Anda di halaman 1dari 30

KUMPULAN

ABSTRAK
PENELITIAN LOKA
LITBANG P2B2
BATURAJA TAHUN
2009-2013

TAHUN 2009

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN MALARIA


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENANG KECAMATAN KISAM TINGGI
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN
PROVINSI SUMATERA SELATAN, TAHUN 2009
(Indah Margarethy, Hotnida Sitorus, Aprioza Yenni, Febrianto)
Abstrak
Wilayah kerja Puskesmas Tenang merupakan salah satu daerah endemis malaria di Kabupaten
OKUS, dengan Annual Malaria Incident sebesar 11,830/00 selama tahun 2008. Kondisi ini didukung
oleh kondisi geografis berupa perkebunan kopi dan hutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui

pengetahuan,

sikap

dan

perilaku

masyarakat

di

wilayah

penelitian,

dan

mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi partisipasi masyarakat dalam penanggulangan


malaria. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan melakukan
wawancara terstruktur, diskusi kelompok terarah (FGD), serta melakukan observasi perilaku dan
kondisi tempat tinggal responden. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat dan sebagai masukan dalam program penanggulangan malaria di wilayah tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerjaan responden mempunyai resiko tinggi terpaparnya
malaria. Pengetahuan responden tentang malaria masih kurang salahsatunya kurang terpaparnya
responden terhadap informasi tentang malaria. Perilaku pencegahan malaria seperti mengggunakan
kelambu, memakai baju panjang, menginap di tempat tertutup jika di kebun merupakan kebiasaankebiasaan yang selalu dilakukan responden. Keberadaan dan kemudahan mengakses fasilitas
pelayanan kesehatan menjadi faktor pendukung untuk berperilaku benar dalam pencarian
pengobatan, salah satunya bidan praktek merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sering
dikunjungi. Akan tetapi perilaku cara mengkonsumsi obat malaria masih salah. Keluarga menjadi
kelompok acuan responden dalam menanggulangi malaria, begitu juga informasi dari televisi,
sedangkan petugas kesehatan serta tokoh masyarakat tidak begitu berperan mendorong responden
untuk berperilaku positif dalam menanggulangi malaria. Penyuluhan sangat dibutuhkan masyarakat
selain fogging dan belum ada kegiatan yang mengaktifkan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan malaria di daerah ini.

Kata kunci : PSP, Partisipasi Masyarakat, Penanggulangan Malaria, Penyuluhan

Studi Bionomik Anopheles maculatus


dan An. leucosphyrus di Perkebunan Kopi
Daerah Endemis Malaria di Kabupaten OKU Selatan
(Lasbudi p. Ambarita, M.Sc, Yulian Taviv, SKM, M.Si, Akhmad Saikhu, M.Sc.PH, Dian
Purnama, SKM, R. Irpan Pahlevi, SKM, Betriyon, AMAK, Hendri, Sutiman, Dr. Damar Tri
Buwono, MS)
Abstrak
Hingga saat ini penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan global termasuk di Indonesia,
karena banyak menyerang usia produktif, yang akan berakibat pada menurunnya produktifitas kerja.
Dalam teori segitiga epidemiologi, salah satu aspek yang berperan dalam penularan malaria adalah
vektor, yaitu nyamuk dari spesies Anopheles. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bionomik
An. maculatus dan An. leucosphyrus di wilayah perkebunan kopi di Kabupaten OKU Selatan.
Kegiatan yang dilakukan adalah penangkapan nyamuk, pencidukan jentik, pemetaan karakteristik
habitat perkembangbiakan larva. Penelitian ini dilakukan 2 kali setiap bulannya selama 6 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kepadatan An. maculatus dan An. leucosphyrus di
dua lokasi yang diteliti. Puncak kepadatan menggigit An. maculatus dalam rumah di Desa Sukaraja
terjadi pada pukul 04.00-05.00 WIB, sedangkan di luar rumah terjadi pada 4 waktu penangkapan
diantara pukul 18.00 hingga 02.00 WIB. Perilaku menggigit An. leucosphyrus dalam rumah di Desa
Sukaraja terjadi mulai pukul 22.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB, dan baru menggigit kembali pada
pukul 04.00. Puncak kepadatan menggigit An. maculatus dalam rumah di Desa Simpang Tiga
terjadi pada pukul 23.00-24.00 WIB, sedangkan di luar rumah terjadi pada pukul 03.00-05.00 WIB.
An. leucosphyrus yang tertangkap di Desa Simpang Tiga hanya berjumlah 1 ekor. Desa Sukaraja
hanya ditemukan 1 jenis habitat perkembangbiakan larva An. leucosphyrus berupa genangan pada
saluran air di pinggir jalan, sebaliknya di Desa Simpang Tiga hanya ditemukan habitat
perkembangbiakan An. maculatus berupa bendungan pada sungai, kobakan, mata air dan rawa.
Informasi atau pengetahuan tentang bionomik atau perilaku nyamuk vektor malaria di suatu
wilayah sangat berguna sebagai dasar atau acuan dalam merencanakan dan menetapkan tindakan
pengendalian vektor yang lebih efektif dan efisien .
Kata kunci : Bionomik, An. maculatus, An. leuchosphyrus, Perkebunan kopi, OKU Selatan

ABSTRACT
Until now malaria remains a major global problem including Indonesia, affects people in the
productive age, resulting in low productivity. In an epidemiology triangle, one of the important
factors in malaria infections is vector, which is Anopheline mosquito. The aim of research is to
examine bionomics of An. maculatus and An. leucosphyrus in the coffee plantations South Ogan
Komering Ulu District. The research conducts mosquito collection, larval collection and mapping
breeding habitat. The bionomic study was conducted 12 times in two separate villages from June to
December 2009. Results from all night biting studies show different biting peak between An.
maculatus and An. leucosphyrus in both villages. An. maculatus mosquitoes had an indoor peak
landing between 04.00 until 05.00, while outdoor biting time occur start from 18.00 until 02.00.
Indoor biting activity of An. leucosphyrus in Sukaraja start from 22.00 until 01.00 and start biting
again at 04.00. Indoor biting peak of An. maculatus in Simpang Tiga village at 23.00 until 24.00,
while outdoor biting reach its peak at 03.00 until 05.00. Only 1 An. leucosphyrus collected in
Simpang Tiga village. Larva of An. leucosphyrus only found in a puddle in the side road, on
contrary there were 4 type breeding sites found in Simpang Tiga village . The important breeding
sites were dams, puddle, spring and swamp in the foot hill. Information about vector bionomic in a
given area was usefull for planning and undertaken vector control activities to be more effective and
efficient.
Key words: Bionomics, An. maculatus, An. leucosphyrus, Coffee Plantations, South OKU District

