Menurut Hamdani yang dimaksud angkutan muatan laut adalah suatu usaha
pelayaran yang bergerak dalam bidang jasa angkutan muatan laut dan karenanya
merupakan bidang usaha yang luas bidang kegiatanya dan memegang peranan
penting dalam usaha memajukan perdagangan dalam dan luar negeri. 16
Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau
barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi)
sebagai tempat penurunan pemumpang atau pembongkaran barang muatan. 17
Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan :
a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut ;
b. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan ; dan
c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan. 18
16
Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses
yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Selain itu, pengangkutan juga dapat
dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi
kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal /pelabuhan
/bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/ terminal/ pelabuhan/bandara
tujuan. 19
Jadi, pengangkutan adalah kegiatan pemuatan penumpang atau barang ke dalam
alat pengangkut, pemindahan penumpang atau barang ke tempat tujuan dengan
alat pengangkut, dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang dari alat
pengangkut di tempat tujuan yang disepakati. 20
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/ atau memindahkan
penumpang dan/ atau barang dengan menggunakan kapal. 21 Menurut Hamdani
yang dimaksud dengan angkutan muatan laut adalah suatu usaha pelayaran yang
bergerak dalam bidang jasa angkutan muatan laut dan karenanya merupakan
bidang usaha yang luas bidang kegiatannya dan memegang peranan penting dalam
usaha memajukan perdagangan dalam dan luar negeri. 22
Alat dan sarana angkutan melalui laut yaitu:
a. Barang muatan adalah barang yang sah dan dilindungi undang-undang,
dimuat dalam alat pengangkut, yang sesuai dengan atau tidak dilarang
19
Ibid, hal 43
Ibid, hal 4
21
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2010, op.cit, Pasal 1 angka 3
22
Hamdani, Seluk Beluk Perdagangan Ekspor-Impor, Yayasan Bina Usaha Niaga
Indonesia, Jakarta, 2003, hal 323
20
Purwosutjipto
menjelaskan
bahwa
pihak-pihak
dalam
pengangkutan yaitu :
a. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang lain
dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.
b. Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar
uang angkutan dimaksudkan juga ia memberi muatan.
3. Abdulkadir Muhammad, menjelaskan bahwa pihak-pihak dalam
pengangkutan barang melalui laut adalah :
a. Pihak
Pengangkut
yang
berkewajiban
utama
27
28
tentang penawaran dan permintaan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim
secara timbal balik dengan cara antara lain :
a. Penawaran dari pihak pengangkut
Cara terjadinya perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara
pihak-pihak, atau secara tidak langsung dengan menggunakan jasa
perantara (ekspeditur).
Apabila perjanjian pengangkutan dilakukan secara langsung, maka
pihak
pengangkut
langsung
menghubungi
pengirim,
dimana
tersebut
dapat
berupa
jalan
umum,
rel
kereta
api,
Ibid
30
1985. Pada isi pokok ketetapan tersebut disebutkan bahwa unit usaha bongkar
muat dipisahkan dari induk perusahaan pelayaran dan berdiri sendiri dalam bentuk
badan hukum yang khusus didirikan di bidang usaha bongkar muat dan memuat
berbagai persyaratan yang ditentukan. Perusahaan Bongkar Muat harus didirikan
dengan badan hukum yang khusus untuk pekerjaan tersebut dan pelayaran tegastegas dilarang untuk melakukan pekerjaan bongkar muat. Demikian pula BUMN
maupun Koperasi boleh membuat Perusahaan Bongkar muat dengan badan hukum
yang khusus ditujukan untuk pekerjaan tersebut.
Terlaksananya Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pemerintah
juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan. Demikian pula Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan, telah memberikan kewenangan bagi pelayaran untuk
melakukan bongkar muat barang yang diangkutnya tanpa perusahaan yang
didirikan khusus untuk itu. Keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut dapat dijadikan
sebagai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang. Selain itu masih terdapat
pula
Keputusan
Menteri
Perhubungan
No.
14
Tahun
2002
tentang
era petikemas sekarang ini, tenaga buruh masih dibutuhkan untuk melakukan
stuffing dan stripping petikemas.
