EPILEPSI
Oleh :
Fahreza Ichsan (1210070100032)
Harry Sudjana ( 1210070100119)
Pembimbing :
dr. Reno Sari Caniago, Sp.S, M. Biomed
BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan izin-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Diagnosa dan Tatalaksana Epilepsi
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Solok.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Reno Sari Caniago, Sp.S M.Biomed sebagai
preseptor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian case ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis juga berharap laporan kasus ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan
serta pemahaman tentang Diagnosa dan Tatalaksana Epilepsi, terutama bagi penulis sendiri dan
bagi rekan-rekan sejawat lainnya.
Padang,
Juli 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................
Daftar Isi......................................................................................................................................
Daftar Gambar.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................
1.2 Tujuan ..................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi..................................................................................................................................
2.2 Epidemiologi ................................................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Patofisiologi..........................................................................................................................
2.5 Klasifikasi.............................................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................................
2.7 Diagnosis...................................................................................................................
2.8 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................
2.10 Diagnosis Banding..............................................................................................................
i
ii
iii
3
3
4
4
5
6
12
13
13
15
2.11 Penatalaksanaan..................................................................................................................
2.12 Prognosis
17
21
22
1
2
22
22
24
31
31
32
32
33
34
34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kejang umum tonik-klonik 9
Gambar 2. EEG 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang berarti serangan dan
menunjukkan, bahwa sesuatu dari luar badan seseorang menimpanay, sehingga ia jatuh.
Epilepsi tidak dianggap sebagai suatu penyakit, akan tetapi sebabnya diduga sesuatu di luar
badan si penderita, biasanya dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan gaib
yang menimpa seseorang. Anggapan demikian masih ada dewasa ini, terutama dikalangan
masyarakat yang belum terjangkau oleh ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.
Penelitian-penelitian di seluruh dunia mengenai berbagai aspek epilepsi, termasuk
dasar neurobiologi, neurokimia dan neurofisiologi serangan epilepsi, gambaran klinik,
diagnosis, pengobatan, aspek psikososial dan lain-lain telah banyak memberi sumbangan
dalam meningkatkan pengertian tentang epilepsi dan penanggulangannya. Namun masih
banyak yang belum jelas mengenai dasar serangan epilepsi, terutama yang menyangkut
patofisiologi seluler dan molekuler.
Penanggulangan utama epilepsi ialah dengan obat-obat antiepilepsi. Namun epilepsi
merupakan salah satu keadaan yang dapat menimbulkan masalah paling sulit dalam
farmakoterapi. Kesukaran dalam penanggulangan epilepsi dengan obat-obat antiepilepsi
(OAE), diantaranya disebabkan oleh banyaknya jenis serangan epilepsi yang memerlukan
OAE tertentu, sifat individual pengobatan, prognosis mengecewakan pada sebagian kasus,
lamanya pengobatan, sering dengan lebih dari satu obat, interaksi obat-obat, efek samping,
toksisitas menahun, berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengobatan dan lain-lain.
Hasil penelitian-penelitian tentang mekanisme dasar serangan epilepsi di tingkat sel
dan molekul telah memungkinkan penemuan obat-obat yang dapat mencegah serangan.
Walaupun dewasa ini telah banyak jenis OAE tersedia, namun dalam 25% penderita
terdapat intractable epilepsy atau refractory epilepsy, yakni epilepsi yang tidak dapat
atau sukar diobati dengan OAE.
Kemajuan dalam penelitian tentang mekanisme dasar serangan epilepsi
memungkinkan, bahwa sebagian kasus intractable epilepsy dapat ditanggulangi dengan
jalan operasi (lobektomi,komisurotomi).1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak , bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis
bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas. 1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang
hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara
6
berkembang. Di Indonesia diperkirakan ada 1-1,8 juta penderita. Laki-laki lebih sering
dari pada perempuan. Serangan pertama pada anak dibawah 4 tahun: + 33% diatas 4-10
tahun: 52%. Usia 20 tahun kebawah + 80%, usia 21 tahun sampai 55 tahun + 15%, usia
diatas 55 tahun + 1-2%.
Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per 1000
penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila
jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi
yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta.
Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi
epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan
pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut.1
2.3 ETIOLOGI
Tiap kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat membangkitkan bangkitan epilepsi
atau bangkitan kejang, tetapi untuk terjadi bangkitan epilepsi dibutuhkan beberapa faktor
yang berperan bersama-sama. Beberapa faktor bertindak serempak dalam mencetuskan
bangkitan epilepsi pada individu yang peka.
Etiologi epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik.
1. Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis
sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif. 2
2.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat
penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter
eksitatori dan inhibitori. Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino
Butyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat
menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu
kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamine. Neurotransmiter
inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid
(GABA).1
2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981
terdiri dari:2
1. Bangkitan Parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
a) Motorik
b) Sensorik
c) Otonom
d) Psikis
2. Bangkitan Umum
1. Lena (absence)
2. Mioklonik
3. Klonik
4. Tonik
5. Tonik-klonik
6. Atonik
3. Tak Tergolongkan
11
12
Semua lengan dan tungkai ekstensi, penderita tampak mengejan sehingga wajahnya
merah. Kemudian penderita menahan nafas (apnea) selama 30 detik, pada akhir fase ini
terjadi sianosis, tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya negatif, refleks
patologis positif. Kadang-kadang ngompol karena kontraksi tonik involunter.
Inkontinensia ini bias sebagai diagnosis banding organik atau histerik.
b) Fase Klonik
Terjadi kejang ritmik, penderita bernafas kembali, kadang-kadang lidah tergigit,
sehingga ludah bercampur darah (buih kemerahan). Pada fase ini wajah kembali menjadi
normal, tekanan darah menurun, tanda-tanda vital normal.
c) Fase Post-ictal
Setelah kejang penderita tertidur. Waktu penderita bangun mula-mula terjadi
disorientasi, tetapi beberapa menit setelah fase ini penderita menjadi normal kembali, dan
dapat berjalan seperti biasa.
Serangan grandmal kadang-kadang terjadi berturut-turut sehingga penderita tidak
sadar untuk waktu yang lama. Bila antara kedua kejang penderita tidak sadar disebut
sebagai status epileptikus. Bila penderita sering kejang dan diantara kedua kejang
penderita sadar, disebut sebagai serial epileptikus.1,3
3. Mioklonik
Kontraksi otot sesaat, oleh karena lepas muatan listrik kortical. Dapat single atau
berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling berat (the Flying Saucer
Syndrom). Dapat dicetuskan oleh : suara, kejutan, photic stimulation, perkusi. Dapat
terjadi pada semua umur, akan tetapi banyak terdapat pada anak-anak. Saat serangan
terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari
sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut
myoclonic jerking.2
14
4.
Klonik
Epilepsi klonik jarang terjadi. Bangkitan ini selalu simtomatik. Bangkitan berupa
gerakan jerking ritmik (klonik jercking) pd kedua tangan dan kaki, asimetris (sering),
irreguler. Epilepsi klonik sering pada neonatus, bayi.2
5.
Tonik
Kontraksi otot tonik mendadak, terjadi penurunan kesadaran tanpa klonik ( 20- 30
dtk), sering terjadi saat tidur, dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kontraksi otot-otot
wajah; mata terbuka lebar; bola mata menarik keatas; extensi leher; spasme otot-otot
extremitas bagian proximal sampai ke distal lengan diangkat keatas seperti menahan
pukulan kepala; menangis sampai apneu (mungkin), kepala mengangguk-angguk dan
perubahan posture yang ringan.2
6.
Epilepsi Atonik
Pada epilepsi atonik, secara mendadak penderita kehilangan tonus otot. Hal ini dapat
mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan, misalnya tiba-tiba
kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau secara tiba-tiba penderita
terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh. Serangan ini berlangsung singkat, disebut
sebagai drop attact. Serangan berlangsung hanya sebentar dan segera recovery.2
2.7 DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
15
1. Langkah pertama
tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai
berikut :
1. Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)
Lama bangkitan
Frekuensi bangkitan
Faktor pencetus
Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan perkembangan bayi
atau anak
2.8
berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan obat terlarang
atau alkohol, dan kanker.4
hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).
Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan) pada orang dewasa dapat
ditemukan sebesar 29-38%, pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat
meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan
persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal 24-48
jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya dengan
mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti epilepsi
(OAE).5
b.
c.
d.
e.
Gambar 2. EEG
2. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
18
3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi,
elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi hati (SGOT,
SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
Tujuan pemeriksaan laboratorium:
1. Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis banding
dan pemilihan OAE.
2. Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi samping OAE
3. Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping OAE, atau bila timbul
gejala klinis akibat efek samping OAE.
b) Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP
c) Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan
metabolik bawaan.5
Sinkop
Pencetus
Tidak biasa
Suasana
Apapun
Awal
Warna kulit
Pucat/merah (flushed)
Biasanya pucat
Inkontinensia
Sering terjadi
Jarang
Lidah tergigit
sering terjadi
Sangat jarang
Muntah
Fenomena
Jarang
Sering terjadi
Tonik/tonik-klonik,klonik Lemas tanpa gerakan, mungkin ada sentakan
19
motorik
Pernafasan
Cedera
Pasca serangan
Dangkal lambat
Jarang
Cepat siuman tanpa rasa bingung
Lama
tidur
Beberapa menit
10 detik
2. Kelainan psikiatrik
Perbedaan epilepsi dengan kejang psikogenik
Epilepsi
Kejang Psikogenik
Pencetus
Tidak biasa
Biasanya emosi
Suasana
Prodroma
Jarang
Sering
Awal
Sering
Jarang
Inkontinansia
Sering
Tidak terjadi
Lidah tergigit
Cedera
Vokalisasi
Fenomena motorik
Kesadaran
Pengekangan
Sering
Sering
Hanya saat automatisme
Stereotip
Menurun
Tidak berpengaruh
Jarang
Jarang
Biasa selama serangan
Bervariasi
Normal
Melawan, kadang-kadang
Pendek
Pendek (automatisme
menghentikan serangan
Dapat memanjang
Berangsur, seringkali dengan emosi,
memanjang) Bingung
Durasi
Henti serangan
mengantuk, tidur
3. Tics
Tics berupa gerakan kepala, kadang-kadang disertai dengan gerakan mata berkedip20
kedip, kadang-kadang ada gerakan tangan dan pasien tetap sadar. Hal ini mudah
dibedakan dengan serangan epilepsi, karena gerakan-gerakan dapat dihentikan dengan
memanggil pasien.1
2.11. Penatalaksanaan
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai
dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.
Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain : menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping,
menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping OAE.5
Prinsip terapi farmakologi :
1. OAE mulai diberikan bila :
Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
OAE yang akan timbul.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsy.
3. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan
bilabangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol
bangkitan, maka perlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar terapi,
21
Nama Obat
Jenis
Dosis
Kadar
Waktu
Seranga
mg/kg/har
dalam
paruh
serum:
(jam)
Efek Samping
22
ug/mL
Fenobarbital
P & KU
2-4
15-40
96
Mengantuk, hiperaktifitas,
bingung, perubahan perasaan hati
Fenitoin
P & KU
3-8
10-30
24
Karbamazepi
P & KU
15-25
8-12
12
Valproat
Semua
15-60
50-100
14
Klonazepam
A&M
0,03-0,30
0,01-
30
0,05
Primidon
P & KU
10-20
5-15
12
Mengantuk, hiperaktivitas,
perubahan perasaan
24
4.
Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.5
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut:
1. Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
2. Epilepsi simtomatis
3. Gambaran EEG yang abnormal
4. Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
5. Penggunaan lebih dari satu OAE.
6. Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan
dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan
bila: 5
1. Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
2. Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi.
