ABSTRAK
PENELITIAN LOKA
LITBANG P2B2
BATURAJA TAHUN
2009-2013
TAHUN 2009
pengetahuan,
sikap
dan
perilaku
masyarakat
di
wilayah
penelitian,
dan
ABSTRACT
Until now malaria remains a major global problem including Indonesia, affects people in the
productive age, resulting in low productivity. In an epidemiology triangle, one of the important
factors in malaria infections is vector, which is Anopheline mosquito. The aim of research is to
examine bionomics of An. maculatus and An. leucosphyrus in the coffee plantations South Ogan
Komering Ulu District. The research conducts mosquito collection, larval collection and mapping
breeding habitat. The bionomic study was conducted 12 times in two separate villages from June to
December 2009. Results from all night biting studies show different biting peak between An.
maculatus and An. leucosphyrus in both villages. An. maculatus mosquitoes had an indoor peak
landing between 04.00 until 05.00, while outdoor biting time occur start from 18.00 until 02.00.
Indoor biting activity of An. leucosphyrus in Sukaraja start from 22.00 until 01.00 and start biting
again at 04.00. Indoor biting peak of An. maculatus in Simpang Tiga village at 23.00 until 24.00,
while outdoor biting reach its peak at 03.00 until 05.00. Only 1 An. leucosphyrus collected in
Simpang Tiga village. Larva of An. leucosphyrus only found in a puddle in the side road, on
contrary there were 4 type breeding sites found in Simpang Tiga village . The important breeding
sites were dams, puddle, spring and swamp in the foot hill. Information about vector bionomic in a
given area was usefull for planning and undertaken vector control activities to be more effective and
efficient.
Key words: Bionomics, An. maculatus, An. leucosphyrus, Coffee Plantations, South OKU District
Efektivitas Malation dalam Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue dan Uji
Kerentanan Larva Aedes aegypti terhadap Temefos di Kota Palembang
(Milana Salim, Lasbudi P. Ambarita, Aprioza Yenni)
ABSTRAK
Penyakit DBD (demam berdarah dengue) merupakan salah satu masalah kesehatan di wilayah
tropis. Terdapat 16 provinsi yang dilaporkan sering mengalami KLB, satu di antaranya adalah
Provinsi Sumatera Selatan. Pengendalian vektor DBD yang selama ini telah dilakukan adalah
pengendalian nyamuk dewasa melalui fogging menggunakan malathion serta temephos (abatisasi)
yang diaplikasikan dalam pengendalian jentik. Penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Mei
hingga November 2009 ini, bertujuan untuk mengetahui kerentanan Ae. aegypti terhadap malathion
dan temefos. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang. Penetapan kelurahan yang menjadi
lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kasus DBD yang tinggi dan rendah selama 3 tahun terakhir
berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang dan yang letaknya tidak terlalu jauh satu
sama lain. Dari hasil perhitungan dengan rumus Lemeshow didapatkan 252 sampel untuk
Kelurahan Lorok Pakjo dan 73 sampel untuk Kelurahan Bukit Baru. Kegiatan yang dilakukan
meliputi peletakan ovitrap untuk mendapatkan sampel telur, pemerikaan kontainer dan keberadaan
jentik, wawancara mengenai perilaku masyarakat yang berkaitan dengan DBD, serta uji resistensi
malathion di lapangan dengan fogging dan uji temephos di laboratorium Loka Litbang P2B2
Baturaja. Indeks kepadatan jentik yang diperoleh (HI, CI, BI dan ABJ) berturut-turut sebesar 38,
21,1, 44,4 dan 62 untuk kelurahan Lorok Pakjo sedangkan kelurahan Bukit Baru berturut-turut
sebesar 31,9, 19,5, 52 dan 68,1. Tidak ditemukan kecenderungan munculnya sifat resistensi Ae.
