Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PENGANGKUTAN BARANG DAN BONGKAR MUAT BARANG


MELALUI LAUT

A. Pengangkutan dan Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengangkutan


Barang Melalui Laut
Kata angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan.
Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan 14. Dalam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan
sebagai berikut :
1. Ada sesuatu yang diangkut.
2. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
3. Ada tempat yang dapat dilalui alat angkutan. 15
Di dalam lalulintas arus perpindahan barang, pengangkutan barang melalui laut
menjadi alternatif yang paling di minati oleh masyarakat, hal ini di karenakan
unsur biaya yang relatif murah disamping angkutan melalui laut sanggup
mengangkut barang-barang dalam berat dan volume yang banyak. Pengertian
pengangkutan laut menurut Pasal 466 dan Pasal 521 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) adalah :
Pasal 466 KUHD :
14

Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, Djohari Santoso, Pengantar


Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Gama Media, Yogyakarta, 2001, hal 195
15
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Pengangkutan adalah barang siapa yang baik dalam persetujuan charter


menurut waktu atau charter menurut perjalanan, baik dengan persetujuan
lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan yang
seluruhnya atau sebagian melalui lautan.

Pasal 521 KUHD :


Pengangkutan dalam arti bab ini adalah barang siapa yang baik dengan
charter menurut waktu atau charter menurut perjalanan, baik dengan
persetujuan lain, mingikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
angkutan orang (penumpang), seluruhnya atau sebagian melalui lautan.

Menurut Hamdani yang dimaksud angkutan muatan laut adalah suatu usaha
pelayaran yang bergerak dalam bidang jasa angkutan muatan laut dan karenanya
merupakan bidang usaha yang luas bidang kegiatanya dan memegang peranan
penting dalam usaha memajukan perdagangan dalam dan luar negeri. 16
Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau
barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi)
sebagai tempat penurunan pemumpang atau pembongkaran barang muatan. 17
Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan :
a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut ;
b. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan ; dan
c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan. 18

16

Hamdani, Seluk Beluk Perdagangan Ekspor-Impor,Yayasan Bina Usaha Niaga


Indonesia,Jakarta, 2003, hal 323.
17

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke V, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2013, hal 42
18
Ibid, hal 42

Universitas Sumatera Utara

Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses
yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Selain itu, pengangkutan juga dapat
dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi
kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal /pelabuhan
/bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/ terminal/ pelabuhan/bandara
tujuan. 19
Jadi, pengangkutan adalah kegiatan pemuatan penumpang atau barang ke dalam
alat pengangkut, pemindahan penumpang atau barang ke tempat tujuan dengan
alat pengangkut, dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang dari alat
pengangkut di tempat tujuan yang disepakati. 20
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/ atau memindahkan
penumpang dan/ atau barang dengan menggunakan kapal. 21 Menurut Hamdani
yang dimaksud dengan angkutan muatan laut adalah suatu usaha pelayaran yang
bergerak dalam bidang jasa angkutan muatan laut dan karenanya merupakan
bidang usaha yang luas bidang kegiatannya dan memegang peranan penting dalam
usaha memajukan perdagangan dalam dan luar negeri. 22
Alat dan sarana angkutan melalui laut yaitu:
a. Barang muatan adalah barang yang sah dan dilindungi undang-undang,
dimuat dalam alat pengangkut, yang sesuai dengan atau tidak dilarang

19

Ibid, hal 43
Ibid, hal 4
21
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2010, op.cit, Pasal 1 angka 3
22
Hamdani, Seluk Beluk Perdagangan Ekspor-Impor, Yayasan Bina Usaha Niaga
Indonesia, Jakarta, 2003, hal 323
20

Universitas Sumatera Utara

undang-undang, serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau


kesusilaan. 23
b. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik
atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan
terapung yang tidak berpindah-pindah. 24
c. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/ atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
naik turun penumpang, dan/ atau bongkar muat barang, berupa terminal
dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 25
d. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan
tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat
menunggu dan naik turun penumpang, dan/ atau tempat bongkar muat
barang. 26
Didalam pengangkutan, pihak-pihak yang terkait juga diperlukan dalam
pengangkutan barang melalui laut. Pihak-pihak yang terkait adalah para subjek
hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum
23

Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal 115


Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1
angka 36
25
Ibid, Pasal 1 angka 16
26
Ibid, Pasal 1 angka 20
24

Universitas Sumatera Utara

pengangkutan. 27 Yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan barang ada


beberapa pendapat antara lain :
1. Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa didalam pengangkutan di laut
terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan
adanya tiga unsur, yaitu pihak pengirim barang, pihak penerima
barang, dan barangnya itu sendiri.
2. HMN

Purwosutjipto

menjelaskan

bahwa

pihak-pihak

dalam

pengangkutan yaitu :
a. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang lain
dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.
b. Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar
uang angkutan dimaksudkan juga ia memberi muatan.
3. Abdulkadir Muhammad, menjelaskan bahwa pihak-pihak dalam
pengangkutan barang melalui laut adalah :
a. Pihak

Pengangkut

yang

berkewajiban

utama

menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya


pengangkutan.
b. Pihak Pengirim yang berkewajiban utama membayar biaya
pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan
barangnya.

27

Hasim Purba, Op.cit, hal 11

Universitas Sumatera Utara

c. Pihak Penumpang yang berkewajiban utama membayar biaya


pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.
Selain pihak-pihak tersebut, dalam suatu pengangkutan barang melalui laut
terdapat suatu perjanjian pengangkutan.
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dan menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Dan untuk sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320
KUHPerdata diperlukan empat syarat, antara lain :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3. Suatu hal tertentu ;
4. Suatu sebab yang halal.
Sehingga perjanjian pengangkutan dapat dirumuskan sebagai persetujuan dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang
dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan
penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan. 28
Pihak-pihak yang terkait di dalam perjanjian pengangkutan laut adalah pihak
pengirim barang dan pengangkut yang diawali dengan serangkaian perbuatan

28

Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hal 46

Universitas Sumatera Utara

tentang penawaran dan permintaan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim
secara timbal balik dengan cara antara lain :
a. Penawaran dari pihak pengangkut
Cara terjadinya perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara
pihak-pihak, atau secara tidak langsung dengan menggunakan jasa
perantara (ekspeditur).
Apabila perjanjian pengangkutan dilakukan secara langsung, maka
pihak

pengangkut

langsung

menghubungi

pengirim,

dimana

pengangkut juga mengumumkan/mengiklankan kedatangan dan


keberangkatan kapalnya, sehingga pengirim barang menyerahkan
barangnya kepada pengangkut untuk diangkut.
b. Penawaran dari pihak pengirim
Apabila penawaran dilakukan oleh ekspeditur, maka ekspeditur
menghubungi pengangkut atas nama pengirim barang. Kemudian
pengirim barang menyerahkan barang pada ekspeditur untuk diangkut.
Setelah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai
segala kondisi, maka pengangkutan dimulai dengan diawali membuat
perjanjian pengangkutan itu sendiri.
Dalam pengangkutan laut timbul suatu perjanjian timbal balik antara
pengangkut dan pengirim. Dari adanya perjanjian pengangkutan laut tersebut
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pengangkut dan pengirim. Pengangkut
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau
orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengirim mempunyai kewajiban untuk membayar angkutan. Antara pengangkut

Universitas Sumatera Utara

dan pengirim sama-sama saling mempunyai hak untuk melakukan penuntutan


apabilah salah satu pihak tidak memenuhi prestasi.
Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke
tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. 29
Pengangkutan pada pokoknya berfungsi membawa barang-barang yang dirasakan
kurang sempurna bagi pemenuhan kebutuhan ditempat lain dimana barang
tersebut menjadi lebih berguna dan bermanfaat. Juga mengenai orang, dengan
adanya pengangkutan maka orang akan berpindah dari satu tempat yang dituju
dengan waktu yang relative singkat. Apabila tidak ada pengangkutan maka
manusia akan terpaksa berjalan kaki kemana-mana.
Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai fungsi-fungsi
pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang
memadai berupa :
(1) Alat angkutan itu sendiri (operating facilities) Setiap barang atau orang
akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai,
baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan
yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat
udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang
diangkut.
(2) Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way)
Fasilitas
29

