PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi dan imunitas merupakan sebuah sistem yang sangat berperan dalam
mempertahankan tubuh bahkan menghancurkan serangan bakteri dan virus. Dengan
memahami infeksi dan imunitas ini juga dapat membantu dalam mendiagnosa
penyakit, melakukan pemeriksaan, mengetahui penyebab penyakit, melakukan
penyembuhan dan pencegahan. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas berbagai
proses dan macam-macam bakteri yang dapat menyebabkan penyakit khususnya
penyakit malaria.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang bertema demam menggigil dan sakit
kepala hebat sejak dua hari yang lalu serta penurunan kesadaran ini adalah
1. Memenuhi tugas belajar mandiri pada PBL blok 12 mengenai Infeksi dan
Imunitas,
2. Mengetahui anamnesis, pemeriksaaan fisik dan penunjang, diagnosis, serta
diagnosis deferensial dari penyakit malaria,
3. Mengetahui etiologi, epidemiologi, pathogenesis, gejala klinis, pengobatan,
kompikasi, prognosis serta profilaksis dari penyakit malaria.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anamnesis
Anamnesis adalah komunikasi dua arah yang dilakukan dokter dengan pasien atau
dengan keluarga pasien. Ada dua macam komunikasi yang dilakukan, yaitu;
a. Auto = antara dokter dengan pasien (pasien dalam keadaan sadar)
b. Allo = antara dokter dengan keluarga pasien (pasien dalam keadaan tidak sadar)
Dalam scenario dokter harus melakukan anamnesis allo karena pasien dalam
kesadaran somnolen. Tujuan dari anamnesis adalah untuk memperoleh informasi,
menjalin hubungan baik, dan menjalin kepercayaan dokter dengan pasien.1 Dari
scenario ada hal yang dapat kita ketahui dan ada hal yang harus kita tanyakan, yaitu;
Keluhan utama
Demam menggigil, sakit kepala sejak dua hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang
Suhu tubuh saat ini 39 C, dua minggu yang lalu bapak ini berwisata ke Ujung
Kulon.
Apakah bapak sudah minum obat? Obat apa itu? Dan bagaimna hasilnya?
Adakah keluhan yang lain?
Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah sakit seperti ini sebelumnya?
Kalau keluarganya ada yang sakit seperti juga tidak?
Riwayat social
Bagaimana dengan system pembuangan sampah di lingkungan perumahan anda?
Hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan antara lain suhu tubuh 39C, denyut
nadi 90x/menit, dan tekanan darah 120/80 mmHg. Hasil pemeriksaan
labolatorium yang telah dilakukan antara lain kadar hemoglobin 13gr/dl, kadar
trombosit 250000/l, dan kadar leukosit 6000/l.
Diketahui
Normal
Suhu tubuh
39C
36C-37C
Frekuensi nadi
90 X/menit
70-80 X/menit
Tekanan darah
120/80 mmHg
120/80 mmHg
Frukensi pernapasan
Tidak diketahui
12-20 X/menit
bola mata (berwarna kuning atau tidak), dan inspeksi gerakan tubuh spontan
b.
c.
d.
atau kolon.
Auskultasi = pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang terdapat di
dalam dengan bantuan alat yang disebut stetoskop, shingga dapat mendengarkan
suara secara kualitatif maupun kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung,
pembuluh darah, paru-paru dan usus.2
hitung
Reagens
Hitung leukosit
Hitung trombosit
Hitung eritrosit
Dari pemeriksaan ini dapat diketahui bahwa jumlah eritrosit normal = 45,2x106/ l (pada wanita) dan 4,5-5,9x106/ l (pada pria), jumlah leukosit
normal = 4,5-11x103/ l, dan jumlah trombosit = 150-350x103/ l.
b. Pemeriksaan sedian hapus darah tepi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluasi marfologi sel darah tepi (eritrosit,
leukosit, trombosit), memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit serta
mengidentifikasi parasit. Misalnya parasit malaria, microfilaria, trypanosome.
Bahan yang digunakan darah segar dari vena atau kapiler dengan atau tanpa
antikoagulan. sediaan hapus darah tepi dapat dipulas dengan pewarnaan, yaitu;
1. Pulasan Wright = untuk menilai marfologi sel darah karena struktur sitoplasma
dan inyi sel lebih jelas terlihat
2. Pulasan Wirght-giemsa
3. Pulasan Giemsa = digunakan untuk mewarnai parasit
(+)
(++)
pemeliharaannya,
serta
untuk
melatih
tenaga
mikroskopik
dan
mempertahankan mutu.
d. Metode lain tanpa mikroskop
Beberapa metode untuk mendeteksi parasit malaria tanpa mengguankan
mikroskop telah dikembangkan denan maksud untuk mndeteksi parasit lebih baik
daripada dengan mikroskop cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam
nukleat yang berasal dari parasit. Teknik dip-stick mendeteksi secara imunoenzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik parasit (immuno enzymatic
detection of the parasite spesific histidine rich protein II). Tes spesifik untuk
plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain di
Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10
menit dan dapat dilakukan secara massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan oleh
petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikti latihan. Alatnya sederhana,
kecil dan tidak memerlukanaliran listrik.
Kelemahan tes dip-stick ini adalah :
1. Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih
dalam tahap pengembangan)
2. Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
3. Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih
memberikan reaksi positif.
4. Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih
dapat dideteksi.
5. Biaya tes ini cukup mahal.
Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk
pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive)
yang disebabkan oleh antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda
dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi
seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk
menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala. Metode yang
berdasarkan deteksi asam nukleat dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu
2.4 Diagnosis
2.4.1 Malaria
Berdasarkan anamnesa yang telah dilakukan, dapat didiagnosis bahwa gejala yang
dialami adalah infeksi malaria. Pada infeksi malaria, serangan khas terdiri atas
beberapa stadium;
a.
Stadium menggigil = dimulai dengan perasaan dingin sekali sehingga
menggigil. Nadinya cepat tetapi lemah, bibir dan jari tangan menjadi biru,
kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai muntah dan kejang.
b.
c.
2-6jam.
Stadium berkeringat dimulai dengan berkeringat banyak, suhu turun dengan
cepat. Stadium ini berlangsung 2-4jam.54
10
11
anti-nyamuk
Demam tifoid
Penyakit ini termaksud penyakit yang meular. Berdasarkan hasil survey Kesehatan
Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam
tifoid tidak termaksud dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi. Insiden
demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
12
lingkungan. Demam tifoid ini disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi. Salmonella adalah bakteri dengan gram negative, akan mati dengan
pemanasan 57C.
Gejala penyakit ini yaitu demam lebih dari tujuh hari, diare, anoreksia atau batuk,
serta gangguan kesadaran. Massa inkubasinya 10-20 hari.
Penularannya melalui air dan makanan.
Pengobatannya dengan pemberian kloramfenikol 100mg/kg/hari (selama 14 hari),
amoksisilin 100mg/kg/hari dan kotrimoksazol.
Cara pencegahannya yaitu; merebus air sampai mendidih, masak makanan sampai
2.5.4
sampai
berbulan-bulan).
13
Penderita
yang
terinfeksi
Nama penyakit
Plasmodium
Plasmodium
Plasmodium
Plasmodium
falciparum
vivax
ovale
malariae
malaria
malaria vivax/
malaria ovale
malaria
falcifarum/
malaria tertiana
kuartana
malaria tropika
Daur
5,5 hari
8 hari
9 hari
10-15 hari
Hipnozoit
Jumlah
40.000
10.000
15.000
15.000
Skizon hati
60 mikron
45 mikron
70 mikron
55 mikron
Daur eritrosit
48 jam
48 jam
50 jam
72 jam
Eritrosit yang
Muda dan
Retikulosit dan
Retikulosit dan
Normosit
dihinggapi
normosit
normosit
normosit muda
Pembesaran
++
Maurer
schuffner
Schuffner
Ziemann
praeritrosit
merozoit hati
eritrosit
Titik-titik
eritrosit
(James)
14
Pigmen
Hitam
Kuning tengguli
Tengguli tua
Tengguli hitam
Jumlah
8-24
12-18
8-10
10 hari
8-9 hari
12-14 hari
26-28 hari
merozoit
eritrosit
Daur dalam
nyamuk pada
27oC
Penularan malaria
Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina, anopheles jantan merupakan satu-satunya reservoir.
Sebagian besar nyamuk anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari,
pada beberapa nyamuk puncak menggigitnya pada tengah malam sampai fajar.
Plasmodium mengalami dua siklus. Siklus aseksual (skizogoni) terjadi pada tubuh
manusia, sedangkan siklus seksual (sporogoni) terjadi pada nyamuk. Siklus seksual
dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina untuk membentuk ookinet dalam
perut nyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk kista di
selaput luar lambung nyamuk. Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah
8-35 hari, tergantung dari situasi lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah
kista akan membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke
seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah
sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan bila nyamuk menggigit manusia.
Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala sesuai dengan jumlah
sporozoit, kulitas plasmodium, dan daya tahan tubuhnya. Sporozoit akan memulai
stadium eksoeritrositer dengan masuk ke sel hati. Di hati sporozoit matang menjadi
15
skizon yang akan pecah dan melepaskan merozoit jaringan. Merozoit akan memasuki
aliran darah dan menginfeksi eritrosit untuk memulai siklus eritrositer. Siklus
eritrositer berlangsung selama 48 jam pada P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale, dan
selama 72 jam pada P. malariae, setelah siklus tersebut lebih banyak merozoit
dilepaskan yang akan menginvasi sel darah merah segar. Bahan-bahan dari sel darah
merah yang rusak akan mengaktivasi makrofag dan melepaskan sitokin proinflamasi
yang menyebabkan demam. Merozoit dalam eritrosit akan mengalami perubahan
morfologi yaitu : merozoit bentuk cincin trofosoit merozoit. Proses
perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari. Di antara merozoit-merozoit tersebut ada
yang berkembang menjadi gametosit untuk kembali memulai siklus seksual menjadi
mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina). Eritrosit yang terinfeksi biasannya
pecah yang bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk yang menggigit
manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang ada pada darah manusia akan
terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian, siklus seksual dimulai, demikian seterusnya
penularan malaria. Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesiesnya. P.
falciparum memerlukan waktu 7-14 hari, P. vivax dan P. ovale 8-14 hari, sedangkan P.
malariae memerlukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena
berbagai factor seperti pengobatan dan pemberian profilaksis dengan dosis yang tidak
adekuat. Selain ditularkan oleh nyamuk, malaria dapat menjangkit orang lain melalui
bawaan lahir dari ibu ke anak, yang disebabkan karena kelainan pada sawar plasenta
yang menghalangi penularan infeksi vertical. Metode penularan lainnya adalah
melalui jarum suntik, yang banyak terjadi pada pengguna narkoba suntik yang sering
bertukar jarum secara tidak steril. Model penularan lain yaitu melalui transfuse darah.
Infeksi dapat terjadi hingga 3 bulan setelah meninggalkan daerah endemic untuk P.
falciparum, 5 tahun ubtuk P. vivax dan P. ovale, dan 20 tahun untuk P. malariae.
16
18
3.
Orang negro di Afrika Barat relative kebal terhadap P.vivax oleh karena tidak
mempunyai reseptor duffy pada permukaan eritrosit yang merupakan reseptor
4.
5.
untuk P.vivax
Orang yang mengandung Hb S heterozigot bila terinfeksi P.falciparum,
kemungkinan 90% tidak akan mengalami malaria berat
Penderita Southeast Asian Ovalocytosis (SAO) di Malaysia, Indonesia dan
pasifik barat (Papua Nugini, kepulauan Salomon dan Vanuatu) relative kebal
terhadap P.falciparum dan P.vivax.4
2.8 Patogenesis
Perhatian utama dalam patogenesis malaria berat adalah sekuestrasi eritrosit yang
berisis parasit stadium matang ke dalam mikrovaskular organ-organ vital. Factor lain
seperti induksi sitokin TNF- dan sitokin-sitokin lainnya oleh toksin malaria dan
produksi nitric oksid (NO) juga diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis
malaria. Factor-faktor yang berperan dalam terjadinya malaria berat, antara lain;
a.
Factor parasit = intensitas transmisi dan virulensi parasit. Densitas parasit dengan
semakin tingginya derajat parasitemia berhubungan dengan semakin tingginya
b.
19
dalam hemozoin yang tidak larut dalam perusakan retyculocyt oleh parasit (terutama
P.vivax). Terjadinya hemolysis erytrocyt menyebabkan peningkatan bilirubin dalam
darah, dimana bilirubin adalah produk dari haemoglobin yang pecah. Hemozoin
terbawa oleh sirkulasi leucocyt dan terdeposit dalam sistem reticuloendothelial. Pada
kasus yang berat organ viscera terutama hati, limpa dan otak menjadi berwarna gelap
kehitaman karena adanya deposit pigmen tersebut.
Terjadinya demam pada penyakit malaria adalah berhubungan erat dengan kerusakan
dari generasi merozoit dan rupturnya sel darah merah yang berisi merozoit tersebut.
Terjadinya demam juga dirangsang oleh produk eksresi dari parasit yang dikeluarkan
pada waktu erytrocyt lysis.
Beberapa hari sebelum terjadinya serangan pertama, pasien merasa lesu, nyeri otot,
sakit kepala, hilang nafsu makan dan demam ringan, atau kadang tidak terlihat gejala
apapun. Yang khas pada serangan malaria tertiana atau quartana adalah rasa dingin,
kemudian suhu badan meningkat cepat sampai 40oC, gigi menggigil, mual dan
muntah dapat terjadi. Suhu tubuh tinggi tersebut terjadi setelah -1 jam, dengan rasa
sakit kepala dan tubuh terasa panas. Suhu tubuh turun dengan cepat kembali ke
normal dalam waktu 2-3 jam dan serangan tersebut secara keseluruhan terjadi dalam
waktu 8-12 jam. Penderita dapat tidur sejenak dan merasa sehat sampai terjadi
serangan berikutnya.
Karena sinkronisasi Plasmodium falciparum tidak begitu terlihat maka onset demam
tersebut terjadi secara perlahan (gradual), tetapi masa kenaikan suhu tubuh tersebut
lebih lama. Terjadinya demam dapat kontinyu atau berfluktuasi, tetapi pasien tidak
merasakan sehat diantara terjadinya serangan. Malaria falciparum selalu terlihat serius
20
dan kadang menyebabkan terjadinya bentuk perniciosa atau ganas dan penyakit
dengan cepat dapat menyebabkan fatal.
2.10 Pengobatan
Secara klinis dikenal ada 3 jenis penyakit malaria yaitu, malaria tropika yang
disebabkan oleh P.falciparum, malaria tersiana yang disebabkan oleh P.vivax dan
P.ovaele (P.ovale jarang terdapar di luar afrika) serta malaria kuartana yang di
sebabkan oleh P.malariae. pada umunya obat yang digunakan untuk pengobatan
malaria adalah klorokuin, pirimetamin, primakuin, kina dan alkaloid sinkona, serta
obat penunjang malaria lainnya (proguanil, meflokuin, halofantrin, tetrasiklin,
kombinasi sulfadoksin-pirimetamin, artemisinin dan atovakuon) .
a. Klorokuin dan turunannya
Klorokuin (7-kloro-4-(dietilamino-1-metil-butil-amino) kuinolin ialah turunan 4aminokuinolin. Pada mamalia bentuk d-isomernya kurang toksik disbanding iisomernya. Amodiakuin dan hidroksiklorookuin merupakan turunan klorokuin yang
sifatnya mirip klorokuin. Walaupun in vitro dan in vivo amodiakuin lebih aktif
terhadap P.falcifarum yang mulai resisten terhadap klorokuin, obat ini tidak
digunakan rutin karena efek agranolositosis yang fatal dan toksik pada hati.
1. Farmakodinamik
Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak
efektif terhadap parasit di jaringan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P. vivax,
P.malariae, P.ovale, dan terhadap strain P.falciparum yang sensitive klorokuin.
Klorokuin sangat efektif menekan serangan akut malaria vivax, tetapi stelah obat
dihentikan relaps dapat terjadi sehingga untuk mengeradikasi infeksi P.vivax
kloroukin perlu diberikan bersama primakuin sampai pasien meninggalkan daerah
endemik tersebut. Klorokuin juga memiliki efektivitas tinggi untuk profilaksis
maupun penyembuhan malaria yang terinfeksi dengan P. malariae dan P.falciparum
yang sensitiv. Gejala klinik dan parasitemia serangan akut malaria akan cepat
21
dikendalikan oleh klorokuin. Demamnya akan hilang dalam 24 jam dan sediaan
apus darah, umunya negative dalam waktu 48-72 jam. Salah satu mekanisme kerja
klorokuin yang penting adalah penghambatan aktivitas polymerase heme plasmodia
oleh klorokuin. Polymerase heme plasmodia berperan mendetoksifikasi heme
ferriprotoporpyrinn
IX
22
23
24
menggangu pada sintesis purin pada tahap yang berurutan. Resistensi terhadap
pirimetamin dapat terjadi pada penggunaan dalam yang berlebihan dan jangka lama.