aegypti terhadap malathion maupun temefos. Sebagian responden masih berperilaku negatif atau
mendukung perkembangbiakan vektor DBD. Walaupun belum terdeteksi sifat resistensi vektor
terhadap malathion dan temefos namun pemantauan sifat resistensinya sebaiknya dilakukan secara
berkala mengingat kedua jenis insektisida telah cukup lama diaplikasikan di Kota Palembang
maupun wilayah lain di Indonesia.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya bunuh permethrin dalam kelambu yang
telah dibagikan dan dipakai oleh masyarakat terhadap nyamuk Anopheles dan mengetahui tingkat
penggunaan kelambu permethrin oleh masyarakat yang telah dibagikan di Kabupaten Muara Enim
sejak tahun 2006. Penelitian yang bersifat observasional dan eksperimen ini telah dilakukan di
Desa Seleman Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim pada bulan April hingga
November 2010. Telah dilakukan wawancara terhadap 70 responden (diambil dengan metode
simple random sampling) dari 261 Kepala Keluarga yang telah menerima kelambu, serta telah
dilakukan pengujian daya bunuh permethrin pada kelambu (berdasarkan tahun pembagian dan
frekuensi pencucian) terhadap Anopheles vagus yang ditangkap di sekitar kandang ternak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kelambu yang dimiliki masyarakat saat ini
merupakan kelambu yang dibagikan tahun 2006 (82,9%). Hanya 32 responden (45,7%) yang
mengetahui tujuan dibagikannya kelambu, karena umumnya responden tidak pendapat penjelasan
saat kelambu dibagikan (51,4%). Masih banyak responden yang belum memahami beda antara
kelambu berinsektisda dengan kelambu biasa (57,1%). Meskipun 95,52% kelambu dipakai setiap
hari, namun hanya 54,29% saja yang mengetahui cara pemakaian. Umumnya yang tidur
berkelambu adalah seluruh anggota keluarga (58,20%). Dari 65,7% responden yang melakukan
pencucian kelambu, 78,26% di antaranya tidak mengetahui cara pencucian kelambu. Sebagian
besar responden menjemur kelambu di bawah cahaya matahari langsung (76.09%). Seluruh
responden belum mengetahui tindakan pemanasan kelambu (heat-assisted regeneration). Meskipun
telah memakai kelambu, 65,72% responden juga menggunakan anti nyamuk bakar. Ada perbedaan
rata-rata yang bermakna antara jumlah kematian nyamuk pada tiap perlakuan berdasarkan
frekuensi pencucian kelambu, namun tidak ada perbedaan bermakna berdasarkan tahun mulai
pemakaian kelambu. Perlu dilakukan sosialisasi mengenai tujuan pembagian kelambu, cara
pemakaian, cara pencucian dan siapa saja anggota keluarga yang diprioritaskan untuk tidur
berkelambu pada saat kelambu dibagikan pada masyarakat. Selain itu perlu juga disosialisasikan
mengenai tindakan pemanasan kelambu (heat-assisted regeneration) dalam rangka meningkatkan
keefektifan insektisida di dalam kelambu untuk membunuh nyamuk.
Kata Kunci: Kelambu permethrin, Anopheles, Muara Enim
memiliki resiko penularan yang tinggi terhadap DBD. Ikan cupang efektif untuk pemberantasan
jentik Aedes, ini dapat diketahui dimana jentik tidak ditemukan di kontainer apabila terdapat ikan
cupangnya. Ikan cupang lebih diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan Abate dan bersedia
menggunakan ikan cupang untuk pengendalian DBD. Disarankan peran kader pemantau jentik plus
ikan cupang perlu ditingkankan dengan secara berkala di pantau secara serius oleh pengelola
program di tingkat puskesmas dan Kabupaten/Kota dan Ikan cupang dapat sebagai pengendali
jentik Aedes di masyarakat dengan pemanfaatan kader untuk memonitor keberadaan ikan cupang.
