Anda di halaman 1dari 31

KUMPULAN PRESENTASI KASUS INTERNSIP

Disusun oleh:
dr. Tia Santika

Pendamping:
dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH.

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE JUNI 2014-JUNI 2015

RANGKUMAN KEGIATAN PRESENTASI KASUS

No.

Tanggal

Topik

Judul Presentasi Kasus

1.

19/09/14

Bedah

Ulkus Diabetikum Grade IV


a/r pedis Digiti V Dextra

2.

03/11/14

Medik

Ko-infeksi TB-Paru-HIV

3.

05/12/14

Jiwa

Gangguan Psikosis Akut

4.

22/01/15

Bedah

Fraktur Komplit Tertutup 1/3


Mudshaft os Femur Sinistra

5.

22/01/15

Kematian

Syok Septikemia+ Peripartum


Cardiomiopaty

LAPORAN PORTOFOLIO KASUS MEDIS

Topik:
KO-INFEKSI TB-PARU-HIV

Disusun oleh:
dr. Tia Santika

Pendamping:
dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH.

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE JUNI 2014-JUNI 2015

BERITA ACARA PRESENTASI


Pada hari ini, Selasa 3 November 2014 telah dipresentasikan oleh :
Nama : dr. Tia Santika
Topik : Medis
Judul : Ko-Infeksi TB-Paru-HIV

Pendamping

: dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH.

Wahana

: RSUD Kabupaten Bekasi

No.

Nama Peserta Presentasi


1.
2.
3.
4.

dr. Muhammad Randy


dr. Paulin Yuliana
dr. Theresa Oetji
dr. Yuvita Oetamerk

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH)

Presentan

(dr. Tia Santika)

No. ID dan Nama Peserta

: dr. Tia Santika

No. ID dan Nama Wahana

: RSUD Kabupaten Bekasi

Topik

: Ko-Infeksi Tuberkulosis Paru-HIV

Tanggal (kasus): 13 oktober 2014

No. RM

Nama Pasien

Nama Narasumber: dr. Ronike, SpP

: Tn. F

Tanggal Presentasi: 3 November 2014

: 048902

Nama Pendamping: dr. Supriyati Rahayu,MPH

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Kabupaten Bekasi


Objektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Tinjauan Pustaka
Istimewa

Lansia

Bumil

Deskripsi : Seorang laki-laki berusia 22 tahun dengan keluhan batuk sejak 3 minggu
SMRS. Keluhan batuk dirasakan tidak sembuh-sembuh. Keluhan disertai penurunan BB 6
kg dalam satu bulan, keringat pada malam hari tanpa aktivitas, lemas badan, nafsu makan
menurun, demam tidak begitu tinggi. Pasien adalah seorang Gay (penyuka sesame jenis),
dan sering bergonta ganti pasangan.). VBS kanan > kiri, rhonki +/+, wheezing -/-, VF kanan
> kiri, Peningkatan LED dan segmen. Rontgen Thoraks: Tampak perselubungan inhomogen
parakardial kanan.
Tujuan : Mendiagnosis ko-infeksi TB paru-HIV dengan tepat dan cepat sehingga
terhindar dari komplikasi yang berakibat fatal, serta melakukan tatalaksana sesuai dengan
diagnosis dan berdasarkan pada kondisi pasien.
Bahan Bahasan :

Tinjauan Pustaka

Cara Membahas :

Diskusi

Data Pasien
Nama RS : RSUD
Kabupaten Bekasi

Riset
Presentasi
dan diskusi

Kasus

Audit

Email

Pos

Nama : Tn. F

No. Register

: 048902

Umur : 22 tahun

Terdaftar Sejak: 13 oktober 2014

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Gambaran klinis:
Seorang laki-laki berusia 22 tahun dengan keluhan batuk sejak 3 minggu SMRS.
Keluhan batuk dirasakan tidak sembuh-sembuh. Keluhan disertai penurunan BB 6
kg dalam satu bulan, keringat pada malam hari tanpa aktivitas, lemas badan, nafsu

makan menurun, demam tidak begitu tinggi. Pasien adalah seorang Gay (penyuka
sesame jenis), dan sering bergonta ganti pasangan.). VBS kanan > kiri, rhonki +/+,
wheezing -/-, VF kanan > kiri, Peningkatan LED dan segmen. Rontgen Thoraks:
Tampak perselubungan inhomogen parakardial kanan.
2. Riwayat Penyakit
Riwayat keluhan benjolan di sekitar leher tidak ada.
Riwayat bercak putih yang menutupi daerah di dalam mulut tidak ada
Riwayat diare kronis, berat badan turun lebih dari 10 kg per bulan tidak ada.
Riwayat terkena Herpes tidak ada.
Riwayat penyakit keganasan tidak ada.
Riwayat terkena infeksi pada organ kelamin tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

4. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik (13 Oktober 2014):
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi

: 115 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu: 37,5 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Hidung: PCH (-), hiperemis (-)
Mulut : To = T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Toraks : Bentuk dan gerak tidak simetris, retraksi dinding dada (+)
Cor

: Bunyi jantung S1-S2 murni regular

Pulmo : Suara dasar vesikuler rhonki +/+, wheezing -/-, VF kanan > kiri
Abdomen: Datar lembut, BU (+) normal, Hepar/Lien tidak teraba membesar, NT (-)
Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium darah (13 oktober 2014):
Hb

: 10,5 g/dl

Leukosit

: 6000 /mm

LED

: 70 mm/jam

Basofil

: 0%

Eosinofil

: 1%

Batang

: 2%

Segmen

: 84 %

Limfosit

: 11 %

Monosit

: 2%

Eritrosit

: 3,9 jt/mm3

Hematokrit

: 31.7 %

Trombosit

: 345 ribu/mm

SGOT

: 78 u/l

SGPT

: 104 u/l

CD4 Absolut : 273 sel/u/l


CD4%

: 14%

Anti HIV

: Reagen 1 : reaktif
Reagen 2: reaktif
Reagen 3: reaktif

Sputum BTA (13 oktober 2014)


Sewaktu

: Negative

Pagi

: Negative

Sewaktu

: Negative

Rontgen Thorax PA (12 Agustus 2014): Tampak Perselubungan Inhomogen


pericardial kanan

Hasil Pembelajaran:
1. Mendiagnosis ko-infeksi TB paru-HIV dengan cepat dan tepat.
2. Mengetahui dan mengerti langkah penatalakssan awal ko-infeksi TB paruHIV.
3. Menetapkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penegakan
diagnosis ko-infeksi TB paru-HIV
4. Mengerti pathogenesis, patofisiologi dan perjalanan penyakit ko-infeksi
TB Paru-HIV
Mengetahui diagnosis banding ko-infeksi TB paru-HIV
Mengetahui pengobatan tambahan dan prognosis dari pneumothoraks
Mengetahui dan mengerti langkah pneumotoraks dalam keadaan darurat
Mengetahui indikasi dan waktu yang tepat untuk melakukan WSD

5.
6.
7.
8.

1. Subjective
Pasien datang ke poli pelangi RSUD. Kab. Bekasi dengan keluhan batuk lebih dari 3
minggu SMRS. Keluhan disertai demam yang tidak begitu tinggi, penurunan berat
badan 6 kg kg(dari 59 kg menjadi 53 kg) dalam satu bulan, keringat pada malam hari
tanpa aktifitas, lemas badan, nafsu makan menurun.. Keluhan batuk tidak disertai dahak
dan darah, mual, muntah, sesak nafas, dan nyeri dada saat bernafas. Buang air kecil
tidak ada keluhan. Keluhan juga tidak disertai BAB cair lebih dari sebulan dengan atau
tanpa disertai darah
1.

Pada pasien dengan keluhan batuk, terdapat beberapa sistem organ yang dapat
dipikirkan mengalami gangguan, yakni sistem respirasi dan kardiovaskular.