tersebut

dapat

berupa

jalan

umum,

rel

kereta

api,

Ibid

Universitas Sumatera Utara

peraiaran/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila


fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak
sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan
dengan lancar.
(3) Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities) Tempat persiapan
pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak
dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai
sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan
dimulai Selain itu dalam dunia perdagangan pengangkutan memegang
peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang
harus membawa barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen
tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena
itu untuk memperlancar usahanya produsen akan mencari pengangkutan
yang continue dan biaya pengangkutan yang murah. 30
Pengangkutan diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu memindahkan
barang atau manusia dari satu tempat ke tempat lain secara efektif dan efisien.
Dikatakan efektif karena perpindahan barang atau orang tersebut dapat dilakukan
sekaligus atau dalam jumlah yang banyak sedangkan dikatakan efisien karena
dengan menggunakan pengangkutan perpindahan itu menjadi relatif singkat atau
cepat dalam ukuran jarak dan waktu tempuh.

30

Sri Rejeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat. Semarang


UNDIP, 2001, hal 8

Universitas Sumatera Utara

Adanya pengangkutan tentunya juga akan menunjang usaha dari pemerintah


dalam rangka untuk meratakan hasil pembangunan diseluruh tanah air, karena
suatu daerah yang tadinya tidak mempunyai hasil pertanian misalnya, maka
dengan adanya pengangkutan akhirnya daerah tersebut mendapatkan barangbarang yang dibutuhkan dengan cepat dan harga terjangkau.
Disamping itu pengangkutan juga sangat membantu dalam mobilitas tenaga kerja
dari satu tempat ke tempat lain karena tanpa adanya pengangkutan maka aktivitas
yang akan dilakukan tidak dapat berjalan. Dengan demikian pengangkutan dapat
meningkatkan nilai guna suatu barang atau manusia sebagai obyek dari
pengangkutan
B. Dasar Hukum dan Peranan Perusahaan Bongkar Muat dalam
Pengangkutan Barang Melalui Laut
Sebelum mengetahui dasar hukum dalam bongkar muat, terlebih dahulu
diketahui mengenai dasar hukum pengangkutan laut yang diatur dalam berbagai
macam peraturan antara lain :
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan
3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan
4. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan
5. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian
6. KUHD Buku II Bab V Tentang Perjanjian Charter Kapal
7. KUHD Buku II Bab Va Tentang Pengangkutan Barang-Barang

Universitas Sumatera Utara

8. KUHD Buku II Bab Vb Tentang Pengangkutan Orang


9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 14 Tahun 2002
Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang
dari dan ke Kapal
10. Peraturan Khusus lainnya seperti :
a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002
tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus.
b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.
Perusahaan Bongkar Muat pertama kali di Indonesa dikenal dan diangkat
keberadaannya dalam Peraturan Perundang-undangan sejak tahun 1957 yakni
dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1957 yang pada saat itu dikenal
dengan nama Perusahaan Muatan Kapal Laut (PMKL). Dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1964 selanjutnya PMKL ditiadakan sebagai
perusahaan yang berdiri sendiri.
Selanjutnya jika dilihat Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1965 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut disebutkan bahwa kegiatan
bongkar muat dari dan ke kapal dilaksanakan oleh Perusahaan Bongkar Muat
yang merupakan bagian dari Perusahaan Induk (Pelayaran).
Perusahaan Bongkar Muat ini telah dibina dengan baik oleh Pemerintah dengan
keluarnya INPRES No. 4 Tahun 1985, dan dilanjutkan dengan Ketetapan Menteri
Perhubungan (KEPMENHUB No. 88/AL.305/THB.85, tertanggal 11 April 1985)
dan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut No. A-2167/AL.62 tanggal 31 Desember