Kata Kunci: DBD, ABJ, Ikan Cupang, Kota Palembang
TAHUN 2010
lingkungan sekolah untuk menghilangkan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Lingkungan
sekolah, akan menurunkan angka kasus DBD pada anak sekolah di populasi sebesar 18,1%.
Kata kunci : DBD, Indek larva, anak sekolah, Faktor risiko DBD, PSN DBD.
ABSTRACT
South Sumatera Province is one of the provinces of endemic DBD in Indonesia. palembang
municipalities is one of the areas that contribute the high number of DBD cases in South Sumatera
Province. In 2007, incidence rate (IR) of DBD cases in the municipality palembang reached 37%
with the number of cases reaching 1.957 the patient and CFR reached 0.7%. The number of DBD
cases in 2008 saw a slight decrease but still relatively high with the number of cases reaching 1.581
and CFR=0.4%
The number of Aedes aegypti mosquitoes will also accelerate the spread of DBD disease in an area.
DBD patients will exhibit clinical symptoms on the third day after dengue virus infection. On the
first day and second day into the blood even in DBD patients had dengue virus containing the
patient still feels that he was infected by dengue virus. So that the patient can perform daily
activities, such as go to school. But on the first day and into second day the patient who has been
infected by dengue virus, he was a source of infection for healthy people when he was bitten by
aedes aegepti mosquito.
Dengue disease transmission occurs when there is contact Ae. aegypti mosquito bites a dengue virus
containing a healthy person. Spread of DBD cases more quickly if the number of people bitten by
the mosquito Ae. aegypti more and more. According WHO, places where the potential for the
occurrence of dengue disease transmission among the schools.
By the mosquito Ae. aegypti school region, it feared would be a factor dengue disease transmission
to other students. because of the hours school activities from 07.00 WIB until 17.00 WIB, would
pass hours in which the active mosquito bites, in 08.00-13.00 and the afternoon at 15.00-17.00
WIB.
Until now not yet known how the relationship between the density of larvae in the school area with
DBD cases in children in municipal schools palembang. Purpose of this study was to determine the
density of relations with the incident at school larvae DBD cases in school children in the
palembang city. Research will be conducted during ten months and implemented in the palembang
city. Type of research is a descriptive analytic case-control design. This study will look at the
relationship between the presences of Ae. aegypti larvae in DBD cases in children of school after it
controlled with other variable. Research results can be used to calculate how large a proportion of
DBD cases in the community will successfully lowered if the presence of Ae. aegypti mosquito
larvae in the schools could be eliminated.
Key words: DBD, larval index, school children, DBD risk factors, PSN DBD
Koleksi Referensi Parasitologi dan Entomologi Penyakit Kaki Gajah dan Malaria
di Kabupaten Banyuasin dan OKU Selatan
(Lasbudi P Ambarita, Santoso, Hotnida Sitorus, Betriyon, Hendri, Sutiman)
ABSTRAK
Di dalam epidemiologi penyakit menular bersumber binatang terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian suatu penyakit di suatu daerah. Upaya untuk menekan
tingginya angka kasus yang terjadi tentu saja harus didasarkan kepada informasi yang di dapat dari
kegiatan penyelidikan epidemiologi di lapangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka
prevalensi malaria di wilayah Puskesmas Tenang dan filariasis serta jenis-jenis nyamuk di wilayah
kerja Puskesmas Daya Utama.
Hasil pemeriksaan secara mikroskopis pada darah penderita kronis maupun seluruh penduduk yang
berhasil diambil sediaan darah jari tidak ditemukan satu orangpun yang terinfeksi cacing filaria
Nyamuk dewasa yang berhasil tertangkap didominasi oleh nyamuk dari genus Culex dan Mansonia.
Salah satu spesies dari genus Mansonia yang berhasil tertangkap adalah Ma. uniformis. Spesies ini
telah dikonfirmasi sebagai vektor filariasis di propinsi Sumatera Selatan sedangkan spesies
Mansonia yang dominan tertangkap adalah Ma. dives/bonneae.
