Lapsus Abses Hepar 28122015
Lapsus Abses Hepar 28122015
Pembimbing :
dr. Hj. Amanukarti Resi Oetomo, Sp.PD
Disusun oleh:
Rara Siti Aisyah, S.ked (011.06.040)
BAB I
PENDAHULUAN
Abses hepar masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
berkembang. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek,
status ekonomi yang rendah, serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi
menyebabkan bertambahnya kasus abses hepar di daerah perkotaan. Di negara yang sedang
berkembang abses hepar amebik lebih sering didapatkan secara endemik dibanding dengan
abses hepar piogenik. Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu
studi di Amerika, didapatkan 13% abses hepar merupakan abses soliter, sedangkan abses
lobus kiri hanya 10% yang merupakan abses yang soliter, hal ini dapat terjadi dari
penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi didalam
rongga peritoneum.
Secara umum abses hepar terdiri atas dua jenis, yaitu : abses hepar amebik (AHA) dan
abses hepar piogenik (AHP). Abses hepar amebik merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk di Indonesia.
Abses hepar amebik lebih sering terjadi di daerah endemik negara berkembang
dibandingkan abses hepar piogenik. Angka kejadian abses hepar piogenik lebih tinggi
dibandingkan abses hepar amebik, angka kejadian abses hati amebik hanya sekitar 20% dari
semua abses hepar. Abses hepar amebik terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica,
sedangkan abses hepar piogenik paling banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif, yang
terbanyak yaitu Escherichia coli, Klebsiella Pnemoniae, juga terjadi akibat komplikasi
apendisitis ataupun dari sistem billiaris.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Tn. S
Umur
: 47 tahun
: Lombok Timur
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh
No. CM
: 162951
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Mataram pada tanggal 26 November 2015 dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 hari yang lalu sampai
mengganggu aktivitas. Nyeri dirasakan seperti ditekan dan terasa panas. Nyeri bertambah bila
pasien banyak bergerak. Pasien pernah berobat ke dokter tapi tidak ada perubahan dan tidak
mengetahui nama obat yang diberikan. Selain itu pasien juga merasa lemas, nafsu makan
menurun, mual dan muntah disangkal. Demam juga dirasakan sejak 3 hari SMRS namun
tidak tinggi, menggigil (-). Pasien juga sering sesak dan akhir-akhir ini sampai tidak bisa
beraktivitas, batuk dirasakan kadang-kadang dan lebih sering pada malam hari. Tidur
dirumah menggunakan 2 bantal. Kaki membengkak sejak 3 bulan terakhir. BAK (+) lancar
berwarna kuning jernih dan tanpa keluhan, BAB (+) lancar berwarna kuning dan tanpa
keluhan.
3
Pasien belum pernah merasakan keluhan nyeri perut seperti sekarang sebelumnnya
Pasien memiliki riwayat penyakit gagal jantung sejak awal tahun 2015, dan rutin kontrol
serta minum obat.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
TD
: 130/90 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 22 x / m
Suhu
Status gizi
Berat badan
IMT
: 62 kg
: 23,8 (Normoweight)
Dahi
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus +/+, reflek cahaya (+), pupil
isokhor.
Hidung
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), tremor (-), stomatitis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea ditengah, Pembesaran Tiroid (-), JVP R
+3
Thoraks
Paru Depan
Inspeksi : normochest, pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-)
Palpasi
Perkusi
Perkusi
Perkusi
: batas atas di ICS III linea parasternalis dextra, batas kanan di ICS IV linea
parasternalis dextra, batas kiri di ICS V linea midclavikularis sinistra
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, Distensi (-), pelebaran vena kolateral (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Perkusi
: batas atas hepar ICS VI, pekak (+) dan nyeri ketok (+) pada regio
hipokondrium dextra, timpani pada regio, kanan bawah dan kiri bawah. Liver
span lobus dextra 15cm lobus sinistra 10 cm, nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi
: nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan kuadran kanan atas (+) VAS 7
(nyeri mengganggu) hepar teraba 3 jari dibawah arkus kosta dengan batas
tegas, konsistensi lunak, permukaan rata. Ren dan lien tidak teraba. Asites (-).
Murphy sign (+)
Ekstremitas
Atas
: Eritema palmaris (-/-), akral hangat, CRT< 2 detik, edema -/-, sianosis -/-
Bawah :Eritema palmaris (-/-) akral hangat, CRT< 2 detik, edema+/+, sianosis -/-
PROBLEM LIST
Lemas
Demam (+)
Ikterik +/+
Hepatomegali
ASSESMENT
Problem List
Nyeri perut kanan atas
Lemas
Demam (+)
Ikterik +/+
Hepatomegali
JVP R + 3
Assesment
Observasi nyeri perut kanan atas, DD
1.