Universitas Sumatera Utara

1985. Pada isi pokok ketetapan tersebut disebutkan bahwa unit usaha bongkar
muat dipisahkan dari induk perusahaan pelayaran dan berdiri sendiri dalam bentuk
badan hukum yang khusus didirikan di bidang usaha bongkar muat dan memuat
berbagai persyaratan yang ditentukan. Perusahaan Bongkar Muat harus didirikan
dengan badan hukum yang khusus untuk pekerjaan tersebut dan pelayaran tegastegas dilarang untuk melakukan pekerjaan bongkar muat. Demikian pula BUMN
maupun Koperasi boleh membuat Perusahaan Bongkar muat dengan badan hukum
yang khusus ditujukan untuk pekerjaan tersebut.
Terlaksananya Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pemerintah
juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan. Demikian pula Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan, telah memberikan kewenangan bagi pelayaran untuk
melakukan bongkar muat barang yang diangkutnya tanpa perusahaan yang
didirikan khusus untuk itu. Keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut dapat dijadikan
sebagai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang. Selain itu masih terdapat
pula

Keputusan

Menteri

Perhubungan

No.

14

Tahun

2002

tentang

Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.


Pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan
pengganti Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mengatakan
bahwa untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di
perairan, yang salah satunya adalah perusahaan bongkar muat barang.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran


menjelaskan bahwa usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang
didirikan khusus untuk itu.
Selain badan usaha yang didirikan khusus untuk itu, kegiatan bongkar muat dapat
dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar
muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikan.
Pelabuhan di luar negeri, termasuk terminal dan dermaganya, umumnya dikuasai
oleh perusahaan dan pemerintah daerah, misalnya Pelabuhan Amsterdam, Bremen
dan Hamburg, bahkan Pelabuhan Felixstowe di Inggris seluruhnya dikelola oleh
swasta. Sedangkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia hampir semuanya
merupakan warisan Pemerintah Hindia Belanda sehingga hampir semua
pelabuhan dan terminal serta pergudangannya dikuasai oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang pengelolaannya dilimpahkan kepada Badan Usaha Pelabuhan
yang dalam hal ini adalah PT. Pelabuhan Indonesia (Persero). Di Pelabuhan
Belawan segala kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dilakukan di
terminal dan pergudangan milik PT. Pelabuhan Indonesia I atau yang dikuasakan
oleh PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) kepada swasta yang antara lain yaitu PT.
Samudera Indonesia.
Kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal di Pelabuhan Belawan dilakukan di tiga
jenis terminal dan juga gudang/lapangan yakni :
a. Terminal Konvensional, adalah terminal untuk melayani kegiatan bongkar
muat kargo umum, barang curah kering, dan barang curah cair. Di

Universitas Sumatera Utara

terminal konvensional juga bisa dilakukan bongkar muat peti kemas


terutama muatan antar pulau dengan menggunakan peralatan bongkar
muat sebagian besar dilakukan oleh perusahaan bongkar muat milik
swasta.
b. Terminal Petikemas, dilengkapi dengan peralatan petikemas modern
seperti container crane (gantry-crane) tipe post-panamax. Selain itu,
terminal juga dilengkapi dengan peralatan untuk penanganan dan
transportasi dari petikemas seperti transtainer, sideloade, forklift, crane,
toploader, dan lain-lain.
c. Terminal Penumpang, tidak ada kegiatan bongkar/muat barang, tetapi
hanya melayani debarkasi atau embarkasi penumpang dari dalam maupun
luar negeri.
d. Gudang/Lapangan (Terminal Serba Guna), gudang penampungan
biasanya terletak tidak begitu jauh dari terminal konvensional. Di
Indonesia, gudang-gudang ini merupakan warisan Kolonial Belanda yang
kemudian diambil alih oleh pemerintah dan dilimpahkan ke PT. Pelindo.
Sekarang yang melakukan kegiatan di terminal konvensional adalah PBM
yang diberi kuasa oleh PT. Pelindo berdasarkan kontrak.
Kegiatan dari dan ke gudang dulunya dilakukan secara manual yakni barang
dipikul oleh buruh ke gudang. Demikian pula dengan aktifitas penumpukannya
dilakukan secara manual. Pada perkembangan berikutnya, barang dari kapal
diangkut menggunakan gerobak dorong. Namun sampai saat ini pekerjaan barang
secara manual masih sulit dihilangkan dari pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Di

