DISUSUN OLEH:
RIRIN RINANTI
030.06.220
PEMBIMBING:
Dr. B. RENALDI, Sp. M
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Usia
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS
Pendidikan
: SLTA
Alamat
Status
: Menikah
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 25 Juli 2013 pukul 11.00
A. Keluhan utama: mata kiri terasa seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu
B. Keluhan Tambahan: mata merah dan nyeri.
C. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang ke poli Mata RSAL dr Mintoharjo dengan keluhan mata kiri
terasa
seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah dan nyeri.
Pasien juga mengaku matanya terasa silau disertai dengan penurunan penglihatan tanpa
disertai adanya gatal dan sekret. Karena keluhannya, pasien kadang menggosok-gosok
matanya dan mengaku pernah membersihkan matanya menggunakan air biasa. Selain itu
juga pasien membeli obat tetes mata dari warung (Rohto) kira-kira seminggu yang lalu untuk
mengobati keluhan mata tersebut, tetapi keluhannya tidak berkurang. Pasien tidak pernah
mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan
teman-teman di kantor, alergi obat dan makanan, kelainan mata dan memakai lensa kontak
disangkal oleh pasien.
D.
Pasien mengaku tidak pernah menderita seperti ini sebelumnya. Pasien juga
menyangkal pernah menghidap penyakit mata lainnya. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat trauma atau jatuh.
E.
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Orang tua pasien tidak
mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus atau penyakit jantung.
F
Riwayat kebiasaan
Pasien bekerja sebagai PNS di kantor. Pasien rutin ke tempat kerja menaiki motor.
Pasien tidak merokok dan tidak menggunakan obat-obat terlarang.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu
: afebris
Pernafasan
: 16x/menit
Nadi
: 90x/menit
Kepala
: Normocephali
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Paru
: Tidak diperiksa
Ekstremitas
Status oftalmologi
OD (mata kanan)
6/6
Visus
Ortoforia
Kedudukan Bola Mata
Bola mata dapat bergerak Pergerakan Bola Mata
OS (mata kiri)
6/6
Ortoforia
Bola mata dapat bergerak
ke segala arah
Ptosis (-) Lagoftalmus (-)
ke segala arah
Ptosis (-) Lagoftalmus (-)
Palpebra
Konjungtiva
pteregium
(-),
subkonjungtiva
subkonjungtiva
(-)
bleeding
(-)
Benda asing (-) oedema
Kornea
ulkus
(-)
Dalam,
hifema
(-)
COA
perforasi
(-)
sensibilitas
Iris
Pupil
reguler, RC langsung +,
reguler, RC langsung +, RC
RC tidak langsung +
Jernih, shadow test (-)
Jernih
RFOD (+), papil bulat,
tidak langsung +
Jernih, shadow test (-)
Jernih
RFOS (+), papil bulat,
Lensa
Vitreus Humor
Funduskopi
2/3,
kontur
pembuluh
IV.
TIO
Shadow Test
di retina baik.
8 mmHg
Negatif
RESUME
Perempuan berusia 34 tahun datang ke poli mata RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan
mata kiri terasa seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
mata merah dan nyeri. Pasien juga mengaku matanya terasa silau disertai dengan
penurunan penglihatan. Pada pemeriksaan optalmologi didapatkan visus ODS 6/6. Pada
pemeriksaan konjungtiva mata sebelah kiri didapatkan injeksi siliar, pada kornea mata
sebelah kiri didapatkan infiltrat supuratif(+), sensibilitas (+) menurun
dan Uji
fluoresein (+). Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan lapang pandang dan
funduskopi ODS pasien.
V.
VI.
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Keratitis Syndrome e.c Virus OS
DIAGNOSIS BANDING
Keratitis Syndrome e.c Bakterial OS
PEMERIKSAAN ANJURAN
VIII.
TATALAKSANA
Nonmedikamentosa
: Debridement
Medikamentosa
PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad bonam
Ad Sanasionam : Ad Bonam
Ad Fungsionam : Ad bonam
BAB II
ANALISA KASUS
Anamnesa
Pasien datang ke poli Mata RSAL dr Mintoharjo dengan keluhan mata kiri
terasa seperti ada kotoran sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah dan
nyeri. Pasien juga mengaku matanya terasa silau disertai dengan penurunan penglihatan tanpa
disetrai rasa gatal dan adanya sekret.
Dari anamnesa, dapat dipikirkan penyakit mata yang diderita pasien tidak berkait
dengan gangguan dari penyakit-penyakit mata yang berhubungan dengan peningkatan usia
seperti kelainan degeneratif, vaskuler, ataupun gangguan metabolik.
Kelainan mata pasien berupa mata merah, seperti ada kotoran, nyeri, silau dan adanya
visus turun tanpa disertai gatal dan sekret. Hal ini dapat disimpulkan terdapat suatu keadaan
mata merah dengan penglihatan turun mendadak, sehingga dapat dibuat hipotesis awal
berupa:
1. Keratitis virus
2. Keratitis bakteri
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva mata sebelah kiri didapatkan injeksi
siliar, pada kornea mata sebelah kiri didapatkan infiltrat supuratif(+), sensibilitas (+) menurun
dan Uji fluoresein (+). Injeksi siliar terjadi akibat melebarnya pembuluh darah perikornea (a.
Siliar anterior) akibat radang pada kornea. infiltrat supuratif (+) dan sensibilitas menurun
terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan kerusakan sel epitel dan
membentuk tukak kornea superfisial. Pada uji fluoresein (+) menunjukkan adanya defek
epitel kornea.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat ditegakkan diagnosa
kerja yaitu keratitis syndrome e.c virus. Diagnosa keratitis ditegakkan dengan dasar gejalagejala yang biasanya ditemukan pada keratitis:
- Mata merah
- Rasa silau
- Merasa kelilipan
- Penurunan tajam penglihatan
- Injeksi siliar
- Nyeri
- Tidak ada sekret
Terapi keratitis HSV sebaiknya bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam
kornea, sambil memperkecil efek merusak respon radang. Cara efektif mengobati keratitis
dendritik adalah debridement epitelial, karena virus berlokasi didalam epitel. Debridement
juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada
kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
menggunakan aplikator berujung kapas khusus. Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan
karena dapat sembuh sendiri. Agen antivirus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah
idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir.
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati
dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan
hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
Virulensi organisme
Luas dan lokasi keratitis
Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea
1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini
disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan
edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena
akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.
Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.
Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluhpembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik
yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan
supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan
selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan
lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet dan
lapisan endotel.
2. Membran Bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel.
Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi (Ilyas, 2005).
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah
pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang
saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma (Ilyas, 2005).
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang
dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada
pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan
mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga
lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagianbagian kornea yang lain (Ilyas, 2005).
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara
20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini
dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak
mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika
endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem
pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian
hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh
epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka
akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea (Ilyas, 2005).
2. Keratitis
2.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel
atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma (Ilyas, 2006).
2.2 Epidemiologi
Frekuensi keratitis
Keratitis Virus2,4
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada kornea.
Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular
obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata.
Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung,
mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan
sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair,
mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena.
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis
akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe
regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai
stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi
pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma
5. Terapi
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus
berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada
stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus.
Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan
diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.
Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San
Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta :
EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113116
4. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56
5. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical
Association.1997.
144:1544-1549.
Available
at
http://webeye.
at
http://www.scribd.com/doc/98008568/NuRUL-LBM-3-Modul-Mata. 2010
10. Jaya
Lanugo.
Medical
Blog.
Keratitis.
Available
at
:
http://lanugojaya.blogspot.com/2012/09/keratitis.html.
:September 2012)
11. Maya.
Keratitis.
Available
(Update
at
M.
Amrullah
Al.
Keratitis.Available
at: