Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, masingmasing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis
media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media
yang lain adalah otitis media adhesiva.1
Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan
tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi) terganggu.
Gangguan mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena sumbatan
dari tuba eustachius.2
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang,
rasa penuh di telinga, demam.Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak
gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri
dari stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supuratif, stadium perforasi, dan
stadium resolusi.3 Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Batas luar
Batas depan
Batas bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam

:membran timpani
:tuba Eustachius
:vena jugularis
:aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
:segmen timpani (meningen/otak)
:kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,

tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.4

Gambar 2.1 Batas-batas telinga tengah


2.1.1 Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
ketebalannya rata-rata 0,1 mm.5
Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi
miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari

dataran sagital dan horizontal. Membran timpani menyerupai kerucut, yang mana
bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani, puncak ini dinamakan
umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).5
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu:
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum
Lamina propria terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu:
1. Bagian dalam sirkuler
2. Bagian luar radier
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian:5
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani, yaitu suatu
permukaan yang tegang dan bergetar, pinggirnya menebal dan melekat pada
anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flaksid atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars
flaksid dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior (lipatan muka)
2. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang)
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dan
dinamakan sulkus timpanikus.Bagian atas muka tidak terdapat sulkus yangdisebut
insisura timpanika (Rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh
cabang n. aurikulotemporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan
dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah
membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.Pembuluh-pembuluh
epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabangdari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.5

Gambar 2.2 Membran Timpani2


2.1.2 Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding
yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding
posterior.5
2.1.3 Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum
timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mmberjalan
ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.5
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian)
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian)
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan
bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan
ke arah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba
(4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.Tempat pertemuan itu
merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus.Bagian tulang tetap terbuka,

sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup danberakhir pada dinding lateral
nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba padabagian timpani terletak kira-kira 22,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba
pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke
telinga tengah.Tubadilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan
kelenjar mukusdan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya.Epitel tuba terdiri dari
epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Otot yang berhubungan dengan tuba
eustachius yaitu:6
1.
2.
3.
4.

M. tensor veli palatine


M. elevator veli palatine
M. tensor timpani
M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan

keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udaraluar,


drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangimasuknya sekret
dari nasofaring ke kavum timpani.
2.1.4 Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal.Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateralfosa kranii posterior.Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.
Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid
adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dariepitisssmpanum posterior menuju
rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding
medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Di bawah dan
sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis.
Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata
diantara organ: N. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis
inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.5
2.1Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan

gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, yang mana
masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis
otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis
media yang lain adalah otitis media adhesiva.4

Gambar 2.3 Skema pembagian otitis media berdasarkan waktu

Gambar 2.4 Skema Pembagian Otitis Media berdasarkan gejala


2.3 Etiologi
1. Bakteri, bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus
lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (2530%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).7
2. Virus, virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri
atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering
dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza
virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai
parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa
dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun
lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba
dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya.7
2.4 Faktor Resiko
Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme pertahanan
tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi) terganggu.
Gangguan mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena sumbatan
dari tuba eustachius.8
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur (pada anak-anak lebih
sering), jenis kelamin (lebih sering pada laki-laki), ras, faktor genetik, status
sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis congenital
yang menyebabkan gangguan fungsi tuba, status imunologi dimana system imunnya
menurun, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba
Eustachius, immatur tuba Eustachius dan lain-lain. 7 Pada anak lebih sering teradi
karena pada anak tuba eustachius nya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal.9

2.5 Patofisiologi
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius mensempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan
demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri
dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga
tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga
tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi
serta terjadi akumulasi sekret ditelinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius.9
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.8
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi
abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu.
Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.9
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang,

rasa penuh di telinga, demam.Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak
gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri
dari:1

Gambar 2.5 Membran timpani normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi
udara.Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang, edema
yang terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang
membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

Gambar 2.6 Membran timpani retraksi


2. Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta
edem.Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.1 Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan
sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di
telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda
infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan
udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari.