2.
3.
4.
5.
Abses Hepar
Kolesistitis
Hepatoma
Congestive liver
Hepatitis kronis
CHF NYHA IV
PLANNING DIAGNOSTIC
Darah Lengkap, Urine Lengkap, Ureum, kreatinin, HbsAg, Bilirubin total, Bilirubin
Direct, GDS, Elektrolit
PLANNING TERAPI
O2 2 lpm
9
Asering 10 tpm
Inj ketorolac 10 mg
Inj Furosemide 1 x 20 mg
Spironolakton tablet 1 x 25 mg
Captopril 1 x 6,25 mg
PLANNING EDUKASI
Tidur setengah duduk
O2 jangan dilepas
Kurangi minum
Diet bubur
Selama rawat inap, urin ditampung untuk diukur jumlahnya, minum dicatat jumlahnya
Edukasi ke pasien dan keluarga bahwa akan sering kencing karena dalam terapi
diuretik
Jika sesak atau gejala yang dialami pasien tiba-tiba memberat, segera lapor kepetugas
10
11
PROGRESS NOTE
26 November 2015
Subject
Object
KU
:
Sedang
nyeri perut kanan
yang lalu
seperti R : 18 x / m
o
dan S : 37,6 C
Nyeri
ditekan
terasa panas
Nyeri
bila
Pemeriksaan Fisik
bergerak
Thorax
Lemas
nafsu
makan
menurun
Demam
menggigil (-)
Echokardiogram
bila bergerak
O2 2 lpm
Lemas
Asering 10 tpm
Nafsu makan
Inj ketorolac 10
menurun
Ikterik +/+
Abdomen :
Hepatomegali
Distensi (-)
SGOT 98
arkus costa
USG abdomen
Demam (+)
terakhir
Planning Terapi
(meningkat)
mg
(meningkat)
HbsAg (-)
Abses hepar dd
1. Kolesistitis
2. Hepatoma
3. Congestive liver
Inj Furosemide 1 x
20 mg
Bisoprolol tablet 1
x 2,5 mg
Spironolakton
tablet 1 x 25 mg
(meningkat)
Bil.Direct = 3,25
Gamma GT = 75
Bil Total = 5,99
Inj Cefoperazone
1 gr/ 12 jam
SGPT 94
(meningkat)
DIAGNOSTIC
Nyeri bertambah
Tidur
sejak
atas
panas
bantal
Planning
PLANNING
Assesment
Nyeri perut kanan
Captopril 1 x 6,25
mg
Planning Edukasi
Tidur
setengah
duduk
O2 jangan dilepas
Kurangi minum
12
Ro thorax :
JVP R + 3
maupun istirahat
urin
Tidur dengan 2
untuk
bantal
jumlahnya, minum
dicatat jumlahnya
malam
Cor
: tampak membesar dg
CTR 65%
Pulmo : Tak tampak
infiltrate/nodul. Corakan
broncovascular normal
Costo phrenic angle kanan kiri
normal
Diafragma kanan kiri nomal
Tulang dan soft tissue tak
tampak kelainan
KESAN :
Kardiomegali
Lab Hematologi
HbsAg = (-)
Hb = 13,4 g/dL (N)
WBC = 7.71uL (N)
PLT = 170.000 uL (N)
SGOT =96 (meningkat)
SGPT = 134 (meningkat)
Riwayat penyakit
jantung (+)
Diet bubur
Kardiomegali
ditampung
diukur
Edukasi ke pasien
CHF NYHA IV
LFG = 48
ml/mnt.1,73 m2
Insufisiensi Renal
1. CKD Stage III
2. Gagal Ginjal
Akut
Gamma GT = 48 (N)
ALP = 44 (N)
Bil Total = 5,99 (meningkat)
Bil.Direct = 3,25 (meningkat)
Ureum = 121,3 (meningkat)
Creatinin = (LGF = 41 ml/mnt.
1,73 m2)
GDS = 112 mg/dL (N)
13
Elektrolit
Na = 132 (N)
K = 4,8 (N)
Cl = 101 (N)
EKG
Bacaan EKG
1. Irama sinus
2. HR 60 x / menit
3. Aksis normal
4. Gelombang P 0,08 dtk (N)
5. PR interval 0,2 dtk (N)
6. QRS Kompleks 0,08 dtk (N)
7. ST segmen : ST elevasi (-), ST depresi (-) : Isoelektrik
8. Gel T : Tall T (-), T inverted (-)
Kesimpulan : irama sinus dengan HR 60 x/menit
14
27 November 2015
Subject
Object
Nyeri perut kanan KU : Sedang
masih TD : 80/60 mmHg
atas
N : 65 x / m
dirasakan
R : 23 x / m
Sesak (+)
S : 37,8 C
Mual (+)
Pemeriksaan Fisik
Muntah (+)
Leher : JVP R + 2
Demam (+)
+
Assesment
Mual (+)
Planning
PLANNING
Muntah (+)
DIAGNOSTIC
USG abdomen
atas
Echocardiogram
Pusing (+)
BAK
lancar
Makan sedikit
Minum (+)
Abdomen :
PLANNING
panas
TERAPI
Nyeri bertambah
O2 2 lpm
bila bergerak
Asering 10 tpm
Lemas
Cefoperazone 1 gr/ 12
Nafsu makan
menurun
Distensi (-)
Demam (+)
BU (+) Normal
Ikterik +/+
Hepatomegali
SGOT 98
arkus costa
(meningkat)
SGPT 94
jam
mg
Bisoprolol tablet 1 x
2,5 mg
Spironolakton tablet 1
x 25 mg
(meningkat)
Captopril 1 x 6,25 mg
Gamma GT = 75
Inj pantoprazole 1 x
40 mg
Inj ondancentron 8 mg
Bil.Direct = 3,25
(meningkat)
HbsAg (-)
Abses hepar dd
PLANNING
EDUKASI
Tidur setengah duduk
O2 jangan dilepas
1. Kolesistitis
Kurangi minum
2. Hepatoma
Diet bubur
15
3. Congestive liver
JVP R + 3
urin
untuk
maupun istirahat
jumlahnya, minum
Tidur dengan 2
dicatat jumlahnya
bantal
ditampung
diukur
keluarga
malam
Riwayat penyakit
jantung (+)
Kardiomegali
CHF NYHA IV
diuretik
Bila ada tanda-tanda
kegawatan
segera
lapor kepetugas
(meningkat)
bahwa
LFG = 48
ml/mnt.1,73 m2
Insufisiensi Renal
3. CKD Stage III
4. Gagal Ginjal
Akut
16
28 November 2015
Pasien tiba-tiba apneu kemudian dilakukan RJP serta pemberian epinefrin, setelah RJP 5
siklus pasien tidak ada respon, nadi tidak teraba, refleks cahaya -/-, EKG flat. Dinyatakan
meninggal pukul 04.05 wita.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ABSES HEPAR
.
DEFINISI
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri darijaringan
hati nekrotik,sel-sel inflamasi atau sel darah diparenkim hati.
ETIOLOGI
a.
komplikasi ekstraintestinial dari Entamoeba Histolytica yang dapat menimbulkan pus dalam
hati.
Terdapat 3 bentuk parasit yaitu: bentuk tropozoit, bentuk kista, dan bentuk prakista. Tropozoit
adalah bentuk yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat tumbuh dan berkembang biak,
aktif mencari makanan,dan mampu memasuki organ dan jaringan. Bentuk kista Entamoeba
Histolytica bulat, dengan dinding kista dari hialin, tidak aktif bergerak . Terdapat dua ukuran
kista, yaitu minutaform yang berukuran <10 mikron, dan magnaform yang berukuran > 10
mikron. Kista yang berukuran <10 mikron disebut Entamoeba hartamani yang ditemukan
dalam tinja,tidak patogen untuk manusia. Kista yang sudah matang mempunyai empat inti
dan merupakan bentuk infektif yang dapat ditularkan pada manusia, dan tahan terhadap asam
lambung.
Escherichia Coli, organisme lain yang didapatkan adalah Klebsiella, Staphylococcus Aureus,
Proteus, Pseudomonas, dan bakteri anaerob.
19
Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu.
Infeksi pada saluran empedu yang mengalami obstruksi naik ke cabang saluran empedu
intrahepatik yang menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangitis dengan akibat abses
multipel. Abses hati piogenik multiple terdapat pada 50% kasus, hati dapat membengkak dan
daerah yang mengandung abses menjadi pucat kekuningan, berbeda dengan hati sehat
disekitarnya yang berwarna merah tua. Kebanyakan terdapat pada lobus kanan dengan
perbandingan lima kali lobus kiri.
