Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

EPILEPSI

Oleh :
Fahreza Ichsan (1210070100032)
Harry Sudjana ( 1210070100119)
Pembimbing :
dr. Reno Sari Caniago, Sp.S, M. Biomed
BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan izin-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Diagnosa dan Tatalaksana Epilepsi
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Solok.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Reno Sari Caniago, Sp.S M.Biomed sebagai
preseptor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian case ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis juga berharap laporan kasus ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan
serta pemahaman tentang Diagnosa dan Tatalaksana Epilepsi, terutama bagi penulis sendiri dan
bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang,

Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................
Daftar Isi......................................................................................................................................
Daftar Gambar.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................
1.2 Tujuan ..................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi..................................................................................................................................
2.2 Epidemiologi ................................................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Patofisiologi..........................................................................................................................
2.5 Klasifikasi.............................................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................................
2.7 Diagnosis...................................................................................................................
2.8 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................
2.10 Diagnosis Banding..............................................................................................................

i
ii
iii

3
3
4
4
5
6
12
13
13
15

2.11 Penatalaksanaan..................................................................................................................
2.12 Prognosis

17
21

BAB III LAPORAN KASUS....................................................................................................

22

1
2

3.1 Identitas pasien.


3.2 Anamnesa.
3.3 Pemeriksaan Fisik.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.5 Diagnosa
3.6 Diferential Diagnosa.
3.7 Penatalaksanaan...
3.8 Prognosa....

22
22
24
31
31
32
32
33

BAB IV ANALISA KASUS..


4.1 Diskusi...

34
34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................

35

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kejang umum tonik-klonik 9
Gambar 2. EEG 14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang berarti serangan dan

menunjukkan, bahwa sesuatu dari luar badan seseorang menimpanay, sehingga ia jatuh.
Epilepsi tidak dianggap sebagai suatu penyakit, akan tetapi sebabnya diduga sesuatu di luar
badan si penderita, biasanya dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan gaib
yang menimpa seseorang. Anggapan demikian masih ada dewasa ini, terutama dikalangan
masyarakat yang belum terjangkau oleh ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.
Penelitian-penelitian di seluruh dunia mengenai berbagai aspek epilepsi, termasuk
dasar neurobiologi, neurokimia dan neurofisiologi serangan epilepsi, gambaran klinik,
diagnosis, pengobatan, aspek psikososial dan lain-lain telah banyak memberi sumbangan
dalam meningkatkan pengertian tentang epilepsi dan penanggulangannya. Namun masih
banyak yang belum jelas mengenai dasar serangan epilepsi, terutama yang menyangkut
patofisiologi seluler dan molekuler.
Penanggulangan utama epilepsi ialah dengan obat-obat antiepilepsi. Namun epilepsi

merupakan salah satu keadaan yang dapat menimbulkan masalah paling sulit dalam
farmakoterapi. Kesukaran dalam penanggulangan epilepsi dengan obat-obat antiepilepsi
(OAE), diantaranya disebabkan oleh banyaknya jenis serangan epilepsi yang memerlukan
OAE tertentu, sifat individual pengobatan, prognosis mengecewakan pada sebagian kasus,
lamanya pengobatan, sering dengan lebih dari satu obat, interaksi obat-obat, efek samping,
toksisitas menahun, berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengobatan dan lain-lain.
Hasil penelitian-penelitian tentang mekanisme dasar serangan epilepsi di tingkat sel
dan molekul telah memungkinkan penemuan obat-obat yang dapat mencegah serangan.
Walaupun dewasa ini telah banyak jenis OAE tersedia, namun dalam 25% penderita
terdapat intractable epilepsy atau refractory epilepsy, yakni epilepsi yang tidak dapat
atau sukar diobati dengan OAE.
Kemajuan dalam penelitian tentang mekanisme dasar serangan epilepsi
memungkinkan, bahwa sebagian kasus intractable epilepsy dapat ditanggulangi dengan
jalan operasi (lobektomi,komisurotomi).1

1.2 Tujuan Penulisan


1. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinis Senior di RSUD Solok
2. Melengkapi syarat tugas stase NEUROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak , bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis
bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas. 1