Efektivitas Malation dalam Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue dan Uji
Kerentanan Larva Aedes aegypti terhadap Temefos di Kota Palembang
(Milana Salim, Lasbudi P. Ambarita, Aprioza Yenni)
ABSTRAK
Penyakit DBD (demam berdarah dengue) merupakan salah satu masalah kesehatan di wilayah
tropis. Terdapat 16 provinsi yang dilaporkan sering mengalami KLB, satu di antaranya adalah
Provinsi Sumatera Selatan. Pengendalian vektor DBD yang selama ini telah dilakukan adalah
pengendalian nyamuk dewasa melalui fogging menggunakan malathion serta temephos (abatisasi)
yang diaplikasikan dalam pengendalian jentik. Penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Mei
hingga November 2009 ini, bertujuan untuk mengetahui kerentanan Ae. aegypti terhadap malathion
dan temefos. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang. Penetapan kelurahan yang menjadi
lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kasus DBD yang tinggi dan rendah selama 3 tahun terakhir
berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang dan yang letaknya tidak terlalu jauh satu
sama lain. Dari hasil perhitungan dengan rumus Lemeshow didapatkan 252 sampel untuk
Kelurahan Lorok Pakjo dan 73 sampel untuk Kelurahan Bukit Baru. Kegiatan yang dilakukan
meliputi peletakan ovitrap untuk mendapatkan sampel telur, pemerikaan kontainer dan keberadaan
jentik, wawancara mengenai perilaku masyarakat yang berkaitan dengan DBD, serta uji resistensi
malathion di lapangan dengan fogging dan uji temephos di laboratorium Loka Litbang P2B2
Baturaja. Indeks kepadatan jentik yang diperoleh (HI, CI, BI dan ABJ) berturut-turut sebesar 38,
21,1, 44,4 dan 62 untuk kelurahan Lorok Pakjo sedangkan kelurahan Bukit Baru berturut-turut
sebesar 31,9, 19,5, 52 dan 68,1. Tidak ditemukan kecenderungan munculnya sifat resistensi Ae.
aegypti terhadap malathion maupun temefos. Sebagian responden masih berperilaku negatif atau
mendukung perkembangbiakan vektor DBD. Walaupun belum terdeteksi sifat resistensi vektor
terhadap malathion dan temefos namun pemantauan sifat resistensinya sebaiknya dilakukan secara
berkala mengingat kedua jenis insektisida telah cukup lama diaplikasikan di Kota Palembang
maupun wilayah lain di Indonesia.

Kata Kunci: Malation, Temefos, DBD, Aedes aegypti, Kota Palembang

Daya Bunuh Insektisida Permethrin Dalam Kelambu Terhadap Nyamuk Anopheles


dan Partisipasi Masyarakat Dalam Penggunaan Kelambu Berinsektisida Permethrin
di Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan
Tim Peneliti:
Yahya*, Indah M*, Risna G*, Septianti RT*, Zamriadi*, Sutiman*, Ferdinan*
*Loka Litbang P2B2 Baturaja Jl. A. Yani KM.7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya bunuh permethrin dalam kelambu yang
telah dibagikan dan dipakai oleh masyarakat terhadap nyamuk Anopheles dan mengetahui tingkat
penggunaan kelambu permethrin oleh masyarakat yang telah dibagikan di Kabupaten Muara Enim
sejak tahun 2006. Penelitian yang bersifat observasional dan eksperimen ini telah dilakukan di
Desa Seleman Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim pada bulan April hingga
November 2010. Telah dilakukan wawancara terhadap 70 responden (diambil dengan metode
simple random sampling) dari 261 Kepala Keluarga yang telah menerima kelambu, serta telah
dilakukan pengujian daya bunuh permethrin pada kelambu (berdasarkan tahun pembagian dan
frekuensi pencucian) terhadap Anopheles vagus yang ditangkap di sekitar kandang ternak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kelambu yang dimiliki masyarakat saat ini
merupakan kelambu yang dibagikan tahun 2006 (82,9%). Hanya 32 responden (45,7%) yang
mengetahui tujuan dibagikannya kelambu, karena umumnya responden tidak pendapat penjelasan
saat kelambu dibagikan (51,4%). Masih banyak responden yang belum memahami beda antara
kelambu berinsektisda dengan kelambu biasa (57,1%). Meskipun 95,52% kelambu dipakai setiap
hari, namun hanya 54,29% saja yang mengetahui cara pemakaian. Umumnya yang tidur
berkelambu adalah seluruh anggota keluarga (58,20%). Dari 65,7% responden yang melakukan
pencucian kelambu, 78,26% di antaranya tidak mengetahui cara pencucian kelambu. Sebagian
besar responden menjemur kelambu di bawah cahaya matahari langsung (76.09%). Seluruh
responden belum mengetahui tindakan pemanasan kelambu (heat-assisted regeneration). Meskipun
telah memakai kelambu, 65,72% responden juga menggunakan anti nyamuk bakar. Ada perbedaan
rata-rata yang bermakna antara jumlah kematian nyamuk pada tiap perlakuan berdasarkan
frekuensi pencucian kelambu, namun tidak ada perbedaan bermakna berdasarkan tahun mulai
pemakaian kelambu. Perlu dilakukan sosialisasi mengenai tujuan pembagian kelambu, cara
pemakaian, cara pencucian dan siapa saja anggota keluarga yang diprioritaskan untuk tidur

berkelambu pada saat kelambu dibagikan pada masyarakat. Selain itu perlu juga disosialisasikan
mengenai tindakan pemanasan kelambu (heat-assisted regeneration) dalam rangka meningkatkan
keefektifan insektisida di dalam kelambu untuk membunuh nyamuk.
Kata Kunci: Kelambu permethrin, Anopheles, Muara Enim