2.
disentri basiler, infeksi daerah pelvik, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal
merupakan penyebab utama abses hepar piogenik. Pada umumnya berawal sebagai
pileflebitis perifer disertai pernanahan dan thrombosis yang kemudian menyebar melalui vena
porta ke dalam hati.
3.
Hematogen melalui arteri hepatika. Trauma tajam atau tumpul dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan, dan nekrosis jaringan hati serta ekstravasasi cairan empedu yang mudah
terinfeksi. Hematoma subkapsuler dapat juga mengundang infeksi dan menimbulkan abses
yang soliter dan terlokalisasi.
20
Anatomi Hepar
Hati adalah organ terbesar intestinal dengan berat antara 1.200 gram 1.800 gram
atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Hati
merupakan organ lunak yang lentur dan memiliki permukaan superior yang cembung dan
terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati
berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus.
Hati memiliki dua lobus utama yaitu : lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari
luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang
terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan
abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ,
bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatica.
21
Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik kandung empedu. Permukaan
anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform
yaitu lobus kiri dan kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara
ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat
ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang
biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum
Struktur Mikroskopis
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan
heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial
mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Hati manusia memiliki
maksimal 100.000 lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut
sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kuppfer merupakan
sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain
dalam darah. Sejumlah 50 % dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kuppfer, sehingga
hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen
toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer
lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler
empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli, yang berjalan ditengah lempengan
sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi duktus koledokus.
a.
Fisiologi Hepar
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya adalah ikut mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit, ikut mengatur volume darah, dan sebagai alat penyaring
(filter) semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestinal
yang akan dialirkan ke organ melalui sistem portal. Selain itu sel- sel hati berfungsi sebagai
pusat metabolisme diantaranya (metabolisme hidrat arang, protein, lemak, empedu), Sebagai
alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme, sebagai alat sekresi untuk
keperluan badan (seperti enzim, glukosa, protein, faktor koagulasi dan empedu). Adapun sel
kuppfer berfungsi sebagai sel retikuloendotelial yang mengurai Hb menjadi bilirubin,
23
membentuk - globulin dan immune bodies, dan sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan
elemen makromolekular.
PATOGENESIS
a.
bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita atau tinja karier amebiasis. 6,14
Di dalam usus, oleh pengaruh enzim tripsin dinding kista pecah. Di dalam sekum atau
ileum bagian bawah terjadi proses eksitasi, eksitasi adalah proses transformasi dari bentuk
kista ke bentuk tropozoit. Dalam proses eksitasi, satu kista infektif yang berinti empat
tumbuh menjadi delapan amubula, amubula menuju ke jaringan submukosa usus besar, lalu
tumbuh dan berkembang menjadi tropozoit. Bentuk tropozoit dapat menginvasi jaringan,
amoeba dapat menjadi pathogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga dapat
melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar ke seluruh organ secara hematogen dan
perkontinuinatum.
24
25
ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit
flora bakteri usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.
a.
% kasus). Perluasan infeksi di dalam perut (divertikulitis, apendistis, penyakit crohn) melalui
vena porta merupakan penyebab untuk 20 % lainnya. Sisa kasus disebabkan oleh perluasan
infeksi lokal secara langsung, penyebaran hematogen lewat arteri hepatika dari tempat yang
jauh, atau penyebab idiopatik (10-20 %). 18,19
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit pada sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran
empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan limfatik sehingga akan
terbentuk formasi abses filelebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan
menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi abses hepar piogenik.
Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik, dan
26
terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan
proses supurasi dan pembentukan pus.
MANIFESTASI KLINIS
a.
(bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh. Pada bentuk
akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan
yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk
tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di
dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada
akhirnya dapat timbul tanda tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul
pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk batuk.
Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru paru.
Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat.
Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar.
Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah
badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90
% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau
kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas
daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti
pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan
dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan
dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini
menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang
besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru
hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.
27
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan toraks
didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau friction rub dari pleura
yang disebabkan iritasi pleura
Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat
bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.
Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan
tidak klasik.
Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan
atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik
didapatkan pada 54-70 % kasus.1 Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam
perut (seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor
pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga
ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga
perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut.
b.
adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68
%), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakain antibiotik yang
adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi
dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses
hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga
terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah
rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.1,2
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada palpasi
terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan
adanya pergerakan abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik,
28
selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus
pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai
kolangitis dengan prognosis yang buruk
terbaru
yang
dikeluarkan
oleh
American
College
of
30
jantung
sesuai
dengan
definisinya
mengacu
kepada
sindrom
Makin banyak volume darah yang harus dipompa oleh ventrikel, makin
banyak pula darah yang dipompakan lewat aorta. Makin teregang otot ventrikel akibat
volume saat diastolic, makin meningkat kekuatan konstraksi otot ventrikel tersebut.
Peregangan serabut otot ventrikel tersebut mengakibatkan memanjangnya serabut otot
tersebut. Kekuatan kontraksi terjadi secara maksimal jika panjang filament mencapai
2,2 milimikron, apabila panjang filament tersebut melewati angka tersebut, maka mulai
terjadi perubahan tingkat seluler sehingga akan menurunkan kekuatan maupun
kecepatan kontraksi. Oleh karena itu, wajar bila terapi didasarkan pada peningkatan
kontraktilitas, manipulasi preload, afterload dan frekuensi jantung agar kembali ke
mekanisme Frank Starling yang normal.
Selain itu, hiperttrofi miokard yang terjadi akibat perubahan hemodinamika,
membutuhkan energy yang lebih banyak karena penambahan massanya atau
berkurangnya
fungsi
kontraktilnya,
oleh
karena
itu
dengan
kondisi
yang
berkepanjangan, akan mengakibatkan gagal jantung. Pada kondisi ini, semua usaha
kompensasi ginjal tidak berhasil memperbaiki volume darah arterial secara efektif dan
perfusi ginjal tetap kurang, sehingga menimbulkan terbentuknya edema yang lebih
banyak lagi serta gangguan elektrolit.
Peningkatan tekanan kapiler paru sering merupakan tanda awal gagal jantung
kiri. Akibat gagal jantung kiri, tekanan akhir diastolic ventrikel meningkat dan
diteruskan ke atrium kiri, vena pulmonalis dan akhirnya ke kapiler paru. Peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru melampaui tekanan onkotik pada membrane alveokapiler yang mengakibatkan aliran cairan dan protein dari kapiler paru kedalam
jaringan paru. Dalam perjalanan gagal jantung, bendungan paru berkembang
sehubungan kondisi hemodinamika, fungsi ventrikel, dan drainase limfatik, dapat
dibagi dalam tiga tingkatan.
Pada fase awal bendungan paru (Stadium 1) peningkatan aliran cairan dan
koloid dari kapiler paru menembus jaringan interstitial terjadi dengan proporsi
meningkatnya drainase limfatik. Terdapat sangat sedikit cairan yang terdapat pada
jaringan interstitial. Pada keadaan ini, penderita akan merasa sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas, terutama jika kongesti diakibatkan oleh hipofungsi ventrikel kiri.
Pada pemeriksaan fisik mungkin terdengar ronkhi basah halus saat inspirasi. Pada
34
pemeriksaan rontgen terlihat vena dan arteri pulmonalis sedikit menonjol akibat
meningkatnya volume vaskular paru.
Pada stadium selanjutnya (Stadium 2), edema interstitial terjadi jika tekanan
hidrostatik paru melebihi 18 mmHg. Hal ini akan mengakibatkan ketidak seimbangan
tahanan pada dinding kapiler sehingga cairan dari ruang intravascular paru mengalir
kedalam ruang interstitial. Kecepatan filtrasi cairan dari ruang interstitial lebih cepat
dibandingkan kecepatan drainase oleh sistem limfatik.
Edema interstitial pertama terjadi pada ruang sekitar bronkiole, venule, dan
arteriole. Hal ini menurunkan elastisitas jaringan paru sehingga meningkatkan
kebutuhan oksigen dan tenaga untuk bernafas. Pada kondisi ini, secara klinis, penderita
bisa mengeluh sesak dengan aktivitas yang relative ringan, meningginya tekanan
vaskuler paru dan menurunnya kelenturan paru. Bisa terjadi ortopnea dan mengeluh
batuk tidak produktif. Bisa juga terjadi paroksismal nocturnal dyspnea. Pada
pemeriksaan mulai terdengar ronki basah pada basal paru, pada rontgen terlihat garis
kerley B.
