Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Timah merupakan salah satu bahan galian yang dimiliki tanah air indonesia yang tidak
dapat diperbaharui keberadaannya. Pertambangan timah Indonesia hingga saat ini merupakan
produsen timah nomor dua di dunia setelah Cina dan menghasilkan salah satu produk
komoditi ekspor terbesar di dunia. Belakangan ini harga timah di pasaran dunia cenderung
naik, sehingga menjadikan timah merupakan barang jenis logam yang dicari keberadaannya,
Sehingga negara-negara penghasil timah berusaha untuk menyediakan stok di pasaran dunia
sesuai dengan kebutuhannya.
Industri pertambangan timah mempunyai tahapan kegiatan yang tidak sederhana,
mulai dari kegiatan pra-penambangan, kegiatan penambangan, kegiatan pengolahan
(persiapan

material

yang akan dilebur, proses peleburan, proses refining dan proses

pencetakan logam timah) dan kegiatan pasca penambangan. Dalam perkembangan terakhir,
ada beberapa perusahaan telah melakukan operasi didarat maupun beroperasi pada cadangan
timah alluvial yang berada di laut dengan mengoperasikan Kapal Keruk dan Kapal Isap
Produksi.
1.2.Maksud dan Tujuan
Maksud dilakukannya pembahasan ini adalah mempelajari alur pengolahan bijih
timah.
Tujuan dilakukannya pembahasan ini adalah mengetahui proses alur pengolahan
bahan galian tersebut.
1.3.Batasan Masalah
Batasan masalah dari pembahasan ini yaitu pada proses pengolahan timah alluvial
mulai dari proses pengumpanan, pencucian, peleburan, sampai dengan pencetakan tidak
membahas proses penambangan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Timah
Timah adalah unsur kimia yang memiliki simbol Sn dengan nomor atom 50 dan
nomor massa 118,69. Timah dalam bahasa inggris disebut sebagai Tin. Kata Tin diambil
dari nama Dewa bangsa Etruscan Tinia. Nama latin dari timah adalah Stannum dimana
kata ini berhubungan dengan kata stagnum yang dalam bahasa inggris bersinonim dengan
kata dripping yang artinya menjadi cair/ basah, penggunaan kata ini dihubungkan dengan
logam timah yang mudah mencair. Di Indonesia Timah banyak berada di pulau Bangka dan
Belitung. Bijih timah terdapat dalam bentuk kasiterit. Penggunaan timah sendiri sering
digunakan untuk membuat campuran atau paduan logam yaitu kuningan, perunggu, campuran
timah putih dan timah hitam, patri, logam-logam yang dapat melebur, serta logam untuk
lonceng (Azis, 2007).
Timah merupakan logam berwarna putih keperakan/putih keabuan, dengan kekerasan
yang rendah, dapat ditempa ("malleable"), mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik
yang tinggi, relatif lunak, tahan karat dan memiliki titik leleh yang rendah dan memilki
struktur kristal yang tinggi.
2.1.1

Genesa Endapan Timah


Sumber timah yang terbesar yaitu sebesar 80% berasal dari endapan timah sekunder

(alluvial) yang terdapat di alur-alur sungai, di darat (termasuk pulau-pulau timah), dan di
lepas pantai. Endapan timah sekunder (alluvial) berasal dari endapan timah primer yang
mengalami pelapukan yang kemudian terangkut oleh aliran air, dan akhirnya terkonsentrasi
secara selektif berdasarkan perbedaan berat jenis dengan bahan lainnya. Endapan alluvial
yang berasal dari batuan granit lapuk dan terangkut oleh air pada umumnya terbentuk lapisan
pasir atau kerikil.
Proses pembentukan bijih timah (Sn) berasal dari magma cair yang mengandung
mineral kasiterit (Sn02). Pada saat intrusi batuan granit naik ke permukaan bumi, maka akan
terjadi fase pneumatolitik, dimana terbentuk mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah
(Sn). Mineral ini terakumulasi dan terasosiasi pada batuan granit maupun di dalam batuan
yang diterobosnya, yang akhirnya membentuk vein-vein (urat), yaitu : pada batuan granit dan
pada batuan samping yang diterobosnya.
2

2.1.2

Penyebaran Bahan Galian


Endapan timah di Indonesia terletak pada jalur timah terkaya di dunia, yang membujur

mulai dari Cina selatan, Birma, Muangthai, Malaysia dan berlanjut ke Indonesia. Jalur di
Indonesia mengarah dari utara ke selatan yaitu dari pulau Karimun, P. Kundur, P. Singkep, P.
Bangka, Bangkinang (Sumatera bagian tengah) serta terdapat tanda-tanda di kepulauan
Anambas, Natuna dan Karimata. Sampai ini ada dua jenis utama timah yang berdasarkan
proses terbentuknya yaitu timah primer dan timah sekunder, kedua timah jenis tersebut
dibedakan atas dasar proses terbentuknya (genesa). Endapan timah primer pada umumnya
terdapat pada batuan granit daerah sentuhannya, sedangkan endapan timah sekunder
kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang terdapat di darat
maupun di laut.

Gambar 2.1 Peta Persebaran Bahan Galian di Indonesia

2.1.3 Sifat Fisik Dan Mekanik, Mineralogi


2.1.3.1.
Sifat Umum Timah (Sn)
Timah merupakan logam perak keputih-putihan,
ductile dan memilki struktur kristal yang tinggi,
Dalam keadaan normal (13 160 C), logam ini bersifat mengkilap dan mudah

dibentuk.
Timah juga tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat.
Ditemukan dalam banyak alloy, dan digunakan untuk melapisi logam lainnya
3

untuk mencegah karat.


Sifat Fisik Timah (Sn)
Keadaan benda : Padat
Titik lebur : 505.08 K (449.47 F)
Titik didih : 2875 K (4716 F)
Densitas : 7,365 g/cm3 (Sn putih) 5,769 g/cm3 (Sn abu-abu)
Volume molar : 16.29 10-6 m3/mol
Kalor penguapan : 295.8 kJ/mol
Kalor peleburan : 7.029 kJ/mol
Kalor jenis : 27,112 J/molK
Panas fusi : 7,03 kJ/mol
Tekanan uap : 5.78 E-21 Pa at 505 K
Kecepatan suara : 2500 m/s pada 293.15 K

Sifat Mekanik Timah (Sn)


Kekuatan tariknya rendah, sekitar 2000 psi
Modulus Youngnya adalah 5,9-7,8 x 10^6 psi
Kekuatan Mohs 1,8 atau Brinell 5,0 (1000 kg, 10 mm)

2.1.3.2.

2.1.3.3.

2.1.4

Mineral Pembentuk Bahan Galian


Kasiterit (SnO2) merupakan mineral utama yang mengandung unsur Sn. Dalam

pembentukannya, mineral ini disertai dengan beberapa mineral berat berharga serta
sekelompok mineral pengganggu. Endapan bijih timah didalam kasiterit pada umumnya
berasal dari magma granitik, yaitu magma dari larutan yang bersifat asam (pembentukan
granit), sehingga keterdapatan endapan bijih Timah berhubungan erat dengan terdapatnya
batuan granit. Kandungan rata-rata kadar Sn dalam batuan sebagai indikasi pegangan
eksplorasi mineral dalam menentukan nilai latar belakang yang diberikan oleh Hawkess dan
Webb (1962). Harga rata-rata ini untuk batuan beku adalah 32 ppm Sn, dengan kandungan Sn
yang kecil sebesar 6 ppm pada batuan beku mafik dan dengan maksimum 45 ppm pada
batuan fesilik, sedangkan untuk batuan sedimen serpih dapat mencapai 40 ppm. Nilai ratarata yang digunakan ditentukan oleh Onishi dan Sandell (1957) dan Hamaguchi (1964)
dengan kisaran nilai yang dikumpulkan oleh Wedepohl (1974) dan Durasova (1967).
1) Mineral berat berharga.
a. Mineral Utama
Mineral utama yang diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) Unit Kundur
adalah kasiterit (SnO2). Warna kasiterit ini bermacam-macam yaitu kuning coklat, kuning
kemerahan, coklat kehitaman dan coklat tua dengan berat jenis 6,8 7,1. Mineral kasiterit
permukaannya mengkilap dan berminyak. Umumnya tidak tembus cahaya, tetapi lapisan
4

permukaan kristalnya berkilau. Keberadaannya ada yang primer ada pula yang aluvial.
Dengan sistem kristal tetragonal 4/m 2/m 2/m. Mineral mineral bersifat konduktor.
b. Mineral ikutan berharga
Secara umum mineral berharga yang terbawa oleh mineral kasiterit, dan mineral
ikutan berharga yang diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) Unit Kundur antara
lain:
1. Ilmenit (FeTiO3)
Umumnya ilmenit berwarna hitam besi atau hitam keabu-abuan, memiliki berat
jenis 4,5 5 dan bersifat konduktor dan sifat magnetik kuat. Biasa digunakan
sebagai rutil (TiO2) untuk industri keramik pigmen dan konsentrat titanium.
2. Zircon
Memiliki warna merah pucat atau orange dengan berat jenis 4,2 4,7. zircon
bersifat non konduktor dan non magnetik digunakan sebagai bahan zirkonia untuk
industri keramik.
3. Monazit [(Ce, La, Y, Th)PO4]
Umunya memiliki warna kuning atau jaring-jaring hijau. Berat jenis monazite
antar 4,6 5,3 dan bersifat non konduktor dan megnetik lemah. Mineral ini dijual
secara berkala tergantung pesanan konsumen.
2) Mineral ikutan lainnya.
Mineral mineral lainnya yang sangat berpengaruh dalam bijih timah, yang memiliki
perbedaan warna, kekerasan, berat jenis, sifat kelistrikan dan sifat magnetic. Dari hasil
kondisi lapangan, pada penambangan kapal isap produksi Timah diperoleh beberapa mineral
ikutan yang utama antara lain: Pyrite/ Marcasite, ilmenit, zircone, anatase, turmalin, siderit
dan mineral pengotor utama pasir kuarsa.
2.2 Fase-fase dalam siklus pengolahan
2.2.1 Alat Pendukung Pencucian
Jig adalah salah satu alat pemisahan mineral antara konsentrat dengan
tailing yang memanfaatkan gaya berat jenis mineral dengan menggunakan medium air
sehingga membentuk suatu lapisan sesuai dengan berat jenis mineral tersebut. Tipe tipe jig
adalah :
1. Pan American Jig (P.A. Jig)
Pan American Jig memakai saringan tetap disetiap tangki yang berbentuk
cone yang berhubungan dengan membran. Ukuran setiap kompartemen 1050 x 1050 mm.
Air tambahan masuk melalui pipa di bawah kerucut dalam tangki dan dapat diatur
5

untuk setiap tangki. Penggeraknya menggunakan esentrik dengan motor listrik dangear box.
2. Yuba Jig
Pada Yuba jig, gerakan membrannya tegak lurus dengan gerakan isapan. Letak
membran melekat rapat pada dinding tangki sebelah luar, tipa kompartemen dapat diatur
panjang dorongan (stroksinya sendiri-sendiri). Penggeraknya menggunakan pulsator dengan
motor listrik dan gear box.

Gambar 2.2 Bagian-bagian pada alat jiging

2.2.2

Prinsip Kerja jigging


Prinsip kerja proses jigging adalah apabila terjadi pulsion pada siklus jigging maka

lapisan pemisah (bed) akan terdorong naik, sehingga bijih timah pada lapisan bed akan
merenggang karena adanya tekanan. Kesempatan ini akan dimanfaatkan oleh mineral berat
untuk menerobos bed masuk ke dalam tangki Pan American Jig dan keluar melalui spigot
sebagai konsentrat sedangkan mineral ringan akan terbawa oleh aliran horizontal diatas
permukaan bed dan akan terbuang sebagai tailing. Pada saat terjadi suction, bed menutup
kembali sehingga mineral berat berukuran besar dan mineral ringan berukuran besar tidak
berpeluang masuk ke saringan. Jadi mineral berat berukuran besar akan mengendap di atas
bed untuk menunggu kesempatan pulsion berikutnya, sedangkan mineral ringan berukuran
besar akan terbawa dengan aliran arus horizontal.

2.2.3

Alat Pendukung Pemurnian


Proses peleburan merupakan proses melebur bijih timah menjadi logam Timah.

Untuk mendapatkan logam timah dengan kualitas yang lebih tinggi, maka harus dilakukan
proses pemurnian terlebih dahulu dengan menggunakan suatu alat pemurnian yang disebut
6

crystallizer.

Gambar 2.3. Bagianbagian pada alat Crystallizer

2.2.4

Pencetakan
Pencetakan ingot timah dilakukan secara manual dan otomatis. Peralatan pencetakan

secara manual adalah melting kettle dengan kapasitas 50 ton, pompa cetak and cetakan
logam.

Gambar 2.4. Alat pencetak manual dan alat pencetak otomatis

2.3 GAMBAR DESAIN ATAU PERANCANGAN PABRIK

BAB III
PEMBAHASAN
Pengolahan Bahan Galian merupakan proses dimana bertujuan sesuai dengan
namanya yaitu meningkatkan kadar kandungan timah dimana Bijih timah diambil dari dalam
laut atau lepas pantai dengan penambangan atau pengerukan setelah itu dilakukan
pembilasan dengan air atau washing dan kemudian diisap dengan pompa. Bijih timah hasil
dari pengerukan biasanya mengandung 20 30 % timah. Setelah dilakukan proses
pengolahan mineral maka kadar kandungan timah menjadi lebih dari 70 %, sedangkan bijih
timah hasil penambangan darat biasanya mengandung kadar timah yang sudah cukup tinggi
>60%.
Adapun Proses pengolahan mineral timah yang dilakukan di Pusat Pengolahan Bijih
Timah ( PPBT ) ini meliputi banyak proses :
3.1

Pencucian
Pencucian merupakan proses akhir dari rangkaian kegiatan penambangan, sehingga

besar kecilnya perolehan sangat ditentukan oleh kegiatan pencucian, Pencucian yang
digunakan dengan pemisahan menggunakan media air.
1. Washing atau Pencucian
Pencucian timah dilakukan dengan memasukkan bijih timah ke dalam ore bin yang
berkapasitas 25 drum per unit dan mampu melakukan pencucian 15 ton bijh per jam.
Di dalam ore bin itu bijih dicuci dengan menggunakan air tekanan dan debit yang
sesuai dengan umpan
2. Pemisahan berdasarkan

ukuran

atau

screening/sizing

dan

uji

kadar

Bijih yang didapatkan dari hasil pencucian pada ore bin lalu dilakukan pemisahan
berdasarkan ukuran dengan menggunakan alat screen,mesh, setelah itu dilakukan
pengujian untuk mengetahui kadar bijih setelah pencucian. Prosedur penelitian kadar
tersebut adalah mengamatinya dengan mikroskop dan menghitung jumlah butir
dimana butir timah dan pengotornya memiliki karakteristik yang berbeda sehinga
dapat diketahui kadar atau jumlah kandungan timah pada bijih.
3. Pemisahan berdasarkan berat jenis
Proses pemisahan ini menggunakan alat yang disebut jig Harz. Bijih timah yang
mempunyai berat jenis lebih berat akanj mengalir ke bawah yang berarti kadar timah
yang diinginkan sudah tinggi sedangkan sisanya, yang berkadar rendah yang juga
9

berarti mengandung pengotor atau gangue lainya seperti quarsa , zircon, rutile, siderit
dan sebagainya akan ditampung dan dialirkan ke dalam trapezium Jig Yuba.
4. Pengolahan tailing
Dahulu tailing timah diolah kembali untuk diambil mineral bernilai yang mungkin
masih tersisa didal m tailing atau buangan.prosesnya adalah dengan gaya sentrifugal.
Namun saat ini proses tersebut sudah tiodak lagi digunakan karena tidak efisien
karena kapasitas dari alat pengolah ini adalah 60 kg/jam.
5. Proses Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan didalam rotary dryer. Prinsip kerjanya adalah dengan
memanaskan pipa besi yang ada di tengah tengah rotary dryer dengan cara
mengalirkan api yang didapat dari pembakaran dengan menggunakan solar.
6. Klasifikasi
Bijih bijih timah selanjutnya kan dilakukan proses proses pemisahan/klasifikasi
lanjutan yakni:
- Klasifikasi berdasarkan ukuran butir dengan screening
- Klasifikasi berdasarkan sifat konduktivitasnya dengan High Tension separator.
- Klasifikasi berdasarkan sifat kemagnetannya dengan Magnetic separator.
- Klasifikasi berdasarkan berat jenis dengan menggunakan alat seperti shaking
table, air table dan multi gravity separator(untuk pengolahan terak/tailing)
7. Pemisahan Mineral Ikutan
Mineral ikutan pada bijih timah yang memiliki nilai atau value yang terbilang tinggi
seperti zircon dan thorium (unsur radioaktif) akan diambil dengan mengolah kembali
bijih timah hasil proses awal pada Amang Plant. Mula mula bijih diayak dengan
vibrator listrik berkecepatan tinggi dan disaring/screening sehingga akan terpisah
antara mineral halus berupa cassiterite dan mineral kasar yang merupakan
ikutan.mineral ikutan tersebut kemudian diolah pada air table sehingga menjadi
konsentrat yang selanjutnya dilakukan proses smelting, sedangkan tailingnya dibuang
ke tempat penampungan. Mineralmineral tersebut lalu dipisahkan dengan high
tension separatorpemisahan berdasarkan sifat konduktor nonkonduktornya atau
sifat konduktivitasnya. Mineral konduktor antara lain: Cassiterite dan Ilmenite.
Mineral nonconductor antara lain: Thorium, Zircon dan Xenotime. Lalu masing
masing dipisahkan kembali berdasarkan kemagnetitanya dengan magnetic separation
3.2
3.2.1

sehingga dihasilkan secara terpisah, thorium dan zircon.


PELEBURAN (SMELTING)
Proses Pre-Smelting
Setelah dilakukan proses pengolahan/pencucian mineral dilakukan proses pre-

smelting yaitu proses yang dilakukan sebelum dilakukannya proses peleburan, misalnya

10

preparasi material, pengontrolan dan penimbangan sehingga untuk proses pengolahan timah
akan efisien.
3.2.2

Proses Peleburan (Smelting)


Ada dua tahap dalam proses peleburan :
-

Peleburan tahap I yang menghasilkan timah kasar dan slag/terak.


Peleburan tahap II yakni peleburan slag sehingga menghasilkan hardhead dan slag
II.

Proses peleburan berlangsung seharian24 jam dalam tanur guna menghindari


kerusakan pada tanur/refraktori. Umumnya terdapat tujuh buah tanur dalam peleburan. Pada
tiap tanur terdapat bagian bagian yang berfungsi sebagai panel kontrol: single point
temperature recorder, fuel oil controller, pressure recorder, O2 analyzer, multipoint
temperature recorder dan combustion air controller. Udara panas yang dihembuskan ke dalam
tanur berasal dari udara luar / atmosfer yang dihisap oleh axial fan exhouster yang selanjutnya
dilewatkan ke dalam regenerator yang mengubahnya menjadi panas. Tahap awal peleburan
baik peleburan I dan II adalah proses charging yakni bahan baku bijih timah atau slag I
dimasukkan kedalam tanur melalui hopper furnace. Dalam tanur terjadi proses reduksi
dengan suhu 1100 15000C. Unsure unsure pengotor akan teroksidasi menjadi senyawa
oksida seperti As2O3 yang larut dalam timah cair. Sedangkan SnO tidak larut semua menjadi
logam timah murni namun adapula yang ikut ke dalam slag dan juga dalam bentuk debu
bersamaan dengan gas gas lainnya. Setelah peleburan selesai maka hasilnya dimasukkan ke
foreheart untuk melakukan proses tapping. Sn yang berhasil dipisahkan selanjutnya
dimasukkan kedalam float untuk dilakukan pendinginan/penurunan temperatur hingga 4000C
sebelum dipindahkan ke dalam ketel. Sedangkan hardhead dimasukkan ke dalm flame oven
untuk diambil Sn dan timah besinya.
3.3
3.3.1

PEMURNIAN (REFINING )
Pyrorefining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan panas diatas titik lebur sehingga

material yang akan direfining cair, ditambahkan mineral lain yang dapat mengikat pengotor
atau impurities sehingga logam berharga dalam hal ini timah akan terbebas dari impurities
atau hanya memiliki impurities yang amat sedikit, karena afinitas material yang ditambahkan
terhadap pengotor lebih besar dibanding Sn. Contoh material lain yang ditambahkan untuk
mengikat pengotor: serbuk gergaji untuk mengurangi kadar Fe, Aluminium untuk untuk
mengurangi kadar As sehingga terbentuk AsAl, dan penambahan sulfur untuk mengurangi
11

kadar Cu dan Ni sehingga terbentuk CuS dan NiS. Hasil proses refining ini menghasilkan
logam timah dengan kadar hingga 99,92% (pada PT.Timah). Analisa kandungan impurities
yang tersisa juga diperlukan guina melihat apakah kadar impurities sesuai keinginan, jika
tidak dapat dilakukan proses refining ulang.
3.3.2

Eutectic Refining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan crystallizer dengan bantuan agar

parameter proses tetap konstan sehingga dapat diperoleh kualitas produk yang stabil. Proses
pemurnian ini bertujuan mengurangi kadar Lead atau Pb yang terdapat pada timah sebagai
pengotor /impuritiesnya. Adapun prinsipnya adalah berhubungan dengan temperatur eutectic
Pb- Sn, pada saat eutectic temperature lead pada solid solution berkisar 2,6% dan akan
menurun bersamaan dengan kenaikan temperatur, dimana Sn akan meningkat kadarnya.
Prinsip utamnya adalah dengan mempertahankan temperatur yang mendekati titik solidifikasi
timah.
3.3.3

Electrolitic Refining
Yaitu proses pemurnian logam timah sehingga dihasilkan kadar yang lebih tinggi lagi

dari pyrorefining yakni 99,99% (produk PT. Timah: Four Nine). Proses ini melakukan prinsip
elektrolisis atau dikenal elektrorefining.Proses elektrorefining menggunakan larutan elektrolit
yang menyediakan logam dengan kadar kemurnian yang sangat tinggi dengan dua komponen
utama yaitu dua buah elektrodaanoda dan katodayang tercelup ke dalam bak elektrolisis.
Proses elektrorefining yang dilakukan PT.Timah menggunakan bangka four nine (timah
berkadar 99,99% ) yang disebut pula starter sheetsebagai katodanya, berbentuk plat tipis
sedangkan anodanya adalah ingot timah yang beratnya berkisar 130 kg dan larutan
elektrolitnya H2SO4. Proses pengendapan timah ke katoda terjadi karena adanya migrasi dari
anoda menuju katoda yang disebabkan oleh adanya arus listrik yang mengalir dengan voltase
tertentu dan tidak terlalu besar.
3.4

PENCETAKAN
Pencetakan ingot timah dilakukan secara manual dan otomatis. Peralatan pencetakan

secara manual adalah melting kettle dengan kapasitas 50 ton, pompa cetak and cetakan
logam. Proses ini memakan waktu 4 jam /50 ton, dimana temperatur timah cair adalah 2700C.
Sedangkan proses pencetakan otomatis menggunakan casting machine, pompa cetak, dan
melting kettle berkapasitas 50 ton dengan proses yang memakan waktu hingga 1 jam/60 ton.
Langkah langkah pencetakan:
1. Timah yang siap dicetak disalurkan menuju cetakan.
12

2. Ujung pipa penyalur diatur dengan menletakkannya diatas cetakan pertama pada
serinya, aliran timah diatur dengan mengatur klep pada piapa penyalur.
3. Bila cetakan telah penuh maka pipa penyalur digeser ke cetakan berikutnya dan
permukaan timah yang telah dicetak dibersihkan dari drossnya dan segera dipasang
capa pada permukaan timah cair.
4. Kecepatan pencetakan diatur sedemikian rupa sehingga laju pendinginan akan merata
5.

sehingga ingot yang dihasilkan mempunyai kulitas yang bagus atau sesuai standar.
Ingot timah yang telah dingin disusun dan ditimbang.

13

BAB IV
PENUTUP
4.1

KESIMPULAN
Dari hasil penulisan laporan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Timah merupakan logam putih keperakan, logam yang mudah ditempa dan bersifat
fleksibel, memiliki struktur kristalin, akan tetapi bersifat mudah patah jika
didinginkan.
2. Proses pengolah bijih timah alluvial terdiri dari beberapa tahap yaitu : Pencucian
dimana bijih timah hasil penambangan dimasukan didalam ore bin. Setelah hasil
pencucian dari ore bin dilakukan pemisahan bijih timah berdasarkan berat jenis
dengan menggunakan alat jig harz, bijih timah yang lolos dari jig harz disalurkan ke
rotary dryer untuk proses pengeringan, setelah itu dari rotary dryer disalurkan ke
dalam tanur untuk proses peleburan, hasil dari peleburan dibawah ke crystallizer
untuk proses pemurnian, kemudian hasil akhir dari proses pengolahan adalah
pencetakan dimana pencetakan ini dilakukan berdasarkan permintaan pasar.
3. Logam timah banyak dipergunakan untuk melapisi logam lain seperti seng, timbale
dan baja dengan tujuan agar tahan terhadap korosi. Aplikasi ini banyak dipergunakan
untuk melapisi kaleng kemasan makanan dan pelapisan pipa yang terbuat dari logam.

4.2

SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari penulisan laporan diatas adapun beberapa saran yang

dapat dijadikan masukan sebagai berikut :


1. Untuk mendapatkan consentrat yang banyak maka dalam penginstalan pipa-pipa
untuk pencucian bijih timah diharapkan dapat terpasang dengan baik karena besar
kecilnya perolehan sangat ditentukan oleh kegiatan pencucian.
2. Dalam tahap peleburan perlu diperhatikan agar tidak terjadi kebakaran/insident
berbahaya.

14

Anda mungkin juga menyukai