Anda di halaman 1dari 16

Perdarahan dari Vagina pada Awal Kehamilan

Kelompok A4
Shylfera rahmi

102009227

Irini Damayanti

102011347

Jeffry Rulyanto M. Simamora

102022414

Rionaldo Sanjaya P

102012022

Felicia

102012112

Bara kerinduan

102012278

Steven Lukito Santoso

102012293

Siti Nooraida Binti Hassan

102012485

Sulaiman Binti Zaini

102012487

Mahasiswa Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 1 of 16

PENDAHULUAN
Kehamilan dan persalinan merupakan dua hal yang sangat dinantikan oleh pasangan suami-istri
dalam kehidupan berumah tangga. Dalam prosesnya, tidak jarang ditemukan kelainan dan masalah medis
dan non-medis, baik yang membahayakan nyawa maupun tidak. Salah satu diantaranya dalah adanya
perdarahan pada ibu hamil (terutama pada masa awal kehamilan), yang dapat berarti banyak hal. Tentu
perdarahan ini akan membuat sang ibu merasa sangat khawatir, dengan asumsi terburuk ibu mengalami
keguguran. Kenyataannya, tidak seluruh perdarahan kehamilan berarti sang ibu telah mengalami keguguran.
Makalah ini akan membahas mengenai perdarahan pada kehamilan, dengan fokus pada perdarahan
pada awal kehamilan. Selain itu juga akan membahas secara singkat mengenai keadaan-keadaan apa saja
yang dapat menyebabkan perdarahan pada kehamilan. Diharapkan para ibu dapat mengetahui lebih
mengenai perdarahan pada kehamilan, serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan bila telaj terjadi
perdarahan selama masa kehamilan.

PEMBAHASAN
SKENARIO
Dalam kasus PBL kali ini, kami mendapat skenario kasus sebagai berikut:
Ny. B dan suaminya adalah pasangan yang baru menikah 6 bulan lalu. Suatu hari ketika
suaminya sedang bekerja, perut Ny. M terasa mules dan keluar darah dari kemaluannya.
Sebenarnya ia sudah terlambat bulan tetapi belum memberitahu suaminya karena akan
memberi surprise pada suami tercinta.

Beberapa informasi tambahan yang kami dapat untuk membantu pembahasan adalah:
1. Hari Pertama Haid Terakhir
2. Kadar HCG

1 April 2015
+

ANAMNESIS
Untuk mengarahkan masalah pasien ke diagnosis tertentu, dibutuhkan kemampuan
mengumpulkan informasi oleh dokter. Pengumpulan informasi yang paling dasar adalah dengan
melakukan wawancara pada pasien ataupun orang terdekat pasien. Dalam ilmu kedokteran,
wawancara ini disebut dengan melakukan anamnesis. Pasien akan dapat memberikan informasi yang
lengkap dan akurat apabila merasa dokter dapat dipercaya, terutama dokter-dokter yang
menunjukkan empatinya terhadap pasien. Tentu saja, informasi yang didapatkan dari pasien harus
dijaga kerahasiannya, terkecuali beberapa bagian tertentu.1

Pelaksanaan anamnesis yang baik akan memudahkan seorang dokter untuk menentukan
diagnosis kemungkinan penyakit pasien. Dokter harus dapat memadukan informasi yang didapatkan
dari anamnesis dengan pengetahuannya mengenai gejala dan tanda-tanda sebuah penyakit. Barulah
dapat ditentukan langkah selanjutnya, baik pemeriksaan lanjutan hingga pemberian terapi yang tepat.
Maka itu, pelaksanaan anamnesis harus dilakukan secara efektif diantaranya adalah melontarkan
pertanyaan secara runut, cukup menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan penyakit, dan jangan
lupa membuat catatan-catatan mengenai informasi yang didapatkan.1
Informasi yang didapatkan bukan hanya informasi verbal (jawaban pasien), namun juga dapat
berasal dari informasi non-verbal (raut wajah, gerakan tubuh, perasaan gelisah, dan lain-lain). Walau
begitu, tidak seluruh informasi yang diberikan pasien berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.
Maka itu perlu dibedakan dengan jelas antara sakit dan penyakit. Sakit adalah perasaan tidak nyaman
yang dirasakan oleh pasien, berupa penilaian subjektif dari pasien itu sendiri. Penyakit adalah bentuk
reaksi biologik terhadap trauma, benda asing, maupun mikroorganisme, yang menyebabkan
perubahan fungsi tubuh maupun organ tubuh.
Sakit yang dirasakan pasien belum tentu berkaitan dengan penyakitnya, begitu pula sebuah penyakit
belum tentu menimbulkan rasa sakit ataupun tidak nyaman pada tubuh pasien.1
Anamnesis yang baik akan terdiri atas identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistem, dan anamnesis pribadi. Pada pasien usia lanjut, perlu
diperiksa status fungsionalnya. Pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit menahun perlu dicatat
pasang-surut penyakitnya, serta riwayat pengobatan terdahulu pasien tersebut.1
Perdarahan dari vagina dapat berasal dari dinding vagina sendiri, walau lebih sering karena
perdarahan dari organ lain sepanjang traktus genitalis wanita tersebut. Perdarahan ini dapat terjadi
pada usia berapapun, dan bila terjadi pada pasien hamil tidak selalu berhubungan dengan
kehamilannya. Perdarahan abnormal pada siklus menstruasi (darah terlalu banyak, sakit) dan di luar
siklus menstruasi juga harus dicari penyebabnya.2
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang ditanyakan pada kasus perdarahan kehamilan:2-8
1. Apakah pasien yakin hamil?2
a. Kapan hari pertama haid terakhir (HPHT)?
b. Apakah pernah melakukan antenatal care (ANC)?
2. Kapan terjadi perdarahan?2,3

a. Apakah darah hanya keluar ketika berkemih?


3. Bagaimana karakteristik darah yang keluar?2,3
a. Warna darah yang keluar (merah segar atau kecoklatan)?
b. Apakah ada jaringan yang ikut keluar bersama darah?
Bila memungkinkan, periksa jaringan (villi chorialis, jaringan fetus)
4. Berapa banyak darah yang keluar?2,3
a. Apakah terdapat tanda-tanda anemia?
b. Apakah terdapat ketidak stabilan hemodinamik?
5. Memiliki faktor risiko kehamilan ektopik?2,3
a. Ada nyeri di daerah perut?
b. Pernah mengalami operasi tuba?
c. Ada alat intrauterin?
d. Riwayat penyakit panggul?

6. Memiliki faktor risiko terjadinya keguguran?3


a. Usia ibu terlalu muda/ terlalu tua?
b. Ada riwayat keguguran sebelumnya (termasuk dalam keluarga)?
c. Ibu mengkonsumsi rokok, alkohol, dan/atau obat-obatan lain?
d. Apakah ibu menderita obesitas?
e. Menggunakan obat-obat yang bisa membahayakan kehamilan?
f. Adanya ketidak cocokan antara ibu dan janin?
g. Adanya penyakit-penyakit tertentu:
i. Diabetes mellitus4
ii. Polycyctic ovary syndrome5
iii. Hipothyroidisme6
iv. Penyakit yang dapat menular secara vertikal (rubella, chlamydia)6
v. Penyakit autoimun7
vi. Mycoplasma genitalium8
PEMERIKSAAN FISIK
Informasi yang didapatkan dalam anamnesis akan dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan
fisik.Pemeriksaan fisik umum mencakup pemeriksaan visual (Inspeksi), pemeriksaan raba (Palpasi),
pemeriksaan ketuk (Perkusi), dan pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi). Saat
akan melakukan pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dokter wajib meminta izin pasien, terutama bila
pasien diharuskan membuka pakaian. Dokter harus menunjukkan sikap sopan dan hormat, serta tidak
menunjukkan kekakuan dan canggung. Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan senyaman
mungkin, mulai dari melihat keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, bagian tubuh terkait.9

Keadaan umum pasien dilihat melalui ekspresi wajahnya, cara berjalan, maupun tanda-tanda
lain yang langsung terlihat ketika kita bertemu pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas sakit
ringan, sakit sedang, maupun sakit berat. Ini pun dapat membantu kita menilai apakah keadaan
pasien termasuk keadaan darurat medik atau bukan. Selain itu pada pasien dapat juga dilihat keadaan
gizi dan habitus - pasien dengan berat dan bentuk badan ideal disebut Atletikus, pasien yang kurus
adalah Astenikus, dan pasien gemuk Piknikus. Baiknya diukur Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien,

yaitu

IMT=

Berat Badan(kg)

. IMT ideal berkisar antara 18,525.9


2

( Tinggi badan ( cm ) )

Kesadaran pasien juga sebaiknya diukur, dengan melihat respon pasien terhadap rangsangan
visual, auditorik, maupun taktil. Berikut adalah tingkat-tingkat kesadaran:9
a. Compos Mentis
Sadar sepenuhnya terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya
b. Apatis
Pasien nampak segan dan acuh tak acuh pada lingkungannya
c. Delirium
Penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur, dimana pasien nampak
gaduh, gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-ronta
d. Somnolen (Lethargy, Obtundasi, Hipersomnia)
Keadaan mengantuk yang masih dapat pulih kembali selama ada rangsangan
e. Sopor (Stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih terbangun oleh rangsang kuat (nyeri) walau
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberi respon verbal yang baik
f. Semi-koma (Koma ringan)
Penurunan kesadaran, tidak ada respon verbal, tidak dapat dibangunkan sama sekali, tapi
refleks pupil masih baik dan respon nyeri ada walau tidak adekuat
g. Koma
Penurunan kesadaran sangat dalam, tidak ada gerakan spontan maupun respon nyeri
Perlu juga diperiksa tanda-tanda vital pasien, antara lain adalah:9
1) Suhu
Suhu normal berkisar antara 36-37C, lebih rendah pada pagi hari
2) Tekanan Darah
Diukur dengan sfignomanometer, pada 1,5 cm diatas fossa kubiti
3) Nadi
Diukur pada palpasi arteri radialis, normal 80-100x per menit dengan irama reguler
4) Frekuensi Pernafasan
Normalnya nafas 16-24x per menit
Pada perdarahan dalam kehamilan, perlu diperiksa beberapa hal berikut ini:10

1. Tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan nyeri abdomen
3. Inspeksi perineum
a. Menentukan jumlah perdarahan
b. Ada-tidaknya tanda-tanda trauma dan lesi
4. Pemeriksaan dengan spekulum
a. Menentukan sumber perdarahan (vagina, cervix, uterus)
b. Menentukan jumlah perdarahan
c. Inspeksi cervix (dilatasi, tumor, lesi, keluarnya jaringan)
5. Pemeriksaan bimanual
a. Memperkirakan ukuran, bentuk, posisi, dan konsistensi uterus
b. Pemeriksaan ada/tidaknya massa di adneksa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan kadar hCG2
Memastikan bahwa pasien memang benar dalam keadaan hamil (bukan hanya amenorrhea)
Kadar hCG berlipat ganda setiap 36-48 jam, dan mencapai puncaknya pada usia 11 minggu
(100.000 U/mL)
Kegagalan kenaikan kadar hCG menunjukkan kehamilan yang abnormal
2. Pemeriksaan darah lengkap2
Dilakukan bila terjadi perdarahan banyak dan lama, untuk mengecek status hemodinamik ibu
3. Pemeriksaan ultrasound11
Memeriksa keadaan rahim ibu dan janin (bila memang terjadi kehamilan)
Curiga terjadi kasus keguguran bila hasil pemeriksaan menunjukkan
a. Panjang kepala-bokong kurang dari 7 mm
b. Tidak ada denyut jantung janin
c. Diameter kantung kehamilan 16-24 mm, tanpa janin
d. Tidak adanya denyut jantung janin 7-10 hari setelah pemeriksaan USG
e. Tidak adanya janin setelah 6 minggu dari haid terakhir
DIAGNOSA KERJA
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien di diagnosis
menderita Keguguran.
Perdarahan dari vagina semasa kehamilan tidak berarti pasien mengalami keguguran. Selama
trimester pertama, 15-25% wanita akan mengalami perdarahan dari vagina, dimana setengahnya
akan mengalami keguguran. Ada beberapa penyebab perdarahan pada wanita hamil, termasuk
pecahnya vena kecil pada pinggir luar plasenta dan kehamilan ektopik. Disinilah dibutuhkan
pemeriksaan USG untuk membedakan kedua kasus tersebut.12
Keguguran, disebut juga abortus spontan, adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu atau
berbobot kurang dari 500 gram. Perdarahan pervaginam adalah gejala yang paling sering timbul,
baik dengan maupun tanpa rasa sakit. Darah yang muncul dapat berupa bercak-bercak, flek
coklat/merah, hingga perdarahan segar. Selain perdarahan, dapat juga keluar jaringan janin dari
vagina. Dampak psikologis yang muncul pada ibu termasuk sedih, cemas, dan perasaan bersalah.12,13

Perdarahan mayoritas berasal dari ibu, dimana perdarahan saat kehamilan disebut threatened
abortion (terancam gugur). Sekitar setengah dari ibu yang datang dengan keluhan perdarahan akan
mengalami keguguran. Pemeriksaan dengan ultrasound (USG) dan pemeriksaan hCG membantu
dalam mendiagnosis terjadinya suatu keguguran. Pada wanita yang pernah mengalami keguguran
dan/atau menjalani Assisted Reproductive Technology (ART), harus diawasi dengan lebih ketat
karena risiko mereka untuk mengalami aborsi lebih tinggi.13
Risiko terjadinya keguguran juga meningkat seiring adanya keadaan-keadaan tertentu pada
ibu, yang nanti akan dibahas lebih lanjut. Pencegahan terjadinya keguguran dapat dilakukan dengan
pemeriksaan ANC yang rutin, walau pada 7-14 hari pertama tidak ada metode pencegahan yang
pasti. Sekitar setengah dari kasus keguguran akan keluar sempurna dengan sendirinya. Beberapa
pilihan tindakan medis, seperti kuretase, dapat dilakukan untuk mengatasi kasus keguguran yang
tidak dikeluarkan secara sempurna.14
Keguguran sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, yakni:2,6,14
A. Threatened miscarriage (Terancam gugur)
Adanya perdarahan sebelum tercapainya usia kehamilan yang cukup (dibawah 20 minggu).
Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah pasien benar mengalami
keguguran.
B. Blighted ovum/ Anembryonic pregnancy (Kehamilan kosong)
Keadaan dimana kantung ketuban berkembang secara normal, namun janin tidak ada/
berhenti tumbuh pada usia yang sangat muda.
C. Inevitable miscarriage (Keguguran tak terelakkan)
Keadaan dimana cervix sudah terbuka, namun janin belum keluar. Biasanya akan berlanjut
menjadi keguguran sempurna.
D. Complete miscarriage (Keguguran sempurna)
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan secara sempurna. Hasil konsepsi termasuk janin,
plasenta, kantung ketuban dan cairan ketuban, serta kantung kuning telur.
E. Incomplete miscarriage (Keguguran tak sempurna)
Sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan, namun sebagian lagi masih berada dalam uterus.
Untuk memastikan apakah masih terdapat sisa-sisa hasil konsepsi dalam uterus, dapat
digunakan USG transvaginal.
F. Missed miscarriage/ Delayed miscarriage (Kegagalan kehamilan dini)
Janin sudah meninggal dalam kandungan, namun belum terjadi mekanisme keguguran.
G. Septic miscarriage (Keguguran septik)
Jaringan dari kegagalan kehamilan dini atau keguguran tak sempurna terinfeksi, yang berisiko
menyebar ke rahim dan akhirnya ke seluruh tubuh ibu.
H. Recurrent Pregnancy Loss/ Recurrent Miscarriage (Keguguran berulang)
Terjadinya keguguran sebanyak tiga kali (atau lebih) yang berturut-turut. Mayoritas ibu (85%)
yang sudah mengalami keguguran sebanyak 2 (dua) kali akan dapat hamil normal pada
kelahiran ke tiga dan seterusnya.
DIAGNOSA BANDING

1. Kehamilan Ektopik Terganggu


Tertanamnya hasil konsepsi di luar rahim, biasanya dalam tuba fallopi. Tingkat
kejadiannya bervartiasi antara 16-19 kali per 1000 kehamilan, yang ditentukan dengan
faktor risiko. Gejala klinisnya terdiri atas amenorrhea, perdarahan pervaginam yang tidak
teratur, dan nyeri perut bawah. Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan berdasarkan
riwayat, pemeriksaan fisik, kadar HCG dan USG panggul.10
Faktor Risiko
Riwayat kehamilan ektopik
Pernah operasi tuba
Ligasi tuba
Kelainan tuba
Terpapar DES dalam rahim
Penggunaan IUD
Infertilitas
Riwayat penyakit panggul
Merokok
Operasi panggul/ abdomen
Bersetubuh usia muda (<18 tahun)

Rasio
6.0 11.5
9.3 47.0
3.0 139.0
3.5 25.0
2.4 13.0
1.1 45.0
1.1 28.0
2.1 3.0
2.3 3.9
0.93 3.90
1.1 2.5

Tabel 1. Rasio Kemungkinan Faktor Risiko untuk Kehamilan Ektopik10


Kegagalan mendiagnosis dini kehamilan ektopik dapat berakibat fatal, termasuk ruptur
jaringan (biasanya tuba fallopi), perdarahan intraperitoneal, dan kematian ibu.10
2. Penyakit Trofoblastik Gestasional (PTG)
Terdiri atas berbagai jenis kelainan trofoblastik yang berproliferasi secara abnormal.
Kelainan ini memiliki beberapa kesamaan dengan keganasan. Yang termasuk PTG
diantaranya adalah mola hidatidosa, neoplasia neoplastic gestasional persisten/ invasif,
choriocarcinoma, dan tumor trofoblastik.10

Dari seluruh kelainan tersebut, yang paling sering muncul adalah mola hidatidosa (90%).
Jumlah kejadian PTG bervariasi di seluruh dunia, dengan angka kejadian tertinggi di
Amerika Utara dan Eropa (66-121 per 100.000 kehamilan) dan terendah di Amerika Latin
dan Asia (23-81 per 100.000 kehamilan).10
Gejala yang paling sering timbul adalah perdarahan pervaginam (84% pasien), diikuti
pembesaran rahim, nyeri panggul, hyperemesis gravidarum, hipertiroid, dan anemia. Pada
pemeriksaan penunjang, didapatkan kadar hCG yang meningkat sangat tinggi dan
pemeriksaan USG yang abnormal (pada mola didapatkan snow-storm appearance atau
honeycomb appearance).10

Penatalaksanaan PTG bergantung pada diagnosa pasti, ada-tidaknya penyebaran, usia


pasien, serta apakah pasien masih ingin memiliki anak lagi. Beberapa tindakan yang bisa
dilakukan termasuk pengangkatan rahim dan kemoterapi.10
3. Lesi
Termasuk diantaranya polip cervix, erosi cervix, keganasan cervix, dan vaginitis. Infeksi
maupun peradangan vaginadapat menyebabkan perdarahan kapanpun semasa kehamilan.
Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan langsung hingga kultur/ biopsi lesi.10
4. Perdarahan Implantasi
Suatu keadaan yang sering terjadi dalam kehamilan trimester pertama, dan diagnosisnya
diambil sebagai pilihan terakhir. Terjadi sekitar 4 minggu setelah menstruasi terakhir,
disebabkan karena telur yang dibuahi terimplantasi ke dalam dinding endometrium.
Perdarahan yang terjadi ringan, dan sering dikira sebagai sekedar darah menstruasi.10
EPIDEMIOLOGI
Pada wanita yang mengetahui bahwa mereka hamil, tingkat terjadinya aborsi berkisar antara
10-20%, namun pada seluruh kehamilan tingkat aborsi berkisar antara 30-50%. Menentukan jumlah
aborsi yang terjadi secara tepat tidaklah memungkinkan, karena banyak terjadi keguguran sebelum
ibu mengetahui bahwa ia hamil. Ditambah lagi, mereka yang mengalami perdarahan akan lebih
mencari pertolongan dibanding ibu yang tidak ada perdarahan selama kehamilan. Suatu kajian
menunjukkan bahwa risiko keguguran pada usia kehamilan 5-20 minggu berkisar antara 11-22%.
Prevalensi terjadinya keguguran juga meningkat seiring meningkatnya usia ibu.15
Untuk perdarahan pervaginam sendiri, seperti dijelaskan sebelumnya, sekitar 25% wanita
akan mengalami perdarahan pada trimester pertama. Dari jumlah itu, 50% akan mengalami
keguguran, 40% akan mengalami kehamilan yang normal, dan 10% merupakan kasus kehamilan
ektopik terganggu.16
ETIOLOGI
Kegagalan kehamilan dapat terjadi karena banyak faktor. Keguguran yang terjadi pada
trimester pertama dapat terjadi karena adanya kelainan kromosom,17 kelainan genetik, dan
abnormalitas progesteron.6 Sekitar 30-40% kasus keguguran trimester awal terjadi bahkan sebelum
wanita tersebut mengetahui ia hamil. Pada kasus kelainan kromosom, keguguran biasa terjadi
sebelum usia janin mencapai 13 minggu.17 Kelainan genetik biasanya berhubungan dengan riwayat
keguguran berulang pada keluarga ibu. Kadar progesteron yang terlalu rendah yang terdeteksi pada
ibu dapat ditanggulangi dengan pemberian progesteron dalam trimester pertama.6 Perdarahan pada

kehamilan sendiri dapat terjadi akibat implantasi yang terlalu dalam (rupturnya pembuluh darah
endometrium) ataupun adanya pelepasan plasenta.16
PATOFISIOLOGI
Tanpa memperdulikan penyebabnya, keguguran terjadi dengan jalan yang sama. Kematian
janin akan menyebabkan turunnya produksi hormon-hormon plasenta. Akibatnya terjadi perdarahan
kedalam desidua dan kematian dari jaringan sekitar. Darah terkumpul antara plasenta dan desidua
basalis, mengakibatkan terlepasnya hasil-hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang terlepas ini akan
dianggap sebagai benda asing dalam tubuh ibu, yang menstimulasi kontraksi rahim untuk
mengeluarkan benda asing ini. Rahim akan terus berdarah hingga seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan. Setelah seluruh hasil konsepsi selesai dikeluarkan, rahim akan berkontraksi lagi,
menekan pembuluh darah dan menghentikan perdarahan.16
FAKTOR RISIKO
1. Kehamilan ganda6
Semakin banyak jumlah janin dalam kehamilan, maka risiko terjadinya keguguran meningkat
2. Penyakit
a. Diabetes mellitus4
Risiko keguguran meningkat sebanyak 3,1% pada ibu dengan DM tidak terkontrol
b. Polycyctic ovary syndrome5
Keabsahan informasi ini masih dipertanyakan
c. Hipothyroidisme6
Semakin rendah tingkat tiroid meningkatkan risiko terjadinya keguguran
d. Penyakit menular6
Penyakit yang dapat menular secara vertikal (rubella, chlamydia)
e. Penyakit autoimun7
Dapat meningkatkan risiko keguguran, terutama pada kehamilan berulang.
Termasuk diantaranya inkompatibilitas golongan darah (ABO dan Rhesus)
f. Mycoplasma genitalium8
Infeksi meningkatkan kemungkinan kelahiran prematur dan aborsi spontan
3. Merokok18
Baik ibu maupun ayah, merokok meningkatkan risiko terjadinya keguguran. Bila ayah
merokok <20 batang per hari, risiko keguguran meningkat 4%. Namun bila ayah merokok
20 batang per hari, risiko terjadi keguguran meningkat 81%.
4. Usia19
Usia lanjut (diatas 35 tahun) meningkatkan risiko terjadinya keguguran.
5. Morning sickness/ Mual-muntah20