2.12 PROGNOSIS
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi,
sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognosis
tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai
pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis
terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit
25
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien:
Nama
: Ny. Y
: 14 tahun
Alamat
: solok
No RM
:-
26
merasakan pusing dan tidak lama kemudian pasien mulai merasakan kejang secara tibatiba. dan dalam 1 hari kejang bisa terjadi sekitar 2 kali. dimana kejang terjadi selama 15
menit, kejang terjadi pada seluruh tubuh pasien.sesudah kejang pasien sadar dan
mengeluhkan sakit kepala bagian belakang,sakit kepalanya hilang timbul,mual tidak
ada,muntah tidak ada. nafsu makan tidak ada setelah kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat kejang 9 tahun yang lalu dan kontrol rutin ke poli neurologi dan rutin minum
obat anti kejang sejak 7 tahun ini namun 2 tahun belakangan ini pasien tidak kontrol
ke poli dan beralih ke pengobatan tradisional selama 2 tahun berobat tradisional
kejang tidak berulang dan 2 bulan terakhir ini kejang baru berulang dan kembali
berobat ke poli.
2. Riwayat penyakit stroke disangkal
3. Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi
Riwayat epilepsi disangkal
Riwayat penyakit stroke disangkal
Riwayat Pekerjaan, Sosioekonomi, Kebiasaan dan Kejiwaan:
Pasien anak perempuan umur 14 tahun kelas 6 sd yang putus sekolah karna mengalami
kejang pada saat ingin ikut ujian nasional.
anak ke 5
ibu bekerja sebagai TKI di malaysia
Pasien hobi bermain
Riwayat merokok, kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum
Kesadaran
Kooperatif
:
:
:
baik
composmentis
kooperatif
27
Tinggi badan
:
150
Berat badan
:
40
Tekanan darah
:
110/70 mmHg
Nadi
:
86x /menit
Nafas
:
25x /menit
Suhu
:
36,5 C
Kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran KGB di leher, aksila, dan inguinal
Status Internus :
Mata :
Leher :
Thorak
Paru :
Inspeksi
: Normochest, Simetris kiri dan kanan (dalam keadaan statis dan dinamis)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V.
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi
: Timpani
: (-)
Brudzinky I
: (-)
Brudzinky II : (-)
Kernig
: (-)
: isokor
Kanan
Kiri
Subjektif
Baik
Baik
Objektif (dengan
bahan)
Baik
Baik
Penglihatan
Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
Visus: 6/6
Visus: 6/6
N. II (Optikus)
29
Lapangan pandang
Baik
Baik
Melihat warna
Baik
Baik
Kanan
Kiri
Ortho
ortho
Strabismus
Nistagmus
Ekso/endoftalmus
N. III (Okulomotorius)
Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Pupil
30
N. IV ( Troklearis )
Kanan
Kiri
Gerakan mata ke
bawah
Sikap bulbus
ortho
ortho
Diplopia
Kanan
Kiri
Membuka mulut
Bisa
Bisa
Menggigit
Bisa
Bisa
Mengunyah
Bisa
Bisa
N. V ( Trigeminus )
Motorik
Sensorik
Divisi
oftalmika
- refleks kornea
Divisi maksila
- sensibilitas
Divisi
mandibula
31
- sensibilitas
Kanan
Kiri
Gerakan mata ke
lateral
Sikap bulbus
ortho
Ortho
Diplopia
N. VI ( Abdusen )
N VII ( Fasialis )
Kanan
Raut wajah
Sekresi air mata
Kiri
Simetris
Mengerutkan dahi
Simetris
Mengangkat alis
Simetris
Menutup mata
Mencibir/ bersiul
Memperlihatkan gigi
Simetris
32
Baik
Baik
Hiperakusis
N. VIII ( Vestibularis )
Kanan
Kiri
Suara berbisik
Detik arloji
Rinne test
Tidak dilakukan
Weber test
Schwabach test
Nistagmus
Kanan
Kiri
Refleks muntah
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. IX ( Glossofaringeus )
33
N X ( Vagus )
Kanan
Kiri
Arkus faring
Simetris
Uvula
Di tengah
Menelan
Baik
Suara
Normal
Nadi
N. XI ( Asesorius )
Kanan
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu kanan
Kiri
+
+
N. XII ( Hipoglossus )
Kanan
Kiri
34
Di tengah
Kedudukan lidah
dijulurkan
Di tengah
Tremor
Fasikulasi