Universitas Sumatera Utara

era petikemas sekarang ini, tenaga buruh masih dibutuhkan untuk melakukan
stuffing dan stripping petikemas.
Dahulu dengan PP No. 61/1954 dan PP No. 5/1964, pekerjaan di dermaga dan
gudang deepsea atau gudang lini I seluruhnya dipegang oleh PBM sehingga
bongkar muat barang bisa dilakukan secara terpadu. Model ini memudahkan
penyelesaian jika timbul klaim akibat kerusakan atau kehilangan barang. Dengan
adanya Inpres No. 4/1985, perusahaan bongkar muat menjadi badan hukum
tersendiri terpisah dari pelayaran. Gudang serta dermaga berada di bawah
kekuasaan PT. Pelabuhan Indonesia.
Mengenai peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya
menyediakan jasa (buruh) untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan
dari kapal ke gudang.
Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dibagi pada beberapa rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
1. Kegiatan Operasi Pembongkaran Muatan (discharging), yang terdiri dari 4
tahapan yaitu :
a. Persiapan muatan dari dalam palka dan mengkaitkan ganco muatan.
Tahap pertama ini meliputi kegiatan membongkar muatan dari posisi
muatan dalam ruang muat kapal (palka), memindahkan setiap muatan
dengan

menggunakan

cara-cara

konvensional

ataupun

dengan

menggunakan alat-alat mekanis seperti Forklift, Conveyor, dll ke ruang


mulut palka (hatch square) kemudian menyusunnya di atas pallet, jala-

Universitas Sumatera Utara

jala atau mengikatnya dengan sling ataupun menggunakan alat bantu


bongkar muat lainnya yang disesuaikan dengan jenis muatan. Kemudian
mengkaitkan muatan pada ganco crane atau derek.
b. Mengangkat muatan serta menurunkan di dermaga atau kendaraan yang
tersedia (truk, lorry, kereta api).
Kegiatan pada tahap kedua ini disebut juga dengan hook transfer atau
pemindahan muatan dengan menggunakan ganco derek, muatan diangkat
dari ruang mulut palka dengan menggunakan ships crane ataupun shore
crane keluar dari palka ke dermaga ataupun ke atas barge yang ada disisi
kapal ataupun langsung diletakkan di atas truk, gerbong-gerbong kereta
api. Pada tahap ini keselamatan barang sangat diperhatikan.
c. Melepaskan sling dari ganco muatan.
Melepaskan muatan dari ganco regu kerja dermaga dengan hati-hati
menjaga muatan agar aman mendarat di dermaga, ke truk atau gerbong
kereta api ataupun tongkang-tongkang disisi kapal, kemudian melepaskan
muatan dari ganco dan siap untuk dikembalikan ke dalam palka kapal.
d. Pengembalian ganco muatan ke atas kapal, kemudian mengeluarkan
muatan dari sling atau jala-jala.
Pada tahap keempat ini kegiatan yang dilakukan adalah pengembalian
ganco muatan (hook return) ke dalam palka dan siap untuk digunakan
pada pengangkatan muatan berikutnya. 31

31

Suryono, Cargo Handling, Makalah pada Acara Pelatihan Cargo dan Container Handling
Tanggal 27-29 September 2004 di Medan, hal 2

Universitas Sumatera Utara

Rangkaian kegiatan dari tahap pertama sampai ke tahap empat disebut


dengan hook cycle (siklus ganco), dimana waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan 1 (satu) siklus ganco disebut dengan hook cycle time.

C. Dokumen-Dokumen Dalam Pengangkutan Barang Melalui Laut Terkait


Dengan Proses Bongkar Muat Barang
Dokumen angkutan laut merupakan surat-surat yang diperlakukan sebagai
prasyarat untuk menjamin kelancaran dan keamanan pengangkutan barang dan
atau penumpang dilaut 32. Dokumen-dokumen tersebut sangat penting dan tidak
lepas dari pengangkutan barang melalui laut, yakni antara lain 33:

1. Manifest Kapal
Manifest adalah suatu dokumen kapal yang menerangkan seluruh jumlah
dan jenis barang-barang yang diangkut dalam kapal tersebut. Demikian pula
dengan kapal pengangkut penumpang, dokumen manifest memuat daftar namanama dan jenis kelamin dari seluruh penumpang yang diangkut dalam kapal
tersebut.
Dokumen manifest kapal sangat penting karena dengan tercantumnya
barang-barang yang diangkut dalam manifest, berarti barang tersebut telah dimuat
secara sah ke dalam kapal. Demikian pula dengan manifest kapal pada kapal

32

Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Pengangkutan Di Laut, Fakultas Hukum USU,
Medan, 2011, hal 67
33
Ibid., hal 145

Universitas Sumatera Utara

pengangkut penumpang, maka seluruh penumpang yang terdaftar dalam manifest


kapal tersebut dianggap sebagai penumpang yang sah dan telah memenuhi
kewajibannya sebagai penumpang.
Manifest merupakan suatu dokumen utama yang sangat penting dalam
pengangkutan barang maupun pengangkutan penumpang dengan kapal laut.
Sebelum kapal berangkat (berlayar) dari pelabuhan asal, manifest harus sudah
selesai dan telah memuat data-data yang sebenarnya tentang jumlah dan jenis
barang maupun jumlah dan jenis kelamin penumpang.
2. Bill of Lading (konosemen)
Konosemen

mempunyai

arti

penting

dalam

dunia

perusahaan

pengangkutan perairan khususnya pengangkutan laut. Dalam Pasal 506 KUHD,


dokumen muatan disebut konosemen, sedangkan dalam bahasa inggris disebut bill
of lading. Konosemen adalah surat bertanggal dimana pengangkut menerangkan
bahwa dia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan
yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk
(penerima) disertai dengan janji-janji apa penyerahan akan terjadi.
Dalam ketentuan Pasal 506 KUHD ini, maka fungsi konosemen adalah :
1. Dokumen angkutan
2. Dokumen penerimaan barang oleh pengangkut
3. Dokumen

hak

pemilikan

atas

barang

dan

yang

dapat

dipindahtangankan (dokumen of title)

Universitas Sumatera Utara

Pengertian dari Bill of Lading (B/L) atau disebut juga dengan Konosemen adalah
dokumen pengangkutan barang yang didalamnya memuat informasi lengkap
mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar, rincian freight, dan cara pembayarannya, nama consignee
(penerima) atau pemesan, jumlah B/L yang harus ditandatangani, dan tanggal
penandatanganan. 34
Bill of lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut,
yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai bukti atas pemilikan
barang, dan disamping itu merupakan bukti dari adanya perjanjian pengangkutan
barang-barang melaui laut. 35
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, fungsi konosemen adalah :
1. Pelindung barang yang diangkut dengan kapal
2. Surat bukti penerimaan barang di atas kapal
3. Tanda bukti milik atas barang
4. Kuitansi pembayaran biaya pengangkutan
5. Kontrak atau persyaratan pengangkutan. 36
Di dalam konvensi-konvensi internasional pengangkutan di laut seperti The
Hague Rules 1924 maupun dalam The Hamburg Rules 1978, mengenai
konosemen (bill of lading) juga ada diatur.

34

Capt.R.P.Suyono, Shipping Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut,


Jakarta, PPM, 2003, hal 309
35
Amir, M.S. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Jakarta: 2000
36
Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal 139

Universitas Sumatera Utara

Dalam The Hague Rules 1924, Bill of Lading (konosemen) merupakan bukti yang
kuat bahwa pengangkut telah menerima barang sesuai dengan merek, jumlah dan
keadaan barang tersebut. Disamping itu pengirim juga dianggap telah memberi
jaminan kepada pengangkut tentang keseksamaan mengenai merek, jumlah, dan
beratnya barang pada saat pengapalan, sebagaimana yang telah diberitahukan
olehnya.
Sedangkan dalam The Hamburg Rules 1978, Bill of Lading (konosemen) adalah
dokumen

yang

membuktikan

adanya

kontrak

pengangkutan

laut

dan

pengambilalihan atau pemuatan barang-barang oleh pengangkut, dengan mana


pengangkut melakukan penyerahan barang-barang atas dasar penyerahan
dokumen.
Sebagaimana dirumuskan pada Pasal 506 KUHD maupun konvensi-konvensi
internasional, konosemen sebagai perjanjian pengangkutan (condition of carriage)
menyangkut tiga pihak, yaitu :
1. Pengangkut (carrier)
2. Pengirim (shipper)
3. Penerima (consignee)
Bill of Lading atau konosemen, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang
lazimnya terdiri dari rangkap tiga (full set B/L) yang penggunaannya adalah:
1. Satu lembar untuk shipper/pengirim
2. Dua lembar untuk consignee/penerima barang. 37

37

Hasim Purba, Op.cit, hal 149

Universitas Sumatera Utara

Pada orisinil bill of lading berlaku hukum one for all and all for one yang
berarti bila salah satu dari lemabr-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan
delivery order (D.O) maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi
batal. 38
Pemilikan atas suatu bill of lading ditentukan oleh kepada siapa bill of lading itu
dikeluarkan. Dalam hal ini ada tiga macam bill of lading yang membedakan
pemilikan serta hak dan cara pemindahan hak atas bill of lading tersebut. Pada
umumnya, bill of lading dikeluarkan :
a. Kepada pembawa/penumpang (to bearer/holder)
Jika bill of lading dikeluarkan kepada pembawa/pemegang saja,
pembawa/ pemegang dianggap sebagai pemilik bill of lading.
Pemindahan haknya dilakukan dengan cara penyerahan bill of lading
dari tangan ke tangan.
b. Atas nama atau kepada pengganti (order)
Jika bill of lading dikeluarkan atas nama atau kepada pengganti
(order), pemilik bill of lading adalah orang atau badan usaha yang
tertulis dalam bill of lading, yang berhak pula memindahkan haknya
dengan cara yang berlaku bagi surat atas nama atau kepada pengganti
(order), yaitu dengan cara endosemen.
c. Atas nama (on name)
Jika bill of lading dikeluarkan atas nama, pemilik bill of lading adalah
hanya orang atau badan usaha yang tertulis dalam bill of lading itu,

38

Ibid, hal 149

Universitas Sumatera Utara

sedangkan pengoperan hak atas bill of lading tidak dapat dilakukan


dengan cara penyerahan suratnya, tetapi dengan cara endosemen. 39
Dilihat dari segi dapat atau tidak diperalihkannya konosemen dengan cara
endosemen, maka konosemen (bill of lading) dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu :
1. Konosemen atas nama (op naam) atau recta bill of lading.
Pada konosemen ini, nama penerima barang harus dicantumkan secara jelas
didalam konosemen dalam bagian kolom yang disediakan untuk itu. Ini berarti
bahwa barang yang disebut dalam konosemen tersebut hanya boleh diterima oleh
mereka yang namanya disebutkan dalam konosemen. Sebagai penerima bisa
orang perseorangan (naturlijk persoon) atau suatu badan hukum (recht persoon)
ataupun bisa juga orang lain yang bertindak atas nama penerima barang yang
dikuasakan untuk menerima barang dan telah membubuhkan tanda tangannya
pada halaman depan konosemen sebagai tanda penerimaan barang.
2. Konosemen order
Pada konosemen dengan kalusula order dikenal beberapa bentuk, antara lain :
a. Penempatan klausula order saja
b. Order of shipper
c. Order of bank
Dalam praktek pelayaran niaga dikenal dua macam Bill of Lading, yaitu :