Hasil pemeriksaan darah jari dengan RDT dan mikroskop diketahui satu orang penduduk
dinyatakan positif malaria dari spesies P. vivax. Nyamuk Anopheles yang tertangkap jumlahnya
sangat sedikit yang terdiri dari An. sinensis/crawfordi, An. vagus, An. kochi dan An. separatus.
Nyamuk vektor malaria yang telah dikonfirmasi di wilayah ini adalah An. maculatus namun tidak
berhasil tertangkap dalam kegiatan ini.
penyuluhan dilakukan. Hal ini dikarenakan waktu yang disediakan dalam melakukan
Abstrak
Wilayah kerja Puskesmas Gumawang merupakan salah satu daerah endemis malaria di Ogan
Komering Ulu Timur, dengan Annual Malaria Incident sebesar 6,4 selama tahun 2008. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dan perilaku
masyarakat dengan kejadian malaria serta menganalisi variabel-variabel kondisi lingkungan fisik
rumah dan perilaku masyarakat dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas Gumawang
kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2010. Desain penelitian
yang digunakan adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu melihat
hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dan perilaku masyarakat dengan kejadian malaria.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil keputusan terutama bagi program
penanggulangan malaria di wilayah tersebut serta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang malaria dan pencegahan serta pengobatannya. Hasil penelitian Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari hasil pengamatan yang dilakukan di tempat-tempat perindukan yang
diduga sebagai tempat berkembang biak nyamuk Anopheles didapatkan 1 (satu) jenis tempat
perindukan potensial yaitu kolam dengan kepadatan jentik 0,36. Berdasarkan kebiasaan menggigit
pada nyamuk Anopheles diketahui bahwa nyamuk Anopheles yang tertangkap cenderung lebih
banyak tertangkap di dalam rumah. Dari hasil penelitian diketahui beberapa variabel yang
berhubungan dengan kejadian malaria yaitu : variabel pengetahuan, sikap, tindakan, jendela, kasa,
pintu dan ventilasi dan pencahyaan sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian
malaria yaitu : jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, plafon dan atap.
Kata Kunci : Kondisi Lingkungan, Perilaku Masyarakat, Kejadian malaria
TAHUN 2011
dan 105 kontrol. Cara pengambilan sampel dengan cara quota sampling. Masing-masing dicari 105
bayi sebagai kasus (bayi baru lahir dengan BBLR) dan 105 bayi sebagai kontrol (bayi baru lahir
tanpa BBLR). Informasi adanya kasus dan kontrol di dapat dari bidan yang menolong persalinan.
Peneliti Loka Litbang dan Dinas Kabupaten akan melakukan survey untuk melihat faktor risiko
malaria yang kemungkinan ada pada ibu bersalin.
Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, di Kabupaten OKU, OKU Timur, dan Kab. OKU
Selatan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain kasus-kontrol. Penelitian ini
akan melihat hubungan antara Riwayat menderita malaria pada Ibu Hamil dengan kasus/kelainan
pada bayi baru lahir seperti seperti abortus, persalinan premature, berat badan bayi rendah, dan
kematian janin, setelah dikontrol dengan variabel lain. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
menghitung berapa besar proporsi kasus/kelainan bayi baru larhir dalam masyarakat akan berhasil
diturunkan apabila kasus malaria pada Ibu Hamil berhasil dihilangkan.
Kata kunci : Malaria, Ibu Hamil, BBLR.
