Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

KERATITIS SYNDROME E.C VIRUS

DISUSUN OLEH:

RIRIN RINANTI
030.06.220

PEMBIMBING:
Dr. B. RENALDI, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSAL DR MINTOHARDJO
PERIODE 15 JULI 24 AGUSTUS 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

BAB I
ILUSTRASI KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. T

Usia

: 34 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: PNS

Pendidikan

: SLTA

Alamat

: Pejompongan RT.02/03 No.8 Jakpus

Status

: Menikah

ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 25 Juli 2013 pukul 11.00
A. Keluhan utama: mata kiri terasa seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu
B. Keluhan Tambahan: mata merah dan nyeri.
C. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang ke poli Mata RSAL dr Mintoharjo dengan keluhan mata kiri

terasa

seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah dan nyeri.
Pasien juga mengaku matanya terasa silau disertai dengan penurunan penglihatan tanpa
disertai adanya gatal dan sekret. Karena keluhannya, pasien kadang menggosok-gosok
matanya dan mengaku pernah membersihkan matanya menggunakan air biasa. Selain itu
juga pasien membeli obat tetes mata dari warung (Rohto) kira-kira seminggu yang lalu untuk
mengobati keluhan mata tersebut, tetapi keluhannya tidak berkurang. Pasien tidak pernah
mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan
teman-teman di kantor, alergi obat dan makanan, kelainan mata dan memakai lensa kontak
disangkal oleh pasien.

D.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku tidak pernah menderita seperti ini sebelumnya. Pasien juga
menyangkal pernah menghidap penyakit mata lainnya. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat trauma atau jatuh.
E.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Orang tua pasien tidak
mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus atau penyakit jantung.
F

Riwayat kebiasaan

Pasien bekerja sebagai PNS di kantor. Pasien rutin ke tempat kerja menaiki motor.
Pasien tidak merokok dan tidak menggunakan obat-obat terlarang.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan, gizi cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: TD: 120/90 mmHg

Suhu

: afebris

Pernafasan

: 16x/menit

Nadi

: 90x/menit

Kepala

: Normocephali

Mata

: Lihat status oftalmologi

Telinga

: normotia, sekret -/-, serumen -/-

Hidung

: septum deviasi (-), sekret (-/-)

Mulut

: lidah kotor (-), tonsil T1-T1 tenang, tidak hiperemis

Leher

: KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Thoraks
Paru

: SN Vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung: BJ I-II reguler, murmur -, gallop Abdomen

: Tidak diperiksa

Ekstremitas

: Akral hangat +/+, oedem -/-

Status oftalmologi
OD (mata kanan)
6/6
Visus
Ortoforia
Kedudukan Bola Mata
Bola mata dapat bergerak Pergerakan Bola Mata

OS (mata kiri)
6/6
Ortoforia
Bola mata dapat bergerak

ke segala arah
Ptosis (-) Lagoftalmus (-)

ke segala arah
Ptosis (-) Lagoftalmus (-)

Palpebra

Blefaritis(-) Hordeolum (-)

Blefaritis(-) Hordeolum (-)

Kalazion (-) ektropion (-)

Kalazion (-) ektropion (-)

entropion (-) oedem (-)

entropion (-) oedem (-)

trikiasis (-) hematoma (-)


Injeksi konjungtiva (-),

trikiasis (-) hematoma (-)


Injeksi
siliar
(+),

Konjungtiva

injeksi siliar (-), pteregium

pteregium

(-),

subkonjungtiva

subkonjungtiva

(-)
bleeding

bleeding (-), pinguekula (-)

(-), pinguekula (-), folikel

folikel (-) papil (-) , sekret

(-), papil (-) ,sekret (-)

(-)
Benda asing (-) oedema

Kornea

Benda asing (-) oedema (-)

(-) ulkus (-) perforasi (-)

ulkus

(-)

neovaskular (-) infiltrat(-)

neovaskular (-) infiltrat


supuratif(+),

Dalam,

hifema

(-)

COA

hipopion (-) sel (-) flare


(-)
Warna coklat, kripti baik,
atrofi (-), neovaskular (-)
Bentuk bulat, sentral,

perforasi

(-)

sensibilitas

(+) , Uji fluoresein (+)