Dahulu dengan PP No. 61/1954 dan PP No. 5/1964, pekerjaan di dermaga dan
gudang deepsea atau gudang lini I seluruhnya dipegang oleh PBM sehingga
bongkar muat barang bisa dilakukan secara terpadu. Model ini memudahkan
penyelesaian jika timbul klaim akibat kerusakan atau kehilangan barang. Dengan
adanya Inpres No. 4/1985, perusahaan bongkar muat menjadi badan hukum
tersendiri terpisah dari pelayaran. Gudang serta dermaga berada di bawah
kekuasaan PT. Pelabuhan Indonesia.
Mengenai peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya
menyediakan jasa (buruh) untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan
dari kapal ke gudang.
Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dibagi pada beberapa rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
1. Kegiatan Operasi Pembongkaran Muatan (discharging), yang terdiri dari 4
tahapan yaitu :
a. Persiapan muatan dari dalam palka dan mengkaitkan ganco muatan.
Tahap pertama ini meliputi kegiatan membongkar muatan dari posisi
muatan dalam ruang muat kapal (palka), memindahkan setiap muatan
dengan
menggunakan
cara-cara
konvensional
ataupun
dengan
31
Suryono, Cargo Handling, Makalah pada Acara Pelatihan Cargo dan Container Handling
Tanggal 27-29 September 2004 di Medan, hal 2
1. Manifest Kapal
Manifest adalah suatu dokumen kapal yang menerangkan seluruh jumlah
dan jenis barang-barang yang diangkut dalam kapal tersebut. Demikian pula
dengan kapal pengangkut penumpang, dokumen manifest memuat daftar namanama dan jenis kelamin dari seluruh penumpang yang diangkut dalam kapal
tersebut.
Dokumen manifest kapal sangat penting karena dengan tercantumnya
barang-barang yang diangkut dalam manifest, berarti barang tersebut telah dimuat
secara sah ke dalam kapal. Demikian pula dengan manifest kapal pada kapal
32
Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Pengangkutan Di Laut, Fakultas Hukum USU,
Medan, 2011, hal 67
33
Ibid., hal 145
mempunyai
arti
penting
dalam
dunia
perusahaan
hak
pemilikan
atas
barang
dan
yang
dapat
Pengertian dari Bill of Lading (B/L) atau disebut juga dengan Konosemen adalah
dokumen pengangkutan barang yang didalamnya memuat informasi lengkap
mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar, rincian freight, dan cara pembayarannya, nama consignee
(penerima) atau pemesan, jumlah B/L yang harus ditandatangani, dan tanggal
penandatanganan. 34
Bill of lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut,
yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai bukti atas pemilikan
barang, dan disamping itu merupakan bukti dari adanya perjanjian pengangkutan
barang-barang melaui laut. 35
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, fungsi konosemen adalah :
1. Pelindung barang yang diangkut dengan kapal
2. Surat bukti penerimaan barang di atas kapal
3. Tanda bukti milik atas barang
4. Kuitansi pembayaran biaya pengangkutan
5. Kontrak atau persyaratan pengangkutan. 36
Di dalam konvensi-konvensi internasional pengangkutan di laut seperti The
Hague Rules 1924 maupun dalam The Hamburg Rules 1978, mengenai
konosemen (bill of lading) juga ada diatur.
34
Dalam The Hague Rules 1924, Bill of Lading (konosemen) merupakan bukti yang
kuat bahwa pengangkut telah menerima barang sesuai dengan merek, jumlah dan
keadaan barang tersebut. Disamping itu pengirim juga dianggap telah memberi
jaminan kepada pengangkut tentang keseksamaan mengenai merek, jumlah, dan
beratnya barang pada saat pengapalan, sebagaimana yang telah diberitahukan
olehnya.