Distribusi Spasial Malaria di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2011
(Ritawati, Yahya, Betriyon)
Abstrak
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia, termasuk Indonesia. Kecamatan Lengkiti sebagai salah satu kecamatan yang
ada di Kabupaten Ogan Komering Ulu pada dua tahun terakhir (2009-2010) memiliki kasus malaria
yang tertinggi dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. yaitu sebesar 1450 kasus klinis dan 489
positif parasit malaria dan tahun 2010 sebanyak 1969 kasus klinis dan 253 kasus positif parasit
malaria yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis dan RDT. Penelitian ini bertujuan
untuk menghasilkan peta distribusi spasial kasus malaria dan faktor-faktor risiko tertular penyakit
malaria, habitat perkembangbiakan vektor malaria, pola sebaran kasus malaria dan indeks jarak kasus
dengan habitat vektor(jentik). Menggunakan metode ploting kasus malaria, habitat vektor malaria dan
pencidukan jentik Anopheles.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa di Kecamatan Lengkiti pada tahun 2009 dan 2010 jenis
Plasmodium vivax yang mendominasi yaitu sebesar 72% dan 76%. Secara spasial, Desa Tanjung
Lengkayap (Tahun 2009) dan Desa Tihang (tahun 2010) merupakan Desa yang paling banyak
ditemukan kasus positif malaria, Berdasarkan umur, pada tahun 2009 dan 2010 malaria banyak
menyerang umur >15 tahun masing-masing (61% dan 77%) sedangkan berdasarkan jenis kelamin
laki-laki(51%) yang lebih banyak ditemukan dibandingkan perempuan. Sedangkan berdasarkan
pekerjaan, malaria banyak menyerang orang yang beraktifitas sebagai petani(58% dan 51%).
Tempat-tempat yang diduga sebagai perindukan Anopheles yang ditemukan berupa genangangenangan bekas pembuangan limbah rumah tangga, selokan kecil/parit yang tersumbat, sungai dan
kolam. Keberadaan habitat perkembangbiakan vektor Anopheles tersebut kurang dari radius 100 m
dari permukiman.
Disarankan perlu diupayakan program pemberdayaan masyarakat khususnya peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan bebas malaria, menghilangkan
breeding place dan peningkatan praktik pencegahan untuk mengurangi kontak dengan nyamuk
Anopheles. Bagi masyarakat, melakukan pemberantasan sarang nyamuk yaitu pembersihan air
tergenang, rawa-rawa, selokan/parit dan membersihkan vegetasi/semak-semak disekitar rumah yang
merupak tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. Menghindari gigitan nyamuk malaria dengan
cara pemakaian kelambu pada waktu tidur dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur.
Menghindari kegiatan di luar rumah pada jam aktif nyamuk vektor malaria menggigit. Jika harus
keluar rumah untuk bekerja, sebaiknya selalu memakai pakaian pelindung seperti celana panjang
dan lengan panjang yang dapat menutupi seluruh anggota badan.
Kata kunci : Malaria, Lengkiti, Spasial.
adalah Ma. uniformis dan Ma. bonneae. Vektor potensial di lokasi penelitian adalah Cx.
quinquefasciatus dan Ar. subalbatus. Puncak aktivitas menggigit Ma. uniformis menggigit di
dalam rumah adalah pukul 02.00-03.00, sedangkan di luar rumah pada pukul 21.00-22.00. Ma.
uniformis lebih dominan menggigit di luar rumah. Kecamatan Pemayung masih berisiko untuk
menjadi lokasi penularan filariasis. Penyuluhan mengenai pencegahan penularan filariasis harus
terus digalakkan kepada Masyarakat. Membersihkan tanaman mawar air (Pistia stratiotes) yang
tumbuh di kolam milik penduduk, disarankan kepada masyarakat untuk selalu tidur dengan
menggunakan kelambu berinsektida. Upayakan agar masyarakat selalu melakukan upaya
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk saat pergi ke kebun pada siang hari, seperti dengan
menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang. Perlu dilakukan pelatihan bagi para
petugas mikroskofis di Puskesmas mengenai identifikasi cacing filaria, sehingga kemampuan
dalam mengidentifikasi cacing filaria akan semakin baik.
Kata Kuci: Epidemiologi, Filariasis, Pemayung, Batanghari.
penelitian
longitudinal sepanjang musim di Kecamatan Madang Suku III sehingga bisa mendapatkan
informasi secara lengkap mengenai vektor penular penyakit filariasis.