Pada stadium III, saat tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat ke level 2528 mmHg, tekanan ini melewati tekanan kedalam plasma onkotik (normal tekanan
hidrostatik 10-12 mmHg, tekanan onkotik 25 mmHg), sehingga secara cepat terjadi
ekstravasasi cairan dari ruang intravaskuler dan ruang interstitial kedalam alveoli. Pada
awal edema alveoli, cairan tersebut terkumpul disudut alveoli. Hal ini mengakibatkan
tekanan interstitial di sekitar sudut tersebut menjadi lebih negative dan dengan progresi
edema, alveoli menjadi penuh dengan cairan sehingga tidak bisa untuk mengambil
oksigen, yang bermanifestasi sebagai sesak napas bahkan saat istirahat.
Sebagai ringkasan kesimpulan mengenai patofisiologi gagal jantung kronik,
bahwa gagal jantung merupakan gangguan fungsi jantung yang dimulai dengan fase
kompensata, dimana sistem neurohormonal berefek untuk meningkatkan kondisi
senormal mungkin walaupun terjadi berbagai perubahan hemodinamika dan anatomis.
Pada fase dekompensata mulailah terjadi sesak nafas yang telah ditandai dengan klas
fungsional menurut New York Heart Association.
35
36
37
Pemeriksaan Penunjang:
Tes darah rutin harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung untuk
mendeteksi anemia, gangguan elektrolit, dan menilai fungsi hepar dan ginjal. Elektrolit
serum biasanya normal pada pasien dengan gagal jantung ringan atau sedang, namun
seringkali menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika telah mendapatkan terapi.
Pengukuran serial kalium diperlukan untuk mendeteksi hipo atau hiperkalemia.
Hipokalemia biasa terjadi akibat penggunaan diuretic, dapat menyebabkan aritmia fatal
dan meningkatkan resiko toksisitas digitalis. Sedangkan hiperkalemia dapat
mempersulit terapi dengan ACEI, ARBs dan aldosterone antagonis. Derajat
hiponatremia merupakan pertanda beratnya gagal jantung. Pertanda serum jantung yang
sering digunakan adalah atrial natriuretic peptide (ANP) dan brain natriuretic peptide
(BNP). Pertanda ini dikeluarkan oleh otot jantung akibat adanya regangan di
miokardium yang terjadi pada pasien dengan gagal jantung. BNP bisa digunakan dalam
kondisi emergensi dimana klinis sulit ditegakkan atau juga untuk menujukkan
keparahan gagal jantung.
Pertanda lain yaitu C-Reactive Protein (CRP), Tumor Necrosis Factor (TNF),
dan asam urat. Troponin dan creatinin kinase juga terkadang meningkat pada pasien
dengan gagal jantung berat.
EKG harus dilakukan pada semua pasien gagal jantung, namun gambaran EKG
yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis gagal jantung. GAmbaran EKG yang
38
sering ditemukan adalah Q patologis, hipertrofi ventrikel atau atrium kiri, LBBB atau
RBBB, blok AV, perubahan segmen ST atau T. Gangguan irama seperti fibrilasi atrium
atau ventrikel ekstrasistole seringkali terjadi.
Rontgen Thoraks digunakan untuk mengukur rasio jantung paru sebagai refleksi
dilatasi ventrikel akibat gagal jantung, dan juga untuk mengetahui adanya kongesti di
paru.
Alat penunjang yang paling penting dalam diagnosis dan evaluasi pasien dengan
gagal jantung adalah ekokardiografi, yang digunakan untuk mengetahui struktur dan
fungsi jantung. Evaluasi yang penting pada pasien gagal jantung adalah adanya
gangguan pompa ventrikel kiri atau fraksi ejeksi (LVEF), remodeling LV yang berat,
dan perubahan gambaran diastolic. Ukuran ventrikel kanan dan gambaran sistolik juga
harus dilihat, dan semua katup juga harus dievaluasi untuk menyingkirkan adanya
penyakit katup primer. Hal pokok hasil Ekokardiografi adalah: apakah EF normal atau
menurun, struk struktur ventrikel normal atau tidak, dan adakah kelainan structural
yang lain seperti valvular, pericardial atau abnormalitas ventrikel kanan yang bisa
menyebabkan kelainan pada pasien.
39
Prognosis
Pada gagal jantung yang disebabkan oleh karena disfungsi sistolik dan diastolic,
angka mortalitasnya tinggi. Menurut Firminghamm study, pasien dengan gagal jantung
mendapatkan rata-rata mortalitas 4-8 kali lebih tinggi disbanding populasi dengan usia
yang sama. PAsien dengan gagal jantung NYHA klas IV angka mortalitas dalam waktu
1 tahun antara 30 % - 50 % persen
43