2.

Objective

Hasil data anamnesis pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan sputum BTA dan
Anti HIV sangat mendukung diagnosis ko-infeksi TB-paru HIV. Pada kasus ini, diagnosis
ditegakkan berdasarkan:
3. Anamnesis: keluhan batuk lebih dari 3 minggu SMRS. Keluhan disertai demam
yang tidak begitu tinggi, penurunan berat badan 6 kg kg(dari 59 kg menjadi 53
kg) dalam satu bulan, keringat pada malam hari tanpa aktifitas, lemas badan, nafsu
makan menurun.. Keluhan batuk tidak disertai dahak dan darah, mual, muntah,
sesak nafas, dan nyeri dada saat bernafas. Buang air kecil tidak ada keluhan.
Keluhan juga tidak disertai BAB cair lebih dari sebulan dengan atau tanpa disertai
darah. Pasien adalah seorang GAY(penyuka sesama jenis)

Pemeriksaan fisik: Suara dasar vesikuler rhonki +/+, wheezing -/-, VF kanan

> kiri
Laboratorium: LED Segmen
Pemeriksaan Sputum BTA : SPS: negative
Anti HIV: Reagen 1,2,3: Reaktif
Rontgen Thoraks AP: Tampak Perselubungan inhomogen Perikardial kanan..
4. Assessment

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien


didiagnosis Ko-infeksi TB paru-HIV.
Ko-infeksi TB paru-HIV terjadi akibat Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk
melawan infeksi yang menyerang tubuh. Usaha menyerang infeksi ini dapat
melemahkan sistem kekebalan, dan menyebabkan jumlah CD4 menurun, walaupun
biasanya setelah sembuh, CD4-nya naik lagi. Tetapi bila sistem kekebalan seorang
Odha harus melawan infeksi lain, serangannya terhadap HIV berkurang. Jadi kalau
infeksi TB pada Odha menjadi aktif, jumlah CD4-nya dapat menurun drastis.
Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan TB-HIV sama dengan pengobatan TB

tanpa HIV/AIDS yaitu menggunakan obat OAT. Prinsipnya pengobatan menggunakan


kombinasi beberpa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang
tepat
5. Plan

a. Diagnosis: berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboraotrium darah,


diketahui bahwa ada infeksi di bagian paru yang ditimbulkan akibat penurunan
daya tahan tubuh, sehingga pasien disarankan untuk dilakukan observasi
berkala di rumah sakit. Observasi bertujuan untuk menghilangkan gejala dan
memastikan diagnosa.
b. Pengobatan: Pasien datang dengan keluhan batuk yang tidak sembuh-sembuh
berdasarkan hasil rontgen tampak perselubungan inhomogen pericardial kanan
dan anti HIV reaktif. Pasien disarankan untuk rutin kontrol dan meminum obat
3 tablet 4 KDT+1 Tablet Kotrimoxazole.
c. Pendidikan: Keluarga pasien diedukasi untuk melakukan pengawasan ketat
pasca

perawatan

agar pasien minum OAT dengan teratur dan edukasi

mengenai tindakan pencegahan penularan penyakit pasien.


d. Konsultasi: Untuk pemantauan, tatalaksana selama perawatan di RSUD di
Poli Spesialis Paru dan Poli Pelangi.
e. Rujukan: RSUD Kabupaten Bekasi memiliki fasilitas dan sumber daya yang
memadai untuk mendiagnosis dan melakukan tatalaksana terhadap pasien
dengan ko-infeksi TB paru-HIV, sehingga tidak direncanakan untuk dilakukan
sistem rujukan pada pasien ini.

BAB IV
DISKUSI

No

Pertanyaan

Jawaban
Neuropati pada saraf sensorik
mengurangi

fungsi

protektif

saraf, sehingga kemung-kinan


terpajan trauma fisik, kimia, dan

Dr. Theresia Oetji


1

suhu semakin meningkat. Fungsi


Apa yang menyebabkan neuropati

protektif saraf sensoris yang

sensorik pada ulkus DM?

menurun

dapat

meningkatkan

risiko ulkus DM hingga tujuh


kali lipat.