39

Amir, M.S, op.cit, hal 57

Universitas Sumatera Utara

a. Received for shipment bill of lading


Konosemen ini dilakukan untuk barang yang akan dimuat ke atas kapal
atau disebut juga dengan konosemen to be shipped. Dalam hal ini, barangbarang dari pengirim belum dimuat diatas kapal. Jenis konosemen ini,
pengangkut telah menerima barang-barang dari pengirim untuk diangkut
dengan kapal tertentu dan waktu tertentu, namun belum terjadi
pengapalan barang-barang.
b. Shipped on board bill of lading
Konosemen ini disebut juga dengan konosemen to shipped. Konosemen
ini dikeluarkan apabila barang-barang telah dimuat dikapal tertentu.
Bill of Lading juga dapat dibedakan berdasarkan keadaan barang yang
akan dimuat, antara lain sebagai berikut :
1. Clean Bill of Lading
Pengangkut menganggap keadaan barang yang dimuat cukup baik (in
apparent good order and conditions) dan bersih dari catatan-catatan.
2. Unclean Bill of Lading
Pengangkut menganggap keadaan barang yang diterima untuk diangkut
tidak memuaskan, misalnya pengepakannya tidak sempurna, pada bill of
lading dicantumkan catatan-catatan, seperti old case (peti tua) atau bad
package (pengepakan tidak sempurna).

3. Certificate of Insurance

Universitas Sumatera Utara

Certificate of Insurance adalah polis asuransi untuk melindungi barangbarang yang dikirim melalui laut (kapal laut marine insurance) terhadap
risiko laut yang mungkin terjadi, akan tetapi tidak dikehendaki.
4. Commercial Invoice
Commercial Invoice atau dikenal dengan faktur perdagangan yaitu
merupakan dokumen utama yang dimuat dari formulir eksportir, akan
tetapi isinya tidak boleh menyimpang dari peraturan-peraturan di negara
eksportir. Formulir ini berisikan jumlah, jenis, kualitas, dan harga barang
disertai pula dengan syarat-syarat penjualan.
5. Certificate of Origine
Certificate of Origine atau dikenal dengan surat keterangan asal barang
yaitu merupakan dokumen yang menyebutkan negara asal dari barang
yang diangkut. Dan tujuan utama dari dokumen ini adalah untuk
mendapatkan hak untuk kelonggaran bea bagi suatu produk di negara
importer atau mungkin juga untuk membuktikan bahwa produk tersebut
diproduksi oleh negara eksportir.
6. Weight and Measurement List
Weight and Measurement List atau dikenal dengan daftar berat dan ukuran
barang. Daftar ini harus ditulis agar tidak menimbulkan salah pengertian
dan penafsiran. Dan daftar tersebut biasanya dibuat oleh perusahaan
pelayaran atau perusahaan yang diakui pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

7. Packing List
Packing List atau dikenal dengan daftar isi packing, digunakan untuk
barang-barang ekspor yang dipakai dalam peti-peti atau karton-karton
yang menyebutkan isi masing-masing peti atau karton.
8. Certificate of Analysis (Inspection)
Certificate ini diperlukan untuk produk-produk yang sulit diketahui
komposisi persenyawaan kimia yang terdapat dalam produk tersebut,
misalnya untuk minyak esteris atau untuk mengetahui kadar sesuatu zat
yang terkandung dalam produk yang diekspor.
Certificate of Analysis biasanya diterbitkan oleh badan yang independen yang
dipergunakan untuk analisis pihak-pihak tertentu. Certificate of Health biasanya
diperlukan untuk mengekspor ataupun mengimpor hewan atau produksi dari laut,
tulang hewan dan tanaman. Certificate semacam ini diperlukan untuk
menerangkan bahwa produksi ekspor atau impor yang diangkut ini tidak
mengandung penyakit atau hama penyakit yang berbahaya. Certificate ini dapat
diperoleh dari pihak karantina pertanian yaitu karantina hewan dan karantina
tumbuhan.
Sanitary Certificate diperlukan untuk ekspor bahan baku yang memuat keterangan
bahwa bahan baku itu bebas dari hama penyakit. Ada kalanya ada beberapa
negara tertentu mengenai sanitary regulation tersebut dilaksanakan dengan sangat
ketat sekali.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai