Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.

Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil
disembuhkan. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Pada tahun 2009 diperkirakan kasus meninggal tuberkulosis HIV negatif mencapai 1,3 juta
kasus, dan kasus meninggal dengan HIV positif mencapai 380.000 kasus. (1)
Di Indonesia, penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Di
Indonesia pada tahun 2009 telah terjadi 61.000 kematian akibat TB atau 27 per 100.000
penduduk. Sedangkan kasus baru dengan BTA positif sebanyak 169.213 orang. Sedangkan
kasus TB relaps sebanyak 3.710 orang. Dari golongan penyakit infeksi, TB merupakan
penyebab kematian nomor 1. Diperkirakan setiap tahun terjadi 528,063 kasus baru TB
dengan kematian karena TB sekitar 140.000 secara kasar. Menurut WHO tahun 2009
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA
positif.(2)
Dalam melaksanakan Pembangunan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten
mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di tingkat kecamatan yang dinamakan Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dalam rangka mencapai kecamatan sehat menuju
terwujudnya Indonesia sehat 2010 pemerintah telah menyelenggarakan berbagai upaya
kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu, salah satunya memanfaatkan Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di berbagai daerah sebagai pusat pelayanan kesehatan
terdepan dan sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat diwilayah
kerjanya.(2)
Target Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang memiliki target 80% untuk pencapaian
cakupan penemuan suspek TB, sedangkan pencapaian cakupan suspek TB di puskesmas
Rawat Inap Grabag I masih 10,73%, masih jauh dari target.
Jumlah pasien dengan suspek TB paru yang terdata di Puskesmas Rawat Inap Grabag
I selama tahun 2014 berjumlah 55 orang. Desa-desa yang terdapat pasien dengan suspek TB
1

adalah desa Banaran, Banjarsari, Banyusari, Citrosono, Grabag, Kalikuto, Kalipucang,


kartoharjo, Kleteran, Losari, Ngasinan, Ngerancah, Sidogede, Sumur Arum, Tirto dan
Tlogorejo.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mencari tahu faktor faktor
yang melatarbelakangi cakupan suspek TB di Puskesmas Rawat Inap Grabag I periode
Januari Desember 2014. Maka dari itu penulis memilih judul laporan Rencana
Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru Puskesmas Rawat Inap Grabag I Periode JanuariDesember 2014.

I.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB
paru pada Puskesmas Rawat Inap Grabag I periode Januari Desember 2014?
2. Apa saja alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab masalah
yang ditemukan?
3. Bagaimana prioritas pemecahan masalah sesuai dengan penyebab masalah
yang ada?
4. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut?

1.3.

Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi,

menganalisis

faktor

faktor

yang

menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru, menentukan dan merumuskan


alternatif pemecahan masalah dan prioritas pemecahan masalah yang sesuai dengan
penyebab masalah, bagaimana prioritas pemecahan masalah serta kegiatan yang dapat
dilakukan untuk pemecahan masalah tersebut di Puskesmas Rawat Inap Grabag I.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menganalisis faktor faktor yang menyebabkan rendahnya
cakupan suspek TB paru dari faktor input,proses maupun lingkungan di
Puskesmas Rawat Inap Grabag I, Kecamatan Grabag Kabupaten
Magelang.
2. Mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang menyebabkan
rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Rawat Inap Grabag I
Kabupaten Magelang.

3. Mampu menentukan prioritas pemecahan masalah yang menyebabkan


rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Rawat Inap Grabag I
Kabupaten Magelang.
4. Mampu menyusun rencana kegiatan (POA) pemecahan masalah terpilih.

1.4.

Batasan Operasional
1 Dewasa dengan tanda-tanda klinis TBC.
2 Tenaga Kesehatan Puskesmas Grabag (dokter, perawat, bidan).

I.5.

Batasan Masalah
Batasan masalah dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami dan agar lebih

terarah, jelas, dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Maka dalam penelitian ini
dibatasi hanya membahas mengenai tinjauan belum tercapainya target cakupan suspek TB di
Puskesmas Grabag I Kabupaten Magelang Januari-Desember 2014. Belum tercapainya target
dari cakupan suspek TB di Puskesmas Grabag I Kabupaten Magelang Januari-Desember
2014, didapatkan skor pencapaian suspek TB di Puskesmas Grabag I Kabupaten Magelang
Januari-Desember 2014 10,73% dimana target dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang
tahun 2014 yaitu 80%.
1.6

Batasan Judul
Penulis memilih judul Rencana Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru Puskesmas

Rawat Inap Grabag I Periode Januari -Desember 2014. Penulisan tugas mandiri ini
dilakukan untuk menganalisis faktor faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek
TB paru, menentukan alternatif pemecahan masalah dan merencanakan kegiatan yang akan
dilakukan. Cakupan penemuan suspek TB paru yang dianalisis selama satu tahun, yaitu bulan
Januari-Desember 2014, dimana pencapaian cakupan suspek TB paru yang diraih Puskesmas
Rawat Inap Grabag I masih di bawah target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Magelang.
1.7

Manfaat Kegiatan

1.7.1

Bagi Mahasiswa
1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
3

2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ditemukan


di dalam survei yang dilaksanakan.
3. Melatih kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat.
1.7.2

Manfaat bagi Puskesmas


1. Membantu puskesmas Rawat Inap Grabag I dalam mengidentifikasi penyebab
rendahnya penemuan cakupan suspek TB paru.
2. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap
masalah rendahnya cakupan suspek TB paru.
3. Kerjasama antara tenaga medis dan non-medis (kader kesehatan) terus terjalin
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas grabag I.
4. Membantu puskesmas dalam mewujudkan program MDGs 2015

1.7.3

Manfaat bagi Masyarakat


1. Pengetahuan tentang TB paru bagi masyarakat bertambah.
2. Masyarakat dapat berobat sedini mungkin apabila mengalami gejala penyakit TB
paru.

I.8.

Metodologi
Jenis data yang diambil adalah data primer yang didapatkan dengan cara wawancara

dan pengisian kuesioner, dan data sekunder diperoleh dari laporan koordinasi P2TB dan unit
laboratorium Puskesmas Grabag I. Data yang diperoleh dianalisis melalui pendekatan sistem,
dengan melihat fungsi manajemen, baik input, proses, dengan tujuan mengetahui penyebab
masalah dengan digram Fish Bone. Kemudian menentukan prioritas alternatif pemecahan
masalah yang paling mungkin dilaksanakan dengan menggunakan kriteria matriks. Setelah
itu, dibuat plan of action berdasarkan prioritas pemecahan masalah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.