2.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang
hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara
6

berkembang. Di Indonesia diperkirakan ada 1-1,8 juta penderita. Laki-laki lebih sering
dari pada perempuan. Serangan pertama pada anak dibawah 4 tahun: + 33% diatas 4-10
tahun: 52%. Usia 20 tahun kebawah + 80%, usia 21 tahun sampai 55 tahun + 15%, usia
diatas 55 tahun + 1-2%.
Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per 1000
penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila
jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi
yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta.
Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi
epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan
pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut.1
2.3 ETIOLOGI
Tiap kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat membangkitkan bangkitan epilepsi
atau bangkitan kejang, tetapi untuk terjadi bangkitan epilepsi dibutuhkan beberapa faktor
yang berperan bersama-sama. Beberapa faktor bertindak serempak dalam mencetuskan
bangkitan epilepsi pada individu yang peka.
Etiologi epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik.
1. Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis
sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif. 2

2.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat
penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter
eksitatori dan inhibitori. Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino
Butyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat
menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu
kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamine. Neurotransmiter
inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid
(GABA).1

2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981
terdiri dari:2

1. Bangkitan Parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
a) Motorik
b) Sensorik
c) Otonom
d) Psikis

1.2 Bangkitan parsial kompleks

a) Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran


b) Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan

1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder


a) Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
b) Parsial komplek menjadi umum tonik klonik
c) Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik klonik

2. Bangkitan Umum
1. Lena (absence)
2. Mioklonik
3. Klonik
4. Tonik
5. Tonik-klonik
6. Atonik

3. Tak Tergolongkan

2.6 MANIFESTASI KLINIS


I. Epilepsi Parsial (Fokal)
Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas muatan listrik di
suatu daerah dikorteks serebri (terdapat suatu fokus di korteks serebri).
Dibagi menjadi 3 macam :
1. Epilepsi parsial sederhana (simpel)
2. Epilepsi parsial kompleks
3. Bangkitan umum sekunder

1. Epilepsi Parsial Sederhana (Simpel)


Manifestasinya bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena, bisa
dengan gejala motorik, sensorik, autonom ataupun psikis, dapat memprediksi
kemungkinan lokasi anatomik tetapi yang sering pada lobus frontalis dan temporalis,
merupakan penyakit serebral fokal, dapat mengenai berbagai umur, tidak terjadi
penurunan kesadaran.
a. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala motorik
Fokus epileptik biasanya terdapat di girus presentralis lobus frontalis (pusat motorik).
Kejang mulai di daerah yang mempunyai reprensetasi yang luas di daerah ini. Dimulai
dari ibu jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka, dan tungkai. Kadang-kadang
berhenti pada satu sisi. Tetapi bila rangsangan sangat kuat, dapat meluas ke lengan atau
tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang umum. Disebut sebagai jackson motorik
epilepsi.
10

b. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik


Fokus epileptik terdapat digirus postsentralis lobus parietalis. Penderita merasa
kesemutan di daerah ibu jari, lengan, muka dan tungkai, tanpa kejang motoris, yang dapat
meluas ke sisi lain. Disebut sebagai jackson sensoric epilepsy.

c. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala autonom


Sering sebagai komponen generalized seizures atau partial complex seizures yang
berasal dari lobus Frontalis atau lobus Temporalis. Manifestasi klinisnya dapat berupa :
perubahan warna kulit, perubahan tensi darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran
pupil, berdirinya bulu roma.1,2

2. Epilepsi parsial kompleks


Fokus di lobus temporalis 60% dan di lobus frontalis 30%. Pada epilepsi parsial
kompleks terdapat3 komponen, yaitu : aura, penurunan kesadaran dan automatisms.
Epilepsi parsial kompleks disebut juga sebagai epilepsi psikomotor. Pada epilepsijenis
ini, meskipun terdapat gangguan kesadaran, penderita masih dapat melakukan gerakangerakan otomatis. Penderita ini bila ditegur tidak menjawab. Umumnya penderita tidak
melakukan tindak kriminal atau menyerang orang lain, tetapi dapat agresif bila dihalangi
kemauanya. Setelah serangan berakhir penderita lupaapa yang telah dilakukanya
(amnesia). Bila epilepsi ini sudah lama timbul, maka dapat timbul afasia sensorik dan
hemianopsia oleh karena kelainan di lobus temporalis. Pada rekaman EEG, akan terdapat

11

gambaran spike, kadang-kadang slow-wave di daerah temporal.2

3. Bangkitan umum sekunder


Dimuai dengan aura yang berevolusi menjadi kejang fokal kompleks dan kemudian
menjadi kejang tonik-klonik umum.