Secara garis besar, pengelolaan


pada kasus kaki diabetik mencakup
2

kelompok

pencegahan

besar,

yaitu

terjadinya

kaki

diabetes dan progresinya menuju


ulkus
dr. Paulin Yuliana
2

yang

dikenal

sebagai

primer

serta

pencegahan
pencegahan

agar

tidak

terjadi

bagaimana pengelolaan pada ukus

kecacatan yang lebih parah atau

DM

dikenal

sebagai

sekunder.

pencegahan

Pengelolaan

kaki

diabetes tidak dapat diperankan


oleh satu bidang tertentu dalam
dunia kedokteran, namun menjadi
sebuah

bentuk

multidisiplin

di

kerja
antara

bidang ilmu yang terkait.

sama
seluruh

BAB V
KESIMPULAN

Kaki diabetikum merupakan komplikasi kronik Diabetes Melitus (DM) yang paling
kompleks karena melibatkan tindakan amputasi. Angka kematian akibat ulkus atau gangren
DM di Indonesia berkisar 17-23%, sedangkan angka amputasi saat ini berkisar 15-30%.
Pendekatan diagnosis kaki DM dilalui dengan anamnesis keluhan dan faktor risiko,
kemudian pemeriksaan fisik menyeluruh dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, harus dievaluasi mengenai penyakit DM, kontrol gula darah, serta
komplikasinya. Harus diteliti pula mengenai riwayat merokok, status gizi, dan lain-lain.
Aktivitas sehari-hari, pemakaian sepatu, riwayat pajanan bahan kimia, kalus, infeksi, gejala
neuropati, klaudikasio, kelainan bentuk kaki, dan riwayat luka harus ditanyakan secara
cermat. Tanyakan pula menenai charcoat foot dan riwayat keluarga.

BAB IV
DISKUSI

No

Pertanyaan

Jawaban

Dr. yuvita Oetamert


Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
1

Bagaimanakah morfologi virus

bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert,

HIV?

tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia


masuk ke sel target
Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk melawan
infeksi yang menyerang tubuh. Usaha menyerang
infeksi ini dapat melemahkan sistem kekebalan, dan

dr. Paulin Yuliana


2

Apa dampak TB pada HIV?

menyebabkan jumlah CD4 menurun, walaupun


biasanya setelah sembuh, CD4-nya naik lagi. Tetapi
bila sistem kekebalan seorang Odha harus melawan
infeksi lain, serangannya terhadap HIV berkurang.
Jadi kalau infeksi TB pada Odha menjadi aktif,
jumlah CD4-nya dapat menurun drastis.

dr. M. Randy
Berganti-ganti pasangan adalah merupakan faktor
3

Apakah berganti-ganti

risiko namun untuk memastiakannya diperlukan Tes

pasangan itu sudah pasti akan

anti HIV terlebih dahulu

HIV?

akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek

dr. yuvita
bagaimanaka interaksi obat TB

Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovulidin


toksik OAT

dengan ARV?

Tidak adanya interaksi bermakna antara OAT


dengan ARV golongan nukleorida, kecuali
didanosin yang harus diberikan selang 1jam
dengan OAT karena bersifar sebagai buffer
antasida

Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan


ART golongan non-nekluotida dan inhibitor

protease. Rifampisin jangan di berikan bersama


dengan nelfinavir karena rifampisin dapat
menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%.

BAB V
KESIMPULAN

HIV adalah singkatan Human Immunodefisiency Virus yaitu virus yang


menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap

berbagai penyakit. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit
retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang
menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan manifestasi neurologis. (Vinay
Kumar, 2007). HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab acquired Immune Deficiency
Syndrom (AIDS). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia Anderson Price, 2006). Definisi AIDS yang ditetapkan
oleh pusat pengendalian penyakit, telah berubah beberapa waktu sejak gejala pertama
ditemukan pada tahun 1981. Secara umum definisi ini menyusun suatu titik dalam kontinum
penyimpangan HIV dimana penjamu telah menunjukan
secara klinis disfungsi imun. Jumlah besar infeksi oportunistik dan neoplasma merupakan
tanda supresi imun berat sejak tahun 1993. Definisi AIDS telah meliputi jumlah CD4 kurang
dari 200 sebagai criteria ambang batas. Sel CD4 adalah bagian dari limposit dan satu target
sel dari infeksi HIV.

BAB IV
DISKUSI

No

Pertanyaan

Jawaban

a.
b.
c.
d.

Dr. Theresia Oetji


1

Apakah acuan untuk gangguan

Onset akut (< 2 minggu)


Sindrom polimorfik
Ada stresor yang jelas
Tidak memenuhi kriteria episode manik

atau depresif
e. Tidak ada penyebab organik

psikosis akut?

Pasien dengan gangguan psikotik akut yang pernah


dr. Paulin Yuliana
apakah penyebab pasien
2

mengalami gangguan psikotik


akut?

memiliki gangguan kepribadian mungkin memiliki


kerentanan

biologis

atau

psikologis

ke

arah

perkembangan gejala psikotik. Teori psikodinamika


menyatakan bahwa gejala psikotik adalah suatu
pertahanan terhadap fantasi yang dilarang penurunan
harapan yang tidak tercapai atau suatu pelepasan dari
situasi psikososial tertentu

dr. M. Randy
bagaimanakah ciri prognosis
3

yang baik pada gangguan


psikotik akut?

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat premorbid yang baik


Stressor pencetus yang berat
Onset gejala mendadak
Gejala afektif
Sedikit penumpulan afektif
Tidak ada saudara yang skizofrenik

Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam


diagnosis banding adalah gangguan buatan (factitious
psikotik karena kondisi medis umum dan gangguan
psikotik akibat zat, sehingga membuat pemeriksaan
4

dr. yuvita

intoksikasi

Bagaimana mendiagnosis

laboratorium. Pasien dengan epilepsi atau delirium

banding gannguan psikotik

dapat juga datang dengan gejala psikotik seperti yang

akut?

ditemukan pada gangguan psikotik akut) dengan tanda

zat

sulit

tanpa

menggunakan

tes

dan gejala psikologis yang menonjol, berpura-pura


(malingering).

BAB V
KESIMPULAN

Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu


menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau
aneh. Psikosis akut adalah sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung kurang dari satu
bulan dan tidak disertai gangguan mood, gangguan berhubungan dengan zat, atau suatu
gangguan psikotik karena kondisi umum
Berdasarkan studi epidemiologi internasional, bila dibandingkan dengan skizofrenia,
insidensi nonaffective acute remitting psychoses sepuluh kali lebih tinggi terjadi di negara-

negara berkembang daripada negara industri. Beberapa klinis meyakini bahwa gangguan ini
lebih sering terjadi pada pasien dengan kelas sosioekonomi yang rendah, non industri.
Beberapa istilah lain sering digunakan untuk menjelaskan bentuk psikosis yang dipicu oleh
stres yang tinggi.

BAB IV
DISKUSI

No
1

Pertanyaan

Jawaban

Dr. Theresia Oetji


Apakah indikasi utana

pemasangan traksi?

Fraktur pada anak anak


Terdapat kontraindikasi pemakaian obat
anesthesia
Kekurangan tenaga medis atau fasilitas untuk
fiksasi internal

1. Tatalaksana untuk cedera terbuka hebat


2. Pasien dengan multiple injuries yang
memerlukan waktu operasi yang cepat untuk
menghindari cedera lainnya
3. Terdapat severe bone loss yang memerlukan
teknik bone transport
4. Fraktur femur pada remaja

dr. Paulin Yuliana


2

apakah indikasi fiksasi


eksterna?