PENGENDALIAN DBD MELALUI PEMANFAATAN


PEMANTAU JENTIK DAN IKAN CUPANG
DI KOTA PALEMBANG
(Yulian Taviv, Akhmad Saikhu, Hotnida Sitorus)
ABSTRAK
Kota Palembang sebagai salah satu kota di Provinsi Sumatera Selatan memiliki kasus DBD yang
tertinggi dan bervariasi sepanjang tahun dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, dimana
dalam 3 tahun terakhir (2006-2008). Wilayah kerja Puskesmas Sukarami terdiri dari Kelurahan
Sukarami dan Kelurahan Kebun Bunga merupakan daerah endemis DBD dan memiliki angka kasus
yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya, memiliki jumlah penduduk yang tinggi,
pemukiman penduduk yang mengelompok, padat dan mobilitas penduduk yang tinggi. Penelitian
ini mencoba membandingkan dua daerah dengan karakteristik daerah yang diaplikasikan kader
pemantau jentik dan ikan cupang (jumantik plus) serta daerah dengan kader yang hanya memantau
jentik. Peran kader jumantik plus adalah mengamati keberadaan jentik dan ikan cupang, apabila
pada saat pengamatan tidak ditemukan ikan cupang (hilang) pada suatu kontainer maka diganti
dengan ikan cupang yang baru, sedangkan daerah dengan kader jumantik hanya bertugas
mengamati keberadaan jentik saja tanpa mengamati keberadaan ikan cupang. Sebagai indikator
penilaian adalah Angka Bebas Jentik (ABJ), House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index
(BI) dan untuk mengetahui penerimaan masyarakat terhadap Ikan Cupang (Ctenops vittatus)
sebagai pengendalian jentik di rumah. Hasil penelitian spesies nyamuk pradewasa yang di dapat di
Kelurahan Kebun Bunga dan Sukarami terdiri dari Ae. aegypti, Ae. albopictus dan Culex. Tersangka
vektor utama penular DBD adalah Aedes aegypti karena Aedes aegypti paling banyak ditemukan.
Jenis kontainer yang paling banyak ditemukan jentik adalah berupa bak mandi/ bak wc, Jentik yang
ditemukan di dalam rumah lebih tinggi dibandingkan jentik yang ditemukan diluar rumah. Jentik
yang ditemukan lebih banyak di kontainer yang berasal/ terbuat dari semen. Kontainer yang tidak
tertutup lebih banyak ditemukan jentik, dibandingkan dengan kontainer tidak tertutup rapat dan
tertutup rapat. Tempat Kontainer dengan pencahayaan baik (terang) ternyata lebih banyak
ditemukan jentik, dibandingkan dengan kontainer yang terletak di tempat yang pencahayaan kurang
(gelap). Sumber air yang berasal dari sumur dan PAM lebih banyak ditemukan jentik dibandingkan
dengan air yang berasal dari air hujan dan kolam. DBD masih merupakan ancaman di Kelurahan
Kebun Bunga dan Sukarami, ini berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) masih di bawah standard
nasional (<95%). House Index (HI), Container Index (CI) dan Breteau Index (BI) dengan density
figure (DF) nilainya masih lebih dari 5, sehingga di Kelurahan Kebun Bunga dan Sukarami

memiliki resiko penularan yang tinggi terhadap DBD. Ikan cupang efektif untuk pemberantasan
jentik Aedes, ini dapat diketahui dimana jentik tidak ditemukan di kontainer apabila terdapat ikan
cupangnya. Ikan cupang lebih diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan Abate dan bersedia
menggunakan ikan cupang untuk pengendalian DBD. Disarankan peran kader pemantau jentik plus
ikan cupang perlu ditingkankan dengan secara berkala di pantau secara serius oleh pengelola
program di tingkat puskesmas dan Kabupaten/Kota dan Ikan cupang dapat sebagai pengendali
jentik Aedes di masyarakat dengan pemanfaatan kader untuk memonitor keberadaan ikan cupang.
Kata Kunci: DBD, ABJ, Ikan Cupang, Kota Palembang

TAHUN 2010

Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Lingkungan Sekolah hubungannya dengan Kasus


Demam Berdarah Dengue Pada Anak Sekolah di Kota Palembang Tahun 2010
(Anif Budiyanto, Akhmad Saikhu, Yulian Taviv, Yahya, Himawan Sutanto)
Abstrak
Propinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi endemis DBD di Indonesia. Kota
Madya Palembang merupakan salah satu wilayah yang memberikan kontribusi tingginya angka
kasus DBD di Propinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2007 Insiden Rate (IR) kasus DBD di
Kotamadya Palembang mencapai 37 % dengan jumlah kasus mencapai 1.957 penderita, dan CFR
mencapai 0,7 %. Jumlah kasus DBD tahun 2008 mengalami sedikit penurunan namun masih
tergolong tinggi dengan jumlah kasus mencapai 1.581 penderita, dan CFR=0,4 %
Banyaknya nyamuk Aedes aegypti juga akan mempercepat proses penyebaran penyakit
DBD dalam suatu wilayah. Penderita DBD akan menunjukan gejala klinis pada hari ke-tiga setelah
terinfeksi oleh virus dengue. Pada hari ke-1 dan ke-2 walaupun dalam darah penderita DBD telah
mengandung virus dengue, penderita masih belum merasakan bahwa ia terinfeksi oleh virus
dengue. Sehingga penderita masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari, seperti pergi ke sekolah.
Namun pada hari ke-1 dan ke-2 penderita yang telah terinfeksi oleh virus dengue, ia sudah
merupakan sumber penular bagi orang lain yang yang sehat apabila ia tergigit oleh nyamuk Ae.
aegypti
Penularan penyakit DBD terjadi bila ada kontak gigitan nyamuk Ae. aegypti yang
mengandung virus DBD dengan orang sehat. Penyebaran kasus DBD semakin cepat apabila jumlah
orang yang digigit oleh nyamuk Ae. aegypti semakin banyak. Menurut WHO, tempat-tempat yang
potensial bagi terjadinya penularan penyakit DBD diantaranya adalah sekolah.
Dengan adanya nyamuk Ae. aegypti di wilayah sekolah dikhawatirkan akan menjadi vektor
penular penyakit DBD kepada siswa lainnya. Karena aktifitas sekolah dari jam 07.00 WIB sampai
dengan jam 17.00 WIB, akan melewati jam dimana nyamuk Ae. aegypti aktif menggigit, yakni jam
08.00-13.00 dan sore hari jam 15.00-17.00 WIB. Sampai saat ini belum diketahuinya bagaimana
hubungan antara kepadatan jentik pada areal sekolah dengan kasus DBD pada anak sekolah di
Kotamadya Palembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepadatan jentik
di sekolah dengan kejadian kasus DBD pada anak sekolah di Kodya Palembang. Hasil penelitian;
Kemungkinan seorang anak sekolah untuk tertular DBD lebih besar sebesar 1,6 kali terjadi di
sekolah dibandingkan dengan di rumah. Apabila dilakukan kegiatan intervensi seperti PSN di

lingkungan sekolah untuk menghilangkan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Lingkungan
sekolah, akan menurunkan angka kasus DBD pada anak sekolah di populasi sebesar 18,1%.
Kata kunci : DBD, Indek larva, anak sekolah, Faktor risiko DBD, PSN DBD.

ABSTRACT
South Sumatera Province is one of the provinces of endemic DBD in Indonesia. palembang
municipalities is one of the areas that contribute the high number of DBD cases in South Sumatera
Province. In 2007, incidence rate (IR) of DBD cases in the municipality palembang reached 37%
with the number of cases reaching 1.957 the patient and CFR reached 0.7%. The number of DBD
cases in 2008 saw a slight decrease but still relatively high with the number of cases reaching 1.581
and CFR=0.4%
The number of Aedes aegypti mosquitoes will also accelerate the spread of DBD disease in an area.
DBD patients will exhibit clinical symptoms on the third day after dengue virus infection. On the
first day and second day into the blood even in DBD patients had dengue virus containing the
patient still feels that he was infected by dengue virus. So that the patient can perform daily
activities, such as go to school. But on the first day and into second day the patient who has been
infected by dengue virus, he was a source of infection for healthy people when he was bitten by
aedes aegepti mosquito.
Dengue disease transmission occurs when there is contact Ae. aegypti mosquito bites a dengue virus
containing a healthy person. Spread of DBD cases more quickly if the number of people bitten by
the mosquito Ae. aegypti more and more. According WHO, places where the potential for the
occurrence of dengue disease transmission among the schools.
By the mosquito Ae. aegypti school region, it feared would be a factor dengue disease transmission
to other students. because of the hours school activities from 07.00 WIB until 17.00 WIB, would
pass hours in which the active mosquito bites, in 08.00-13.00 and the afternoon at 15.00-17.00
WIB.
Until now not yet known how the relationship between the density of larvae in the school area with
DBD cases in children in municipal schools palembang. Purpose of this study was to determine the
density of relations with the incident at school larvae DBD cases in school children in the
palembang city. Research will be conducted during ten months and implemented in the palembang
city. Type of research is a descriptive analytic case-control design. This study will look at the
relationship between the presences of Ae. aegypti larvae in DBD cases in children of school after it
controlled with other variable. Research results can be used to calculate how large a proportion of

DBD cases in the community will successfully lowered if the presence of Ae. aegypti mosquito
larvae in the schools could be eliminated.
Key words: DBD, larval index, school children, DBD risk factors, PSN DBD

Koleksi Referensi Parasitologi dan Entomologi Penyakit Kaki Gajah dan Malaria
di Kabupaten Banyuasin dan OKU Selatan
(Lasbudi P Ambarita, Santoso, Hotnida Sitorus, Betriyon, Hendri, Sutiman)
ABSTRAK
Di dalam epidemiologi penyakit menular bersumber binatang terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian suatu penyakit di suatu daerah. Upaya untuk menekan
tingginya angka kasus yang terjadi tentu saja harus didasarkan kepada informasi yang di dapat dari
kegiatan penyelidikan epidemiologi di lapangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka
prevalensi malaria di wilayah Puskesmas Tenang dan filariasis serta jenis-jenis nyamuk di wilayah
kerja Puskesmas Daya Utama.
Hasil pemeriksaan secara mikroskopis pada darah penderita kronis maupun seluruh penduduk yang
berhasil diambil sediaan darah jari tidak ditemukan satu orangpun yang terinfeksi cacing filaria
Nyamuk dewasa yang berhasil tertangkap didominasi oleh nyamuk dari genus Culex dan Mansonia.
Salah satu spesies dari genus Mansonia yang berhasil tertangkap adalah Ma. uniformis. Spesies ini
telah dikonfirmasi sebagai vektor filariasis di propinsi Sumatera Selatan sedangkan spesies
Mansonia yang dominan tertangkap adalah Ma. dives/bonneae.
Hasil pemeriksaan darah jari dengan RDT dan mikroskop diketahui satu orang penduduk
dinyatakan positif malaria dari spesies P. vivax. Nyamuk Anopheles yang tertangkap jumlahnya
sangat sedikit yang terdiri dari An. sinensis/crawfordi, An. vagus, An. kochi dan An. separatus.
Nyamuk vektor malaria yang telah dikonfirmasi di wilayah ini adalah An. maculatus namun tidak
berhasil tertangkap dalam kegiatan ini.

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU


MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT MALARIA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MENDINGIN KABUPATEN OKU
(Rika Mayasari, dkk)
Abstrak
Kabupaten OKU termasuk daerah yang endemis akan malaria, termasuk di Desa Sukajadi
wilayah Puskesmas Mendingin. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan OKU tahun
2009 menunjukkan bahwa malaria klinis berjumlah 40 dengan jumlah penduduk sebanyak 599.
Salah satu upaya pencegahan penyakit malaria adalah melalui peningkatan pengetahuan masyarakat
dengan kegiatan penyuluhan termasuk Desa Sukajadi. Adapun penyuluhan tentang malaria yang
diberikan menggunakan metode Dual Coding Theory yg bisa bersifat formal dan informal dengan
melibatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor. Penyuluhan yang dilakukan dengan tatap
muka, diskusi dengan alat bantu media tentang malaria dapat dilakukan secara mudah dan praktis,
dibandingkan dengan menggunakan film atau video, serta dapat dilakukan secara interpersonal
maupun kelompok. Dari permasalahan di atas akan dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat tentang penyakit malaria di Desa Sukajadi wilayah
kerja Puskesmas Mendingin Kabupaten OKU sebelum dan sesudah penyuluhan. Dari hasil
penyuluhan yang dilakukan setelah pretest maka PSP masyarakat Desa Sukajadi meningkat,
Waloupun dari hasil analisis statistik yang menunjukkan perilaku sebelum dan setelah penyuluhan
kesehatan tentang malaria, didapatkan nilai p = 0,238 artinya tidak ada hubungan yang bermakna.
tetapi berdasarkan persentase perilaku antara sebelum penyuluhan terjadi peningkatan perilaku baik
setelah

penyuluhan dilakukan. Hal ini dikarenakan waktu yang disediakan dalam melakukan

penelitian sangat singkat, padahal untuk mendapatkan perubahan perilaku responden/masyarakat


dibutuhkan waktu yang lama dan berkelanjutan. Untuk mengubah pola perilaku yang permanent
bagi individu/kelompok dalam suatu masyarakat memerlukan waktu yang relative lama dengan
banyak dilaksanakan upaya pelatihan dan sosialisasi.