II. Epilepsi Umum (Generalized)


Pada kelompok ini, gambaran klinik dan atau perubahan EEG menunjukan bahwa dari
awalnya cetusan epileptik melibatkan kedua hemisfer dengan serentak dan tidak ada
petunjuk adanya suatu fokus epilepik di korteks serebri.

1. Epilepsi Grandmal (Tonic Clonic Seizures)


Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. Sebagian penderita beberapa hari
sebelum serangan grandmal merasa tegang, cepat tersinggung, perubahan emosi, dll,
sebagai gejala-gejala prodormal. Aura tidak terdapat pada grandmal dan bila ada aura
berarti bukan grandmal murni, tetapi ada suatu focus. Jadi adanya aura menunjukan suatu
tanda fokal (fokal sign).
Serangan dimulai dengan fase tonik selama 30 detik, dilanjutkan dengan fase klonik
selama 60 detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 15-30 menit.3
a) Fase Tonik

12

Semua lengan dan tungkai ekstensi, penderita tampak mengejan sehingga wajahnya
merah. Kemudian penderita menahan nafas (apnea) selama 30 detik, pada akhir fase ini
terjadi sianosis, tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya negatif, refleks
patologis positif. Kadang-kadang ngompol karena kontraksi tonik involunter.
Inkontinensia ini bias sebagai diagnosis banding organik atau histerik.
b) Fase Klonik
Terjadi kejang ritmik, penderita bernafas kembali, kadang-kadang lidah tergigit,
sehingga ludah bercampur darah (buih kemerahan). Pada fase ini wajah kembali menjadi
normal, tekanan darah menurun, tanda-tanda vital normal.
c) Fase Post-ictal
Setelah kejang penderita tertidur. Waktu penderita bangun mula-mula terjadi
disorientasi, tetapi beberapa menit setelah fase ini penderita menjadi normal kembali, dan
dapat berjalan seperti biasa.
Serangan grandmal kadang-kadang terjadi berturut-turut sehingga penderita tidak
sadar untuk waktu yang lama. Bila antara kedua kejang penderita tidak sadar disebut
sebagai status epileptikus. Bila penderita sering kejang dan diantara kedua kejang
penderita sadar, disebut sebagai serial epileptikus.1,3

Gambar 1. Kejang umum tonik-klonik


13

2. Absence Seizure (Petit Mal / LENA)


Pada epilepsi jenis ini tidak terdapat kejang. Epilepsi ini ditandai oleh terjadinya
gangguan kesadaran dalam waktu singkat (6-10 detik), tiba-tiba kehilangan kesadaran dan
aktivitas motorik, sehingga penderita tidak sampai jatuh (tonus otot normal). Penderita
berhenti dari aktifitas yang dilakukan, seakan-akan melamun, kemudian melakukan
aktivitas kembali. Gejala lain (pada serangan yang lama): berkedip, gerakan klonik ringan,
automatisme yang singkat. Serangan kadang-kadang dapat 10-20 kali dalam sehari (dapat
berulang-ulang 100X/hari). Karena singkat, biasanya tidak diketahui orang sekitarnya.
Serangan bersifat mengelompok, memburuk bila terbangun, dapat dicetuskan oleh:
kelelahan, rileks, stimulasi fotik atau hiperventilasi. Serangan sangat banyak pada
idiopathik generalized epileptic. EEG menunjukan gambaran yang sangat khas, yaitu dalam
1 detik terdapat 3 kompleks gelombang tumpul dan runcing, disebut 3/sec spike slow wave
(3/sec S-W). Baik klinis maupun EEG dapat diprovokasi dengan hiperventilasi. Epilepsi
petit mal dapat tejadi pada masa anak-anak atau dewasa, akan tetapi banyak terdapat pada
anak-anak awal usia sekolah. Penderita sering dimarahi gurunya karena melamun.3
\

3. Mioklonik
Kontraksi otot sesaat, oleh karena lepas muatan listrik kortical. Dapat single atau
berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling berat (the Flying Saucer
Syndrom). Dapat dicetuskan oleh : suara, kejutan, photic stimulation, perkusi. Dapat
terjadi pada semua umur, akan tetapi banyak terdapat pada anak-anak. Saat serangan
terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari
sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut
myoclonic jerking.2

14

4.

Klonik
Epilepsi klonik jarang terjadi. Bangkitan ini selalu simtomatik. Bangkitan berupa

gerakan jerking ritmik (klonik jercking) pd kedua tangan dan kaki, asimetris (sering),
irreguler. Epilepsi klonik sering pada neonatus, bayi.2

5.

Tonik
Kontraksi otot tonik mendadak, terjadi penurunan kesadaran tanpa klonik ( 20- 30

dtk), sering terjadi saat tidur, dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kontraksi otot-otot
wajah; mata terbuka lebar; bola mata menarik keatas; extensi leher; spasme otot-otot
extremitas bagian proximal sampai ke distal lengan diangkat keatas seperti menahan
pukulan kepala; menangis sampai apneu (mungkin), kepala mengangguk-angguk dan
perubahan posture yang ringan.2
6.

Epilepsi Atonik
Pada epilepsi atonik, secara mendadak penderita kehilangan tonus otot. Hal ini dapat

mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan, misalnya tiba-tiba
kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau secara tiba-tiba penderita
terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh. Serangan ini berlangsung singkat, disebut
sebagai drop attact. Serangan berlangsung hanya sebentar dan segera recovery.2

III. Unclasified Epileptic Seizures


Jenis ini, tidak termasuk semua yang diatas, data tidak komplit, gejala-gejala yang
timbul tidak sesuai : gerakan bola mata ritmik, mengunyah-ngunyah., gerakan seperti
berenang, pernafasan berhenti. Banyak terjadi pada bayi. 2

2.7 DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

15

1. Langkah pertama

: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal

menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi


2. Langkah kedua : apabila benar-benar terdapat bangkitan epilepsi, maka
tentukanlah bangkitan yang ada termasuk bangkitan apa (lihat klasifikasi)
3. Langkah ketiga

: pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan

tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai
berikut :
1. Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)

Pola / bentuk bangkitan

Lama bangkitan

Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

Frekuensi bangkitan

Faktor pencetus

Ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan perkembangan bayi
atau anak

Riwayat terapi epilepsi sebelumnya


16

2.8

Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.1,4

Pemeriksaan Fisik umum dan neurologi


Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang

berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan obat terlarang
atau alkohol, dan kanker.4

2.9 Pemerikasaan penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti-bukti klinik dan indikasi,
serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.
1.

Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)


Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun tidur, dengan stimulasi fotik,

hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).
Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan) pada orang dewasa dapat
ditemukan sebesar 29-38%, pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat
meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan
persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal 24-48
jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya dengan
mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti epilepsi
(OAE).5

Indikasi pemeriksaan EEG :


a. Membantu menegakan diagnosis epilepsi
17

b.
c.
d.
e.

Menentukan prognosis pada kasus tertentu


Pertimbangan dalam kasus penghentian OAE
Membantu dalam menetukan letak fokus
Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan
sebelumnya).

Gambar 2. EEG
2. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural


Adanya perubahan bentuk bangkitan
Terdapat defisit neurologik fokal
Epilepsi dengan bangkitan parsial
Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
Untuk persiapan tindakan pembedahan

Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan pilihan


untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik dibandingkan dengan
Computed Tomografi Scan (CT scan). MRI dapat mendeteksi sclerosis hipokampus,
disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI di
indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.5

18

3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi,
elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi hati (SGOT,
SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
Tujuan pemeriksaan laboratorium:
1. Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis banding
dan pemilihan OAE.
2. Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi samping OAE
3. Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping OAE, atau bila timbul
gejala klinis akibat efek samping OAE.
b) Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP
c) Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan
metabolik bawaan.5