Atropi
Motorik:
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Gerakan
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
Kekuatan
555
555
555
555
Tonus
Eutonus
Eutonus
Eutonus
Eutonus
Tropi
Eutropi
Eutropi
Eutropi
Eutropi
Sensorik:
Sensibilitas taktil
Baik
Sensibilitas nyeri
Baik
Sensibilitas termis
Baik
Pengenalan 2 titik
Baik
Pengenalan rabaan
Baik
35
Fungsi Otonom
Defekasi
Miksi
Sekresi Keringat
Refleks
Refleks Fisiologis:
Biseps
Triseps
KPR
APR
: Normal
: Normal
: Normal
: ++/++
: ++/++
: ++/++
: ++/++
Refleks Patologis :
Babinsky
Chaddok
Oppenheim
Gordon
Hoffman trommer
Fungsi luhur :
Kesadaran
Tanda Demensia
Reaksi bicara
Baik
Refleks glabella
Fungsi intelek
Baik
Refleks snout
Reaksi emosi
Baik
Refleks mengisap
Refleks memegang
Refleks palmomental
Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Hb
: - g/dl
Ht
: - %
Leukosit
: - ul
Trombosit
: - ul
Rencana Pemeriksaan Tambahan
EEG
36
Brain CT-Scan
Diagnosis:
Diagnosis Klinis
Dianosis Topik
: Intra cerebri
Diagnosis Etiologi
: Idiopatik
Diagnosis sekunder
:-
Diagnosis Banding
Sinkop
Kejang psikogenik
Penatalaksanaan
Terapi umum
1. Istirahat.
2. Minum obat teratur.
Terapi khusus
Obat anti epilepsi
Neuro protektan
: Karbamazepin 2 x 300 mg PO
Fenitoin 1x 100 mg
asam valproat 1x 500 mg
: Piracetam 800 mg 3x1 PO
Prognosis:
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
37
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 14 tahun dengan diagnosis klinis
epilepsi umum tonik klonik , diagnosis topik intracerebri, dan diagnosis etiologi idiopatik.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama Keluhan Utama Kejang secara tiba-tiba. awalnya
pasien merasa pusing secara tiba tiba terus pasien meraskan kejang pada seluruh tubuhnya.
Pasien tidak ingat berapa lama kehilangan kesadaran. Keluhan disertai sakit kepala berputar.
Riwayat kejang dan kontrol rutin ke poli neurologi dan rutin minum obat anti kejang sejak 7
tahun ini namun 2 tahun belakangan ini pasien beralih ke pengobatan tradisional dan tidak ada
kejang selama 2 tahun itu dan pasien mulai meraskan kejang lagi 2 minggu belakangan dan
pasienberobat kembali ke poli neurologi di RSUD Arosuka waktu 1 minggu kontrol pasien tidak
merasakan kejang dan begitu juga untuk minggu ke 2 pasien di anjurkan untuk kontol rutin dan
minum obat secara teratur. Riwayat penyakit stroke disangkal. Riwayat trauma disangkal,
Riwayat kejang demam saat bayi disangkal. Riwayat trauma kepala disangkal.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dengan sadar dan tekanan darah 110/70
mmHg. Pada pemeriksaan status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan E4M6V5, tanda ransangan meningeal tidak ada, peningkatan TIK tidak ada. Pada
pemeriksaan Nn Kranialis tidak ditemukan kelainan. Sensorik baik dan otonom baik. Pada sistem
reflek, reflek fisiologis baik dan reflek patologis tidak ada.
38
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah dapat menghindari benda-benda
tajam saat akan tiba serangan epilepsi. Terapi khusus antara lain Carbamazepine 2x 300
mg.Fenitoin 1x100 mg,asam valproat 1x500 mg dan Piracetam 800 mg 3x1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003:117-148.
2. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf, Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 2008, hal: 119-150.
3. Marjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta, 2004, hal 439-450.
4. Lumbantobing,sm. Etiologi dan faal sakitan epilepsi. Dalam: soetomenggolo taslim,
ismail sofyan, penyunting. Neurolohi anak. Jakarta: badan penerbit IDAI: 1999: H. 197203.
5. Perdossi. 2014. Pedoman tatalaksana epilepsi. Airlangga university press: surabaya
6. Soetomenggolo, taslim, ismail, sofyan. 1999. Neurologi anak. Jakarta: badan penerbit
IDAI
39