Dalam, hifema (-) hipopion
(-) sel (-) flare (-)

Iris

Warna coklat, kripti baik,

Pupil

atrofi (-), neovaskular (-)


Bentuk
bulat,
sentral,

reguler, RC langsung +,

reguler, RC langsung +, RC

RC tidak langsung +
Jernih, shadow test (-)
Jernih
RFOD (+), papil bulat,

tidak langsung +
Jernih, shadow test (-)
Jernih
RFOS (+), papil bulat,

Lensa
Vitreus Humor
Funduskopi

batas tegas, warna merah

batas tegas, warna merah

kekuningan, c/d (0.3), a/v

kekuningan, c/d (0.3), a/v

2/3,

2/3, kontur pembuluh darah

kontur

pembuluh

darah di retina baik.


9 mmHg
Negatif

IV.

TIO
Shadow Test

di retina baik.
8 mmHg
Negatif

RESUME
Perempuan berusia 34 tahun datang ke poli mata RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan
mata kiri terasa seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
mata merah dan nyeri. Pasien juga mengaku matanya terasa silau disertai dengan
penurunan penglihatan. Pada pemeriksaan optalmologi didapatkan visus ODS 6/6. Pada
pemeriksaan konjungtiva mata sebelah kiri didapatkan injeksi siliar, pada kornea mata
sebelah kiri didapatkan infiltrat supuratif(+), sensibilitas (+) menurun

dan Uji

fluoresein (+). Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan lapang pandang dan
funduskopi ODS pasien.
V.
VI.
VII.

DIAGNOSIS KERJA
Keratitis Syndrome e.c Virus OS
DIAGNOSIS BANDING
Keratitis Syndrome e.c Bakterial OS
PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda

VIII.

TATALAKSANA

Nonmedikamentosa

: Debridement

Medikamentosa

: C. Lyteers (ED) 6 dd gtt I OS


C Hervis (ED) 3 dd 0,5

PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad bonam
Ad Sanasionam : Ad Bonam
Ad Fungsionam : Ad bonam

BAB II
ANALISA KASUS

Anamnesa
Pasien datang ke poli Mata RSAL dr Mintoharjo dengan keluhan mata kiri
terasa seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah dan
nyeri. Pasien juga mengaku matanya terasa silau disertai dengan penurunan penglihatan tanpa
disetrai rasa gatal dan adanya sekret.
Dari anamnesa, dapat dipikirkan penyakit mata yang diderita pasien tidak berkait
dengan gangguan dari penyakit-penyakit mata yang berhubungan dengan peningkatan usia
seperti kelainan degeneratif, vaskuler, ataupun gangguan metabolik.
Kelainan mata pasien berupa mata merah, seperti ada kotoran, nyeri, silau dan adanya
visus turun tanpa disertai gatal dan sekret. Hal ini dapat disimpulkan terdapat suatu keadaan
mata merah dengan penglihatan turun mendadak, sehingga dapat dibuat hipotesis awal
berupa:
1. Keratitis virus
2. Keratitis bakteri
Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva mata sebelah kiri didapatkan injeksi
siliar, pada kornea mata sebelah kiri didapatkan infiltrat supuratif(+), sensibilitas (+) menurun
dan Uji fluoresein (+). Injeksi siliar terjadi akibat melebarnya pembuluh darah perikornea (a.
Siliar anterior) akibat radang pada kornea. infiltrat supuratif (+) dan sensibilitas menurun
terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan kerusakan sel epitel dan
membentuk tukak kornea superfisial. Pada uji fluoresein (+) menunjukkan adanya defek
epitel kornea.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat ditegakkan diagnosa
kerja yaitu keratitis syndrome e.c virus. Diagnosa keratitis ditegakkan dengan dasar gejalagejala yang biasanya ditemukan pada keratitis:
- Mata merah
- Rasa silau
- Merasa kelilipan
- Penurunan tajam penglihatan
- Injeksi siliar
- Nyeri
- Tidak ada sekret
Terapi keratitis HSV sebaiknya bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam
kornea, sambil memperkecil efek merusak respon radang. Cara efektif mengobati keratitis
dendritik adalah debridement epitelial, karena virus berlokasi didalam epitel. Debridement
juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada
kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
menggunakan aplikator berujung kapas khusus. Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan
karena dapat sembuh sendiri. Agen antivirus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah
idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir.
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati
dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan
hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

Virulensi organisme
Luas dan lokasi keratitis
Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea
1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini
disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan
edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena
akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.
Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.
Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluhpembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik
yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan
supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan
selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan
lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet dan
lapisan endotel.

Gambar 1. Anatomi Kornea5


Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput
bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :
1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel
kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan
lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel
muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan
epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi (Ilyas, 2005).

2. Membran Bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel.
Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi (Ilyas, 2005).
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah
pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang
saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma (Ilyas, 2005).
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang
dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada
pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan
mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga
lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagianbagian kornea yang lain (Ilyas, 2005).
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara
20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini
dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak
mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika
endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem
pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian
hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh
epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka
akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea (Ilyas, 2005).

2. Keratitis
2.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel
atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma (Ilyas, 2006).
2.2 Epidemiologi
Frekuensi keratitis

di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus

kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7


per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000
penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna
pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk,
penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain,
kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang
tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
2.3 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke
sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti
9.

debu, serbuk sari, jamur, atau ragi


Efek samping obat tertentu1,2,3
2.4 Patofisiologi4,7

Karena kornea memiliki serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superficial


maupun dalam menimbulkan rasa sakitdan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh
gesekan palbebra (terutama palbebra superior) pada kornea akan emnetap sampai
sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalo letaknya
dari pusat.
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.
Dilatasi pembuluh iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena
reflex yang disebabkan iritasi pda ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestasi terjadi pada
penyakit ini, yang merupakan tanda diagnosis berharga.
Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea,
umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
2.2.5 Klasifikasi2,3
Klasifikasi keratitis berdasarkan causanya (Vaughan):
1. Keratitis Bakteri
a. Diplococcus pneumonia
b. Streptococcus haemoliticus
c. Pseudomonas aeruginosa
d. Klebsiella pneumonia
2. Keratitis Jamur
a. Candida
b. Aspergillus
c. Nocardia
d. Cephalosporum
3. Keratitis Virus
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
4. Keratitis Alergi
a. Stafilokok (ulkus marginal)
b. Tuberkuloprotein (keratitis flikten)
c. Toksin (ring ulcer , ulkus anularis)
5. Defisiensi vitamin A (xeroftalmia)
6. Keratitis neuroparalitik (kerusakan N.V
7. Tidak diketahui penyebabnya (ulkus moorens)

Keratitis Virus2,4
1. Etiologi

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada kornea.
Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular
obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata.
Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung,
mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan

kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial.


Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu
reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di

sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair,
mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena.
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis
akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe
regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai
stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi
pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma

Gambar 4. Keratitis Virus Herpes Simpleks


4. Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel raksasa,
yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus
intranuclear inklusi.

5. Terapi
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus
berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada
stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus.
Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan
diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.
Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap

jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)


Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam
Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi
yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien
yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan
setelah penyakit herpes non aktif.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San
Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta :
EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113116
4. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56
5. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical
Association.1997.

144:1544-1549.

Available

at

http://webeye.

ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: Juli 2011)


6. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-4.Jakarta.
Badan penerbit FKUI. 2012.
7. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. Lectures Note Oftalmologi Edisi kesembilan.
Jakarta. Penerbit Erlangga. 2006.
8. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata edisi III. Surabaya.
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2006.
9. Nurul.
Modul
Mata.
Available

at

http://www.scribd.com/doc/98008568/NuRUL-LBM-3-Modul-Mata. 2010
10. Jaya
Lanugo.
Medical
Blog.
Keratitis.
Available
at
:
http://lanugojaya.blogspot.com/2012/09/keratitis.html.
:September 2012)
11. Maya.

Keratitis.

Available

(Update
at

http://doktermaya.wordpress.com/2011/10/page/2/. (Posted : Oktober


2010)
12. Faqih,dr.

M.

Amrullah

Al.

Keratitis.Available

http://www.scribd.com/doc/102189972/Keratitis. Posted : 2002

at:

Anda mungkin juga menyukai