2.10 Diagnosis Banding


1. Sinkop
Perbedaan bangkitan epilepsi dengan sinkop
Epilepsi

Sinkop

Pencetus

Tidak biasa

Biasa (misal emosi)

Suasana

Apapun

Posissi tegak, kondisi padat, panas, stres


emosi

Awal

Mendadak, aura +/-

Berangsur, merasa gelap/mual, penglihatan


buram, berkeringat

Warna kulit

Pucat/merah (flushed)

Biasanya pucat

Inkontinensia

Sering terjadi

Jarang

Lidah tergigit

sering terjadi

Sangat jarang

Muntah
Fenomena

Jarang
Sering terjadi
Tonik/tonik-klonik,klonik Lemas tanpa gerakan, mungkin ada sentakan
19

motorik

menonjol dgn amplitudo

klonik kecil singkat, inkoordinasi atau tonik

Pernafasan
Cedera
Pasca serangan

& frekuensi khas


Mendekur, mulut berbusa
Sering terjadi
Bingung mengantuk,

Dangkal lambat
Jarang
Cepat siuman tanpa rasa bingung

Lama

tidur
Beberapa menit

10 detik

2. Kelainan psikiatrik
Perbedaan epilepsi dengan kejang psikogenik
Epilepsi

Kejang Psikogenik

Pencetus

Tidak biasa

Biasanya emosi

Suasana

Saat tidur / sendirian

Biasanya ketika bersama banyak


orang, jarang waktu tidur

Prodroma

Jarang

Sering

Awal

Mendadak, aura +/-

Berangsur dengan meningkatnya


emosi

Jeritan pada awal

Sering

Jarang

Inkontinansia

Sering

Tidak terjadi

Lidah tergigit
Cedera
Vokalisasi
Fenomena motorik
Kesadaran
Pengekangan

Sering
Sering
Hanya saat automatisme
Stereotip
Menurun
Tidak berpengaruh

Jarang
Jarang
Biasa selama serangan
Bervariasi
Normal
Melawan, kadang-kadang

Pendek
Pendek (automatisme

menghentikan serangan
Dapat memanjang
Berangsur, seringkali dengan emosi,

memanjang) Bingung

seringkali siuman tanpa rasa bingung

Durasi
Henti serangan

mengantuk, tidur

3. Tics
Tics berupa gerakan kepala, kadang-kadang disertai dengan gerakan mata berkedip20

kedip, kadang-kadang ada gerakan tangan dan pasien tetap sadar. Hal ini mudah
dibedakan dengan serangan epilepsi, karena gerakan-gerakan dapat dihentikan dengan
memanggil pasien.1

2.11. Penatalaksanaan
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai
dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.
Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain : menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping,
menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping OAE.5
Prinsip terapi farmakologi :
1. OAE mulai diberikan bila :

Diagnosis epilepsy telah dipastikan (confirmed)

Setelah pasiendan keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan

Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
OAE yang akan timbul.

2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsy.
3. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan
bilabangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol
bangkitan, maka perlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar terapi,

21

maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan-lahan.


5. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
6. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang
7. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
a. Dijumpai focus epilepsy yang jelas pada EEG
b. Pada pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi
dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak,
ensefalitis herpes
c. Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada
adanya kerusakan otak
d. Terdapat riwayat epilepsy pada saudara sekandung (bukan orang tua)
e. Riwayat bangkitan simtomatik
f. Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran,
stroke, infeksi SSP.
g. Bangkitan pertama berupa status epileptikus.5,6
Jenis obat anti epilepsi
Data Farmakologik OAE yang biasa dipergunakan di klinik

Nama Obat

Jenis

Dosis

Kadar

Waktu

Seranga

mg/kg/har

dalam

paruh

serum:

(jam)

Efek Samping

22

ug/mL
Fenobarbital

P & KU

2-4

15-40

96

Mengantuk, hiperaktifitas,
bingung, perubahan perasaan hati

Fenitoin

P & KU

3-8

10-30

24

Ataksia, ruam kulit, perubahan


kosmetika, hyperplasia gingival,
osteomalasia

Karbamazepi

P & KU

15-25

8-12

12

Ataksia, gangguan GIT,


pandangan kabur, gangguan
fungsi hepar, perubahan darah

Valproat

Semua

15-60

50-100

14

Gangguan GIT, hepatitis,


diskrasia darah, ataksia, allopesia,
mengantuk

Klonazepam

A&M

0,03-0,30

0,01-

30

0,05

Mengantuk, gangguan GIT,


diskrasia darah, ruam kulit,
pengeluaran air liur

Primidon

P & KU

10-20

5-15

12

Mengantuk, hiperaktivitas,
perubahan perasaan

P = Parsial, KU = Kejang Umum, A = Absence, M = Mioklonik

Obat antiepilepsi (OAE) pilihan pertama dan kedua:


1. Serangan partial (sederhana, kompleks, dan umum sekunder)
23

OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin,


OAE II: Benzodiazepin, asam valproate
2. Serangan tonik-klonik
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat
OAE II: Benzodiazepin, asam valproat
3. Serangan absens
OAE I : Etosuksimid, asam valproate
OAE II: Benzodiazepin
4. Serangan mioklonik
OAE I : Benzodiazepin, asam valproate
OAE II: Etosuksimid
5. Serangan tonik, klonik, atonik
Semua OAE kecuali etosuksimid

Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:


1. Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
2. Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
3. Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat
waktu 3-6 bulan

24

4.

Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.5
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan

sebagai berikut:
1. Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
2. Epilepsi simtomatis
3. Gambaran EEG yang abnormal
4. Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
5. Penggunaan lebih dari satu OAE.
6. Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan
dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan
bila: 5
1. Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
2. Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi.

2.12 PROGNOSIS
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi,
sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognosis
tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai
pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis
terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit

25

mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik


prognosisnya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayi dan usia dibawah tiga
tahun prognosisnya relatif buruk.1,5

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien:
Nama

: Ny. Y

Jenis kelamin : Perempuan


Umur

: 14 tahun

Alamat

: solok

No RM

:-

Tanggal dirawat: tidak pernah di rawat


Laporan Kasus:
Seorang pasien Perempuan berusia 14 tahun datang ke RSUD Arosuka pada tanggal 04
agustus 2016 pukul 12.15 wib dengan:
Keluhan Utama
Kejang sejak umur 5 tahun.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien kejang 2 minggu yang lalu sebelum datang ke rumah sakit,awalnya pasien

26

merasakan pusing dan tidak lama kemudian pasien mulai merasakan kejang secara tibatiba. dan dalam 1 hari kejang bisa terjadi sekitar 2 kali. dimana kejang terjadi selama 15
menit, kejang terjadi pada seluruh tubuh pasien.sesudah kejang pasien sadar dan
mengeluhkan sakit kepala bagian belakang,sakit kepalanya hilang timbul,mual tidak
ada,muntah tidak ada. nafsu makan tidak ada setelah kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat kejang 9 tahun yang lalu dan kontrol rutin ke poli neurologi dan rutin minum
obat anti kejang sejak 7 tahun ini namun 2 tahun belakangan ini pasien tidak kontrol
ke poli dan beralih ke pengobatan tradisional selama 2 tahun berobat tradisional
kejang tidak berulang dan 2 bulan terakhir ini kejang baru berulang dan kembali
berobat ke poli.
2. Riwayat penyakit stroke disangkal
3. Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi
Riwayat epilepsi disangkal
Riwayat penyakit stroke disangkal
Riwayat Pekerjaan, Sosioekonomi, Kebiasaan dan Kejiwaan:
Pasien anak perempuan umur 14 tahun kelas 6 sd yang putus sekolah karna mengalami
kejang pada saat ingin ikut ujian nasional.
anak ke 5
ibu bekerja sebagai TKI di malaysia
Pasien hobi bermain
Riwayat merokok, kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum
Kesadaran
Kooperatif

:
:
:

baik
composmentis
kooperatif
27

Tinggi badan
:
150
Berat badan
:
40
Tekanan darah
:
110/70 mmHg
Nadi
:
86x /menit
Nafas
:
25x /menit
Suhu
:
36,5 C
Kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran KGB di leher, aksila, dan inguinal
Status Internus :
Mata :

Kanan : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Kiri

Leher :

: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada


JVP 5-2 cmH2O.