2. Farmakokinetik
Penyerapan pirimetamin di saluran cerna berlangsung lambat tetapi lengkap. Setelah
pemberian oral, kadar puncak plasma darah dicapai dalam waktu 4-6 jam.
Konsentrasi obat yang berefek supresi dapat menetap dalam darah selama kira-kira
2 minggu. Obat ini ditimbun terutama diginjal, paru, hati dan limpa, kemudian
diekskresi lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari. Metabolitnya diekskresi
melalui urin.
3. Efek Samping dan Kontra-Indikasi
Dengan dosis yang besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan
terjadiya pada defisiensi asam folat. Gejala ini akan hilang bila pengobatan
dihentikan atau dengan pemberian asam folinat (leukovorin). Untuk mencegah
anemia, trombistopenia dan leucopenia, leukovorin ini dapat pula diberikan
bersamaan dengan pirimetamin.
4. Sediaan dan Posologi
pirimetamin tersedia sebagai tablet 25 mg, selain itu terdapat juga sediaan
kombinasi tetap dengan sulfadoksin 500 mg.
c. Primakuin
1. Farmakodinamik
Berbeda dengan kina , primakuin dosis terapi tidak memiliki efek oain efek
antimalaria. Efek toksiknya terutama terlihat pada darah. Manfaat kliniknya yang
utama ialah dalam penyembuhan radikal malaria vivax dan ovale, karena bentuk
laten jaringan plasmodia ini dapat dihancurkan dengan primakuin. Primakuin
sendiri tidak menekan serangan malaria vivax , meskipun ia memperlihatkan
aktivitas terhadap fase eritrosit. Golongan 8-aminokuinolin memperlihatkan efek
gametosidal terhadap 4 jenis plasmodium, terutama P.falciparum. Mekanisme
antimalaria dari primakuin ini diketahui bahwa primakuin berubah menjadi
elektrofil yang bekerja sebagai mediator oksidasi-reduksi. Aktivitas ini membantu
25
26
27
gangguan pendengaran, pandangan kaabur, diare dan mual. Gejala yang ringan,
lebih dahulu tampak di sistem pendengaran dan penglihatan. Pada keracunan yang
lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular dan kulit.
3. Indikasi
Kina digunakan untuk terapi malaria P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Untuk teerapi malaria ini, tanpa komplikasi, kina diberikan secara oral dan biasanya
dikombinasi dengan doksisiklin atau kindamisin atau sulfadoksin-pirimetamin.
4. Sediaan dan Posologi
Kina sulfat diberikan 3 kali 650 mg/hari selama 3-7 hari dikombinasikan dengan
dioksisiklin 2 kali 100 mg/hari selama 7 hari atau dengan klindamisin 2 kali 600
mg/hari selama 7 hari atau dengan sulfadoksin-pirimetamin 3 tablet sekali
pemberian per oral. Untuk anak, dosis kina sulfat 10 mg/kgBB per oral diberikan
setiap 8 jam. Sedangkan untuk pengobatan malaria falciparum yang berat atau
disertai komplikasi diberikan kuinidin glukonat 10 mg/kgBB yang dilarutkan dalam
300 mL garram fisiologis dan diinfus selama 1-2 jam (dosis maksimal 600 mg),
selanjutnya infuse diteruskan dengan kecepatan 0,02 mg/kgBB per menit sampai
ada perbaikan dimana kina pemberian kina sulfat per oral dapat dimulai.9
2.11 Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum dan sering disebut
pernicious
manifestasion.
Penderita
malaria
dengan
komplikasi
umumnya
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi
P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut;
a. Malaria serebral (coma)
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tak bias dibangunkan,
bila dinilai dengan GSC (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equel
dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita dengan gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku
(penderita tidak mau bicara). Lama koma pada orang dewsa dapat 2-3 hari, sedang
28
pada anak satu hari. Pada keadaan berat penderita dapat mengalanmi dekortikasi
(lengan flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi).
Penyebabnya diduga karena sumbatan kapiler pembuluh darah otak, sehingga
terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang mengandung
parasit sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan sekuestrasi
parasit.
b. Gagal ginjal akut (GGA)
Gangguan GGA disebabkan adanya anoksia karena penurunan aliran darah ke
ginjal akibat dari sumbatan kapiler, dan akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada
glomerulus. GGA ini ditandai dengan penurunan kesadaran berupa apatis,
disorientsi, somnolen, stupor, spoor, koma yang dapat terjadi secara perlahan
dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, yang sering kali
disertai kejang. Tida didapati gejala neurologi yang fokal, kelumpuhan saraf
cranial, kaku kuduk, deserebrasi, deviasikonjuge dan kadang-kadang ditemukan
pendarahan retina.
c. Anemia berat
Ditandai dengan menurunnya kadar hematokrit (<15%) atau kadar hemoglobin
(<5g%). Anemia dapat disebabkan destruksi massif eritrosit yang terinfeksi dan
penurunan produksi eritrosit oleh sumsum tulang. Selain itu, umur eritrosit yang
tidak terinfeksipun memendek karena pada permukaan eritrosit ini dapt ditemukan
immunoglobulin dan/atau komplemen.
d. Kelainan hati (malaria biliosa)
Jaudience atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falcifarum. Penyakit
malaria dengan ikterus termaksud dalam criteria malaria berat.
e. Hipoglikemia
Hal ini disebabkan karena kebutuhan metabolic dari parasit telah menghabiskan
cadangan glikogen dalam hati. Penyebab terjadinya hipoglikemik yang tersering
adalah pemberian terapi kina (mencegah kejang). Manisfestasi klinik berupa
29
30
2.12 Prognosis
Prognosis pada malaria dan malaria berat bergantung pada;
a. Kecepatan/ketepatan diagnosis dan pengobatan = makin cepat dan tepat dalam
menegakkan diagnosis dan pengobatannya akan memperbaiki prognosisnya serta
memperkecil angka kematiannya
b. Kegagalan fungsi organ = kegagalan fungsi organ dapat terjadi pada malaria berat
terutama organ-organ vital. Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan
mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya
c. Kepadatan parasit = pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin
padat/banyak jumlah parasit yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, lebih
lagi jika didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.
2.13 Profilaksis
Mencegah lebih baik daripada mengobati begitulah kata pepatah. Tindakan
pencegahan yang dapat kita laukan, yaitu;
a. Tidur dengan kelambu
b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, pray, asap atau elektrik)
c. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus
memakai proteksi (baju lengan panjang)
Bila menggunakan kemoprofilaktis harus mengetahui sensitivitas plasmodium di
tempat tujuan. Jika daerah dengan klorokuin sensitive (contoh Minahasa) cukup
profilaksis dengan dua tablet klorokuin (250mg klorokuin diphospat) maka harus
diminum satu minggu sebelum berangkat dan empat minggu setelah tiba kembali.
Penting juga diberikan pada wanita hamil di daerah endemic atau pada individu yang
imunitasnya rendah.
Vaksinasi terhadap malaria masih dalam tahap pengembangan. Vaksin yang sedang
dikembangkan ada tiga, yaitu;
a. Vaksin sporozoit = vaksin terhadap bentuk aseksual dengan mencegah sporozoit
menginfeksi sel hati, sehingga diharapkan infeksi tidak terjadi, contohnya vaksin
SPF-66 atau nama lainnya vaksin patarroyo
b. Vaksin transmission blocking = untuk melawan bentuk gametosit
Menurut Hoffman vaksin yang ideal adalah vaksin multi-stage (sporozoit, aseksual),
multi-valen (terdiri dari beberapa antigen) sehingga memberikan respon multi-imun.7
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles betina. Gejala yang dialami demam
mengigil, sakit kepala hebat, kesadaran menurun, anemia dan splenomegali (yang lebih
berat).
BAB IV
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Kurnia Nah Yasavati, Hidayat Dan, Hudyono Johannes, Santoso Mardi. Buku
panduan keterampilan medic (skill-lab) semester 1. FKUKRIDA, 2009:56-61.
2. Kurnia Nah Yasavati, Santoso Mardi, Winami Wati Wong, Sumardikarya K
Indriani. Buku panduan keterampilan medic (skill-lab) semester 2. FKUKRIDA,
2010:70-81.
3. Sudiono Herawati, Iskandar Ignastius, Edward Harny, Lukman Halim Sanarko,
Santoso Regie. Penuntun patologi klinik hematologi. FKUKRIDA, 2009:51-74.
4. Sutanto Inge, Ismid Suhariah, Sjarifuddin K Pudji, Sungkar Saaleha. Parasitologi
kedokteran. FKUI,2008;4:189-203.
5. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi,
penularan,
pencegahan
dan
33