Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DOSIS TINGGI TERHADAP

PENINGKATAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA


PENDERITA ULKUS DIABETIK DENGAN TERAPI
INSULIN DAN PERAWATAN LUKA DI BLU
RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

THE EFFECT OF THE HIGH DOSE TREATMENT OF VITAMIN C ON


THE INCREASE OF THE VALUE OF THE ANKLE BRACHIAL
INDEX IN DIABETIC ULCERS PATIENTS WITH THE
INSULIN THERAPY, AND WOUND CARE AT BLU
RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

Vivi Syuli Mampuk, Irawan Yusuf, Karel Pandelaki

Alamat Koresponden
Jl. Rusunawa Blok D Unhas
Makassar
Hp. 085281211118
Email: Vi_sum2004@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pada Diabetes Melitus, hiperglikemia menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan radikal
bebas. Radikal bebas yang terdapat dalam endotel akan bereaksi dengan nitrit oksida menjadi
peroksinitrrit, yang merupakan prooksidan reaktif dan menyebabkan kerusakan sel endotel
pembuluh darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui peningkatan nilai Ankle
Brachial Index dengan penambahan pemberian Vitamin C dosis tinggi sebagai ajuvan pada
penderita ulkus diabetik terapi insulin, antibiotik dan perawatan luka. Penelitian ini dilaksanakan
di RSU Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Sampel berjumlah 31 orang. 16 orang kelompok
perlakuan dan 15 orang kelompok kontrol. Desain penelitian adalah true eksperiment, pretestposttest with control group. Data penelitian di uji dengan uji paired t test dan independent t test.
Hasil penelitian menunjukkan nilai p = 0,024 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberian vitamin C dosis tinggi dapat mempercepat peningkatan nilai Ankle Brachial Index
namun pemberian vitamin C selama 28 hari belum memberikan efek yang nyata pada
peningkatan nilai Ankle Brachial Index pada penderita ulkus diabetik dengan terapi insulin,
antibiotik dan perawatan luka. Saran bagi pelayanan kesehatan agar dapat mensosialisasikan
penggunan vitamin c pada penderita diabetes melitus terutama pada penderita dengan luka kaki
diabetik
Kata Kunci : Peningkatan Nilai ABI, Vitamin C Dosis Tinggi, Ulkus Diabetik

ABSTRACT
When a patient suffers from diabetes mellitus, the hyperglycemia will stimulate the formation of
the free radicals. The free radicals present in the endothelial will reacts with nitric oxide and
become a peroxinitrite and serves as a reactive pro-oxidant damaging the vascular endothelial
cells. This study aims at finding out the increase of the values of the Ankle Brachial Index when a
high dose of vitamin C is given to a diabetic ulcers patient as an adjunctive insulin therapy,
antibiotics, and wound care. The research was conducted in RSU Prof. DR. R.D. Kandou
Manado. The sample comprised 31 persons, the treatment group comprised 16 respondents and
the control group 15 respondents. The research design was truly experimental, and the control
group were given a pretest as well as a posttest. The research data were then examined by using
the paired t test and the independent t test. The research result indicated the p value = 0,024, it
could be concluded that the treatment with the high dose of vitamin C could accelerate the
increase of the value of the Ankle Brachial Index, though the treatment with vitamin c for 28
days did not yet show any clear effect on the value of the Ankle Brachial Index in the ulcer
diabetes patient It is suggested that the health service intensively socialize the vitamin c
treatment for diabetes mellitus patients, particulary those patients who suffer from foot diabetic
wounds.
Keywords : Increase of the value of the Ankle Brachial Index, High Dose of Vitamin C, Diabetic
Ulcers