Kata Kunci : PSP Masyarakat, Kejadian Malaria

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERILAKU


MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GUMAWANG KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR
PROPINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2010
(Risna Gunvari, Dian Purnama, Yanelza Supranelfy, Betriyon)

Abstrak
Wilayah kerja Puskesmas Gumawang merupakan salah satu daerah endemis malaria di Ogan
Komering Ulu Timur, dengan Annual Malaria Incident sebesar 6,4 selama tahun 2008. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dan perilaku
masyarakat dengan kejadian malaria serta menganalisi variabel-variabel kondisi lingkungan fisik
rumah dan perilaku masyarakat dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas Gumawang
kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2010. Desain penelitian
yang digunakan adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu melihat
hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dan perilaku masyarakat dengan kejadian malaria.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil keputusan terutama bagi program
penanggulangan malaria di wilayah tersebut serta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang malaria dan pencegahan serta pengobatannya. Hasil penelitian Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari hasil pengamatan yang dilakukan di tempat-tempat perindukan yang
diduga sebagai tempat berkembang biak nyamuk Anopheles didapatkan 1 (satu) jenis tempat
perindukan potensial yaitu kolam dengan kepadatan jentik 0,36. Berdasarkan kebiasaan menggigit
pada nyamuk Anopheles diketahui bahwa nyamuk Anopheles yang tertangkap cenderung lebih
banyak tertangkap di dalam rumah. Dari hasil penelitian diketahui beberapa variabel yang
berhubungan dengan kejadian malaria yaitu : variabel pengetahuan, sikap, tindakan, jendela, kasa,
pintu dan ventilasi dan pencahyaan sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian
malaria yaitu : jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, plafon dan atap.
Kata Kunci : Kondisi Lingkungan, Perilaku Masyarakat, Kejadian malaria

Bionomik Vektor Malaria Berdasarkan Topografi Wilayah di Propinsi Jambi


Tahun 2010
(Yulian Taviv, Anif Budiyanto, Hotnida Sitorus, Rika Mayasari, Dian Purnama, R. Irpan
Pahlepi, Dewi Paulina, Prof. Chairil, Agus Setiawan)
ABSTRAK
Malaria di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Kabupaten, Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten
Sarolangun masih merupakan masalah kesehatan dan vektor penular malaria khususnya di wilayah
Puskesmas Cermin Nan Gadang Kabupaten Sarolangun salah satu wilayah yang berada di daerah
dataran tinggi dan di wilayah Puskesmas Kuala Tungkal II Kabupaten Tanjab Barat dan wilayah
kerja Puskesmas Nipah Panjang salah satu wilayah yang berada di daerah dataran rendah/pantai,
sampai saat ini belum diketahui.
Hasil pemeriksaan sediaan darah menggunakan RDT (rapid diagnostic test) maupun secara
mikroskopis, diperoleh 1 orang penduduk di Desa Nipah Panjang positif malaria P. falciparum.
Sementara di Desa Teluk Rendak diketahui terdapat 2 orang positif malaria P. vivax melalui
pemeriksaan secara mikroskopis. Dari hasil wawancara singkat (tidak terstruktur) kepada penduduk
yang dinyatakan positif malaria tersebut, diketahui bahwa mereka sangat jarang bepergian ke luar
wilayah desa mereka sehingga dapat diperkirakan penularan malaria sifatnya setempat (indigenous
transmission).
Penangkapan nyamuk dewasa yang dilakukan selama penelitian berlangsung didapatkan nyamuk
Anopheles dalam jumlah yang sedikit, bahkan di Desa Tanjung Harapan di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat nyamuk Anopheles tidak berhasil tertangkap. Terdapat perbedaan komposisi jenis
Anopheles yang tertangkap di Desa Nipah Panjang dengan yang tertangkap di Desa Teluk Rendak.
Hanya 1 jenis Anopheles yang tertangkap di kedua desa ini yaitu An. letifer.
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan umumnya terdapat tanaman air.
Adanya tumbuh-tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk antara lain sebagai tempat
meletakkan telur, tempat berlindung, tempat mencari makan dan berlindung bagi jentik dan tempat
hinggap istirahat nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik.

TAHUN 2011

STUDI ANALISIS KLB DBD DI KOTA LUBUK LINGGAU


TAHUN 2011
(Anif Budiyanto, dkk)
Abstrak
Setiap tahun kasus DBD ditemukan di propinsi Sumatera Selatan. Kota Lubuk Linggau
merupakan salah satu wilayah yang memberikan kontribusi tingginya angka kasus DBD di Propinsi
Sumatera Selatan. Pada tahun 2010 Insiden Rate (IR) kasus DBD di Kota Lubuk Linggau mencapai
15 %, dengan jumlah kasus mencapai 28 penderita, dan CFR 0,0%. Berdasarkan laporan W1
(laporan kejadian KLB) di Kota Lubuk Linggau pada minggu ke 31 telah terjadi peningkatan kasus
DBD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran epidemiologi KLB DBD di Kota
Lubuk Linggau. Berdasarkan hasil survey, kepadatan jentik di kota Lubuk Linggau masuk dalam
kategori sedang (DF=4). Disarankan untuk jangka pendek perlu dilakukan fogging missal, dan
untuk jangka panjang perlu dilakukan peningkatan kegiatan jumantik.
Kata kunci : DBD, Indeks larva.