1. Periksa ABCDE dan terapi keadaan yang


mengancam nyawa terlebih dahulu.
2. Buka semua pakaian sseluruhnya termasuk
ekstremitas. Lepaskan cincin, kalung, dan
semua yang dapat menjepit. Ingat cegah
terjadinya hipotermia.
3. Periksan keadaan neurovascular sebelum
memasang bidai. Periksa pulsasi perdarahan
eksternal yang harus dihentikan, dan periksa
sensorik dan motorik dari ekstremitas.
4. Tutup luka dengan balut steril.
5. Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai
dengan ekstremitas yang trauma. Bidai harus
mencangkup sendi diatas dan dibawah
ekstremitas yang trauma.
6. Pasang bantalan diatas tonjolan tulang.
7. Bidai ekstremitas pada posisi yang ditemukan
jika pulsasi distal ada. Jika pulsasi distal tidak
ada, coba luruskan ekstremitas. Traksi secara
hati hati dan pertahankan sampai bidai
terpasang.
8. Bidai dipasang pada ekstremitas yang telah
lurus, jika belum lurus coba luruskan.
9. Jangan meluruskan secara paksa, jika
mengalami kesulitan, pasang bidai pada posisi
yang ditemukan.
10. Konsulkan ke ahli ortopedik
11. Catat status neurovascular sebelum dan
sesudah pemasangan bidai atau manipulasi.
12. Berikan profilaksis tetanus.

dr. M. Randy
3

bagaimanakah prinsip
imobilisasi eksterna?

.
4
dr. yuvita

Fraktur transversal dan oblik biasanya karena


angulasi atau trauma langsung dan sering

apa sajakah tipe fraktur?

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.


Fraktur spiral dapat disebabkan karena terjatuh
dengan kaki menapak sambil terputar pada
bagian femur.
Fraktur kominutif dan segmental disebabkan karena
trauma hebat (biasanya kombinasi dari trauma
langsung dan trauma tidak langsung

BAB V
KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menimbulkan gerakan yang


abnormal disertai krepitasi dan nyeri.Biasanya dialami oleh dewasa muda dan diakibatkan
oleh trauma dengan energi yang besar. Dapat juga terjadi pada orang tua, hal ini harus
dipertimbangkan sebagai fraktur patologis sampai dibuktikan sebaliknya.Femur, tulang
terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh dari os coxae kepada tibia
sewaktu kita berdiri. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris, collum

femoris dan dua trochanter (trochanter major dan trochanter minor). Ujung distal femur
berakhir menjadi dua condylus yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang
melengkung bagaikan ulir.3

BAB IV
DISKUSI

No
1

Pertanyaan
Dr. Theresia Oetji
Apa sajakah kriteria PPCM?

Jawaban
1. Manifestasi gagal jantung pada akhir bulan
kehamilan atau dalam waktu 5 bulan setelah
melahirkan.
2. Fungsi pompa jantung berkurang, dengan
fraksi ejeksi (EF) kurang dari 45% (umumnya
diukur dengan echocardiogram).
3. Tidak ada penyebab lain untuk gagal jantung

dengan penurunan EF yang bisa ditemukan.


4. Tidak ada penyakit jantung yang ditemukan
sebelum kehamilan.
PPCM harus dibedakan dari bentuk cardiomiopati
yang lainnya, gagal jantung, emboli paru, eklampsia
dr. Paulin Yuliana

berat, dan pneumonia. Dari anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan lain harus bisa disingkirkan

bagaimana mendiagnosis

diagnosis

banding PPCM?

cardiomiopati dilatasi idiopatik, dan valvular heart

lainnya,

seperti

infark

miokard,

disease

Komplikasi yang paling umum adalah


troboembolus yang bila embolus keluar dari jantung,

dr. M. Randy

bisa menyumbat organ-organ vital seperti otak yang

apa saja komplikasi yang

bermanifes sebagai stroke atau kejang, jantung yang

terjadi pada PPCM?

bermanifes sebagai Infark myocard akut. Angka


persalinan prematur meningkat menjadi 25% pada
pasien dengan PPCM. Komplikasi lain terkait PPCM
adalah liver failure karena gagal jantungnya.