Gambar 2.7 Membran timpani hiperemis


3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum timpani
menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat.Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak
berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, kemudian timbul
tromboflebitis

pada

vena-vena

kecil

serta

nekrosis

pada

mukosa

dan

submukosa.Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lembek
dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di tempat ini akan terjadi rupture.

10

Gambar 2.8 Membran timpani supuratif


4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang keluar terlihat seperti
berdenyut. Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak-anak dapat tidur nyenyak.

Gambar 2.9 Membran timpani perforasi


5. Stadium Resolusi
Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka keadaan
membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah terjadi perforasi,
kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali
normal.Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat
terjadi walaupun tanpa pengobatan.Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa
terjadinya perforasi. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut
11

menjadi otitis media supuratif kronik.

Kegagalan stadium ini berupa perforasi

membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau
hilang timbul.4
2.7 Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal
berikut, yaitu:8
1. Muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan

pengumpulan cairan di

telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik.
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat
dengan pemeriksaan ini.Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Untuk
mengkonfirmasi

penemuan

otoskopi

pneumatik

dilakukan

timpanometri.

Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai
tulang pendengaran.Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan
di telinga tengah. Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan
dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan
volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90%
untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien.11
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada anak yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi.12 Timpanosintesis merupakan standar emas untuk menunjukkan
adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.10

12

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori,
yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat
cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani,
dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada
telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan
kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut,
dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan
otalgia yang bersifat sedang sampai berat.12
2.8 Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.

Otitis eksterna
Otitis media efusi
Eksaserbasi akut otitis media kronik
Infeksi saluran napas atas
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai

OMA.Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada
OMA danotitis media dengan efusi.

Efusi telinga tengah dapat menimbulkan

gangguan pendengaran dengan 0-50 dB hearing loss.11

13

Gambar 2.10 Perbedaan OMA dan OME

2.9 Tatalaksana
2.9.1 Observasi
Observasi dilakukan pada anak yang mengalami otitis media akut tanpa komplikasi
untuk 72 jam atau lebih, penatalaksanaan terbatas pada analgetik dan simtomatis lain.
Pemberian antibiotik dimulai jika pada hari ketiga gejala menetap atau bertambah. 9
Faktor-faktor kunci dalam menerapkan strategi observasi adalah: metoda untuk
mengklasifikasi derajat OMA, pendidikan orang tua, penatalaksanaan gejala OMA, akses ke
sarana kesehatan, dan penggunaan regimen antibiotik yang efektif jika diperlukan. Jika hal
tersebut diperhatikan, observasi merupakan alternatif yang dapat diterima untuk anak dengan
OMA yang tidak berat.9
Kontraindikasi observasi pada anak yang menderita otitis ada absolut dan relative,
yaitu:

Kontraindikasi absolut, adalah:

Usia <6 bulan

Defisiensi imun atau kelainan imunologi

Penyakit yang berat atau kegagalan terapi

Tidak dapat melakukan follow up secara rutin

Kontraindikasi relatif, adalah:

Relaps dalam 30 hari terakhir

Otorrhea

Bilateral pada usia <2 tahun

14

Malformasi kraniofasial

2.9.2 Medikamentosa
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :1
Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang dengan diberikan :

Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis (anak<12 tahun)
atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun

atau dewasa.
Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya kuman.
Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotik (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan
pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan relaps.
Obat tetes hidung (decongestan)
Analgesic / antipiretik
Stadium supurasi
Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila membrane timpani
masih utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan rupture (perforasi)
dapat dihindari.
Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3% selama 3-5 hari
Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10
hari.
Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan
membrane timpani, sekret dan perforasi.
Pemberian antibiotik direkomendasikan untuk semua anak di bawah 6 bulan, 6
bulan 2 tahun jika diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun
dengan infeksi berat (otalgia sedang atau berat atau suhu tubuh lebih dari 39 oC ).
pemberian antibiotik, lini pertama adalah amoksisilin dengan dosis 80-90 mg/kg/hari.
Pada pasien dengan penyakit berat dan bila mendapat infeksi -laktamase positif

