Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

Diare Akut dengan Dehidrasi

Oleh :
Sari Handayani Utami
(0910312052)

Preseptor :
Dr. Eva Chundrayetti, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi, umumnya infeksi
gastrointestinal, dengan infeksi virus merupakan penyebab tersering.Pada daerah maju,
rotavirus dijumpai pada 25-40% kasus. Patogenesis diare akut adalah multifaktorial dan dapat
disebabkan oleh patogen lain. Kenyataannya, lebih dari 20 virus, bakteri dan parasit
enteropatogen dapat menyebabkan diare.Penyebab lainnya yang telah diketahui adalah obatobatan, alegi makanan, gangguan absorbsi dan pencernaan, defisiensi vitamin atau tertelan
logam berat.
Oleh karena masih tingginya angka kematian dan kesakitan pada bayi dan balita
karena penyakit diare ini, pencegahan harus dilakukan sedini mungkin dengan cara hidup
sehat dan penanganan yang tepat dan cepat dalam mengatasi diare ini juga sangat penting
untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya,
tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu (14 hari). Pada bayi yang masih
mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari, keadaan ini
tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.1
2.2 Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian terjadi di negara berkembang. Sebagai
gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia,
hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian yang
terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24% pada bayi dan 25,2% dibanding
pneumonia 15,5% untuk anak 1-4 tahun.1,2
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak dibawah usia 3 tahun
mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar mengalami kejadian
diare 1 kali setiap tahunnya.1
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak
langsung melalui lalat. Cara penularan diare adalah 4F yaitu food (makanan), feces
(tinja), finger (jari tangan), and fly (lalat).1
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya diare diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak cukup tersedianya air bersih,
tercemarnya air oleh tinja, tidak ada/kurangnya sarana MCK, higiene perorangan dan
sanitasi lingkungan yang buruk, cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak
3

higienis, dan cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat
diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat). Selain itu terdapat pula
beberapa faktor risiko pada pejamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu
terhadap enteropatogen diantaranya adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah
(BBLR), imunodefisiensi atau imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir, dan faktor
genetik.1
2.4 Etiologi
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini:
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. Enteropatogen minumbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan vili oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.1,2
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus, Calicivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio cholera,
Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter
jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus,
Yersinia enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura, Strongiloides stercoralis ;
jamur : Candida spp.
2) Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida rantai
panjang, atau protein seperti beta-laktoglobulin.
3) Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan terjadi
akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia atau makanan mengandung
mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium perfringens,
Staphylococcus.

4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cows milk protein sensitive
enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5) Defek anatomis: Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, dan Short Bowel Syndrome
6) Neoplasma: Neuroblastoma
7) Endokrinopati: Thyrotoksikosis
8) Psikologis : rasa takut dan cemas.
Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling sering
menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan adenovirus
merupakan penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun.1
2.5 Patogenesis
2.5.1 Infeksi oleh virus.
Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan
oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan sebagainya. Virus
masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau minuman, kemudian
berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan
menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal
akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau
gepeng. Akibatnya villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. Selanjutnya akan terjadi diare osmotik. Cairan dan makan yang
tidak terserap akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong
keluar usus melalui anus.1
2.5.2 Infeksi oleh bakteri
Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam
traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan
merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase
(bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil
siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat
peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang
5

mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke
lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida,
dan air dari lumen usus ke dalam sel. Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk
mengeluarkan cairan yang berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan
dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon).
Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga
4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari
belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi
cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera
sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari.
Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut
sebagai diare profus. Bakteri dapat menembus (invasi) sel mukosa usus sehingga dapat
menyebabkan reaksi sistemik seperti toksin shigella yang dapat masuk ke dalam serabut
saraf otak sehingga menimbulkan kejang.1
2.6Pembagian diare menurut mekanismenya
1) Diare Sekretorik1
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase.
Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel
akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara pasif oleh air,
natrium, kalium dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan
muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
oleh

mikroorganisme

Vibrio,

ETEC,

Shigella,

Clostridium,

Salmonella,

Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil


siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare
sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan
oleh vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai
dengan panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

2) Diare Osmotik1
6

Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik
pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus,
sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik
ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun
transpor aktif dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu
menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila
terjadi defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga
menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan
difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH
tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa
enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan.
Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat kompleks
tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi
biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum
seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi
abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare
osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi
karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari
diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
2.7 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sitemik
bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri
perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum
menunjukkan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah gejala yang non spesifik. Muntah mungkin disebabkan
oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik virus,
bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporodium. Muntah juga
sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak demam atau
subfebril, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran
cerna bagian atas yang terkena.4
2.8 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalam 6 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare.
Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal,
antara lain adalah sebagai berikut ini :
1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab kesakitan dan
kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap pasien akan tanda, gejala,
dan tingkat keparahan dehidrasinya. Tanda utamadehidrasi adalah menurunnya
kesadaran, rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa mulut dan lidah kering, mata
cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar yang cekung pada bayi, oliguria yang
dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi, takikardia, dan terlambatnya capillary refill.
2) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram perut
merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya tidak
bertambah bila dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal
maka nyeri akan bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita
harus curiga terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang
noninfeksius.

3) Borborygmi.

Merupakan

tanda

peningkatan

aktivitas

peristaltik

usus

yang

menyebabkan auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas saluran


pencernaan.
4) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit
perianal, terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat yang sekunder
seringkali merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder
dapat menyebabkan dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali
ditandari sebagai suatu luka bakar.
2.9Penyulit Diare Akut
Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
1) Dehidrasi
Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang
dikenal dengan dehidrasi. Dehidrasi terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja
atau muntah (concomitant water losses) selama diare/muntah berlangsung.
Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30 ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan cairan melalui
pernafasan, keringat, dan urin (insensible water losses), 3) besarnya jumlah kehilangan
cairan (previous water losses).
Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya
kehilangan cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur.
Makin muda anak makin banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur makin
berkurang. NWL menurut Darrow adalah 0-3 kg: 175ml/kgBB/24 jam, 3-10 Kg:
105ml/kgBB/24 jam, 10-15 Kg: 85ml/kgBB/24 jam, > 15 Kg: 65ml/kgBB/24 jam.
Selain itu NWL juga dipengaruhi oleh suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh maka akan
bertambah kehilangan cairannya. Setiap kenaikan suhu 1C diatas normal (37C) akan
menambah hilangnya cairan sebanyak 12,5% dariNWL.4
Tanda utamadehidrasi adalah rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa
mulut dan lidah kering, mata cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar yang cekung
pada bayi, oliguria yang dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi, takikardia, dan
menurunnya kesadaran. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada muncul pada hipokalemi.
9

Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan
dehidrasi yang terjadi.4
Tabel 1. Penilaian Derajat Dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
1. Lihat :
Keadaan umum
Mata
Air Mata
Mulut dan Lidah
Rasa Haus

2. Periksa Turgor Kulit

Baik sadar
*Gelisah rewel
Normal
Cekung
Ada
Tidak ada
Basah
Kering
Minum biasa, tidak *Haus ingin minum
haus
banyak
Kembali cepat
*Kembali lambat

3. Hasil Pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

4. Terapi

Rencana Terapi A

*Lesu/lunglai/tdk sadar
Sangat cekung, kering
Tidak ada
Sangat kering
*Malas minum/tdk bisa
minum
*Kembali
sangat
lambat
Dehidrasi
Ringan/ Dehidrasi Berat
Sedang
Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain
tanda lain
Rencana Terapi B
Rencana Terapi C

2) Gangguan keseimbangan elektrolit


Tonisitas dari plasma sebagian besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat
dibagi menjadi 3 menurut tonisitas plasma yaitu :
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam praktek
di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.
Selain perubahan kadar Na plasma juga kalium dapat mengalami perubahan
karena kalium banyak keluar pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26 mEq/L dan pada
kolera 96 mEq/L sehingga dapat terjadi hipokalemia, namun penurunan kalium pada
plasma ini biasanya akan diganti dengan kalium yang terdapat pada cairan
intraseluler, dengan tentunya kadar kalium intraseluler akan menurun. Secara
singkatnya maka gangguan elektrolit yang sering terjadi pada keadaan diare adalah
hiponatremia (Na < 130mEq/L), hipernatremia (Na >150mEq/L), dan hipokalemia (K
< 3 mEq/L).
3) Gangguan asam basa

10

Kehilangan cairan yang banyak pada diare akan menyebabkan terjadinya


hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi metabolisme
secara anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya akan
menyebabkan keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut
dapat terlihat berupa pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).
Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja,
akibatnya pH darah akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan jalan
mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan tubuh
tidak sanggup mengadakan kompensasi lagi, maka terjadilah asidosis metabolik, dan
mungkin akan diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria atau anuria dan penimbunan
asam laktat karena terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh.
4) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi
berat) akan terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan
cairan ekstraseluler banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi darah ke
jaringan berkurang, dengan akibat hipoksia yang akan menambah beratnya asidosis
metabolik, gagal ginjal pre-renal, penurunan kesadaran, dan dapat menimbulkan
kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.4
5) Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan lebih
sering lagi bila sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti belum
diketahui tapi kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2)
gangguan penyimpanan glikogen pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti
karbohidrat terutama pada KEP di mana terjadi atropi jonjor usus. Akibat dari
hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi hipotonik dengan kompensasi air
akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema sel-sel otak yang
dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang.4,5

6) Gangguan gizi

11

Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan selama
sakit dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi terutama
laktosa karena terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian susu dengan
laktosa tinggi akan menambah beratnya diare. Pada anak yang sebelumnya sudah
menderita KEP akan memperberat keadaan KEP nya, yang dalam fase selanjutnya
akan memperberat pula diarenya.
2.10 PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya 1) penyebab dasar tidak
diketahui atau 2)ada sebab-sebab lain selain diare akut 3) pada penderita dengan
dehidrasi berat.1
Pemeriksaan laboratorium yang kadang diperlukan pada diare akut:
Darah: Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan
tes sensitivitas terhadap antibiotika.
Urine: Urine lengkap, kultur, dan tes sensitivitas terhadap antibiotika.
Tinja: Analisa dan kultur feses.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan
informasi mengenai penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa.
2.11 Penatalaksanaan
Kebanyakan diare merupakan yang self-limiting, maka dalam pengelolaannya
hanya bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi utama bagi semua
anak-anak yang menderita diare. Neonatus dan bayi berada dalam kelompok risiko tinggi
untuk mengalami komplikasi sekunder seperti dehidrasi berat dan gangguan elektrolit
sehingga memerlukan pengawasan ketat. Jika perlu maka dapat dilakukan rehidrasi
cairan secara intravena bila pemberian cairan secara oral tidak berhasil mengatasi
keadaan.4

12

Tetapi sebagai patokan dalam pemberian cairan ini tetap mengacu kepada rencana
terapi A, B, atau C. Cairan yang diberikan untuk rehidrasi idealnya memiliki osmolaritas
yang

rendah

(210-250

mOsm)

dan

mengandung

natrium

sekitar

50-60

mmol/L.Pemberian obat antimotilitas tidak memiliki indikasi untuk diare. Terapi


antimikroba juga dilakukan jika penyebab diarenya adalah non-virus.
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare yaitu:1
1. Rehidrasi dengan oralit baru. Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas
rendah yang memiliki keefektivitasan lebih baik daripada oralit lama. Oralit
baru ini menurunkan kebutuhan suplemen intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Ibu diberi 2 bungkus oralit baru dimana tiap 1 bungkus dilarutkan dalam 1 liter
air matang untuk 24 jam dengan pemberian setiap anak buang air besar. Untuk
anak < 2 tahun diberikan 50-100 ml dan untuk anak 2 tahun atau lebih
diberikan 100-200 ml.
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut. Zinc mengurang lama dan beratnya diare.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.. Dosis zinc untuk anak di
bawah 6 bulan adalah 10 mg (1/2 tablet) perhari dan untuk anak di atas 6 bulan
adalah 20 mg (1 tablet) perhari.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan. Pemberian sesuai menu yang sama saaat
anak sehat sesuai dengan umur untuk mencegah kehilangan berat badan dan
sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat,
buah-buahan diberikan terutama pisang.
4. Antibiotik selektif. Antibiotik diberikan bila ada indikasi karena pemberian
antibiotik yang tidak rasional akan menganggu keseimbangan flora usus
sehingga dapat memperpanjang lama diare dan pemberian antibiotik tidak
rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik.
Antidiare tidak diberikan dan antibiotik hanya digunakan untuk:
1. Diare invasif : Kotrimoksasol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis
selama hari.

13

2. Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3


hari.
3. Amoeba,

Giardia,

Kriptosporodium

Metronidazol

30-50

mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
5. Nasihat kepada orang tua. Kembali jika demam, tinja berdarah, berulang,
makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari. Langkah promotif/ preventif: (1) ASI tetap diberikan,
(2) kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan
lingkungan, buang air besar di jamban, (4) imunisasi campak, (5) memberikan
makanan penyapihan yang benar, (6) penyediaan air minum yang bersih, (7)
selalu memasak makanan.
Penatalaksanaan Penyulit :

Dehidrasi
-

Tanpa dehidrasi

: Rencana Terapi A

Terapi rencana A adalah memberikan cairan rumah tangga dan ASI semaunya, oralit
diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:
a.

kurang dari 1 tahun : 50-100 cc

b.

1-5 tahun :100-200 cc

c.

Lebih dari 5 tahun : semaunya

Dehidrasi ringan-sedang

: Rencana Terapi B

Terapi rencana B diberikan apabila pasien jatuh pada keadaan dehidrasi ringansedang, dengan pemberian oralit atau cairan intravena sebanyak 75 cc/kg BB dalam 34 jam pertama dilanjutkan pemberian cairan yang sedang berlangsung sesuai umur
seperti diatas setiap kali buang air besar.
-

Dehidrasi berat

: Rencana Terapi C

Terapi rencana C merupakan untuk pasien dengan dehidrasi berat dengan cairan RL
100 cc/kgBB. Cara pemberiannya:
a.

Umur kurang dari 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama kemudian


dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya.

b.

Umur lebih 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 30 menit pertama kemudian


dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 21/2 jam berikutnya.

Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi.
14

Gangguan elektrolit
-

Hiponatremia (Na < 130 mEq/L)


Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih dijumpai
hiponatremi dilakukan koreksi memakai Ringer Laktat atau Normal Saline dengan
rumus kadar Na koreksi (mEq/L) = 125- kadar Na serum yang diperiksakan x 0,6 x
BB (kg). Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan alam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.4

Hipernatremia (Na > 155 mEq/L)


Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan
tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan
dengan rumatan menggunakan 0,18% saline-5% dextrose perhitungkan untuk 24 jam,
bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi, dan periksa kembali natrium plasma setelah 8
jam. Tambahakan 10 mmol KCL pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat
kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan
pemberian oralit oralit 10 ml.kgBB.setiap BAB, sampai diare berhenti. Penurunan
kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema
otak.

Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L)


Bila kadar K 2.5 3.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), berikan KCL 75
mEq/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3 dosis.
Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), berikan drip intravena
dengan dosis:
-3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam pertama
-3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB (kg) dalam 20 jam
berikutnya

Hiperkalemia (K > 5 mEq/L)


Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5-1 ml/kgBB
i.v secara perlahan- lahan dalam 5-10 menit dengan monitor irama jantung dengan
EKG.
15

Gangguan keseimbangan asam-basa4


-

Asidosis metabolik
Apabila kadar bikarbonat <22mEq/L dan kadar base excess (BE) tidak diketahui
larutan bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq = 1ml) sebanyak 2-4
mEq/kgBB.
Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0.3

Alkalosis metabolik
Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%, 10-20ml/kgBB dalam 1 jam. Bila
telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45 NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A) 4080ml/kgBB + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
16

Nama

: CA

Umur

: 11 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku bangsa

: Minangkabau

Alamat

: Lubuk Begalung, Padang

Anamnesis (alloanamnesis diberikan oleh ibu kandung) :


Seorang anak laki-laki berumur 11 bulan yang telah dirawat selama 4 hari di
bangsalanak Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil Padang sejak tanggal 22 Januari 2015
dengan :
Keluhan Utama:
Tangan dan kaki teraba dingin sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
-

Demam sejak 4 hari sebelum masuk RS, tinggi, terus-menerus, tidak menggigil,
tidak berkeringat.

Berak-berak encer sejak 3 hari sebelum masuk RS, frekuensi 5-8 kali sehari, jumlah
- gelas perkali, berlendir, dan tidak berdarah.

Muntah 2 hari sebelum masuk RS, frekuensi 2-4 kali, jumlah 4 sendok makan-
gelas per kali muntah, berisi sisa makanan dan minuman, muntah tidak
menyemprot.

Tangan dan kaki teraba dingin sejak 3 jam sebelum masuk RS

Kejang 30 menit sebelum masuk RS, frekuensi 1 kali, lama 10 menit. Kejang
seluruh tubuh. Saat kejang, mata melihat ke atas, anak tampak tidak sadar saat dan
setelah kejang. Ini merupakan episode kejang pertama.

Riwayat ganti susu formula tidak ada, anak hanya minum ASI dan bubur susu 3
kali/hari

Buang air kecil terakhir 3 jam sebelum masuk RS, jumlah sedikit ( 20cc), dan
berwarna kuning pekat

Anak kurang mau minum sejak sakit

Anak terlihat lebih rewel sejak sakit

Batuk tidak ada

Perdarahan dari hidung, gusi, dan saluran cerna tidak ada.

Anak telah dibawa ke dokter umum pada 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit, dan
diberi obat paracetamol syrup, zink, dan puyer,

17

Karena anak kejang, anak dibawa

ke praktek bidan swasta (22/1/2015) dan

diberikan Dumin Suppositoria dan kemudian dirujuk ke RST Reksodiwiryo dan


dipasang IVFD RL 16 tetes/menit, diberikan Dumin Suppositoria 125 mg, O 2 3
liter/menit via nasal, dan kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M.Djamil dengan
keterangan penurunan kesadaran + GEA dehidrasi berat. Di IGD RS Dr.M.Djamil
anak ditemukan dengan keadaan tangan dan kaki teraba dingin, GCS 11 E3M5V3,
Nadi 150x/menit, tekanan darah 70/30, nafas 50x/menit (kussmaul), Sat O2 99%
dan diloading RL 20 cc/kgBB dalam 20 menit dengan 2 line, sebanyak 2 kali dan
syok teratasi . Anak kembali sadar penuh.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Tidak pernah kejang dengan atau tanpa demam sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan demam saat masih balita.
Riwayat Kehamilan:
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, ibu pernah tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil, tidak ada
kebiasaan merokok dan minum alkohol. Kontrol ke bidan teratur.
Riwayat Kelahiran:
Lahir spontan oleh dokter, cukup bulan, saat lahir langsung menangis kuat, berat badan
lahir 3500 gram, panjang badan lahir 50 cm, tidak ada riwayat biru, tidak riwayat
kuning.
Riwayat Makanan dan Minuman:
Bayi :

ASI Eksklusif

: 0 6 bulan

ASI masih diberikan sampai sekarang


Bubur susu diberikan sejak umur 6 bulan sampai sekarang dan diberikan 2 kali
sehari
Kesan

: Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup.

Riwavat Imunisasi:
18

Kesan

BCG

: 2 bulan (scar +)

DPT

: 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan

Polio

: 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Hepatitis B

: 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Campak

: 9 bulan

: imunisasi dasar lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien merupakan anakkedua dari dua bersaudara. Ibu tamatan SMP dengan pekerjaan
ibu rumah tangga dan ayah tamatan SMP dengan pekerjaan sebagai pegawai PT dengan
penghasilan Rp 1.600.000,- / bulan.
Riwayat Lingkungan dan Perumahan :
Tinggal di rumah permanen, pekarangan cukup luas, sumber air minum dari sumur ,
jamban di dalam rumah, dan sampah dibuang di tempat sampah dan di bakar.
Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan baik
Riwayat Tumbuh Kembang:
a. Pertumbuhan gigi pertama : tumbuh saat usia 8 bulan
b. Psikomotor
Tengkurap : 5 bulan
Duduk

: 7 bulan

Berdiri

: 9 bulan

Kesan : perkembangan psikomotor normal


c. Perkembangan mental/emosi : normal
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: sadar

Frekuensi nadi

: 128 x/mnt

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Frekuensi nafas

: 40x / menit
19

Suhu

: 37,8 C

Berat badan

: 10,7 kg

Tinggi badan Badan : 74 cm


Status Gizi

BB/U

: 109,18 %

TB/U

: 101,37 %

BB/TB

: 109,18 %

Kesan : status gizi baik


Pemeriksaan sistemik :
Kulit

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor


kembali lambat

KGB

: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala

: Bulat, simetris, rambut hitam tidakmudah rontok, , lingkar kepala


43,5 cm (normal standar Nellhaus), ubun-ubun besar datar

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter


pupil 2 mm/2mm, refleks cahaya +/+, air mata ada, mata tidak
cekung

Hidung

: Nafas cuping hidung tidak ada

Mulut

: Mukosa mulut dan bibir basah

Tonsil

: T1 T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher

: kaku kuduk tidak ada

Dada

Paru

: normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada


tidak ada

Pa

: sulit dinilai

Pe

: sulit dinilai

: napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung I : Iktus tidak terlihat


Pa : sulit dinilai
Pe : sulit dinilai
A : Irama jantung regular, bising tidak ada
Abdomen

: tidak membuncit, distensi (-)

Pa : supel, hepar teraba - konsistensi kenyal, pinggir tajam,


permukaan rata , tidak nyeri tekan, lien tidak teraba, turgor
kembali lambat
20

Pe : timpani
A : Bising Usus (+) Normal
Anus

: tidak dilakukan colok dubur, eritema natum tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik


Refleks fisiologis +/+ normal
Refleks patologis -/-

Laboratorium

Darah
Hb

: 11,9 mg/dl

Leukosit : 18.200/mm3Kesan : leukositosis


Hitung jenis

: 0/0/5/55/39/1

Trombosit : 339.000/mm3
Urin :
Albumin

:-

Leukosit

:-

Reduksi

:-

Bilirubin

:-

Eritrosit

:-

Urobilinogen

:-

Feses
Makroskopis

Mikroskopis

Warna

Leukosit

:01

Konsistensi : lunak

Eritrosit

:01

Darah

:-

Amueba

:-

Lendir

:+

Askaris

:-

Ankilostoma: -

Oxyuris

:-

Trichuris

:-

: kuning

Kesan : makroskopis : lendir +

Diagnosis Kerja

: Syok hipovolemik (telah teratasi) ec diare akut


Diare akut dengan dehidrasi derajat berat
Kejang ec gangguan elektrolit
21

DD/ - kejang ec hipoglikemia


- kejang demam kompleks
Terapi

O2 1 liter/menit (nasal)
IVFD 2A200 cc/kgBB/hari 30 tetes/menit tetesan makro
Diet ASI OD, nasi tim 3 kali/hari
Oralit 100 cc/BAB encer/muntah
Paracetamol 4x110 mg ( T 38,50C )
Zink 1 x 20 mg
Rencana :
Cek elektrolit

Hasil :
-

Natrium = 138 mmol/L normal

Kalium = 2,5 mmol/L hipokalemia


koreksi dengan K 25 mEq dalam cairan 2A / 24 jam

Calsium = 5,9 mmol/L hipokalsemia


22 mEq Ca glukonas + 110 cc NaCl 0,9% 8 tts/menit (tetesan makro)
Cek gula darah rutin

Hasil :

78 mg/dl normal
Analisis Gas Darah
Hasil :
pH
: 7,31
PCO2
: 15
PO2
: 176
HCO3: 7,4
BE
: -16,2
Sat O2
: 99%
Kesan
: - asidosis metabolik mixed alkalosis respiratorik
sikap : koreksi Bicnat 54 mEq diencerkan dengan aqua 1:3 (dalam jam)

Follow Up
23 Januari 2015

22

S/ : Berak-berak encer ada 2x jumlah 5-8 sendok makan/kali, demam ada, tidak tinggi,
kejang tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, BAK ada jumlah biasa
O/ :

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 10,7 kg

Nadi

: 110 x / menit

Napas

: 28 x /menit

Suhu

: 37,8 C

Kepala

: Ubun-ubun besar datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, air mata ada, mata
tidak cekung

Thoraks

: retraksi dinding dada tidak ada

Abdomen

: Bising usus (+) normal,

Extremitas

: akral hangat, CRT < 2 detik

Kulit

: Turgor kembali lambat

Balance :
Input :

Output :

Per oral

:-

IWL : 180 cc

Parenteral

: 850 cc

Urin : 350 cc

850 cc

530 cc

Balance cairan = 850 cc 530 cc = +320 cc


Diuresis 3,1 cc/kgBB/jam
Kesan : Rehidrasi belum tercapai
Hasil lab penunjang : Ca post koreksi 7,9 mmOL
Sikap :
Diet ASI OD + nasi tim 3x/hari
IVFD cairan 2A 30 tts/menit (tetesan makro)
Oralit 100 cc/BAB encer/muntah
Paracetamol 4x110 mg ( T 38,50C )
Zink 1 x 20 mg
24 Januari 2015

23

S/ : Berak-berak encer ada 2x jumlah 5 sendok makan/kali, demam tidak ada, muntah tidak
ada, sesak nafas tidak ada, anak sudah mau menyusu, BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ :

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 10,6 kg

Nadi

: 112 x / menit

Napas

: 28 x /menit

Suhu

: 36,8 C

Kepala

: Ubun-ubun besar datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, air mata ada, mata
tidak cekung

Thoraks

: retraksi dinding dada tidak ada

Abdomen

: Bising usus (+) normal,

Extremitas

: akral hangat, CRT < 2 detik

Kulit

: Turgor kembali cepat

Balance :
Input :

Output :

Per oral

: 360 cc

IWL

: 420 cc

Parenteral

: 1000 cc

Urin

: 400 cc

Oralit

: 70 cc

Mencret : 150 cc

1430 cc

970 cc

Balance cairan = 1430 cc 970 cc = +460 cc


Diuresis 1,6 cc/kgBB/jam
Kesan : rehidrasi tercapai
Hasil lab : K post koreksi 2,6 mmOL
Sikap :
Diet ASI OD + nasi tim 3x/hari
IVFD cairan 2A 30 tts/menit (tetesan makro)
Oralit 100 cc/BAB encer/muntah
Paracetamol 4x110 mg ( T 38,50C )
Zink 1 x 20 mg
KCL 3x275 mg po
26 Januari 2015
24

S/ : Berak-berak encer tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada,
anak sudah mau menyusu, BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ :

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 10,6 kg

Nadi

: 112 x / menit

Napas

: 28 x /menit

Suhu

: 36,8 C

Kepala

: Ubun-ubun besar datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, air mata ada, mata
tidak cekung

Thoraks

: retraksi dinding dada tidak ada

Abdomen

: Bising usus (+) normal,

Extremitas

: akral hangat, CRT < 2 detik

Kulit

: Turgor kembali cepat

Balance :
Input :

Output :

ASI

: 600 cc

IWL : 420 cc

Minum

: 150 cc

Urin : 320 cc

750 cc

740 cc

Balance cairan = 750 cc 740 cc = +10cc


Diuresis 1,3 cc/kgBB/jam
Kesan : perbaikan
Sikap :
Diet ASI OD + nasi tim 3 x/hari
Oralit 100 cc/BAB encer/muntah
Paracetamol 4 x 110 mg ( T 38,50C )
Zink1 x 20 mg
Ampisilin 6x550 mg IV
Kloramfenikol 4 x 275 mg
KCL 3 x 275 mg po
25

27 Januari 2015
S/ : Berak-berak encer tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada,
anak sudah mau menyusu, BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ :

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 10,6 kg

Nadi

: 102 x / menit

Napas

: 28 x /menit

Suhu

: 36,8 C

Kepala

: Ubun-ubun besar datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, air mata ada, mata
tidak cekung

Thoraks

: retraksi dinding dada tidak ada

Abdomen

: Bising usus (+) normal,

Extremitas

: akral hangat, CRT < 2 detik

Kulit

: Turgor kembali cepat

Balance :
Input :

Output :

ASI

: 600 cc

IWL : 424 cc

Minum

: 150 cc

Urin : 360 cc

750 cc

784 cc

Balance cairan = 750 cc 784 cc = - 34cc


Diuresis 1,4 cc/kgBB/jam
Kesan : perbaikan
Sikap :
Diet ASI OD + nasi tim 3 x/hari
Oralit 100 cc/BAB encer/muntah
Paracetamol 4 x 110 mg ( T 38,50C )
Zink1 x 20 mg
KCL 3 x 300 mg po
Ampisilin 6x550 mg IV
Kloramfenikol 4 x 275 mg
26

28 Januari 2015
S/ : Berak-berak encer tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada,
anak sudah mau menyusu, BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ :

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 10,5 kg

Nadi

: 100 x / menit

Napas

: 26 x /menit

Suhu

: 37,1 C

Kepala

: Ubun-ubun besar datar

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, air mata ada, mata
tidak cekung

Thoraks

: retraksi dinding dada tidak ada

Abdomen

: Bising usus (+) normal,

Extremitas

: akral hangat, CRT < 2 detik

Kulit

: Turgor kembali cepat

Balance :
Input :

Output :

ASI

: 600 cc

IWL : 420 cc

Minum

: 150 cc

Urin : 360 cc

750 cc

780 cc

Balance cairan = 750 cc 780 cc = - 30cc


Diuresis 1,4 cc/kgBB/jam
A/ : perbaikan
Sikap :
Diet ASI OD + nasi tim 3 x/hari
Oralit 100 cc/BAB encer/muntah
Paracetamol 4 x 110 mg ( T 38,50C )
Zink1 x 20 mg
KCL 3 x 300 mg po
Ampisilin 6x550 mg IV
27

Kloramfenikol 4 x 275 mg
Hasil kultur darah : negatif
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang bayi laki-laki usia 11 bulan dirawat di Bangsal Akut IKA
RSUP DR.M.Djamil sejak tanggal 22 Januari 2015 dengan diagnosis kerja syok hipovolemik
(telah teratasi) et causa diare akut, diare akut dengan dehidrasi derajat sedang, dan kejang et
causa suspek gangguan elektrolit dengan diagnosis banding kejang demam simpleks.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
Pada anamnesis didapatkan anak merupakan rujukan dari RST Reksodiwiryo dengan
keterangan penurunan kesadaran + GEA dehidrasi berat. Di IGD RS Dr.M.Djamil anak
ditemukan