Outcome maternal; angka kematian pada ibu dengan


dr. yuvita
Bagaimana prognosis pada
pasien ppcm?

PPCM adalah sekitar 15-50%, bermacam faktor


seperti, ras kulit hitam, multipara, LVEF <30% adalah
beberapa indikator untuk outcome yang paling buruk
Outcome neonatus; kelahiran preterem terjadi
sampai 25% dari jumlah kejadian, beberapa IUFD dan
40% pasien dengan PPCM harus menjalani sesario
untuk alasan obstetrik.

Prediktor untuk disfungsi ventrikel kiri persistent


adalah LVEF 30%, fractional shortening 20% dan
left ventricular end diastolic dimension 6cm.

BAB V
KESIMPULAN

Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah penyakit langka yang masih sedikit


diketahui penyebabnya. Terdapat banyak hipotesis etiologi dan patogenesis PPCM. Definisi
PPCM berbeda berdasarkan organisasi pembuatnya, definisi terbaru mengacu kepada 4
kriteria dengan PPCM merupakan diagnosis eksklusi. Etiologi dan perjalanan penyakit masih
hipotesis membuat PPCM suatu penyakit gagal jantung dalam kategori tersendiri.
European Society of Cardiology on the classifi cation of cardiomyopathies menyatakan
bahwa PPCM adalah suatu bentuk non-familial, non-genetik dari dilated cardiomyopathy
yang berhubungan dengan kehamilan.
Cardiomiopati (secara harafiah berarti kelainan pada otot jantung) adalah istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan abnormal fungsi otot jantung yang dapat
mengarah menjadi gejala gagal jantung. Pasien dengan kardiomiopati bisa juga beresiko

untuk aritmia, bahkan sudden death. PPCM adalah suatu bentuk dilatasi kardiomiopati
dimana ruang jantungnya menjadi membesar atau berdilatasi dan ototnya melemah, dan
berakibat menurunnya aliran darah dan meningkatnya tekanan di dalam ruang jantung.

LAPORAN PRESENTASI KASUS MEDIK

Topik:
ULKUS DIABETIKUM GRADE IV a/r PEDIS DIGITI V DEXTRA

Disusun oleh:
Tia Santika.dr

Pendamping:
Hj. Supriyati Rahayu,dr.,MPH

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE JUNI 2014-JUNI 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Ulkus Diabetikum

Kaki diabetikum merupakan komplikasi kronik Diabetes Melitus (DM) yang paling
kompleks karena melibatkan tindakan amputasi. Angka kematian akibat ulkus atau gangren
DM di Indonesia berkisar 17-23%, sedangkan angka amputasi saat ini berkisar 15-30%.1
II. Patofisiologi
Kejadian kaki diabetik melibatkan berbagai komponen, seperti neuropati perifer,
gangguan vaskular, infeksi, dan perubahan tekanan plantar. Neuropati perifer dan gangguan
vaskularisasi terutama memegang peranan penting dalam patofisiologi kaki diabetik.2
a. Neuropati perifer
Manifestasi klinis neuropati perifer terhadap saraf otonom, sensorik, dan motorik dapat
meningkatkan risiko terjadinya kaki diabetik. Hal tersebut terjadi akibat tiga hal berikut:
- Neuropati pada saraf sensorik mengurangi fungsi protektif saraf, sehingga kemungkinan terpajan trauma fisik, kimia, dan suhu semakin meningkat. Fungsi protektif
saraf sensoris yang menurun dapat meningkatkan risiko ulkus DM hingga tujuh kali
lipat.1,2
- Neuropati motorik menyebabkan deformitas kaki (hammer toes, claw foot),
sehingga distribusi tekanan pada tonjolan tulang di kaki menjadi tidak normal. Hal
tersebut disebabkan oleh atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsik (m. introsseus dan
lumbrikal) sehingga terjadi peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung
jari kaki. 1,2
- Neuropati pada saraf otonom berkaitan dengan kulit yang kering. Kulit kering
dapat menimbulkan fisura, kalus, dan kulit pecah-pecah. Bounding pulse yang
terjadi pada neuropati otonom seringkali salah diinterpretasikan sebagai sirkulasi
yang baik. Neuropati otonom juga menyebabkan vasodilatasi perifer. Hal tersebut
meningkatkan pintasan arteri-vena yang mempengaruhi perfuwsi tulang pada
ekstremitas

bawah.

Akibatnya,

terjadi

peningkatan

resorpsi

tulang

yang

menyebabkan fraktur neuropati (charcoat foot). 1,2


Refleks tendon Achilles dapat ditemui menurun pada gangguan neuropati perifer,
terjadi pula gangguan sensasi yang dibuktikan dengan Semmes Weinsten Monofilament yang
bertujuan mengetahui ambang rasa tekan. Sensasi proteksi masih ada bila pengidap kaki
diabetik masih merasakan tekanan monofilamen berukuran 5,07 yang setara dengan tekanan
10 gram.1
b. Gangguan vaskular

Gangguan vaskularisasi, terutama makroangiopati dan mikroangiopati acap terjadi pada


pasien diabetes. Risiko untuk mendapat peripheral artery disease (PAD) pada pasien diabetes
dapat mencapai dua kali lipat. Vaskularisasi yang tidak baik merupakan merupakan penyebab
utama kaki diabetik pada 50% pasien.2
Mikroangiopati pada pasien diabetes menyebabkan penyembuhan luka menjadi
terganggu.2 Gangren yang luas dapat terjadi karena sumbatan pembuluh darah luas yang
dapat berujung pada amputasi. Adanya gangguan pembuluh darah dapat dideteksi dengan
pemeriksaan fisik (nilai Ankle Brachial Index dan perabaan pulsasi denyut nadi), alat
ultrasound Doppler, dan angiografi.1

Diagram 1. Patofisiologi Kaki Diabetik3


c. Perubahan tekanan plantar kaki
Tekanan pada bagian lateral kaki (kaput metatarsal jari III, IV, dan V) baik pada orang
sehat maupun penyandang neuropati diabetik tidak berbeda. Akan tetapi, pada sebagian besar
penyandang DM dengan neuropati, terdapat tekanan yang lebih tinggi pada kaput metatarsal
jari I, sementara tumit memiliki beban tekanan yang lebih tinggi pada orang sehat. Tidak
terdapat perbedaan tekanan pada sisi-sisi plantar kaki yang lain.2

Bagian yang menerima tekanan lebih besar, seperti kaput metatarsal jari III disusul
kaput metatarsal jari I sering mengalami tukak. Hal tersebut menjadi pertimbangan saat
memilih bentuk insole pada penyandang kaki DM.1
Penyebab terjadinya luka pada penyandang kaki DM:1
o Tekanan terus menerus
o Home surgery
o Tekanan berulang

Gambar 1. Area Berisiko Kaki DM2

o Luka tusuk
o Antiseptik
o Trauma panas

Gambar 2. Area Berisiko Kaki DM4

Faktor risiko terjadinya kaki DM meliputi antara lain:5

Neuropati perifer
PAD
Infeksi
Riwayat ulkus DM
Deformitas kaki struktural
Trauma
Charcoat foot
Penglihatan kabur
Kontrol gula darah buruk
Usia lebih tua
Jenis kelamin laki-laki
Ras (paling banyak di hispanik dan kulit hitam)

LAPORAN PRESENTASI KASUS KEMATIAN


Topik:

SYOK SEPTIKEMIA + PERIPARTUM CARDIOMYOPHATY

Disusun oleh:
Tia Santika,dr

Pendamping:
Hj. Supriyati Rahayu,dr.,MPH

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE JUNI 2014-JUNI 2015

Anda mungkin juga menyukai