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolute maupun relatif (Soegondo, 2007). Penyakit ini dapat mengenai banyak orang pada
semua lapisan masyarakat diseluruh dunia. Diabetes mellitus seperti juga penyakit tidak menular
lainnya akan berkembang menjadi suatu penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia.
Salah satu perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Pada
gangren, kulit dan jaringan disekitar luka akan berwarna kehitaman dan menimbulkan bau (nitamedicastore.com).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidensi dan prevalensi DM diberbagai penjuru dunia.World Health Organization (WHO)
memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahuntahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM diIndonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000, menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM dari 7,9 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Berdasarkan
Data yang diperoleh di BLU RSU Prof. Dr. R.D Kandou Manado bahwa dari bulan Juni 2010
sampai dengan bulan Juni 2011 penderita diabetes mellitus dengan ulkus yang berkunjung di RS
adalah sebanyak 1045 pasien (Data Sekunder).
Pada keadaan hiperkglikemia yang terus menerusakan mempunyai dampak pada
kemampuan pembuluh darah tidak berkontraksi dan relaksasi berkurang (Soegondo, dkk. 2011)
Pada penderita Diabetes Melitus, hiperglikemia menyebabkan terjadinya peningkatan
pembentukan radikal bebas. Senyawa radikal bebas akan menyerang biomolekul yang ada
disekelilingnya. Radikal bebas yang terdapat dalam endotel akan bereaksi dengan nitrit oksida
menjadi peroksinitrrit, yang merupakan prooksidan reaktif dan menyebabkan kerusakan sel
endotel pembuluh darah. Kerusakan sel endotel pembuluh darah ini akan menimbulkan kekakuan
dan penyempitan diameter lumen sehingga terjadi gangguan suplai darah. Sirkulasi darah dan
tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah ini sering terjadi pada tungkai
bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat

sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. (Armstrong G and Lavery
L.A,2010)
Vitamin

termasuk

golongan vitamin antioksidan yang

mampu

menangkal

berbagai radikal bebas. Vitamin C adalah anti oksidan terpenting dalam plasma. Vitamin ini larut
dalam air dan membersihkan radikal bebas dan mencegah masuknya radikal bebas ke dalam
Cholesterol LDL.(Frykberb Robert G.2002)
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki pengaruh
vitamin c terhadap peningkatan , mengingat belum adanya penelitian-penelitian dan percobaanpercobaan yang dilakukan sebelumnya yang hasilnya menunjukkan pengaruh vitamin c terhadap
peningkatan pada luka diabetes. Secara khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti pengaruh
vitamin c terhadap peningkatan nilai Ankle Brachial Index pada luka diabetes melitus yang
diadakan di BLU RSUP Prof. R. D. Kandou Manado, mengingat rumah sakit ini merupakan
rumah sakit rujukan sehingga kemungkinan banyak ditemukan kasus luka diabetes mellitus.

METODE PENELITIAN
Rancangan Desain Penelitian
Untuk menentukan tujuan dari sebuah penelitian, sehingga dapat menghasilkan suatu
kesimpulan yang diharapkan dapat berguna bagi penulis ataupun pihak-pihak lain, maka
diperlukan suatu metode penelitian. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
metode experiment dimana teknik yang digunakan adalah one group pre test-post test design
(Notoatmodjo S. 2010)
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus dengan luka ulkus diabetes
yang di rawat di BLU RSU Prof. dr. R. D Kandou Manado. Pada penelitian ini, pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Untuk menghitung besarnya sampel pada
penelitian ini (penelitian dengan 2 kelompok berpasangan) secara statistik adalah :
n1 = n2 = 2 [ ( z + z ) x sd ]2
(d)

jumlah sampel

sd

perkiraan simpangan baku = 9 (clinical judgement)

selisih rerata kedua kelompok = 10,81 (clinical judgement)

1,96

1,645

Dari perhitungan diatas didapatkan jumlah sample n1 = n2 = 16 pasien


Total sampel adalah 36 orang di bagi menjadi 2 kelompok :
Kelompok I (Kelompok Perlakuan)
Kelompok II (Kelompok Kontrol)