15

Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis terapi dimulai dengan amoksisilinklavulanat dosis tinggi (90 mg/kg/hari untuk amoksisilin, 6,4 mg/kg/hari klavulanat
dibagi 2 dosis). Jika pasien alergi amoksisilin dan reaksi alergi bukan reaksi
hipersensitifitas (urtikaria atau anafilaksis), dapat diberi cefdinir (14 mg/kg/hari
dalam 1 atau 2 dosis), cefpodoksim (10 mg/kg/hari 1 kali/hari) atau cefuroksim (20
mg/kg/hari dibagi 2 dosis). Pada kasus reaksi tipe I (hipersensitifitas), azitromisin (10
mg/kg/hari pada hari 1 diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari sebagai dosis tunggal harian)
atau klaritromisin (15 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi). Obat lain yang bisa
digunakan

eritromisin-sulfisoksazol

(50

mg/kg/hari

eritromisin)

atau

sulfametoksazol-trimetoprim (6-10 mg/kg/hari trimethoprim(table 1).13


Tabel 1. Pemilihan terapi antibiotik pada otitis media akut

Pasien yang memiliki riwayat alergi penisilin yang diterapi untuk infeksi yang
diketahui atau diduga disebabkan penisilin resistan S.pneumoniae dapat diberikan
klindamisin 30-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi. Pada pasien yang muntah atau
tidak tahan obat oral dapat diberikan dosis tunggal parenteral ceftriakson 50 mg/kg.13
2.9.3 Terapi Bedah
Miringotomi/Timpanosintesis

16

Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan


menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah
perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli
sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu,
timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita toksik atau demam tinggi,
neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA, anak di unit perawatan intensif,
membran timpani yang menggembung (bulging) dengan antisipasi ruptur spontan
(indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan komplikasi supuratif akut, OMA
refrakter yang tidak respon terhadap kedua antibiotik.8
Miringotomi dengan Menggunakan Tympanoplasty Tube Insertion (M&T)
Miringotomi dengan M&T menjadi prosedur operasi yang banyak dilakukan
untuk anak-ank dengan menggunakan anestesi umum. Pemasangan M&T bertujuan
untuk meningkatkan ventilasi dan drainase dari telinga tengah ke tuba eustasius.13
2.10 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama pada
anak-anak, bisa dengan beberapa seperti : pencegahan terjadinya ISPA pada bayi dan
anak, pemberian ASI minimal 6 bulan, hindari memberi makanan atau minuman
ketika anak berbaring, hindari dari pajanan asap rokok, hindari memaksa keluarkan
terlalu keras mukus, biasakan untuk tidak sering mengorek-ngorek liang telinga,
lindungi telinga selama penerbangan atau saat berenang.8

2.11 Prognosis dan Komplikasi


Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam. Sebelum ada antibiotik
otitis media akut dapat menimbulkan mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Gejala akan membaik dalam 24 jam dan dapat
sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat. Sekarang semua jenis
komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret
tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK.1

17

BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama

:O

Umur

: 2 tahun 6 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat

: Perumnas Pondok Citra, Blok C No. 19, Parak Laweh

No. MR

: 95 20 12

ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki datang ke IGD RSUP DR. M. Djamil Padang tanggal 26 Juli
2016 dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri pada telinga kanan sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri pada telinga kanan sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

Awalnya pasien sedang tidur, tiba-tiba pasien terbangun dan mengeluhkan


nyeri pada telinga kanannya. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP Dr. M.
Djamil, Padang.

Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.

Batuk (+), pilek (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Riwayat trauma pada telinga tidak ada.

Riwayat bersin-bersin lebih dari 5 kali jika terpapar debu atau cuaca dingin
tidak ada.

18

Bengkak dileher tidak ada.

Demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita sakit seperti pasien.
Riwayat alergi dan asma pada keluarga disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan: Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Kompos Mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 95x/menit

Frekuensi nafas

: 21x/menit

Suhu

: 36,90C

Pemeriksaan sistemik
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Paru

: normochest, fremitus kanan = kiri, sonor, suara nafas


vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

: iktus teraba 2 jari medial midclavicula sinistra RIC V,


batas jantung dalam batas normal, irama teratur, bunyi
jantung murni, bising (-)

Abdomen

: tidak membuncit, supel, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus (+) normal

Extremitas

: akral hangat, perfusi baik


19

Status Lokalis THT


Telinga

Pemeriksaan

Kelainan

DaunTelinga

Kel. Kongenital

Dekstra

Sinistra

Trauma

Radang

Kel. Metabolik

Nyeri Tarik

Nyeri Tarik tragus

Dinding liang telinga

Cukup lapang (N)

Sempit

Hiperemis

Edema

20

Kekuningan

Kekuningan

Sedikit

Sedikit

Basah

Basah

Massa

Sekret/serumen

Bau

Warna

Jumlah

Jenis

Membran timpani

Utuh

Hiperemis

Suram

Warna

Reflek cahaya

Bulging

Retraksi

Atrofi

21

Perforasi

Jumlah perforasi

Jenis

Kwadran

Pinggir

Gambar

Mastoid

Fistel

Sikatrik

Nyeri tekan

Rinne

Scwabach

Sama dgn pemeriksa

Sama
dgn
pemeriksa

Tanda radang

Nyeri ketok
Tes garpu tala

22

Weber

Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan

Normal

Tidak
ada
lateralisasi
Normal

Audiometri

Hidung
Pemeriksaan

Kelainan

Dextra

Sinistra

Hidung luar

Deformitas

Kelainan kogenital

Trauma

Radang

Massa

Pemeriksaan

Dextra

Sinistra

Nyeri tekan

Nyeri ketok

Vibrise

Ada

Ada

Radang

Cukup lapang

Sempit

Lapang

Lokasi

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sinus paranasal

Rinoskopi
anterior
Vestibulum

Kavum nasi

Secret

23

Konka inferior

Konka media

Septum

Massa

Jenis

mukoid

mukoid

Jumlah

banyak

banyak

Bau

Ukuran

Membesar

Membesar

Warna

Pucat

Pucat

Permukaan

Licin

Licin

Edema

Ukuran

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Warna

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Permukaan

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Edema

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Cukup
lurus/deviasi

Sulit dinilai

Permukaan

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Warna

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Spina

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Krista

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Abses

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Perforasi

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Lokasi

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bentuk

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Ukuran

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Permukan

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Warna

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Konsistensi

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Mudah digoyang

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Pengaruh

Sulit dinilai

Sulit dinilai

24

konstriktor

Gambar

Rinoskpopi
Posterior
(nasofaring)
Pemeriksaan

Kelainan

Koana

Cukup lapang (N)

Sempit

Lapang

Warna

Edema

Jaringan granulasi

Ukuran

Warna

Permukaan

Edema

Ada/tidak

tuba Tertutup secret

Edema mukosa

Lokasi

Ukuran

Bentuk

Permukaan

Ada/tidak

Jenis

Mukosa

Konkha inferior

Adenoid
Muara
eustachius
Masa

Post Nasal Drip

Dekstra

Sinistra

25

Gambar

Orofaring
Mulut

dan

Pemeriksaan
Palatum mole+ Simetris/tidak
arcus faring
Warna

Dinding Faring

Tonsil

Peritonsil

Tumor

Simetris

Simetris

Tidak hiperemis

Tidak hiperemis

Edema

Bercak/eksudat

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Rata

Rata

Ukuran

T1

T1

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Rata

Rata

Muara kripti

Tidak Melebar

Detritus

Eksudat

Perlengketan
dengan pilar

Warna

Merah Muda

Edema

Abses

Lokasi

Bentuk

Ukuran
Permukaan

26

Gigi

Lidah

Konsistensi

Karies/radiks

Kesan

Warna

Merah muda

Merah muda

Bentuk

Normal

Normal

Deviasi

Masa

Gambar

Laringoskopi
indirek

Pemeriksaan

Epiglottis

Bentuk

Warna
Edema
Pinggir
atautidak

rata

Masa
Aritenoid

Warna

Edema
Massa
Gerakan
Ventricular band

Plika vokalis

Warna

Edema

Massa

Warna

Gerakan

27

Pinggir medial
Massa
Subglotis/trachea

Sinus piriformis

Massa

Secret ada/tidak

Massa

Secret

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher


Tidak teraba pembesaran kelenjar getah benih.
Diagnosis Kerja

Otitis Media Akut Auris Dextra stadium hiperemis + Otitis Media Akut Auris Sinistra
stadium oklusi
Diagnosis Tambahan: Pemeriksaan Penunjang

:-

Pemeriksaan Anjuran

:-

Terapi

Amoxicilin syrup 3 x cth 1

Rhinos junior 3 x cth

Ibuprofen 100 mg + Ambroxol 5,5 mg puyer 3 x 1

Kontrol 5 hari ke Poli THT

28

Prognosis

Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam

: bonam
: bonam
: bonam

29

BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki, usia 2 tahun 6 bulan, datang ke IGD RSUP DR. M.
Djamil Padang dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit.
Dari alloanamnesis didapatkan nyeri pada telinga kanan 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang tidur, tiba-tiba pasien terbangun dan
mengeluhkan nyeri pada telinga kanannya. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP
Dr. M. Djamil, Padang. Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada. Pasien saat ini
ada batuk dan pilek.
Berdasarkan anamnesis, keluhan pasien merupakan gejala dari otitis media
akut berupa nyeri pada telinga dengan onset 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pencetus terjadinya otitis media akut adalah infeksi saluran nafas dimana pada pasien
juga ditemukan batuk dan pilek sebelumnya. Pada anak, makin sering anak terserang
infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Otitis media akut terjadi
karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman
masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan sehingga pada pasien ini
mengeluhkan nyeri pada telinga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan membran timpani dekstra hiperemis dan
refleks cahaya tidak ada, sedangkan pada membran timpani sinistra lebih suram
dengan refleks cahaya menurun. Selain itu pada hidung ditemukan edema pada konka
inferior dekstra dan sinistra. Konka media sulit dinilai dan ditemukan sekret mukoid
pada kedua cavum nasi.
Pasien ini didiagnosis kerja sebagai otitis media akut auris dektra stadium
hiperemis dan otitis media akut auris sinistra stadium oklusi. Terapi pada otitis media
akut diberikan tergantung pada stadium penyakitnya. Pada pasien ini untuk stadium
oklusi pada telinga kiri diberikan rhinos junior sediaan syrup dimana obat ini
30

merupakan Pseudoephedrine HCl yang bertujuan untuk membuka kembali tuba


Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Pada stadium
hiperemis (stadium presupurasi) di telinga kanan diberikan antibiotik dan analgetik
yaiitu amoxicillin dan ibuprofen. Prognosis pada kasus ini adalah bonam. Nasihat
pada pasien ini adalah cegah agar tidak terjadi infeksi pada saluran nafas. Karena jika
terjadi infeksi berulang, akan terjadi komplikasi lebih lanjut.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashirrudin, J., Restuti, R.D., Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, hal 64-77.
2. Robert MK., Bonia FS., Joseph W., Nina FS. 2016. Otitis Media Dalam:
Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. USA: Saunders Elsevier, hal 1374.
3. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. Hal 249-59.
4. Soetirto I, Hendarto H, Jenny B. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2012. hal 11-13.
5. Bhatt RA. Ear Anatomy. Updated 27 June 2016. Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#a2
6. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan.
Medan : FK USU. 2003.
7. Lee KJ. Infection of the Ear. Dalam: Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2012. 10th ed.hal 309-14.
8. Margaretha LC., Ellen MM. Otitis media in the age of antimicrobial
resistance. Dalam: Baileys Head and Neck Surgery Otolaryngology. 9th ed.
USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2014 (1). Hal 1479-501.
9. Heather LB., Alexander B., James MC., Van H., Kathryn MH., Peter PP., et al.
Otitis media. Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guideline. 2013.
hal 1-12
10. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. Hal 249-59.
11. Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and treatment of otitis
media. Am Fam Physician. 2007;76(11):hal 1650-58.
12. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated 26 May, 2016. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview

32

13. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family


Physicians. Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice
guideline. Pediatrics 2013;131(3):964-91.

33

Anda mungkin juga menyukai