Adanya mual-mual selama kehamilan menurunkan risiko terjadinya keguguran. Mual


kehamilan dikorelasikan dengan mekanisme defensif ibu untuk mencegah pencernaan
makanan yang dapat berbahaya bagi janin.
6. Olahraga21
Olahraga yang berlebihan pada ibu dengan usia kehamilan 18 minggu meningkatkan risiko
keguguran olahraga selama 1,5 jam per minggu meningkatkan risiko keguguran 10%, dan
olahraga 7 jam per minggu meningkatkan risiko keguguran 200%. Setelah 18 minggu, tidak
diketahui adanya korelasi antara olahraga dengan keguguran.
7. Kafein22
Konsumsi kafein diketahui meningkatkan risiko keguguran, semakin tinggi kafein yang
diminum, semakin tinggi juga tingkat kegugurannya. Konsumsi kafein sebanyak 200 mg per
hari (300 mL kopi atau 740 mL teh) meningkatkan risiko keguguran hingga 25%.
8. Seks selama hamil23
Hubungan seks yang dilakukan dalam trimester pertama sering diduga menjadi penyebab
keguguran, namun hal ini belum dapat dibuktikan maupun dibantah.
9. Kokain24
Konsumsi kokain meningkatkan kejadian keguguran.
10. Trauma fisik, terpapar zat berbahaya, penggunaan IUD23
Terjadinya tiga hal ini dalam kehamilan meningkatkan kejadian keguguran.
11. Displasia cervix25
Tindakan Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) untuk menangani displasia
cervix 1 tahun sebelum kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus hingga 18%.
12. Obat-obat antidepresan26
Obat antidepresan seperti paroxetine dan venlafaxine dapat menyebabkan keguguran.
KOMPLIKASI & PROGNOSIS
Dampak yang akan terjadi pada ibu setelah mengalami keguguran antara lain adalah:
1. Psikologis27

Banyak ibu yang stress karena tidak dapat menerima kenyataan ia telah mengalami
keguguran. Jumlah ini semakin berkurang sesuai waktu setelah terjadi keguguran:
a. Segera setelah keguguran
55%
b. 3 bulan setelah keguguran
25%
c. 6 bulan setelah keguguran
18%
d. 12 bulan setelah keguguran
11%
Selain rasa kehilangan, kurangnya empati dari orang sekitar juga menjadi faktor penting
dalam menangani stress pasca keguguran. Mereka yang tidak pernah mengalami
keguguran tidak dapat memahami, dan cenderung menghindari topik kehamilan dan
keguguran dalam perbincangan. Hal ini dapat membuat ibu merasa tersingkirkan dan
dijauhkan dalam interaksi sosial. Setelah keguguran, pasien dapat merasa sulit untuk
berhubungan dengan ibu hamil dan/atau anak kecil, membuat hubungan pasien dengan
teman dan keluarga menjadi kurang baik.
2. Penyakit kardiovaskular28
Terdapat hubungan yang berarti antara riwayat keguguran dengan munculnya penyakit
arteri koroner pada kemudian hari. Namun yang muncul adalah penyakit arteri koroner,
bukan penyakit cerebrovaskular.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
a. Analgesik14
Dapat dikonsumsi bila terdapat nyeri yang mengganggu
b. Prostaglandin29
Penggunaan prostaglandin (misoprostol) dapat membantu proses gugurnya hasil
konsepsi terjadi lebih cepat (beberapa hari)
c. Rho(D) Immune Globulin30
Dapat digunakan pada wanita dengan Rh- yang menikah dengan pria Rh+

Non-Medikamentosa
a. Istirahat total31
Walau dulu disarankan agar wanita dengan perdarahan untuk beristirahat total,
namun terbukti hal ini tidak lagi berguna
b. Konsultasi14
Pada wanita hamil, disarankan melakukan konsultasi secepatnya bila ditemukan
perdarahan, baik ringan, sedang, maupun perdarahan hebat. Pada perdarahan
hebat juga harus dilakukan penanganan gawat darurat
c. Watchful waiting/ Observasi29
Tanpa tindakan pun, kasus keguguran akan selesai dengan sendirinya dalam 2-6
minggu. Walau meningkatkan risiko perdarahan dan keguguran tak sempurna,

observasi dapat dilakukan untuk menghindari efek samping dan komplikasi


pengobatan serta pembedahan
d. Pembedahan
Cara tercepat untuk menyelesaikan proses keguguran, serta memperpendek masa
& beratnya perdarahan
e. Aspirasi vakum
Menghisap hasil konsepsi dan isi rahim melalui cervix
f. Kuretase
Melebarkan cervix, kemudian mengosongkan isi rahim dengan memotong dan
mengeluarkan melalui teknik bedah. Kuretase memiliki risiko komplikasi yang
lebih tinggi dibanding tindakan non-bedah lain
Edukasi dan Pencegahan
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pasien untuk mengurangi risiko keguguran:
1) Antenatal Care (ANC)/ Kontrol kehamilan14
Kontrol yang baik harus dilakukan, dimana bila ada keluhan pada ibu (termasuk
perdarahan dari vagina) langsung dapat ditangani dengan baik
2) Faktor risiko18-26
Mernghindari faktor risiko dapat menurunkan angka kemungkinan terjadinya
keguguran secara signifikan
3) Investigasi27
Mengetahui penyebab keguguran yang terjadi sekarang, mencegah terjadinya
keguguran karena penyebab yang sama di kehamilan berikutnya
4) Suplemen vitamin32
Tidak terbukti efektif dalam mencegah keguguran

PENUTUP
Perdarahan saat kehamilan merupakan salah satu kejadian yang paling membuat ibu merasa tidak
nyaman, karena ibu takut telah terjadi kegagalan kehamilan (aborsi). Untuk itu diperlukan informasi yang
tepat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan USG dapat menjadi patokan untuk menilai
seseorang sudah mengalami keguguran atau belum. Perdarahan vaginam tidak selalu berarti keguguran.
Namun bila sudah terjadi keguguran, kita dapat menunggu proses alamiah, atau membantu pengeluaran hasil
konsepsi dengan kuretase. Kedepannya, dampak psikologis pada ibu lah yang paling berat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiyohadi B, Supartondo. Anamnesis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta Pusat: InternaPublishing; 2009.
Bab 8, Anamnesis; h.25-28
2. White E. Vaginal bleeding in early pregnancy. In: Angelini DJ, LaFontaine D. Obstetric triage and
emergency care protocols. New York: Springer Publishing Company; 2013. Ch 4, Vaginal bleeding
in pregnancy; p.29-38
3. Gracia CR, Sammel MD, Chittams J, Hummel AC, Shaunik A, Barnhart KT (2005). "Risk Factors

for Spontaneous Abortion in Early Symptomatic First-Trimester Pregnancies". Obstetrics &


Gynecology 106 (5, Part 1): 9939. doi:10.1097/01.AOG.0000183604.09922.e0. PMID 16260517
4. Mills JL, Simpson JL, Driscoll SG, Jovanovic-Peterson L, Van Allen M, Aarons JH, Metzger B,
Bieber FR, Knopp RH, Holmes LB (1988). "Incidence of Spontaneous Abortion among Normal
Women and Insulin-Dependent Diabetic Women Whose Pregnancies Were Identified within 21 Days
of Conception". New England Journal of Medicine 319 (25): 161723.
doi:10.1056/NEJM198812223192501. PMID 3200277
5. Boomsma CM, Fauser BC, Macklon NS (January 2008). "Pregnancy complications in women with
polycystic ovary syndrome.". Seminars in reproductive medicine 26 (1): 7284. doi:10.1055/s-2007992927. PMID 18181085
6. "Miscarriage: Causes of Miscarriage". HealthCentral.com. Retrieved July 26, 2012.taken word-forword from pp. 3479 of: "What To Do When Miscarriage Strikes". The PDR Family Guide to
Women's Health and Prescription Drugs. Montvale, NJ: Medical Economics. 1994. pp. 34550.
ISBN 1-56363-086-9
7. Gleicher N, Weiner R, Vietzke M (2006). "The impact of abnormal autoimmune function on
reproduction: Maternal and fetal consequences". Journal of Autoimmunity 27 (3): 1615.
doi:10.1016/j.jaut.2006.08.003. PMID 17029731
8. Lis, R.; Rowhani-Rahbar, A.; Manhart, L. E. (2015). "Mycoplasma genitalium Infection and Female
Reproductive Tract Disease: A Meta-Analysis". Clinical Infectious Diseases. doi:10.1093/cid/civ312.
ISSN 1058-4838
9.
10. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta Pusat:
InternaPublishing; 2009. Bab 9, Pemeriksaan fisis umum; h.29-53.
11. Aslih N, Walfisch A. Clinical approach to pregnancy-related bleeding. In: Sheiner EK. Bleeding
during pregnancy: a comprehensive guide. London: Springer Science & Business Media; 2011. Ch 1,
Clinical approach to pregnancy-related bleeding; p.3-11
12. Doubilet PM, Benson CB, Bourne T, Blaivas M, Barnhart KT, Benacerraf BR, Brown DL, Filly RA,
Fox JC, Goldstein SR, Kendall JL, Lyons EA, Porter MB, Pretorius DH, Timor-Tritsch IE (2013).
"Diagnostic Criteria for Nonviable Pregnancy Early in the First Trimester". New England Journal of
Medicine 369 (15): 14431451. doi:10.1056/NEJMra1302417. PMID 24106937.
13. Snell, BJ (NovDec 2009). "Assessment and management of bleeding in the first trimester of
pregnancy.". Journal of midwifery & women's health 54 (6): 48391.
doi:10.1016/j.jmwh.2009.08.007. PMID 19879521
14. Gracia CR, Sammel MD, Chittams J, Hummel AC, Shaunik A, Barnhart KT (2005). "Risk Factors
for Spontaneous Abortion in Early Symptomatic First-Trimester Pregnancies". Obstetrics &
Gynecology 106 (5, Part 1): 9939. doi:10.1097/01.AOG.0000183604.09922.e0. PMID 16260517.
15. Oliver, A; Overton, C (May 2014). "Diagnosis and management of miscarriage.". The Practitioner
258 (1771): 258, 3. PMID 25055407
16. Ammon Avalos L, Galindo C, Li DK (June 2012). "A systematic review to calculate background
miscarriage rates using life table analysis.". Birth defects research. Part A, Clinical and molecular

teratology 94 (6): 41723. doi:10.1002/bdra.23014. PMID 22511535


17. Mick NW, Peters JR, Egan D, Nadel ES, Walls R, Silvers S. Vaginal bleeding in first trimester. In:
Mick NW, Peters JR, Egan D, Nadel ES, Walls R, Silvers S. Blueprints emergency medicine.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. Ch 38, Vaginal bleeding in first trimester; p.140-2
18. Kajii T, Ferrier A, Niikawa N, Takahara H, Ohama K, Avirachan S (1980). "Anatomic and
chromosomal anomalies in 639 spontaneous abortuses". Human Genetics 55 (1): 8798.
doi:10.1007/BF00329132. PMID 7450760
19. Venners SA, Wang X, Chen C, Wang L, Chen D, Guang W, Huang A, Ryan L, O'Connor J, Lasley B,
Overstreet J, Wilcox A, Xu X (2004). "Paternal Smoking and Pregnancy Loss: A Prospective Study
Using a Biomarker of Pregnancy". American Journal of Epidemiology 159 (10): 9931001.
doi:10.1093/aje/kwh128. PMID 15128612
20. Bray I, Gunnell D, Davey Smith G (2006). "Advanced paternal age: How old is too old?". Journal of
Epidemiology & Community Health 60 (10): 8513. doi:10.1136/jech.2005.045179. PMC 2566050.
PMID 16973530
21. Furneaux EC, Langley-Evans AJ, Langley-Evans SC (2001). "Nausea and Vomiting of Pregnancy:
Endocrine Basis and Contribution to Pregnancy Outcome". Obstetrical and Gynecological Survey 56
(12): 77582. doi:10.1097/00006254-200112000-00004. PMID 11753180
22. Madsen M, Jrgensen T, Jensen ML, Juhl M, Olsen J, Andersen PK, Nybo Andersen AM (2007).
"Leisure time physical exercise during pregnancy and the risk of miscarriage: A study within the
Danish National Birth Cohort". BJOG 114 (11): 141926. doi:10.1111/j.1471-0528.2007.01496.x.
PMC 2366024. PMID 17877774
23. Weng X, Odouli R, Li DK (2008). "Maternal caffeine consumption during pregnancy and the risk of
miscarriage: a prospective cohort study". Am. J. Obstet. Gynecol. 198 (3): 279.e18.
doi:10.1016/j.ajog.2007.10.803. PMID 18221932. Lay summary The New York Times (January 20,
2008)
24. Moscrop A. Can sex during pregnancy cause a miscarriage? A concise history of not knowing. Br J
Gen Pract. 2012 Apr;62(597) e308-10. doi: 10.3399/bjgp12X636164
25. Ness RB, Grisso JA, Hirschinger N, Markovic N, Shaw LM, Day NL, Kline J (1999). "Cocaine and
Tobacco Use and the Risk of Spontaneous Abortion". New England Journal of Medicine 340 (5):
3339. doi:10.1056/NEJM199902043400501. PMID 9929522
26. Conner SN, Cahill AG, Tuuli MG, Stamilio DM, Odibo AO, Roehl KA, Macones GA (2013).
"Interval from loop electrosurgical excision procedure to pregnancy and pregnancy outcomes".
Obstet Gynecol 122 (6): 11549. doi:10.1097/01.AOG.0000435454.31850.79. PMC 3908542. PMID
24201682
27. Nakhai-Pour HR, Broy P, Brard A (2010). "Use of antidepressants during pregnancy and the risk of
spontaneous abortion". Canadian Medical Association Journal 182 (10): 10317.
doi:10.1503/cmaj.091208. PMC 2900326. PMID 20513781
28. Lok IH, Yip AS, Lee DT, Sahota D, Chung TK (2010). "A 1-year longitudinal study of psychological
morbidity after miscarriage". Fertility and Sterility 93 (6): 196675.
doi:10.1016/j.fertnstert.2008.12.048. PMID 19185858
29. Oliver-Williams CT, Heydon EE, Smith GC, Wood AM (2013). "Miscarriage and future maternal

cardiovascular disease: A systematic review and meta-analysis". Heart 99 (22): 16361644.


doi:10.1136/heartjnl-2012-303237. PMC 3812894. PMID 23539554
30. Kripke C (2006). "Expectant management vs. surgical treatment for miscarriage". American Family
Physician 74 (7): 11256
31. Royal College of Obstetric and Gynecologists (March 2011). "The Use of Anti-D Immunoglobulin
for Rhesus D Prophylaxis" (PDF). p. 5
32. Tien JC, Tan TY (2007). "Non-surgical interventions for threatened and recurrent miscarriages".
Singapore medical journal 48 (12): 107490; quiz 1090. PMID 18043834
33. Rumbold A, Middleton P, Pan N, Crowther CA (Jan 19, 2011). "Vitamin supplementation for
preventing miscarriage.". Cochrane database of systematic reviews (Online) (1): CD004073.
doi:10.1002/14651858.CD004073.pub3. PMID 21249660

Anda mungkin juga menyukai