= 16 orang
= 16 orang

Teknik Pengumpulan Data


Responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini kemudian dibagi menjadi 2
kelompok, (masing-masing 20 responden) dengan ketentuan sebagai berikut : Kelompok I :
kelompok intervensi dengan terapi insulin, dan perawatan luka pada pasien diabetes mellitus
dengan ulkus diabetika ditambah vitamin C 1600 mg/hari. Kelompok II : kelompok kontrol
hanya diberikan terapi insulin, antibiotik dan perawatan luka pada pasien diabetes mellitus
dengan ulkus diabetika. Tahap pre test. Tahap ini terdiri dari dua kegiatan. Kegiatan pertama
yaitu responden diminta untuk melakukan pengisian data demografi dengan mengisi kuesioner
(terlampir). Kedua yaitu, peneliti melakukan pemeriksaan laboratorium dengan melakukan
pengambilan darah vena sebanyak 5 cc yang di lakukan oleh petugas yang terlatih. Pengambilan
darah dilakukan secara steril sehingga efek samping dari pengambilan darah dapat
diminimalisasi. Subjek mendapatkan perawatan luka sesuai dengan prosedur perawatan luka
yang dilakukan oleh petugas rumah sakit. Alat dan Bahan yang digunakan untuk perawatan
adalah NaCl 0,9 %, betadine, set perawatan luka, sarung tangan bersih dan steril, kassa.Peneliti
melakukan pemeriksaan ABI pada subjek. Alat dan Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
ABI yaitu simple hand held vascular Doppler dan Tensimeter. Tahap perlakuan. Pemberian
vitamin C ( Ester C ) diberikan secara oral 2 x 800 mg per hari. Tahap post test, yaitu Penilaian
bersifat Pre dan Post.

ANALISA DATA
Data dianalis yaitu Analisis univariat meliputi analisis deskriptif variabel penelitian.
Analisis deskriptif untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti secara terpisah dengan
membuat tabel frekuensi dari masing-masing variabel.
Analisis deskriptif untuk menganalisis karakteristik responden yang meliputi : Usia, Jenis
Kelamin, Lamanya menderita DM, Riwayat merokok, Riwayat DM keluarga, Riwayat
Hipertensi. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan analisis uji parametrik dengan Ttest. Keputusan menggunakan T-tset dengan uji dua kelompok tidak berpasangan dan data dua
kelompok berpasangan yang terdiri atas 2 kategori untuk variabel independen berskala numerik.
Kemudian pada kelompok data dengan skala kategorik diuji Chi-square test.
Pada uji T-test kelompok tidak berpasangan

akan dilakukan uji sampel dengan

membandingkan hasil pemeriksaan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Dan pada
uji T-test kelompok berpasangan akan dilakukan uji sampel dengan membandingkan hasil
pemeriksaan awal (pre test) dibandingkan dengan hasil pemeriksaan akhir (post test) . Selain itu
juga untuk data yang bersifat kategorik akan dilakukan uji Chi-square.

HASIL
Berdasarkan data pada tabel 1. distribusi responden menurut jenis kelamin dari kelompok
kontrol dan intervensi paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 18 orang (58,1%),
sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu 13 orang (41,9%). Distribusi
responden menurut umur responden, paling banyak adalah responden dengan umur 50 tahun
yaitu 24 orang (77,4%) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Distribusi
responden menurut pendidikan terakhir, paling banyak adalah responden dengan pendidikan
terakhir SMA yaitu 18 orang (58,1%) dan yang paling sedikit yaitu responden yang tidak sekolah
yaitu 1 orang (3,2%) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Distribusi
responden menurut pekerjaan, paling banyak adalah responden dengan pekerjaan sebagai
Pegawai Negeri Sipil yaitu 17 orang (54,8%) dan yang paling sedikit yaitu responden yang tidak
bekerja yaitu 6 orang (19,4%) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
Distribusi responden menurut riwayat anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus, dari
tadi yang di dapat responden dengan keluarga memiliki riwayat penyakit Diabetes mellitus
paling banyak yaitu 23 orang (74,2%), baik pada kelompok kontrol maupun kelompok

intervensi, sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat anggota keluarga diabetes mellitus
hanya 8 orang (25,8%).
Distribusi responden menurut riwayat hipertensi responden, dari data yang di dapat
responden paling banyak yaitu responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya
yaitu 27 orang (87,0%) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi sedangkan
responden dengan riwayat hipertensi hanya 4 orang (13,0%). Distribusi responden berdasarkan
lama responden mengidap penyakit diabetes melitus, responden paling banyak yaitu responden
yang telah mengidap diabetes mellitus selama 5 10 tahun yaitu 23 orang (74,2%) baik pada
kelompok kontrol maupun kelompok intervensi sedangkan responden dengan lama mengidap
penyakit diabetes mellitus > 5 tahun yaitu 7 orang (22,6%) Distribusi responden berdasarkan
riwayat merokok dari responden, responden paling banyak yaitu responden yang memiliki
riwayat merokok yaitu 16 orang (51,6%) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok
intervensi sedangkan responden yang tidak memilki riwayat merokok yaitu 15 orang (48,4%).
Berdasarkan data pada tabel 2. diperoleh rata-rata nilai ABI sebelum pemberian Vitamin
C adalah 0,6931 dengan standar deviasi 0,0171. Sedangkan rata-rata nilai ABI sesudah
pemberian Vitamin C adalah 0,7112 dengan standar deviasi 0,0174. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,024 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai
ABI sebelum dan sesudah dilakukan pemberian Vitamin C, Terapi Insulin dan Perawatan Luka
pada kelompok Intervensi.
Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata nilai ABI sebelum pemberian terapi insulin dan
perawatan luka adalah 0,6767 dengan standar deviasi 0,0174. Sedangkan rata-rata nilai ABI
setelah pemberian terapi insulin dan perawatan luka adalah 0,6780 dengan standar deviasi
0,0180. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,848 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai ABI sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
Terapi Insulin dan Perawatan Luka pada kelompok kontrol.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh dari pemberian vitamin c dosis tinggi ini yaitu terdapat
perbedaan yang signifikan pada saat sebelum pemberian vitamin c dosis tinggi dan setelah
pemberian vitamin c dosis tinggi dengan nilai statisk yaitu p = 0,024. Dari hasil uji statistik ini
dapat di ambil kesimpulan bahwa dengan pemberian vitamin c dosis tinggi selama 28 hari

disertai dengan perawatan luka dan terapi insulin secara bermakna dapat berpengaruh pada
adanya peningkatan sirkulasi aliran darah yang dilihat melalui pengukuran ABI, di mana lewat
nilai ABI ini dapat tergambarkan tekanan aliran darah pada pembuluh darah, sehingga melalui
penelitian ini dapat terlihat adanya perubahan nilai ABI sebelum pemberian Vitamin C dosis
tinggi dengan setelah dilakukan pemberian vitamin c dosis tinggi. Dari berbagai penelitian
mengenai vitamin C di katakan bahwa vitamin c dapat meningkatkan kecepatan aliran darah.
Hal ini didukung Jialal, et al., (1990) bahwa vitamin c dapat mencegah aterosklerosis dan
iskemik sehingga dapatmeningkatkan kerja sistem vaskuler. Selain itu vitamin c juga dapat
memperbaiki sistem vaskuler di sistem syaraf sebagai neurotropik yang dikombinasikan dengan
vitamin E, dan B kompleks (Jialal, et al., 1990).
Komplikasi mikrovaskular berupa nefropati dan retinopati serta komplikasi makrovaskular
yang

mengakibatkan

penyakit

kardiovaskular

aterosklerotik

seperti

PJK,

penyakit

serebrovaskular dan penyakit arteri perifer merupakan penyebab kematian utama pada pasien
diabetes. Berbagai penelitian membuktikan bahwa stres oksidatif yang terjadi akibat
pembentukan radikal-radikal bebas karena pengaruh hiperglikemi dapat mempercepat dan
memperberat progresivitas penyakit diabetes dan komplikasinya. Peningkatan produksi dan
gangguan eliminasi radikal bebas ini akan mengakibatkan gangguan vaskular, kerusakan protein
sel, lipid membran dan asam nukleat. Penambahan antioksidan dalam penatalaksanaan diabetes
melitus diharapkan dapat merupakan strategi yang efektif dalam memperlambat progresivitas
dan mengurangi komplikasi diabetes. (Linder C. M. 2010). Beberapa studi klinik telah dilakukan
untuk menilai efek antioksidan dari vitamin C dalam mencegah komplikasi diabetes, namun
tidak terbukti memberikan manfaat klinis terhadap pencegahan komplikasi kardiovaskular. Stres
oksidatif didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan produksi dan
penurunan kemampuan eliminasi molekul-molekul yang bersifat sangat reaktif didalam tubuh
seperti Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Nitrat oksida
secara normal diproduksi dari L-arginine oleh enzim eNOS didalam pembuluh darah dan
berperan dalam vasorelaksasi melalui reaksinya dengan enzim guanylate cyclase didalam otot
polos pembuluh darah. Nitrat oksida juga bersifat antiproliferatif, menghambat adhesi platelet
dan lekosit pada endotel vaskular. Jadi Nitrat Oksida merupakan molekul yang memiliki
kemampuan vasoprotektif. Namun molekul ini mudah bereaksi dengan superoksida membentuk
molekul yang sangat reaktif yaitu peroksinitrit (ONOO-) (Widowati W,2008).

Dalam keadaan normal superoksida cepat dieliminir melalui mekanisme pertahanan


antioksidan. Superoksida mengalami dismutasi membentuk H2O2 oleh enzim manganese
superoxide dismutase (Mn-SOD) didalam mitochondria dan oleh copper-SOD didalam sitosol.
H2O2 dirubah menjadi H2O dan O2 oleh enzim glutathione peroxidase (GSH-Px) atau katalase
didalam mitochondria dan lisosom. H2O2 juga dapat dirubah menjadi radikal hidroksil (.OH)
yang sangat reaktif bila terdapat elemen transisi seperti Fe dan Cu. Dalam keadaan fisiologik,
ROS dan RNS terbentuk sebagai hasil dari mekanisme pertahanan tubuh seperti pada proses
fagositosis, fungsi netrofil, dan shear stress yang menyebabkan vasorelaksasi. Namun
produksinya yang berlebihan akan menyebabkan stres oksidatif yang mengakibatkan keadaan
patologik seperti kerusakan protein, lipid dan DNA. Keadaan hiperglikemi secara langsung akan
menyebabkan peningkatan produksi ROS.
Glukosa dapat mengalami otooksidasi membentuk radikal-radikal hidroksil. Disamping
itu glukosa dapat bereaksi dengan protein membentuk Amadori products yang selanjutnya diikuti
oleh pembentukan AGEs. Dalam keadaan hiperglikemi, terjadi peningkatan metabolisme
glukosa melalui jalur poliol (sorbitol) yang juga meningkatkan produksi radikal superoksida.
Jalur-jalur enzimatik pada DM dapat meningkatkan produksi ROS dan RNS, seperti jalur NOS,
NAD(P)H oxidase dan xanthine oxidase. Semua isoform NOS membutuhkan 5 kofaktor yaitu
flavin adenine dinucleotide (FAD), flavin mononucleotide (FMN), heme, tetra hydrobiopterine
(BH4) dan Ca2++-calmodulin. Bila NOS kehilangan substrat L-arginin atau salah satu dari
kofaktornya, maka akan terbentuk superoksida, keadaan ini disebut dengan the uncoupled state
of NOS. NAD(P)H oxidase adalah suatu enzim yang terdiri dari 5 subunit dan merupakan
sumber utama produksi radikal superoksida.
Sumber lain produksi nonenzimatik dari ROS dan RNS adalah dari rantai respirasi
mitokhondria. Selama berlangsung proses fosforilasi oksidatif, elektron akan ditransfer dari
pengangkut elektron NADH dan FADH2 melewati bagian dalam membran mitokhondria menuju
oksigen untuk membentuk ATP. Dalam keadaan normal, radikal superoksida akan segera
dieliminir melalui mekanisme pertahanan tubuh. Penelitian terbaru membuktikan bahwa
pembentukan radikal superoksida yang dipicu oleh hiperglikemi didalam mitokhondria
merupakan proses awal dari lingkaran setan stres oksidatif yang terjadi pada DM. Bila sel-sel
endotel terpajan dengan hiperglikemi, maka akan terjadi peningkatan produksi ROS terutama

radikal superoksida, yang mengawali aktivasi rangkaian 4 jalur utama dalam patofisiologi
komplikasi DM. (Widowati W,2008)
Disamping enzim-enzim diatas, terdapat pula zat-zat yang bersifat antioksidan non enzimatik
seperti vitamin A, C dan E, glutathione; -lipoic acid; carotenoids; trace elements seperti copper,
zinc dan selenium; koenzim Q10 (CoQ10) dan kofaktor seperti folic acid, uric acid,albumin dan
vitamin-vitamin B1, B2, B6 dan B12. Glutathion (GSH) bekerja sebagai scavenger langsung dan
kosubstrat bagi enzim GSH peroxidase. Radikal hidroksil bereaksi dengan tocopherol
membentuk radikal fenolat yang stabil dan akan direduksi menjadi fenol oleh asam askorbat
(vitamin C) dan enzim NAD(P)H dependent reductase. (Grober U. 2012)
Pada pembuluh darah, asam askorbat akan bekerja secara ekstraselular di bawah 1 jam,
selebihnya akan memasuki sel endotel dan bekerja intraselular. Secara ekstraseluler, antioksidan
ini meredam radikal superoksida yang dihasilkan pada proses autooksidasi glukosa. Stress
oksidatif dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel atau vaskulopati
diabetik. Pusat dari semua proses vaskulopati diabetik adalah hiperglikemia yang menginduksi
stress oksidatif melalui 3 jalur. peningkatan jalur poliol, peningkatan autooksidasi glukosa dan
peningkatan protein glikosilat. Ketiga jalur merupakan mekanisme penting pemicu stress
oksidatif, sehingga terjadi gangguan keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dan
kapasitas antioksidan tubuh. (Winarsi H. 2007)
Stress oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara pembentukan radikal
bebas dan antioksidan pada tingkat seluler. Hal ini merupakan faktor penting terjadinya penyakit
vaskuler. Banyak penelitian menunjukkan, hiperglikemia meningkatkan stress oksidatif. Pada
gilirannya akan menyebabkan disfungsi endotel yang merupakan awal terjadi proses
aterosklerosis. Stress oksidatif ditandai adanya radikal bebas (molekul yang memiliki elektron
tidak berpasangan) dan reactive oxygen species (ROS), yang terbentuk dalam fisiologi normal.
(Winarsi H. 2007)

KESIMPULAN DAN SARAN


Ada pengaruh yang signifikan pemberian Vitamin C Dosis Tinggi sebagai ajuvan terhadap
peningkatan nilai Ankle Brachial Index pada pasien Diabetes Melitus dengan ulkus diabetik.
Penambahan Vitamin C dosis tinggi dapat memperbaiki aliran darah dilihat dengan adanya
peningkatan nilai Ankle Brachial Index. Bagi kebijakan Rumah sakit hendaknya dapat

menggunakan alat Hend held vascular Doppler untuk pengkajian luka kaki diabetik dan dapat
Mensosialisasikan penggunan vitamin c pada penderita diabetes melitus terutama pada penderita
dengan luka kaki diabetik.

DAFTAR PUSTAKA
ADA. (2007). Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite on the
Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care, USA. p.S4-S24.
Armstrong G and Lavery L.A. (2010). Clinical Care Of Diabetik Foot. 2nd ed. American
Diabetes Association
Dewi R.K. (2008). Peran L Ascorbic Acid 20 % Topikal Terhadap Perubahan Serat Elastin
Dan Kolagen Pada Kulit Mencit Balb/C. Makassar. Program Pascasarjana FK Unhas.
Frykberb Robert G.(2002) Risk Factor, Pathogenesis and Management of Diabetik Foot Ulcers,
Des Moines University, Iowa.
Grober U. (2012). Mikronutrien : Penyelarasan Metabolic, Penceahan, Dan Terapi. EGC.
Jakarta.
Gustaviani R. (2006). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes melitus. Dalam : Aru W, dkk,editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI,Jakarta
Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Diabetes
Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah LengkapDiabetes mellitus Ditinjau
dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalamrangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ
Djokomoeljanto. Badan PenerbitUniversitas Diponegoro Semarang, 2007. p.133-154.
Imron M. dan Munif A. (2010). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, CV. Sagung Ceto.
Jialal et al. (1990). Sistem Vaskuler dan Antioksidan. CV. Sagung Seto
Jurnal Kedokteran dan Farmasi No 3, Vol 20, 2007
Linder C. M. 2010. Biokimia Nutrisi Dan Metabolisme. UI. Jakarta.
Manaf A. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam : Aru W,dkk, editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FKUI, Jakarta, 2006.
Misnadiarly, 2006. Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Melitus, Pustaka Populer Obor, Jakarta
Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
NPUAP. (1998). Pressure Ulcers Scale for Healing : Push Tool 3. Diakeses dari
http://www.npuap.org/PDF/push3.pdf pada tanggal 08 Januari 2011
Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan Dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
PB Perkeni. FKUI, Jakarta.
Soegondo S dkk. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI. Jakarta.
Tjokroprawiro A. Angiopati Diabetik : Makroangiopati-Mikroangipati. Dalam : Noer, dkk,
editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta,1999
WHO. Pencegahan Diabetes Mellitus (Laporan Kelompok Studi WHO), alih bahasa dr. Arisman,
Cetakan I, Penerbit Hipokrates, Jakarta, 2000
Widowati W. Potensi Antioksidan Sebagai Antidiabetes.2008. Laboratorium Penelitian &
Pengembangan Ilmu Kedokteran Dasar FK Universitas Kristen Maranatha, 2008 Bandung.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas, Kanisius, Yoyakarta.

Tabel 1. Perbandingan Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol berdasarkan


karakteristik responden
Kelompok
Karakteristik
Responden
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
< 45 tahun
45 tahun
Pendidikan Terakhir
PT
SMA
SMP
SD
Tidak Sekolah
Pekerjaan
Pegawai Negeri
Pelajar/Mahasiswa
Pegawai Swasta
Tidak Bekerja
Riwayat Genetik DM
Ya
Tidak
Riwayat Hipertensi
Ya
Tidak
Lama Mengidap DM
< 5 tahun
45 tahun
Riwayat Merokok
Ya
Tidak

Perlakuan
n
%

Kontrol
N
%

Total
n

(%)

Nilai p

8
8

44,4
61,5

10
5

55,6
38,5

18
13

100
100

0,347

1
15

100
50,0

0
15

0
50,0

1
30

100
100

0,325

5
8
2
0
1

62,5
44,4
50,0
0
100

3
10
2
0
0

37,5
55,6
50,0
0
0

8
18
4
0
1

100
100
100
0
100

0,639

3
0
9
4

50,0
0
52,9
50,0

3
0
8
4

50,0
0
47,1
50,0

6
0
17
8

100
0
100
100

0,987

13
3

56,5
37,5

10
5

43,5
62,5

23
8

100
100

0,354

1
15

25,0
55,6

3
12

75,0
44,4

4
27

100
100

0,254

3
13

42,9
54,2

4
11

57,1
45,8

7
24

100
100

0,598

4
12

66,7
48,0

2
13

33,3
52,O

6
25

100
100

0,411

Tabel 2. Perubahan Nilai ABI pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol sebelum
dan sesudah Pemberian Vitamin C

Variabel
Nilai
ABI

Kelompok

Mean SD

Perubahan

Nilai p

Sebelum

Sesudah

Perlakuan
16
(n)

0,6931
0,0171

0,7112
0,0174

0,02

0,024

Kontrol
(n)

0,6767
0,0174

0,6780
0,0180

0,0013

0,848

*Paired T Test

15

Anda mungkin juga menyukai