HUBUNGAN RIWAYAT MALARIA SELAMA FASE KEHAMILAN DENGAN KASUS


BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI KABUPATEN OKU, OKU TIMUR
DAN OKU SELATAN TAHUN 2011
(Anif Budiyanto, SKM., M.Epid)
Abstrak
Kabupaten OKU, OKU Timur dan OKU Selatan merupakan kabupaten endemis malaria di
Propinsi Sumatera Selatan. Angka kasus klinis malaria (AMI) di Kabupaten OKU Timur pada tahun
2009 mencapai 125 %o. Sedangkan angka kasus berdasarkan pemeriksaan laboratorium (API)
mencapai 76 %o. Kasus malaria di Kabupaten OKU terdistribusi pada semua golongan umur baik
pria maupun wanita. Jumlah kasus malaria pada tahun 2009 di Kabupaten OKU Timur sebagian
besar (55,6%) terjadi pada wanita. Kehamilan akan memperberat penyakit malaria yang diderita,
dan sebaliknya malaria akan berpengaruh pada kehamilan dan menyebabkan penyulit, baik terhadap
ibu maupun bayi yang dikandungnya. Infeksi malaria pada kehamilan sangat merugikan ibu dan
janin yang dikandungnya, karena infeksi ini dapat meningkatkan kejadian morbiditas dan mortalitas
ibu maupun janin. Ibu yang menderita malaria dapat mengalami anemia, malaria serebral, edema
paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan abortus,
persalinan premature, berat badan bayi rendah (BBLR), dan kematian janin. Infeksi pada wanita
hamil oleh parasit malaria ini sangat mudah terjadi, karena disebabkan oleh adanya perubahan
system imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas selular maupun imunitas humoral, serta
diduga juga akibat peningkatan hormon kortisol pada wanita selama kehamilan. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui hubungan riwayat menderita malaria pada ibu hamil dengan kejadian
penyakit/kelainan yang dialami pada bayi baru lahir seperti abortus, presalinan premature, berat
badan bayi rendah, dan kematian janin. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi
mengenai berapa risiko seorang bayi akan mengalami kasus/kelainan pada bayi baru lahir seperti
abortus, presalinan premature, berat badan bayi rendah, dan kematian janin yang dilahirkan dari
seorang ibu yang mempunyai riwayat menderita malaria selama fase kahamilannya. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Belum diketahui berapa risiko seorang bayi untuk mengalami
Berat Bayi Lahir Rendah yang dilahirkan dari seorang ibu yang mempunyai riwayat menderita
malaria selama fase kahamilannya.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data kasus/kelainan pada bayi baru
lahir (disebut kasus) dan bayi yang dilahirkan tanpa mengalami kelainan (disebut kontrol), lalu
dilakukan wawancara untuk melihat faktor risiko apa saja yang mempengaruhi kasus / kelainan
pada bayi baru lahir. Jumlah sampel dalam penelitian ini 210 sampel, yang terdiri dari 105 kasus

dan 105 kontrol. Cara pengambilan sampel dengan cara quota sampling. Masing-masing dicari 105
bayi sebagai kasus (bayi baru lahir dengan BBLR) dan 105 bayi sebagai kontrol (bayi baru lahir
tanpa BBLR). Informasi adanya kasus dan kontrol di dapat dari bidan yang menolong persalinan.
Peneliti Loka Litbang dan Dinas Kabupaten akan melakukan survey untuk melihat faktor risiko
malaria yang kemungkinan ada pada ibu bersalin.
Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, di Kabupaten OKU, OKU Timur, dan Kab. OKU
Selatan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain kasus-kontrol. Penelitian ini
akan melihat hubungan antara Riwayat menderita malaria pada Ibu Hamil dengan kasus/kelainan
pada bayi baru lahir seperti seperti abortus, persalinan premature, berat badan bayi rendah, dan
kematian janin, setelah dikontrol dengan variabel lain. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
menghitung berapa besar proporsi kasus/kelainan bayi baru larhir dalam masyarakat akan berhasil
diturunkan apabila kasus malaria pada Ibu Hamil berhasil dihilangkan.
Kata kunci : Malaria, Ibu Hamil, BBLR.

Rekonfirmasi Vektor Filariasis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan Tahun


2011
(Hotnida Sitorus, Yanelza Supranefly, R. Irpan Pahlepi, Hendri Erwadi)
Abstrak
Penyakit kaki gajah (Filariasis limfatik) adalah penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk
sebagai pembawa cacing filaria. Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu daerah endemis
filariasis di Propinsi Sumatera Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan rekonfirmasi vektor
filariasis di Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional (potong
lintang). Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan penangkapan nyamuk oleh kolektor
nyamuk dilakukan pada malam hari.
Hasil penangkapan nyamuk dewasa di Desa Perambahan terhadap Ma. Uniformis (4,7%) sebagai
vektor penyakit kaki gajah di Propinsi Sumatera Selatan memperlihatkan pola fluktuasi yang tidak
teratur mulai tertangkap pada jam 19.00-20.00 dan tertangkap terakhir kali pada jam 03.00-04.00,
dan paling banyak tertangkap pada jam 01.00-02.00 dan jam 03.00-04.00.
Di Desa Gasing Laut, nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap total berjumlah 9 ekor. Nyamuk ini
mulai tertangkap di awal jam penangkapan (18.00-19.00) dan selanjutnya relatif selalu tertangkap
hingga jam 03.00. Mulai jam 03.00 hingga fajar nyamuk Ma. uniformis tidak berhasil tertangkap
kembali.
Penangkapan nyamuk di Desa Kenten Laut, nyamuk Ma. uniformis yang hanya berjumlah 5 ekor
dan lebih sedikit dibanding yang tertangkap di Desa Perambahan dan Desa Gasing. Nyamuk mulai
tertangkap di awal jam penangkapan (18.00-19.00) hingga pukul 20.00-21.00. Pada jam-jam
berikutnya nyamuk ini tidak berhasil tertangkap.
Nyamuk vektor penyakit kaki gajah Ma. uniformis berhasil tertangkap di seluruh desa yang
disurvei. Dengan demikian masyarakat harus senantiasa dihimbau untuk menghindari kontak
dengan nyamuk vektor di malam hari.

Studi Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat


di Daerah Pengobatan Filariasis di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari
(Lasbudi P. Ambarita, Yulian Taviv, Hotnida Sitorus, R. Irpan Pahlepi, Kasnodihardjo, Agus
Setiawan)
Abstrak
Penyakit kaki gajah (Filariasis) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing
nematoda golongan filaria yang hidup di saluran dan kelenjar limfe, ditularkan oleh nyamuk vektor
filariasis. Pemerintah telah mencanangkan eliminasi filariasis, dan salah satu tahapan kegiatan yang
cukup penting adalah pengobatan massal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan,
sikap dan perilaku resoponden tentang penyakit kaki gajah dan aspek pengobatannya di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batang Hari Propinsi Jambi, dengan disign cross sectional. Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap masyarakat dan diskusi
kelompok terarah terhadap kader kesehatan dan tokoh masyarakat. Data yang diperoleh dianalisis
secara deskriftif dan analitik.
Hasil analisis kuesioner diketahui bahwa ada perbedaan signifikan (p<0,05) antara
karakteristik responden dengan minum obat filariasis, dimana kategori umur yang paling banyak
minum obat adalah kisaran umur 17-37 tahun (76,7%), jenis kelamin laki-laki (76,4%) dan tidak
tamat SMP (83,3%). Hasil kegiatan Diskusi Kelompok Terarah dengan Tokoh Masyarakat dan
kader pembagi obat diketahui bahwa kegiatan pembagian obat kaki gajah untuk tahap berikutnya
harus melibatkan sektor-sektor terkait (aparat pemerintahan baik kecamatan dan desa, petugas
kesehatan) sehingga kegiatan ini mendapat dukungan penuh untuk mengarahkan masyarakat ikut
serta dalam program pengobatan kaki gajah. Kader pembagian obat juga dibekali pengetahuan
tentang penyakit kaki gajah terutama efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pengobatan karena
kader pembagi obat adalah lini terdepan yang diharapkan memberikan informasi bagi masyarakat
agar masyarakat tidak memiliki keragu-raguan untuk mengkonsumsi obat kaki gajah. Disamping itu
perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit kaki gajah untuk meningkatkan
pengetahuan yang diharapkan dapat dilakukan berkala.

STUDI PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT BERKAITAN


DENGAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN MADANG SUKU III
KABUPATEN OKU TIMUR TAHUN 2011
Nungki Hapsari Suryaningtyas, Santoso, Risna Gunvari
ABSTRAK
Pada tahun 2007 Desa Karya Makmur Kabupaten Oku Timur telah ditemukan positif
microfilaria sebanyak 5 dari 381 orang yang diperiksa mikrofilaria rate (Mf rate) sebesar 1,05%.
Hasil Mf rate menunjukkan lebih dari 1%, sehingga wilayah tersebut ditetapkan sebagai daerah
endemis yang perlu program pengobatan massal. Penanganan filariasis di Kabupaten Oku Timur
baru sebatas pengobatan pada kasus di Desa Karya Makmur (pengobatan selektif), tanpa ada
pemeriksaan kembali setelah dilakukan pengobatan. Untuk itu perlu dilakukan pengumpulan data
mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat khususnya di Kecamatan Madang Suku III
melalui pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif sehingga dapat digunakan sebagai awal
untuk mengembangkan intervensi melalui pemberdayaan masyarakat di daerah tersebut. Jenis
penelitian adalah deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat dan Kepala Desa terutama tentang penyebab dan
gejala akut masih rendah. Kurangnya koordinasi dan evaluasi dari pihak-pihak terkait antara
Puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga program promotif dan preventif untuk eliminasi flariasis
limfatik belum banyak dilakukan.
Kata Kunci : PSP Masyarakat, Filariasis limfatik, Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten Oku
Timur

Distribusi Spasial Malaria di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2011
(Ritawati, Yahya, Betriyon)
Abstrak
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia, termasuk Indonesia. Kecamatan Lengkiti sebagai salah satu kecamatan yang
ada di Kabupaten Ogan Komering Ulu pada dua tahun terakhir (2009-2010) memiliki kasus malaria
yang tertinggi dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. yaitu sebesar 1450 kasus klinis dan 489
positif parasit malaria dan tahun 2010 sebanyak 1969 kasus klinis dan 253 kasus positif parasit
malaria yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis dan RDT. Penelitian ini bertujuan
untuk menghasilkan peta distribusi spasial kasus malaria dan faktor-faktor risiko tertular penyakit
malaria, habitat perkembangbiakan vektor malaria, pola sebaran kasus malaria dan indeks jarak kasus
dengan habitat vektor(jentik). Menggunakan metode ploting kasus malaria, habitat vektor malaria dan
pencidukan jentik Anopheles.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa di Kecamatan Lengkiti pada tahun 2009 dan 2010 jenis
Plasmodium vivax yang mendominasi yaitu sebesar 72% dan 76%. Secara spasial, Desa Tanjung
Lengkayap (Tahun 2009) dan Desa Tihang (tahun 2010) merupakan Desa yang paling banyak
ditemukan kasus positif malaria, Berdasarkan umur, pada tahun 2009 dan 2010 malaria banyak
menyerang umur >15 tahun masing-masing (61% dan 77%) sedangkan berdasarkan jenis kelamin
laki-laki(51%) yang lebih banyak ditemukan dibandingkan perempuan. Sedangkan berdasarkan
pekerjaan, malaria banyak menyerang orang yang beraktifitas sebagai petani(58% dan 51%).
Tempat-tempat yang diduga sebagai perindukan Anopheles yang ditemukan berupa genangangenangan bekas pembuangan limbah rumah tangga, selokan kecil/parit yang tersumbat, sungai dan
kolam. Keberadaan habitat perkembangbiakan vektor Anopheles tersebut kurang dari radius 100 m
dari permukiman.
Disarankan perlu diupayakan program pemberdayaan masyarakat khususnya peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan bebas malaria, menghilangkan
breeding place dan peningkatan praktik pencegahan untuk mengurangi kontak dengan nyamuk
Anopheles. Bagi masyarakat, melakukan pemberantasan sarang nyamuk yaitu pembersihan air
tergenang, rawa-rawa, selokan/parit dan membersihkan vegetasi/semak-semak disekitar rumah yang
merupak tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. Menghindari gigitan nyamuk malaria dengan
cara pemakaian kelambu pada waktu tidur dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur.
Menghindari kegiatan di luar rumah pada jam aktif nyamuk vektor malaria menggigit. Jika harus

keluar rumah untuk bekerja, sebaiknya selalu memakai pakaian pelindung seperti celana panjang
dan lengan panjang yang dapat menutupi seluruh anggota badan.
Kata kunci : Malaria, Lengkiti, Spasial.

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI KECAMATAN PEMAYUNG KABUPATEN


BATANGHARI PROVINSI JAMBI
(Yahya, Santoso, Anif Budiyanto, Lasbudi P. Ambarita, I Gede Wempi Dodi Surya Pemadi,
Dian Purnama, Betriyon, Sulfa Esi Warni, Nur Inzana, Ade Verientic Satriani, Zamriadi)
Abstrak
Penelitian mengenai epidemiologi filariasis telah dilakukan di lima Desa di Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi pada bulan April hingga Desember 2011. Penelitian ini
bersifat observasi, dengan disain potong lintang. Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui
epidemiologi penularan filariasis di Kecamatan Pemayung. Penelitian dilakukan dalam bentuk tiga
kegiatan yaitu pengamatan parasit, pengamatan nyamuk dan kebiasaan masyarakat yang
mendukung terjadinya penularan filariasis. Setelah dilakukan pengambilah darah sebanyak 3 kali
(untuk seluruh Desa) diperoleh jumlah penduduk yang diperiksa sebanyak 538 orang. Jumlah yang
positif mikrofilaria sebanyak 8 orang (Mf rate 1,5%) dengan kepadatan parasit antara 0,41517,493 parasit/l darah dengan jenis Brugia malayi. Hasil pemeriksaan darah pada 12 ekor
kucing milik penduduk serta dua ekor kera, ditemukan dua ekor kucing yang positif Brugia malayi
di dalam darahnya. Secara keseluruhan, total jenis nyamuk yang tertangkap di lima Desa di
Kecamatan Pemayung ada 29 jenis nyamuk. Cx. quinquefasciatus mendominasi hasil penangkapan
(492 ekor), diikuti Ar. subalbatus (378 ekor), kemudian Cx. tritaeniorhyncus (319 ekor). Jenis
nyamuk Mansonia yang berhasil ditangkap meliputi Ma. uniformis (131 ekor), Ma. bonneae (116
ekor). Namun secara keseluruhan dari 162 ekor nyamuk yang dibedah, tidak satupun ditemukan
larva filaria. Dengan angka Mf rate 1,5% maka Kecamatan Pemayung masih termasuk daerah
endemis filariasis. Jenis cacing filaria yang menginfeksi manusia di lokasi penelitian adalah
Brugia malayi. Cacing filaria di lokasi penelitian memiliki periodisitas subperiodik nortuna.
Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada siang dan malam hari, tetapi lebih banyak ditemukan
pada malam hari. Dengan ditemukannya mikrofilaria pada kucing (felis catus) dan kera (Macaca
fascicularis) yang lingkungan hidupnya sangat dekat dengan permukiman penduduk maka kedua
jenis hewan tersebut berpotensi besar sebagai reservoir di lokasi penelitian. Masih banyak
masyarakat yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) yang kurang baik dalam
pencegahan penularan filariasis. Umumnya banyak masyarakat yang tidak memproteksi diri saat
keluar rumah pada malam hari dan tidak meminum obat filariasis yang diberikan petugas sehingga
berisiko tinggi untuk tertular filariasis. Adanya rawa dan kolam yang dibuat penduduk yang
ditemukan tanaman Pistia stratiotes, mendukung untuk berkembangbiaknya nyamuk jenis
Mansonia. Jenis nyamuk yang berperan sebagai tersangka vektor filariasis di lokasi penelitian

adalah Ma. uniformis dan Ma. bonneae. Vektor potensial di lokasi penelitian adalah Cx.
quinquefasciatus dan Ar. subalbatus. Puncak aktivitas menggigit Ma. uniformis menggigit di
dalam rumah adalah pukul 02.00-03.00, sedangkan di luar rumah pada pukul 21.00-22.00. Ma.
uniformis lebih dominan menggigit di luar rumah. Kecamatan Pemayung masih berisiko untuk
menjadi lokasi penularan filariasis. Penyuluhan mengenai pencegahan penularan filariasis harus
terus digalakkan kepada Masyarakat. Membersihkan tanaman mawar air (Pistia stratiotes) yang
tumbuh di kolam milik penduduk, disarankan kepada masyarakat untuk selalu tidur dengan
menggunakan kelambu berinsektida. Upayakan agar masyarakat selalu melakukan upaya
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk saat pergi ke kebun pada siang hari, seperti dengan
menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang. Perlu dilakukan pelatihan bagi para
petugas mikroskofis di Puskesmas mengenai identifikasi cacing filaria, sehingga kemampuan
dalam mengidentifikasi cacing filaria akan semakin baik.
Kata Kuci: Epidemiologi, Filariasis, Pemayung, Batanghari.

FAKTOR RISIKO PENULARAN FILARIASIS BERKAITAN DENGAN

VEKTOR DAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN


DI DESA KARYA MAKMUR KECAMATAN MADANG SUKU III
KABUPATEN OKU TIMUR TAHUN 2011
(Yanelza Supranelfy, Hotnida Sitorus, R.Irpan Pahlepi)
Abstrak
Lymphatic filariasis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, penyakit ini hampir
di seluruh Provinsi. Berdasarkan laporan daerah dan hasil survei (Rapid Mapping) pada tahun 2000
tercatat sebanyak 1533 desa di wilayah kerja 647 Puskesmas yang tersebar di 231 Kabupaten, 26
Provinsi merupakan endemis filariasis, dengan jumlah kasus kronis sebanyak 6.233 orang. Desa
Karya Makmur, Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Propinsi
Sumatera Selatan memiliki mikrofilaria rate parasit filariasis sebesar 1,05% pada tahun 2007.
Mendasari masalah inilah, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor risiko
penularan filariasis berkaitan dengan kondisi lingkungan fisik (habitat perkembangbiakan) dan
biologis (vektor). Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Karya Makmur Kabupaten OKU Timur
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2011 mulai bulan Mei sampai November 2011. Jenis penelitian
ini adalah deskriptif dengan disain penelitian survei sewaktu atau spot survei. Metode pengumpulan
data yaitu dengan melakukan penangkapan nyamuk malam hari serta pengumpulan data lingkungan
fisik dan biologis. Hasil penelitian yaitu ditemukan nyamuk Mansonia uniformis dan Anopheles
nigerrimus yang biasanya merupakan vektor filariasis tetapi tidak ditemukan nyamuk yang
mengandung cacing mikrofilaria. Untuk vegetasi perkembangbiakan Anopheles spp adalah rumput
dan Eichhornia crassipes (eceng gondok) dengan predator yaitu Oreochromis niloticus (ikan nila)
dan Aplocheilus panchax (ikan kepala timah). Oleh sebab itu, perlunya dilakukan

penelitian

longitudinal sepanjang musim di Kecamatan Madang Suku III sehingga bisa mendapatkan
informasi secara lengkap mengenai vektor penular penyakit filariasis.

Kata Kunci : Faktor Risiko, Filariasis, Desa Karya Makmur

Anda mungkin juga menyukai