Sedangkan dalam The Hamburg Rules 1978, Bill of Lading (konosemen) adalah
dokumen
yang
membuktikan
adanya
kontrak
pengangkutan
laut
dan
37
Pada orisinil bill of lading berlaku hukum one for all and all for one yang
berarti bila salah satu dari lemabr-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan
delivery order (D.O) maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi
batal. 38
Pemilikan atas suatu bill of lading ditentukan oleh kepada siapa bill of lading itu
dikeluarkan. Dalam hal ini ada tiga macam bill of lading yang membedakan
pemilikan serta hak dan cara pemindahan hak atas bill of lading tersebut. Pada
umumnya, bill of lading dikeluarkan :
a. Kepada pembawa/penumpang (to bearer/holder)
Jika bill of lading dikeluarkan kepada pembawa/pemegang saja,
pembawa/ pemegang dianggap sebagai pemilik bill of lading.
Pemindahan haknya dilakukan dengan cara penyerahan bill of lading
dari tangan ke tangan.
b. Atas nama atau kepada pengganti (order)
Jika bill of lading dikeluarkan atas nama atau kepada pengganti
(order), pemilik bill of lading adalah orang atau badan usaha yang
tertulis dalam bill of lading, yang berhak pula memindahkan haknya
dengan cara yang berlaku bagi surat atas nama atau kepada pengganti
(order), yaitu dengan cara endosemen.
c. Atas nama (on name)
Jika bill of lading dikeluarkan atas nama, pemilik bill of lading adalah
hanya orang atau badan usaha yang tertulis dalam bill of lading itu,
38
39
3. Certificate of Insurance
Certificate of Insurance adalah polis asuransi untuk melindungi barangbarang yang dikirim melalui laut (kapal laut marine insurance) terhadap
risiko laut yang mungkin terjadi, akan tetapi tidak dikehendaki.
4. Commercial Invoice
Commercial Invoice atau dikenal dengan faktur perdagangan yaitu
merupakan dokumen utama yang dimuat dari formulir eksportir, akan
tetapi isinya tidak boleh menyimpang dari peraturan-peraturan di negara
eksportir. Formulir ini berisikan jumlah, jenis, kualitas, dan harga barang
disertai pula dengan syarat-syarat penjualan.
5. Certificate of Origine
Certificate of Origine atau dikenal dengan surat keterangan asal barang
yaitu merupakan dokumen yang menyebutkan negara asal dari barang
yang diangkut. Dan tujuan utama dari dokumen ini adalah untuk
mendapatkan hak untuk kelonggaran bea bagi suatu produk di negara
importer atau mungkin juga untuk membuktikan bahwa produk tersebut
diproduksi oleh negara eksportir.
6. Weight and Measurement List
Weight and Measurement List atau dikenal dengan daftar berat dan ukuran
barang. Daftar ini harus ditulis agar tidak menimbulkan salah pengertian
dan penafsiran. Dan daftar tersebut biasanya dibuat oleh perusahaan
pelayaran atau perusahaan yang diakui pemerintah.
7. Packing List
Packing List atau dikenal dengan daftar isi packing, digunakan untuk
barang-barang ekspor yang dipakai dalam peti-peti atau karton-karton
yang menyebutkan isi masing-masing peti atau karton.
8. Certificate of Analysis (Inspection)
Certificate ini diperlukan untuk produk-produk yang sulit diketahui
komposisi persenyawaan kimia yang terdapat dalam produk tersebut,
misalnya untuk minyak esteris atau untuk mengetahui kadar sesuatu zat
yang terkandung dalam produk yang diekspor.
Certificate of Analysis biasanya diterbitkan oleh badan yang independen yang
dipergunakan untuk analisis pihak-pihak tertentu. Certificate of Health biasanya
diperlukan untuk mengekspor ataupun mengimpor hewan atau produksi dari laut,
tulang hewan dan tanaman. Certificate semacam ini diperlukan untuk
menerangkan bahwa produksi ekspor atau impor yang diangkut ini tidak
mengandung penyakit atau hama penyakit yang berbahaya. Certificate ini dapat
diperoleh dari pihak karantina pertanian yaitu karantina hewan dan karantina
tumbuhan.
Sanitary Certificate diperlukan untuk ekspor bahan baku yang memuat keterangan
bahwa bahan baku itu bebas dari hama penyakit. Ada kalanya ada beberapa
negara tertentu mengenai sanitary regulation tersebut dilaksanakan dengan sangat
ketat sekali.