dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada
telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan
kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut,
dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan
otalgia yang bersifat sedang sampai berat.12
2.8 Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
Otitis eksterna
Otitis media efusi
Eksaserbasi akut otitis media kronik
Infeksi saluran napas atas
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA.Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada
OMA danotitis media dengan efusi.
13
2.9 Tatalaksana
2.9.1 Observasi
Observasi dilakukan pada anak yang mengalami otitis media akut tanpa komplikasi
untuk 72 jam atau lebih, penatalaksanaan terbatas pada analgetik dan simtomatis lain.
Pemberian antibiotik dimulai jika pada hari ketiga gejala menetap atau bertambah. 9
Faktor-faktor kunci dalam menerapkan strategi observasi adalah: metoda untuk
mengklasifikasi derajat OMA, pendidikan orang tua, penatalaksanaan gejala OMA, akses ke
sarana kesehatan, dan penggunaan regimen antibiotik yang efektif jika diperlukan. Jika hal
tersebut diperhatikan, observasi merupakan alternatif yang dapat diterima untuk anak dengan
OMA yang tidak berat.9
Kontraindikasi observasi pada anak yang menderita otitis ada absolut dan relative,
yaitu:
Otorrhea
14
Malformasi kraniofasial
2.9.2 Medikamentosa
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :1
Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang dengan diberikan :
Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis (anak<12 tahun)
atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun
atau dewasa.
Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya kuman.
Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotik (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan
pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan relaps.
Obat tetes hidung (decongestan)
Analgesic / antipiretik
Stadium supurasi
Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila membrane timpani
masih utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan rupture (perforasi)
dapat dihindari.
Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3% selama 3-5 hari
Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10
hari.
Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan
membrane timpani, sekret dan perforasi.
Pemberian antibiotik direkomendasikan untuk semua anak di bawah 6 bulan, 6
bulan 2 tahun jika diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun
dengan infeksi berat (otalgia sedang atau berat atau suhu tubuh lebih dari 39 oC ).
pemberian antibiotik, lini pertama adalah amoksisilin dengan dosis 80-90 mg/kg/hari.
Pada pasien dengan penyakit berat dan bila mendapat infeksi -laktamase positif
15
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis terapi dimulai dengan amoksisilinklavulanat dosis tinggi (90 mg/kg/hari untuk amoksisilin, 6,4 mg/kg/hari klavulanat
dibagi 2 dosis). Jika pasien alergi amoksisilin dan reaksi alergi bukan reaksi
hipersensitifitas (urtikaria atau anafilaksis), dapat diberi cefdinir (14 mg/kg/hari
dalam 1 atau 2 dosis), cefpodoksim (10 mg/kg/hari 1 kali/hari) atau cefuroksim (20
mg/kg/hari dibagi 2 dosis). Pada kasus reaksi tipe I (hipersensitifitas), azitromisin (10
mg/kg/hari pada hari 1 diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari sebagai dosis tunggal harian)
atau klaritromisin (15 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi). Obat lain yang bisa
digunakan
eritromisin-sulfisoksazol
(50
mg/kg/hari
eritromisin)
atau
Pasien yang memiliki riwayat alergi penisilin yang diterapi untuk infeksi yang
diketahui atau diduga disebabkan penisilin resistan S.pneumoniae dapat diberikan
klindamisin 30-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi. Pada pasien yang muntah atau
tidak tahan obat oral dapat diberikan dosis tunggal parenteral ceftriakson 50 mg/kg.13
2.9.3 Terapi Bedah
Miringotomi/Timpanosintesis
16
17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
:O
Umur
: 2 tahun 6 bulan
Alamat
No. MR
: 95 20 12
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki datang ke IGD RSUP DR. M. Djamil Padang tanggal 26 Juli
2016 dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri pada telinga kanan sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri pada telinga kanan sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat bersin-bersin lebih dari 5 kali jika terpapar debu atau cuaca dingin
tidak ada.
18
tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita sakit seperti pasien.
Riwayat alergi dan asma pada keluarga disangkal oleh ibu pasien.
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 95x/menit
Frekuensi nafas
: 21x/menit
Suhu
: 36,90C
Pemeriksaan sistemik
Mata
Paru
Jantung
Abdomen
Extremitas
Pemeriksaan
Kelainan
DaunTelinga
Kel. Kongenital
Dekstra
Sinistra
Trauma
Radang
Kel. Metabolik
Nyeri Tarik
Sempit
Hiperemis
Edema
20
Kekuningan
Kekuningan
Sedikit
Sedikit
Basah
Basah
Massa
Sekret/serumen
Bau
Warna
Jumlah
Jenis
Membran timpani
Utuh
Hiperemis
Suram
Warna
Reflek cahaya
Bulging
Retraksi
Atrofi
21
Perforasi
Jumlah perforasi
Jenis
Kwadran
Pinggir
Gambar
Mastoid
Fistel
Sikatrik
Nyeri tekan
Rinne
Scwabach
Sama
dgn
pemeriksa
Tanda radang
Nyeri ketok
Tes garpu tala
22
Weber
Kesimpulan
Normal
Tidak
ada
lateralisasi
Normal
Audiometri
Hidung
Pemeriksaan
Kelainan
Dextra
Sinistra
Hidung luar
Deformitas
Kelainan kogenital
Trauma
Radang
Massa
Pemeriksaan
Dextra
Sinistra
Nyeri tekan
Nyeri ketok
Vibrise
Ada
Ada
Radang
Cukup lapang
Sempit
Lapang
Lokasi
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sinus paranasal
Rinoskopi
anterior
Vestibulum
Kavum nasi
Secret
23
Konka inferior
Konka media
Septum
Massa
Jenis
mukoid
mukoid
Jumlah
banyak
banyak
Bau
Ukuran
Membesar
Membesar
Warna
Pucat
Pucat
Permukaan
Licin
Licin
Edema
Ukuran
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Permukaan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Edema
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Cukup
lurus/deviasi
Sulit dinilai
Permukaan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Spina
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Krista
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Abses
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Perforasi
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Lokasi
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Bentuk
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Ukuran
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Permukan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Konsistensi
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Mudah digoyang
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Pengaruh
Sulit dinilai
Sulit dinilai
24
konstriktor
Gambar
Rinoskpopi
Posterior
(nasofaring)
Pemeriksaan
Kelainan
Koana
Sempit
Lapang
Warna
Edema
Jaringan granulasi
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ada/tidak
Edema mukosa
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak
Jenis
Mukosa
Konkha inferior
Adenoid
Muara
eustachius
Masa
Dekstra
Sinistra
25
Gambar
Orofaring
Mulut
dan
Pemeriksaan
Palatum mole+ Simetris/tidak
arcus faring
Warna
Dinding Faring
Tonsil
Peritonsil
Tumor
Simetris
Simetris
Tidak hiperemis
Tidak hiperemis
Edema
Bercak/eksudat
Warna
Merah muda
Merah muda
Permukaan
Rata
Rata
Ukuran
T1
T1
Warna
Merah muda
Merah muda
Permukaan
Rata
Rata
Muara kripti
Tidak Melebar
Detritus
Eksudat
Perlengketan
dengan pilar
Warna
Merah Muda
Edema
Abses
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
26
Gigi
Lidah
Konsistensi
Karies/radiks
Kesan
Warna
Merah muda
Merah muda
Bentuk
Normal
Normal
Deviasi
Masa
Gambar
Laringoskopi
indirek
Pemeriksaan
Epiglottis
Bentuk
Warna
Edema
Pinggir
atautidak
rata
Masa
Aritenoid
Warna
Edema
Massa
Gerakan
Ventricular band
Plika vokalis
Warna
Edema
Massa
Warna
Gerakan
27
Pinggir medial
Massa
Subglotis/trachea
Sinus piriformis
Massa
Secret ada/tidak
Massa
Secret
Gambar
Otitis Media Akut Auris Dextra stadium hiperemis + Otitis Media Akut Auris Sinistra
stadium oklusi
Diagnosis Tambahan: Pemeriksaan Penunjang
:-
Pemeriksaan Anjuran
:-
Terapi
28
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam
: bonam
: bonam
: bonam
29
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki, usia 2 tahun 6 bulan, datang ke IGD RSUP DR. M.
Djamil Padang dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit.
Dari alloanamnesis didapatkan nyeri pada telinga kanan 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang tidur, tiba-tiba pasien terbangun dan
mengeluhkan nyeri pada telinga kanannya. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP
Dr. M. Djamil, Padang. Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada. Pasien saat ini
ada batuk dan pilek.
Berdasarkan anamnesis, keluhan pasien merupakan gejala dari otitis media
akut berupa nyeri pada telinga dengan onset 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pencetus terjadinya otitis media akut adalah infeksi saluran nafas dimana pada pasien
juga ditemukan batuk dan pilek sebelumnya. Pada anak, makin sering anak terserang
infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Otitis media akut terjadi
karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman
masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan sehingga pada pasien ini
mengeluhkan nyeri pada telinga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan membran timpani dekstra hiperemis dan
refleks cahaya tidak ada, sedangkan pada membran timpani sinistra lebih suram
dengan refleks cahaya menurun. Selain itu pada hidung ditemukan edema pada konka
inferior dekstra dan sinistra. Konka media sulit dinilai dan ditemukan sekret mukoid
pada kedua cavum nasi.
Pasien ini didiagnosis kerja sebagai otitis media akut auris dektra stadium
hiperemis dan otitis media akut auris sinistra stadium oklusi. Terapi pada otitis media
akut diberikan tergantung pada stadium penyakitnya. Pada pasien ini untuk stadium
oklusi pada telinga kiri diberikan rhinos junior sediaan syrup dimana obat ini
30
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashirrudin, J., Restuti, R.D., Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, hal 64-77.
2. Robert MK., Bonia FS., Joseph W., Nina FS. 2016. Otitis Media Dalam:
Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. USA: Saunders Elsevier, hal 1374.
3. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. Hal 249-59.
4. Soetirto I, Hendarto H, Jenny B. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2012. hal 11-13.
5. Bhatt RA. Ear Anatomy. Updated 27 June 2016. Diakses
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#a2
6. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan.
Medan : FK USU. 2003.
7. Lee KJ. Infection of the Ear. Dalam: Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2012. 10th ed.hal 309-14.
8. Margaretha LC., Ellen MM. Otitis media in the age of antimicrobial
resistance. Dalam: Baileys Head and Neck Surgery Otolaryngology. 9th ed.
USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2014 (1). Hal 1479-501.
9. Heather LB., Alexander B., James MC., Van H., Kathryn MH., Peter PP., et al.
Otitis media. Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guideline. 2013.
hal 1-12
10. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. Hal 249-59.
11. Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and treatment of otitis
media. Am Fam Physician. 2007;76(11):hal 1650-58.
12. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated 26 May, 2016. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview
32
33