Tuberkulosis

II.1.1 Definisi TB
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal,
tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri
batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet.3

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. 2


Angka mortalitas dan morbiditasnya terus meningkat. TB sangat erat kaitannya dengan
kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah standard dan perawatan
kesehatan yang tidak adekuat. Jumlah kasus TB meningkat ditunjang oleh beberapa faktor,
termasuk peningkatan imigrasi epidemik HIV strain TB yang resisten terhadap banyak obat,
dan tidak adekuatnya dukungan sistem kesehatan masyarakat.3

II.1.2 Epidemiologi
Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target Millenium
Development Goals (MDGs). Pada tahun 2008 prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per
100.000 penduduk, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000
penduduk.4
Sementara itu, angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38
per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Hal itu
disebabkan implementasi strategi DOTS di Indonesia telah dilakukan secara meluas dengan
hasil cukup baik.Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus mencapai 71 % dan angka
keberhasilan pengobatan mencapai 90 %. Keberhasilan ini perlu ditingkatkan agar dapat
menurunkan prevalensi, insiden dan kematian akibat TB.4
Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam Penanggulangan TB di
Indonesia, tapi tantangan masalah TB ke depan masih besar. Terutama dengan adanya
tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs Resistancy) TB. Menkes
menyadari TB tidak bisa diberantas oleh Pemerintah atau jajaran kesehatan saja, tetapi harus
melibatkan dan bermitra dengan banyak sektor.2
Tahun 1995 Indonesia menerapkan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) sebagai strategi penanggulangan TB yang direkomenasikan WHO. Strategi ini
diterapkan sebagai Program TB Nasional di berbagai negara termasuk Indonesia.4
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara
pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang
mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada
tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan
dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+.
Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case
Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun
6

terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target
global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang
utama.

Gambar 1. Pencapaian Program Pengendalian TB Nasional 1995 - 2009


Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam
penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan
disparitas antar wilayah. Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka
penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70% CDR dan
85% kesembuhan.
Tabel 1. Pencapaian target pengendalian TB per provinsi 2009

II.1.3. Penularan TB 5
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
7

Cara penularan :

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


Pada waktu batuk atau bersin,pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar

3000 percikandahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat

membunuh kuman. Percikan dapat bertahan

selama beberapa jamdalam keadaan yang gelap dan lembab.


Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan

dahak, makin menular pasien tersebut.


Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalamu dara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan :

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih

besar dari pasien. TBparu dengan BTA negatif.


Risiko penularan setiap tahunnyaditunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection ( ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang

diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.


ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negative menjadi
positif.

Risiko menjadi sakit TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100orang) akan menjadi sakit TB

setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien


TB adalah daya tahan

tubuh yang rendah, diantaranya infeksi

HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).


8

HIV merupakan factor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit.

Orang dengan BTA (+) dapat menginfeksi hingga 10-15 orang lain melalui kontak
dekat selama setahun. Tanpa pengobatan yang tepat, dua pertiga orang dengan sakit TB akan
meninggal dunia.
II.1.4. Strategi Nasional Program Pengendalian TB
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi, terdiri
dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi fungsional. Ketujuh strategi ini
berkesinambungan dengan strategi nasional sebelumnya, dengan rumusan strategi yang
mempertajam respons terhadap tantangan pada saat ini. Strategi nasional program
pengendalian TB nasional sebagai berikut:6
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya.
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin
kepatuhan terhadap International Standards for TB Care.
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB.
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.
Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana strategi ini
harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada strategi 5 sampai dengan strategi
7 untuk memperkuat fungsi-fungsi manajerial dalam program pengendalian TB.6
Salah satu program yang akan dikembangkan untuk memperluas dan meningkatkan
pelayanan DOTS yang bermutu, yaitu:Menjamin Deteksi Dini dan Diagnosis Melalui
Pemeriksaan Bakteriologis yang Terjamin Mutunya.6
Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi pemeriksaan laboratorium untuk TB
berkembang dengan pesat, deteksi dini dan diagnosis melalui pemeriksaan sputum
mikroskopis tetap merupakan kunci utama dalam penemuan kasus TB. Validasi berbagai
metode diagnosis baru juga akan dilaksanakan seiring dengan perkembangan pengetahuan
dan teknologi laboratorium untuk TB serta perluasan kegiatan DST di tingkat provinsi.6
Selain strategi untuk meningkatkan ketersediaan, akses dan akurasi dalam
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis TB secara tepat, diperlukan pula
9

strategi untuk mengurangi keterlambatan diagnosis, baik yang disebabkan oleh faktor
pelayanan kesehatan maupun faktor pasien. Intervensi yang dilakukan mencakup6:
1. Meningkatkan intensitas penemuan aktif dengan cara skrining pada kelompok
rentan tertentu (antara lain : HIV, anak kurang gizi, rutan/lapas, daerah kumuh,
diabetes dan perokok)
2. Memprioritaskan pemeriksaan kontak
3. Meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan penyedia pelayanan terhadap simtom
TB dan pelaksanaan ISTC
4. Meningkatkan kepatuhan terhadap alur standar diagnosis
5. Melaksanakan upaya meningkatkan kesehatan paru secara komprehensif.
II.1.5. Pelaksana Pengendalian TB di Indonesia
Pada saat ini, pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara administrative
berada di bawah dua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan, yaitu Bina Upaya
Kesehatan, dan P2PL (Subdit Tuberkulosis yang bernaung di bawah Ditjen P2PL).
Pembinaan Puskesmas berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulang
punggung layanan TB dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaan rumah
sakit berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Pelayanan TB juga diselenggarakan di
praktik swasta, rutan/lapas, militer dan perusahaan, yang seperti halnya rumah sakit, tidak
berada di dalam koordinasi Subdit Tuberkulosis. Dengan demikian kerja sama antar Ditjen
dan koordinasi yang efektif oleh subdit TB sangat diperlukan dalam menerapkan program
pengendalian TB yang terpadu.6
Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan tulang punggung dalam
program pengendalian TB. Setiap kabupaten/kota memiliki sejumlah FPK primer berbentuk
Puskesmas, terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas Satelit (PS) dan
Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Pada saat ini Indonesia memiliki 1.649 PRM, 4.140 PS
dan 1.632 PPM. Selain Puskesmas, terdapat pula fasilitas pelayanan rumah sakit, rutan/lapas,
balai pengobatan dan fasilitas lainnya yang telah menerapkan strategi DOTS. Tenaga yang
telah dilatih strategi DOTS berjumlah 5.735 dokter Puskesmas, 7.019 petugas TB dan 4.065
petugas laboratorium. Pada tingkat Kabupaten/kota, Kepala Dinas Kesehatan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan program kesehatan, termasuk perencanaan, pembiayaan dan
pemantauan pelayanannya. Di seksi P2M Wakil supervisor (wasor) TB bertanggung jawab
atas pemantauan program, register dan ketersediaan obat.6
Di tingkat Provinsi, telah dibentuk tim inti DOTS yang terdiri dari Provincial Project
Officer (PPO) serta staf Dinas Kesehatan, khususnya di provinsi dengan beban TB yang
10

tinggi. Di beberapa provinsi dengan wilayah geografis yang luas dan jumlah FPK yang besar,
telah mulai dikembangkan sistem klaster kabupaten/kota yang bertujuan utama untuk
meningkatkan mutu implementasi strategi DOTS di rumah sakit. Rutan, lapas serta tempat
kerja telah terlibat pula dalam program pengendalian TB melalui jejaring dengan
Kabupaten/kota dan Puskesmas.

Tabel 2. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) yang Telah Menerapkan Strategi
DOTS

II.1.6. Penemuan Kasus Tuberkulosis


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009 Tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, kegiatan

penemuan

pasien

terdiri

dari

penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.Penemuan


pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan
dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan
11

dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus

merupakan

kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.2


Strategi penemuan pasien TB adalah2 :
Penemuan

pasien

TB

dilakukan

secara

pasif

dengan

promosi

aktif.

Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung


dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.
Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan
pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus
diperiksa dahaknya.
Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :
a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien
dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),
b. Kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga
pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh,
serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA
positif,
c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau
pegobatan pencegahan.
d. Kontak dengan pasien TB resisten obat,
e. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda
yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktismenuju kesehatan paru
(PAL = practical approach to lung health), manajemen terpadu balita sakit
(MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan

membantu

meningkatkan penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya


misopportunity kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
12

maka setiap orang yang datang ke sarana pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung.2
Pemeriksaan dahak

berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

untuk

penegakan

diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam


dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).2

S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama


kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

dahak pagi pada hari kedua.


P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana

pelayanan kesehatan.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.

Peran biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis (Mt) pada penanggulangan


TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT
yang digunakan.2
II.1.7. Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa2

Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa

13

II.1.8. Faktor Budaya, dan lingkungan dalam Penemuan Suspek TB2,4.


Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena
penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga
penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut dikucilkan dan
disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke
pelayanan kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan masyarakat berobat ke dukun
kampung.
Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku
menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang menderita TB dan hanya
13% yang menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76% keluarga pernah mendengar
tentang TB dan 85% mengetahui bahwa TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang
dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB dipahami oleh 51%
keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TB gratis.
Stigma TB di masyarakat terutama dapat dikurangi dengan meningkatkan
pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB, mengurangi mitos-mitos TB melalui
kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi penyuluhan yang sesuai dengan
budaya setempat.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis dapat dilakukan
dengan penyuluhan perorangan dan kelompok. Penyuluhan perorangan kepada penderita
tuberkulosis yang dilakukan dengan baik dan berkesinambungan dapat meningkatkan
pemahaman penderita terhadap penyakit yang dideritanya sehingga dapat menghindari
penderita dari kemungkinan drop out dalam minum obat dan dapat mencegah terjadinya
penularan penyakit kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Penyuluhan juga dilakukan
kepada keluarga penderita dan pengawas minum obat (PMO) yang berguna untuk
meningkatkan pengetahuan mereka terhadap penyakit tuberkulosis yang menyebabkan
keluarga dan PMO dapat memberikan dorongan kepada penderita untuk melakukan
pengobatan sampai selesai.
Penyuluhan kelompok mengenai peyakit tuberkulosis dapat dilakukan puskesmas
dengan cara memadukan dengan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti mejelis taklim, wiridwirid pengajian, kegiatan PKK dan kegiatan di kecamatan sehingga kesulitan puskesmas
dalam mengumpulkan masyarakat dapat teratasi.
Dalam melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis, pengelola program
TB puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan petugas Promosi
Kesehatan (Promkes) puskesmas sehingga penyuluhan yang dilakukan dapat terintegrasi
14

dengan kegiatan Promkes yang menyebabkan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis


dapat berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Disamping itu untuk melakukan penyuluhan perorangan kepada penderita
tuberkulosis dan keluarganya, pengelola program TB puskesmas dapat juga melakukan
kerjasama lintas program dengan petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
dimana petugas Perkesmas sering mengunjungi pasien tuberculosis ke rumahnya sehingga
petugas Perkesmas dapat dimintai untuk memberikan penyuluhan mengenai penyakit
tuberkulosis dan pentingnya penderita memakan OAT sampai selesai dan sembuh.
Survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian pelayanan
kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TB, 66% akan memilih
berkunjung ke Puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit pemerintah,
14% ke rumah sakit swasta dan sebesar 11% ke bidan atau perawat praktik swasta. Namun
pada responden yang pernah menjalani pengobatan TB, tiga FPK utama yang digunakan
adalah rumah sakit, Puskesmas dan praktik dokter swasta. Analisis lebih lanjut di tingkat
regional menunjukkan bahwa Puskesmas merupakan FPK utama di KTI, sedangkan untuk
wilayah lain rumah sakit merupakan fasilitas yang utama.
Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS untuk diagnosis dan pengobatan TB
merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas. Untuk
meningkatkan penemuan penderita tuberkulosis, dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas
dapat melakukan modifikasi metode penemuan suspek tuberkulosis dengan memperhatikan
budaya daerah setempat.
II.1.9. Pencatatan dan Pelaporan
Salah satu komponen penting dari surveilans yaitu pencatatan dan pelaporan
dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis diinterpretasi, disajikan dan di
sebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan surveilans harus
valid (akurat, lengkap dan

tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan

analisis. Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan dengan satu system yang baku2
1.

Pencatatan di Unit Pelayanan Kesehatan2


UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam

melaksanakan pencatatan menggunakan formulir :


Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS
15

Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak, bagian atas.


Kartu pengobatan TB
Kartu identitas pasien
Register TB UPK
Formulir rujukan/ pindah pasien
Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan.
2.

Pencatatan di Laboratorium2
Laboratorium yang melaksanakan perwarnaan dan pembacaan sediaan dahak di PRM,

PPM, RS, BP-4, BLK dan laboratorium lainnya yang melaksanakan pemeriksaan dahak,
menggunakan formulir pencatatan sebagai berikut:
Register laboratorium TB
Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak bagian bawah
(mengisi hasil pemeriksaan).
3.

Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/ Kota2


Dinas Kesehatan

Kabupaten/

Kota

menggunakan

formulir

pencatatan

dan

pelaporan sebagai berikut :


Register TB Kabupaten
Laporan Triwulan Penemuan Pasien Baru dan Kambuh
Laporan Triwulan Hasil Pengobatan
Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif
Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang
Analisis Hasil Uji silang Kabupaten
Laporan Penerimaan dan Permintaan OAT
Laporan Pengembangan Ketenagaan (Staf) Program TB
Laporan Pengembangan Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB
4.

Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi.2


Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut :
Rekapitulasi Penemuan Pasien Baru dan Kambuh per kabupaten/ kota.
Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/ kota.
Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/ kota
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi) per kabupaten/ kota
Rekapitulasi Penerimaan dan Pemakaian OTA) per kabupaten/ kota
Rekapitulasi Pengembangan Ketenagaan (Staf) Program TB
Rekapitulasi Pengembangan Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB

Jenis formulir yang digunakan :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

TB 01 = Pengobatan penderita
TB 02 =.Identitas penderita
TB 04 = Register laboratorium puskesmas
TB 05 = Permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak
TB 06 = Penderita tersuspek TB
TB 09 = Rujukan/Pindahan penderita
TB 10 = Hasil akhir pengobata penderita TB pindahan
16

Disamping formulir tersebut diatas terdapat juga formulir rekapansebagai berikut :


1. Rekapitulasi TB 02 tanggal perjanjian (mengambil obat,konsultasi dokter, periksa
ulang dahak)
2. Rekapitulasi TB 05 puskesmas (tanggal pemeriksaan, specimen dahak, hasil,
tingkat positif).
II.1.10. Strategi Kemitraan untuk Penjaringan TB Paru2
Kemitraan dengan praktisi swasta dalam program penanggulangan tuberkulosis jika
terlaksana dengan baik akan mampu meningkatkan penemuan penderita tuberculosis serta
dapat melaksanakan pengobatan berdasarkan strategi DOTS. Dokter praktik swasta memiliki
potensi untuk dilibatkan dalam penemuan dan pengobatan penderita TB paru berdasarkan
strategi DOTS.
Dokter praktik swasta berperan dalam penemuan kasus TB dan mengirim pasien
tersangka TB untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum ke puskesmas, melakukan
pengobatan sampai tuntas dengan strategi DOTS, menunjuk PMO, membuat catatan dan
pelaporan yang nantinya akan dijemput oleh petugas puskesmas. Penderita tersangka TB
yang telah melakukan pemeriksaan BTA sputum di puskesmas hasil kiriman dokter praktik
swasta, dikembalikan lagi ke dokter praktik swasta. Supaya dokter praktik swasta tertarik
dengan program ini, maka pihak puskesmas dapat memberikan OAT secara cuma-cuma
kepada dokter praktik swasta dan mempersilahkan dokter praktik swasta mengambil biaya
konsultasinya.
Bidan dan perawat praktik swasta dalam kemitraan program penanggulangan TB
berperan dalam menemukan penderita tersangka tuberkulosis dan mengirimnya ke puskesmas
untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum. Peran dari Dinkes dan Puskesmas adalah dengan
menyediakan sarana yang dibutuhkan praktisi swasta dalam program penanggulangan
tuberkulosis seperti pot sputum, OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan.
Kemitraan yang terjalin perlu dilakukan pemantauan secara berkala, apakah masingmasing pihak telah menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Dalam melakukan
pemantauan, sebaiknya dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten dan organisasi profesi
kesehatan seperti IDI, IBI dan PPNI. Dinas kesehatan kabupaten juga membuat kesepakatan
dengan masing-masing organisasi profesi kesehatan tersebut.

17

BAB III
ANALISIS MASALAH

III. 1. Data Khusus


Cakupan suspek TB paru di Puskesmas Rawat Inap Grabag I memiliki skor
pencapaian 10,73%, jauh dibawah target yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang yaitu sebesar 80%.
Target
DinKes

Kegiatan
Indikator Kerja
Pokok

Kab.
Magelang
2012

P2

TB Cakupan suspek TB

Paru

paru

80%

Cakupan

Pencapaian

Hasil
kegiata

<100%

8,58%

10,73%

>100%

n
55

Tabel 3. Pencapaian cakupan suspek TB paru Puskesmas Rawat Inap Grabag I


tahun 2014
Jumlah suspek TB di setiap Desa di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Grabag I
Periode Januari-Desember 2014 :

18

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

Nama

Alamat

Desa

Tempat Periksa

Jk

Usia

Un

siti maryatun
Sutarsih
Dahroni
Jatmiko
Dwi
Maratus
Sardi
Yuli
Muhrodi
Sakdiyah
Imsiyah
Sumarlan
Sumini
Isroni
zaenal mustofa
joko siswanto
Muhadi
Tarni
Sugito
Yuliarnis
Sarmiyati
Keisya
Kholifah
M thoyib
Fadillah
Bachori
Ending
Sutisna
sutrano hendro
Ismail
andri M
Istikomah
Masfiah
Finayati
raka aditya
Musiyah
Nurita
agus mulyanto
hadi prayitno
Sumarti
tono hendarto
Supardi

Banaran
Banaran
Banaran
Legetan
Ngaglik
Banjarsari
Banjarsari
Banyusari
Kalibendo
Kalibendo
Batur
Citrosono
ponggolan,citrosono
ponggolan,citrosono
Delik
Gowak
Gowak
Grabag
Kalangan
Kalangan
Klewonan
Rejosari
Susukan
Susukan
Susukan
Tegal randu
Tegal randu
Ngencek
Pijahan
Caban gunung
Kartoharjo
Ngencek
Janggalan
Jangle
Kleteran
Kleteran
Paingan
Wates
wates, losari
Bleder
Ngaran
Ngaran ngasinan

Banaran
Banaran
Banaran
Banaran
banaran
banjarsari
banjarsari
banyusari
banyusari
banyusari
citrosono
citrosono
citrosono
citrosono
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
grabag
kalikuto
kalipucang
kartoharjo
kartoharjo
klaikuto
kleteran
kleteran
kleteran
kleteran
kleteran
losari
losari
ngasinan
ngasinan
ngasinan

puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk
puskesmas induk

P
P
L
L
L
P
L
P
L
P
P
L
P
L
L
L
L
P
L
P
p
P
p
L
P
L
P
L
L
L
L
p
P
P
L
P
P
L
L
P
L
L

43
37
36
38
29
43
54
23
64
41
20
56
55
65
46
36
36
28
62
51
22
5
22
14
24
35
22
39
36
18
39
45
55
22
28
46
39
40
63
50
30
73

B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B

19

43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

Maksan
Ngasisnan
ngasinan
puskesmas induk
L
Ramelah
Ngerancah
ngerancah
puskesmas induk
P
Sarif
Ngerancah
ngerancah
puskesmas induk
L
ika novitasari
geyer, sidogede
sidogede
puskesmas induk
P
Runiyati
Nasri
sidogede
puskesmas induk
P
Isminah
Nasri
sidogede
puskesmas induk
P
Sudodi
Sumur arum
sumur arum puskesmas induk
L
Nasrodin
Karang
sumurarum puskesmas induk
L
Suprapti
Gentan
tirto
puskesmas induk
P
Sardian
Ngleter
tlogorejo
puskesmas induk
L
ika nuraeni
Tlogorejo
tlogorejo
puskesmas induk
P
nur rokhim
kleteran
kleteran
puskesmas induk
L
fadila hayati
Grabag
grabag
puskesmas induk
P
Tabel 4. data pasien suspek TB paru di puskesmas Grabag I periode Januari

60
74
26
19
50
50
89
20
60
39
26
30
28

Desember 2014
Dari tabel jumlah suspek TB didapatkan 55 suspek TB yang terdapat di Kecamatan
Grabag. Jumlah suspek terbanyak terdapat di Desa Grabag yaitu sebanyak 14 suspek.
Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten
Magelang pada tanggal 29 Januari 2015 merupakan data primer yang diperoleh dari
wawancara dengan dokter dan perawat Puskesmas Grabag.
III.2

Hasil Wawancara dengan Dokter, Perawat Penanggung Jawab Program P2TB


Dari hasil wawancara dengan dr. Nuccie Indah P sebagai dokter Puskesmas Grabag,

didapatkan informasi bahwa perencanaan penjaringan TB dilaksanakan di BP Puskesmas


Grabag sebagai Puskesmas Induk, dan dua Pustu. Seseorang yang datang ke poli Puskesmas
yang didiagnosa TB dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik maka di sarankan untuk
periksa laboratorium yaitu dahak/ sputum.
Penyuluhan akan TB sudah mulai aktif sejak bulan Mei 2010, dimana penyuluhan TB
ini menggunakan metode ceramah dan menggunakan alat bantu berupa poster, booklet, dan
lain-lain. Penyuluhan dilakukan oleh perawat Puskesmas Grabag, dan jadwal penyuluhan
diatur oleh kordinator program kesehatan lingkungan yaitu setiap hari Senin.
Pada suatu wilayah kerja yang memiliki kasus suspek TB tinggi, dibagikan pot secara
masal, lalu petugas memberi motivasi kepada masyarakat yang kita curigai menderita TB
agar mau memeriksakan dahaknya ke laboratorium Puskesmas. Jika terdapat warga yang
tidak kooperatif, dimana warga tidak mau datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan dahak,
20

B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B

maka Puskesmas meminta bidan desa agar segera mencari tahu penyebab pasien tidak mau
datang ke Puskesmas.
Dalam penjaringan target kasus suspek TB, belum ada pelatihan kader untuk
penjaringan TB, hal dikarenakan belum tersedianya dana untuk pelatihan penjaringan kasus
suspek TB. Karena sampai saat ini, pada Puskesmas Grabag I hanya terdapat satu orang yang
bertanggung jawab dalam pencatatan dan pelaporan kasus suspek TB.
III.3

Hasil Survei Pengisian Kuesioner


Survei dilakukan pada tanggal 30 Januari 2015, pukul 10.00 selesai yang bertempat

di Puskesmas Grabag dengan jumlah responden sebanyak 2 responden dengan mengisi


kuesioner.
Hasil survei tersebut ditampilkan dibawah ini :
Tabel 5: Kuesioner untuk Dokter dan Perawat Puskesmas
No.
1.

Pertanyaan
Jumlah
Apakah anda dapat mengetahui secara langsung apakah

seseorang menderita Tuberculosis Paru?


a
b
2.

Ya
Tidak

100

Apakah anda bisa membedakan batuk pasien anda dari


batuk karena TBC atau karena penyakit paru lainnya?

3.

2
a Ya
0
b Tidak
Apakah anda juga mensuspek atau mencurigai keluarga

100
0

penderita TB sebagai penderita TB?


a
a
4.

Ya
Tidak

100

Apakah Anda melakukan penimbangan berat badan pasien


suspek TB anda?

5.

2
a Ya
0
b Tidak
Apakah anda memeriksa tanda-tanda vital (tekanan darah,

100
0

21

suhu, nadi, laju pernafasan) ?

6.

2
a Ya
0
b Tidak
Apakah anda memeriksa bagian dada pasien dengan

100
0

stetoskop?

7.

2
a Ya
0
b Tidak
Apakah anda menyarankan atau mengharuskan pasien anda

100
0

untuk pemeriksaan dahak di laboratorium?

8.

a Ya
b Tidak
Apakah anda memberikan pengertian tentang tes dahak?
a
b

9.

100

100

100

Apakah anda memberikan penjelasan pentingnya tes dahak?


a
b

10.

Ya
Tidak

Apakah

Ya
Tidak
anda

memberitahukan

cara

yang

benar

mengeluarkan dahak? (tarik nafas dalam beberapa kali dan


baru dibatukkan)

11.

2
a Ya
0
b Tidak
Apakah pasien anda kembali ke Puskesmas untuk kontrol

100
0

hasil laboratorium?

12.

2
a Ya
0
b Tidak
Apakah pasien anda merasa puas akan penjelasan tentang

100
0

TBC dari Puskesmas?


a
b

Ya
Tidak

100

22

BAB IV
DATA UMUM

IV.1. Data Wilayah

23

Gambar 3. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Grabag I

Batas-batas Wilayah Puskesmas Grabag 1


Wilayah kerja Puskesmas Grabag I merupakan sebagian dari wilayah

Kecamatan Grabag yang berada pada bagian Timur Laut Kabupaten Magelang dan
berjarak 35 km dari Ibu Kota Kabupaten Magelang, dengan batas-batas :
a

Utara :

Kabupaten Semarang

Selatan

Barat :

Kecamatan Secang dan Kabupaten Temanggung

Wilayah Puskesmas Grabag II

24

d
2

Timur:

Kecamataan Ngablak

Luas Wilayah Kerja Puskesmas Grabag I


Luas wilayah kerja Puskesmas Grabag I adalah 53,15 km2, terdiri dari 18 desa
dari 28 desa yang ada di wilayah Kecamatan Grabag I, kondisi geografis sebagian
merupakan daerah pegunungan.5
Penggunaan wilayah Puskesmas Grabag I Tahun 2014 antara lain untuk lahan
pertanian (lahan sawah dan bukan sawah/perkebunan) dan lahan bukan pertanian
(rumah, bangunan dan halaman).5

Pembagian Wilayah
Jumlah desa di wilayah kerja Puskesmas Grabag 1 adalah 18 desa.
Tabel 6. Daftar Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Grabag 1
Banjarsari
Ngarancah
Banaran
Sumurarum
Kalikuto
Banyusari

Kartoharjo
Grabag
Kleteran
Ngasinan
Tirto
Tlogorejo

Sambungrejo
Sidogede
Kalipucang
Seworan
Losari
Citrosono

Transportasi
-

Jarak puskesmas sampai kota Magelang (RSUD Tidar) : 26 km.

Jarak puskesmas sampai kantor Dinas Kesehatan Kabupaten : 35 km.

Jarak Puskesmas ke desa-desa :


a

Banjarsari

: 7 km

Ngarancah

: 8 km

Banaran

: 3,5 km

Sumurarum : 2 km

Kalikuto

: 3 km

Banyusari

: 2 km

Kartoharjo

: 3 km

Grabag

: 1 km

Kleteran

: 1,5 km

Ngasinan

: 3 km
25

Tirto

: 4 km

Tlogorejo

: 4 km

m Sambungrejo : 7 km

Citrosono

: 3 km

Sidogede

: 3 km

Kalipucang : 4 km

Seworan

: 5 km

Losari

: 6 km

Kendaraan umum yang ada :

Untuk mencapai kota kabupaten adalah bus angkutan umum.

Untuk mencapai ke desa-desa adalah dengan ojek.

Desa yang terjangkau dengan mobil :

Musim hujan

: 18 desa.

Musim kemarau

: 18 desa.

Komunikasi
Sarana komunikasi dari puskesmas ke luar : telepon, radio, surat kabar

Keadaan Penduduk
Berdasarkan sumber dari kantor statistik tahun 2014, jumlah penduduk di
wilayah Puskesmas Grabag 1 sebanyak 59.943 jiwa, terdiri dari:

Laki laki
Perempuan
Jumlah KK
Kepadatan penduduk

: 29.679 jiwa
: 30.264 jiwa.
: 12.002 kk.
: 1.128 jiwa per km2

Sosial Budaya
a

Tingkat Pendidikan
Tabel 7. Tingkat Pendidikan Usia > 10 Tahun di Wilayah Puskesmas
Grabag 1 Tahun 2014
Tingkat pendidikan
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
SD

Jumlah
6.589
11.153
4.563
26

SLTP / MTs
SLTA / MA
AK / DIPLOMA
UNIVERSITAS
JUMLAH

15.350
4.554
3.488
310
46.007

b Sarana Peribadatan
Sarana peribadatan yang ada di kecamatan Grabag terdiri dari 165 masjid, 3
buah gereja, dan 317 buah mushola
Tabel 8. Data Pemeluk Agama di Wilayah Puskesmas Grabag 1 Tahun
2014

Agama

Jumlah

Persentase (%)

Islam

50.068

83,54

Kristen

335

0,56

Katholik

335

0,56

Budha

43

0,07

Hindu

Sosial Ekonomi
Sebagian besar mata pencahariaan adalah petani atau buruh tani (40,12%) dan
hanya sebagian kecil sebagai PNS/ TNI/ POLRI/ Pensiunan (2,4%).Sarana
perekonomian di wilayah puskesmas Grabag 1.5
Tabel 9. Sarana Perekonomian di Grabag
Industri Rumah Tangga

109 buah

Warung Makan

33 buah

Pasar

IV.2 Visi, Misi, Filosofi, dan Struktur Organisasi Puskesmas Grabag 1


1

Visi Puskesmas Grabag 1


Menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang menyeluruh, bermutu dan
memuaskan masyarakat, agar tercapai Grabag Sehat.

27

Misi Puskesmas Grabag 1


a

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara menyeluruh, bermutu dan


terjangkau oleh masyarakat Grabag dan sekitarnya.

Mendorong kemandirian masyarakat Grabag untuk hidup sehat.

Menjadikan puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan berwawasan


kesehatan.

d
3

IV.3

Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan.

Filosofi Puskesmas Grabag 1


a

Memperlakukan pelanggan sebagaimana diri kita ingin diperlakukan.

Mencegah lebih baik daripada mengobati.

Kepuasan pelanggan adalah hal utama

Data Pegawai Puskesmas


Data pegawai di Puskesmas Grabag I tahun 2014
Tabel 10. Data Pegawai Puskesmas Grabag 1 tahun 2014
Tenaga Kerja

Jumlah
(orang)

Kepala Puskesmas

Dokter spesialin
Obsgyn
Radiologi

1
1 (rujukan)

Dokter Umum

Dokter Gigi

Apoteker

Perawat Puskesmas

19

Perawat Gigi

2
28

Bidan Puskesmas

Bidan Desa

18

Petugas Gizi

Radiographer

Asisten Apoteker

Sanitarian

Petugas Laboratorium

Fisioterapis

Rekam Medis

Ka Subag TU

Cleaning Service

Dapur

Staf Tata Usaha

12

Petugas Pendaftaran

Pengemudi

Penjaga Malam

Juru Kebun

Tukang Cuci

1
91

29

BAB V
PEMBAHASAN HASIL SURVEY
V.1.

Analisis Penyebab Masalah

V.1.1. Analisis Input dan Proses


Tabel 11. Analisis Input dan Proses Penyebab Masalah

30

Komponen

Kelebihan

Input

Man

Kekurangan

Adanya
tenaga
kesehatan
seperti dokter
dan perawat
di puskesmas
yang bisa
mengenali
gejala TB
paru di
puskesmas.
Adanya
petugas
laboratorium
untuk
memeriksa
sediaan
dahak.
Adanya P2M
TB sebagai
koordinator
program.
Adanya bidan
di PKD dan
kader yang
membantu
menjaring
pasien suspek
TB
.

Money

Tersedianya
dana dalam
pengelolaan
program TB.

Method

Terdapat alur
(Buku Pedoman
TB Paru tahun
2001) untuk
menjaring suspek
TB paru
Penyuluhan/p
enjaringan
melalui KaDus
(sudah berjalan
3-4 tahun)

Tersedia alat-alat
pemeriksaan
dalam kasus TB.

Sudah pernah
dibentuk kader TB
yang terdiri dari 45 orang tiap desa,
namun hanya
berjalan selama 2
bulan.
Kurangnya
pemberdayaan
kader dalam
menjaring pasien
dengan gejala TB
Kurangnya
kerjasama antar
tenaga medis dan
paramedis.

Ketidakjelasan
pengalokasian dana
untuk program P2
TB
Tidak adanya dana
khusus yang
diperuntukkan
pembentukan kader
untuk penjaringan
TB
SOP baru dibuat
namun belum
disahkan.
Selama ini hanya
menggunakan alur
dari buku pedoman
TB tahun 2001.
Kurangnya
pemahaman pasien
suspek TB dalam
mengeluarkan dahak
untuk pemeriksaan
sputum
Passive case
finding
Kualitas spesimen

31

PROSES

P2

Beberapa tersangka TB yang tidak kembali untuk mengumpulkan sampel


P1
Penyuluhan dilakukan dengan media yang sangat minim
Tidak terdapat program khusus untuk deteksi TB.
.
Tidak terdapat jadwal yang tetap untuk program sosialisasi TB
unakan metode passive promotif case finding padas beberapa wilayah kerja
P3

Belum ada tindak lanjut dari hasil rapat lokakarya mini puskesmas, dan evaluasi hanya berdasarkan indikator SPM Belum ada tindak lanjut dari hasil

Evaluasi hanya berdasarkan indikator SPM


Pencatatan dan pelaporan hanya dilakukan di Puskesmas

LINGKUNGAN
nya tindak lanjut terhadap lingkungan sekitar pasien suspek TB dengan hasil pemeriksaan BTA (+)
Kondisi rumah atau lingkungan yang tidak sehat pada pasien suspek TB

MASALAH
Rendahnya Cakupan suspek TB paru di Puskesmas Rawa
skor pencapaian 10,73%, dengan nilai cakupan 8,

MAN
.
Kurangnya pemberdayaan kader dalam menjaring pasien dengan gejala TB
Kurangnya kerjasama antar tenaga medis dan paramedis.

METHOD

MONEY

belum ada SOP penyuluhan yang pasti,

Passive case finding

Ketidakjelasan pengalokasian dana untuk program P2


ya dana khusus yang diperuntukkan pembentukan kader untuk penjaringan TB
MACHINE
(LCD proyektor, laptop) yang dimiliki puskesmas jumlahnya masing-masing satu buah

MATERIAL

s spesimen sputum yang kurang baik untuk pemeriksaan BTA

INPUT

32

BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN PENYEBAB MASALAH

VI.1. Alternatif Pemecahan Masalah


No
1

Penyebab Masalah
Kurangnya
pemberdayaan
sumber daya manusia dan
koordinasi antara medis dan
paramedis dalam program
P2TB
Alokasi dana yang kurang
untuk program P2TB

Alternative Pemecahan Masalah


1
2

Memberikan
penghargaan
kepada petugas kesehatan
Meningkatkan
koordinasi
dengan

3
4

bidan

desa

dalam

program P2 TB
Melakukan
evaluasi
ulang
dalam pengaturan alokasi dana
puskesmas
Membuat laporan kegiatan dan
beserta laporan keuangan untuk
pembiyaan program P2TB untuk

Metode yang dipakai adalah

passive promotif case finding.

dalam menjaring suspek TB

Belum terdapat SOP yang


disahkan dan alur pelayanan
yang belum sesuai dengan
buku pedoman P2TB

Masih

minimnya

media

Menjalankan

SOP

setelah

disahkan

promosi yang ada.

klaim
Pelatihan kader-kader posyandu

Pengadaan brosur, poster, leaflet


tentang TB

Pasien dengan keluhan batuk

Pelatihan tentang TBC bagi

kadang didiagnosis selain TB

petugas kesehatan puskesmas

atau ISPA tanpa digali riwayat

dan cara penjaringan tersangka

batuknya

TB dan cara menemukan kasus

lebih

dalam,

masyarakat yang berobat tidak

tb BTA (+) di Puskesmas

33

ke Puskesmas setempat
7

Beberapa tersangka TB yang


tidak

kembali

untuk

mengumpulkan sample
8

Belum

optimalnya

penjaringan suspek TB di

Penyuluhan

kepada

kader

posyandu dan bidan mengenai


TB dan pentingnya pemeriksaan
dahak
10 Pelatihan kader posyandu dalam
menjaring TB

posyandu
Table 12. Alternatif Pemecahan Masalah

VI.2. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah


Penyebab Masalah
Kurangnya pemberdayaan sumber
daya manusia dan koordinasi antara
medis dan paramedis dalam
program P2TB

Alternative Pemecahan Masalah


Memberikan
penghargaan
kepada petugas kesehatan

Meningkatkan
dengan

bidan

koordinasi
desa

dalam

program P2 TB
Alokasi dana yang kurang untuk
program P2TB

Melakukan
evaluasi
ulang
dalam pengaturan alokasi dana
puskesmas

Membuat laporan kegiatan dan


beserta laporan keuangan untuk
pembiyaan program P2TB untuk
klaim
Metode yang dipakai adalah passive

Pelatihan kader-kader posyandu

promotif case finding.

dalam menjaring suspek TB

Belum terdapat SOP yang disahkan


dan alur pelayanan yang belum

Menjalankan

SOP

setelah

disahkan
34

sesuai dengan buku pedoman P2TB

Masih minimnya media promosi

Pengadaan brosur, poster, leaflet

yang ada.

tentang TB

Pasien

dengan

batuk

Pelatihan tentang TBC bagi

kadang didiagnosis selain TB atau

petugas kesehatan puskesmas

ISPA tanpa digali riwayat batuknya

dan cara penjaringan tersangka

lebih

TB dan cara menemukan kasus

dalam,

berobat

tidak

keluhan

masyarakat
ke

yang

Puskesmas

tb BTA (+) di Puskesmas

setempat

Beberapa tersangka TB yang tidak

Penyuluhan

kembali

posyandu dan bidan mengenai

untuk

mengumpulkan

sample

kepada

kader

TB dan pentingnya pemeriksaan


dahak

Belum

optimalnya

penjaringan

suspek TB di posyandu
Tabel 13. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah

VI.3. Penentuan Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks Menggunakan Rumus


MxIxV/c
Tabel 14. Hasil akhir penentuan prioritas pemecahan masalah
35

Penyelesaian

Nilai
Hasil akhir

Masalah

Urutan

Kriteria
M I

(M x I x

12.8

VIII

50

13.5

VII

pembiyaan 3

18

VI

21.3

Menjalankan SOP setelah disahkan

36

II

Pengadaan brosur, poster, leaflet tentang TB

IX

petugas 4

32

III

24

IV

Memberikan penghargaan kepada petugas


kesehatan
4
Meningkatkan koordinasi dengan bidan
desa dalam program P2 TB
Melakukan
evaluasi
ulang
pengaturan alokasi dana puskesmas

V) / C

dalam

Membuat laporan kegiatan dan beserta


laporan

keuangan

untuk

program P2TB
Pelatihan

kader-kader

posyandu

dalam

menjaring suspek TB

Pelatihan

tentang

TBC

bagi

kesehatan puskesmas dan cara penjaringan


tersangka TB
Penyuluhan kepada kader posyandu dan 3
bidan

mengenai

TB

dan

pentingnya

pemeriksaan dahak

Setelah melakukan penentuan prioritas alternatif penyebab pemecahan masalah


dengan menggunakan kriteria matrix maka didapatkan urutan prioritas alternatif
36

pemecahan penyebab masalah rendahnya penemuan suspek TB di wilayah kerja


Puskesmas Grabag I adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan koordinasi dengan bidan desa dalam program P2 TB
2. Menjalankan SOP setelah disahkan
3. Pelatihan tentang TBC bagi petugas kesehatan puskesmas dan cara
penjaringan tersangka TB
4. Penyuluhan kepada kader posyandu dan bidan mengenai TB dan pentingnya
pemeriksaan dahak
5. Pelatihan kader-kader posyandu dalam menjaring suspek TB
6. Membuat laporan kegiatan dan beserta laporan keuangan untuk pembiyaan
program P2TB
7. Melakukan evaluasi ulang dalam pengaturan alokasi dana puskesmas
8. Memberikan penghargaan kepada petugas kesehatan
9. Pengadaan brosur, poster, leaflet tentang TB

Kegiatan

Tujuan

Sasaran

Tempat

Pelaksana

Waktu

Biaya

Melakukan sosialisasi
terhadap petugas kesehatan
tentang deteksi dini TB

Meningkatkan
kepatuhan tenaga
kesehatan
terhadap SOP
kasus TB

Staf medis
puskesmas
Grabag I bidan
PKD, perawat
pustu

Puskesmas
Grabag I

Kepala
Puskesmas
Grabag I

6 bulan/x

Anggaran
rutin

Program P2TB
berjalan dengan
baik

Bidan Desa

Meningkatkan koordinasi
dengan bidan desa dalam
program P2 TB

Pusesmas,
Desa yang
terdapat
dalam
wilayah
kerja
Puskesmas

Pemegang
program
P2TB

Sebulan
sekali

37

Anggaran
Puskesmas
BOK

Grabag I

Menjalankan SOP setelah


disahkan

Untuk menjaga
mutu program
P2TB

Petugas medis
puskesmas
Grabag I dan
pemegang
program P2TB

Puskesmas
Grabag I

Petugas
medis
puskesmas
Grabag I
dan
pemegang
program
P2TB

Setiap kali
menjalankan
Program
P2TB

Anggaran
Puskesmas
BOK
GFATM

Table 15. Plan of Action

Tabel 16. Gantt Chart


No

Kegiatan

Janua
ri

febru
ari

Mare
t

April

Mei

juni

Juli

agus
tus

1
Melakukan sosialisasi terhadap
petugas kesehatan tentang deteksi
dini TB

Meningkatkan koordinasi dengan


bidan desa dalam program P2 TB

Menjalankan SOP setelah disahkan

38

sept
emb
er

okto
ber

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program Puskesmas Rawat Inap Grabag I pada bulan
Januari Desember 2014, didapatkan skor pencapaian program cakupan suspek TB paru
yaitu 10.73%, jauh di bawah target Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang yaitu 80%.
Kemudian

selanjutnya

dilakukan

analisis

kemungkinan

penyebab

masalah

yang

melatarbelakangi rendahnya cakupan suspek TB paru. Setelah dilakukan konfirmasi dengan


Koordinator P2MTB paru, ditemukan delapan masalah yang paling mungkin, yaitu
Kurangnya pemberdayaan sumber daya manusia dan koordinasi antara medis dan paramedis
dalam program P2TB, Alokasi dana yang kurang untuk program P2TB, Metode yang dipakai
adalah passive promotif case finding, Belum terdapat SOP yang disahkan dan alur pelayanan
yang belum sesuai dengan buku pedoman P2TB, Masih minimnya media promosi yang ada,
Pasien dengan keluhan batuk kadang didiagnosis selain TB atau ISPA tanpa digali riwayat
batuknya lebih dalam, masyarakat yang berobat tidak ke Puskesmas setempat, Beberapa
tersangka TB yang tidak kembali untuk mengumpulkan sample dan Belum optimalnya
penjaringan suspek TB di posyandu
Alternatif pemecahan masalah yang paling bermanfaat adalah Meningkatkan
koordinasi dengan bidan desa dalam program P2 TB, Menjalankan SOP setelah disahkan,
Pelatihan tentang TBC bagi petugas kesehatan puskesmas dan cara penjaringan tersangka TB,
Penyuluhan kepada kader posyandu dan bidan mengenai TB dan pentingnya pemeriksaan
dahak, Pelatihan kader-kader posyandu dalam menjaring suspek TB, Membuat laporan
kegiatan dan beserta laporan keuangan untuk pembiyaan program P2TB, Melakukan evaluasi
ulang dalam pengaturan alokasi dana puskesmas, Memberikan penghargaan kepada petugas
kesehatan dan Pengadaan brosur, poster, leaflet tentang TB.
VII.2 Saran
1. Terhadap Puskesmas Rawat Inap Grabag I :
a. Meningkatkan koordinasi dengan bidan desa dalam program P2 TB
b. Penyuluhan terhadap penduduk yang terjadwal untuk meningkatkan pengetahuan
penduduk tentang TB paru.

39

c. Rapat koordinasi untuk menambah kerjasama agar penyuluhan dapat terjadwal,


inspeksi lingkungan dan kunjungan ke rumah pasien dengan BTA (+) dan memeriksa
orang yang terkena kontak lama.
.2. Untuk masyarakat:
a

Masyarakat diharapkan untuk lebih memahami dan mawas diri terhadap gejala
gejala TB paru dan faktor risikonya

Pasien suspek TB paru diharapkan menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan


dahak di Puskesmas setempat

Pasien dengan TB paru diharapkan untuk kontrol rutin dan berobat secara teratur ke
puskesmas.

40

DAFTAR PUSTAKA
1

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Tuberkulosis di Indonesia. 2011.


Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia: 2006.


Tim IPD UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV: Tuberculosis.

Jakarta: UI Press; 2006


Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 2014. Diperoleh
dari:http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/STRANAS_TB.pdf

Diunduh tanggal 26 Januari 2014


Millenium
Development

Goals.

Diperoleh

dari:

http://www.unicef.org/mdg/childmortality.html. Diunduh tanggal 26 Januari


6

2014.
Pengendalian TB di Indonesia Sudah Mendekati Target MDGs. Diperoleh
dari

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/857-

pengendalian-tb-di-indonesia-mendekati-target-mdg.html. Diunduh tanggal 26


Januari 2014

41

Anda mungkin juga menyukai