dengan keadaan tangan dan kaki teraba dingin, GCS 11 E3M5V3, Nadi

150x/menit, tekanan darah 70/30, nafas 50x/menit (kussmaul), Sat O2 99% dan diloading RL
20 cc/kgBB dalam 20 menit dengan 2 line, sebanyak 2 kali dan syok teratasi . Anak
mengalami syok hipovolemik yang disebabkan oleh banyaknya cairan yang keluar karena
anak mengalami berak-berak encer sejak 3 hari sebelum masuk RS, frekuensi 5-8 kali sehari,
jumlah - gelas perkali, berlendir, dan tidak berdarah yang disertaimuntah 2 hari sebelum
masuk RS, frekuensi 2-4 kali, jumlah 4 sendok makan- gelas per kali muntah, berisi sisa
makanan dan minuman, muntah tidak menyemprot. Hal ini sesuai dengan pengertian diare
dimana terdapatnya perubahan konsistensi tinja dengan atau tanpa lendir/darah, dengan
frekuensi lebih dari 3 kali per hari. Dan karena awitan gejala muncul kurang dari 14 hari
maka dikategorikan diare akut. Anak terlihat lebih rewel atau gelisah sejak sakit dan terdapat
penurunan nafsu makan yang disertai penurunan berat badan sejak sakit, dan buang air kecil
terakhir 3 jam sebelum masuk RS, jumlah sedikit ( 20cc), dan berwarna kuning pekat, ini
merupakan tanda-tanda dehidrasi.
Anak sempat mengalami kejang 30 menit sebelum masuk RS, frekuensi 1 kali, lama
10 menit. Kejang seluruh tubuh. Saat kejang, mata melihat ke atas, anak tampak tidak sadar
saat dan setelah kejang. Ini merupakan episode kejang pertama. Terdapat beberapa
kemungkinan penyebab kejang pada anak ini, dapat disebabkan oleh hilangnya elektrolit
akibat diare yang dialami anak, namun dapat juga merupakan kejang demam kompleks , hal
ini sesuai dengan kriteria kejang demam dimana terjadi pada anak usia 6 bulan 5 tahun, dan
28

kejang menyebabkan penurunan kesadaran. Dapat juga disebabkan oleh penurunan kadar
gula darah akibat anak diare dan muntah yang dialami anak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,80C, turgor kulit kembali lambat, air mata
ada, mata tidak cekung, ubun-ubun besar datar, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada
eritema natum, dan akral hangat perfusi baik. Pada pemeriksaan laboratorium rutin
didapatkan leukosit 18.200/mm3 dengan kesan leukositosis, dan pemeriksaan makroskopis
feses didapatkan lendir. Sedangkan pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hipokalemia
(K=2,5 mmol) dan hipokalsemia (5,9 mmol),dan pemeriksaan analisis gas darah didapatkan
asidosis metabolik. Gangguan elektrolit serta asidosis yang dialami anak merupakan
komplikasi dari diare yang dialami anak. Kultur darah didapatkan hasil negatif.
Terapi yang diberikan berupa O2 1 liter/menit (nasal), IVFD 2A200 cc/kgBB/hari 30
tetes/menit tetesan makro, diet ASI OD, nasi tim 3 kali/hari, oralit 100 cc/BAB encer/muntah,
ampisilin 6x550 mg IV, kloramfenikol 4 x 275 mg, paracetamol 4x110 mg ( T 38,5 0C ), dan
Zink 1 x 20 mg serta koreksi Kalium 25 mEq, kalsium glukonas 22 mEq, dan bicnat 54 mEq.
Prinsip terapi diare pada pasien ini adalah merehidrasi kehilangan cairan yang dialami pasien
sesuai dengan derajat dehidrasinya serta mengoreksi gangguan elektrolit dan asam basa
sebagai komplikasi diare akut yang dialami pasien. Kemudian menatalaksana diarenya sesuai
dengan lima pilar penatalaksanaan diare anjuran departemen kesehatan bagi semua kasus
diare , yaitu rehidrasi dengan oralit baru, memberikan zink selama 10 hari berturut-turut, ASI
dan makanan tetap diteruskan, pemberian selektif antibiotik, dan memberikan edukasi kepada
orang tua.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo, Bambang dan Nurtjahjo Budi Santoso. Diare Akut.. Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Jilid 1.Cetakan 1. Jakarta: IDAI; 2010:137-45
2. Wahyu, Hanariah, Alfa Yasmar, Iesye Martiza, dan Dwi Prasetyo. Gastrohepatologi.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Bandung. SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS;2000:237-50
3. Bhutta, Zulfiqar Ahmed. Acute Gastroenteritis in Children.In: Behrman, Kliegman RM,
Jenson HB eds.Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.Philadelphia. Saunders; 2007
4. Juffrie, M dkk. Diare Akut. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI; 2010:58-62
5. WHO. Diare. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI; 2009:131-55

30

Anda mungkin juga menyukai