Thorak
Paru :
Inspeksi

: Normochest, Simetris kiri dan kanan (dalam keadaan statis dan dinamis)

Palpasi

: taktil fremitus simetris

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V.

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-).

Abdomen:
Inspeksi

: Tidak tampak membuncit

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Punggung

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Oedem tidak ada, refilling kapiler baik


Status Neurologis :
28

GCS 15 (E4 M6 V5)


Tanda Rangsangan Meningeal :
Kaku kuduk

: (-)

Brudzinky I

: (-)

Brudzinky II : (-)
Kernig

: (-)

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: (-)


Pupil

: isokor

Pemeriksaan Nervus Kranialis :


N. I (Olfaktorius)
Penciuman

Kanan

Kiri

Subjektif

Baik

Baik

Objektif (dengan
bahan)

Baik

Baik

Penglihatan

Kanan

Kiri

Tajam penglihatan

Visus: 6/6

Visus: 6/6

N. II (Optikus)

29

Lapangan pandang

Baik

Baik

Melihat warna

Baik

Baik

Kanan

Kiri

Ortho

ortho

Ke arah bawah (+),

Ke arah bawah (+),

Ke arah atas (+),

Ke arah atas (+),

Ke arah medial (+),

Ke arah medial (+),

Ke arah medial atas


(+)

Ke arah medial atas


(+)

Strabismus

Nistagmus

Ekso/endoftalmus

Bentuk bulat, 2mm,

bentuk bulat, 2mm,

refleks cahaya (+),

refleks cahaya (+),

refleks akomodasi (+)

refleks akomodasi (+)

N. III (Okulomotorius)

Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus

Pupil

30

N. IV ( Troklearis )
Kanan

Kiri

Gerakan mata ke
bawah

Sikap bulbus

ortho

ortho

Diplopia

Kanan

Kiri

Membuka mulut

Bisa

Bisa

Menggigit

Bisa

Bisa

Mengunyah

Bisa

Bisa

N. V ( Trigeminus )

Motorik

Sensorik
Divisi
oftalmika
- refleks kornea
Divisi maksila
- sensibilitas
Divisi
mandibula

31

- sensibilitas

Kanan

Kiri

Gerakan mata ke
lateral

Sikap bulbus

ortho

Ortho

Diplopia

N. VI ( Abdusen )

N VII ( Fasialis )
Kanan
Raut wajah
Sekresi air mata

Kiri
Simetris

Mengerutkan dahi

Simetris

Mengangkat alis

Simetris

Menutup mata

Simetris, kekuatan sama sewaktu coba dibuka oleh


pemeriksa

Mencibir/ bersiul

Simetris, sama kuat

Memperlihatkan gigi

Simetris

32

Sensasi lidah 2/3


depan

Baik

Baik

Hiperakusis

N. VIII ( Vestibularis )
Kanan

Kiri

Suara berbisik

Detik arloji

Rinne test
Tidak dilakukan
Weber test
Schwabach test
Nistagmus

Kanan

Kiri

Sensasi lidah 1/3


belakang

Refleks muntah

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N. IX ( Glossofaringeus )

33

N X ( Vagus )
Kanan

Kiri

Arkus faring

Simetris

Uvula

Di tengah

Menelan

Baik

Suara

Normal

Nadi

Teratur, frekuensi 88x/menit

N. XI ( Asesorius )
Kanan
Menoleh ke kanan

Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu kanan

Kiri

+
+

Mengangkat bahu kiri

N. XII ( Hipoglossus )
Kanan

Kiri

34

Kedudukan lidah dalam

Di tengah

Kedudukan lidah
dijulurkan

Di tengah

Tremor

Fasikulasi

Atropi

Motorik:
Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Kekuatan

555

555

555

555

Tonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Tropi

Eutropi

Eutropi

Eutropi

Eutropi

Sensorik:
Sensibilitas taktil

Baik

Sensibilitas nyeri

Baik

Sensibilitas termis

Baik

Pengenalan 2 titik

Baik

Pengenalan rabaan

Baik

35

Fungsi Otonom
Defekasi
Miksi
Sekresi Keringat
Refleks
Refleks Fisiologis:
Biseps
Triseps
KPR
APR

: Normal
: Normal
: Normal

: ++/++
: ++/++
: ++/++
: ++/++

Refleks Patologis :
Babinsky
Chaddok
Oppenheim
Gordon
Hoffman trommer

: -/: -/: -/: -/: -/-

Fungsi luhur :
Kesadaran

Tanda Demensia

Reaksi bicara

Baik

Refleks glabella

Fungsi intelek

Baik

Refleks snout

Reaksi emosi

Baik

Refleks mengisap

Refleks memegang

Refleks palmomental

Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Hb
: - g/dl
Ht
: - %
Leukosit
: - ul
Trombosit
: - ul
Rencana Pemeriksaan Tambahan

EEG

36

Brain CT-Scan

Diagnosis:
Diagnosis Klinis

: Epilepsi umum tonik-klonik

Dianosis Topik

: Intra cerebri

Diagnosis Etiologi

: Idiopatik

Diagnosis sekunder

:-

Diagnosis Banding

Sinkop
Kejang psikogenik

Penatalaksanaan

Terapi umum
1. Istirahat.
2. Minum obat teratur.

Terapi khusus
Obat anti epilepsi
Neuro protektan

: Karbamazepin 2 x 300 mg PO
Fenitoin 1x 100 mg
asam valproat 1x 500 mg
: Piracetam 800 mg 3x1 PO

Prognosis:

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
37

BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 14 tahun dengan diagnosis klinis
epilepsi umum tonik klonik , diagnosis topik intracerebri, dan diagnosis etiologi idiopatik.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama Keluhan Utama Kejang secara tiba-tiba. awalnya
pasien merasa pusing secara tiba tiba terus pasien meraskan kejang pada seluruh tubuhnya.
Pasien tidak ingat berapa lama kehilangan kesadaran. Keluhan disertai sakit kepala berputar.
Riwayat kejang dan kontrol rutin ke poli neurologi dan rutin minum obat anti kejang sejak 7
tahun ini namun 2 tahun belakangan ini pasien beralih ke pengobatan tradisional dan tidak ada
kejang selama 2 tahun itu dan pasien mulai meraskan kejang lagi 2 minggu belakangan dan
pasienberobat kembali ke poli neurologi di RSUD Arosuka waktu 1 minggu kontrol pasien tidak
merasakan kejang dan begitu juga untuk minggu ke 2 pasien di anjurkan untuk kontol rutin dan
minum obat secara teratur. Riwayat penyakit stroke disangkal. Riwayat trauma disangkal,
Riwayat kejang demam saat bayi disangkal. Riwayat trauma kepala disangkal.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dengan sadar dan tekanan darah 110/70
mmHg. Pada pemeriksaan status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan E4M6V5, tanda ransangan meningeal tidak ada, peningkatan TIK tidak ada. Pada
pemeriksaan Nn Kranialis tidak ditemukan kelainan. Sensorik baik dan otonom baik. Pada sistem
reflek, reflek fisiologis baik dan reflek patologis tidak ada.
38

Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah dapat menghindari benda-benda
tajam saat akan tiba serangan epilepsi. Terapi khusus antara lain Carbamazepine 2x 300
mg.Fenitoin 1x100 mg,asam valproat 1x500 mg dan Piracetam 800 mg 3x1.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003:117-148.
2. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf, Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 2008, hal: 119-150.
3. Marjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta, 2004, hal 439-450.
4. Lumbantobing,sm. Etiologi dan faal sakitan epilepsi. Dalam: soetomenggolo taslim,
ismail sofyan, penyunting. Neurolohi anak. Jakarta: badan penerbit IDAI: 1999: H. 197203.
5. Perdossi. 2014. Pedoman tatalaksana epilepsi. Airlangga university press: surabaya
6. Soetomenggolo, taslim, ismail, sofyan. 1999. Neurologi anak. Jakarta: badan penerbit
IDAI

39

Anda mungkin juga menyukai