Anda di halaman 1dari 13

Eklampsia pada Kehamilan

Kelompok A4
Shylfera Rahmi

102009227

Irini Damayanti

102011347

Jeffry Rulyanto M. Simamora

102011414

Rionaldo Sanjaya P

102012022

Felicia

102012112

Bara Kerinduan

102012278

Steven Lukito Santoso

102012293

Siti Nooraida Binti Hassan

102012485

Sulaiman Bin Zaini

102012487

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta 11510

Pendahuluan
Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Penyebab kematian ibu yang utama adalah
perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Rendahnya pengetahuan ibu
terhadap kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan juga menjadi sebab
tingginya kematian ibu selain pelayanan dan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk.
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung
oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul
sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita
hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma dan
sebelumnya menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.
Anamnesis
Identitas: Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna dan golongan sosial ekonomi
rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya meningkat pada
wanita diatas 35 tahun. Pada skenario identitas pasien: Perempuan berusia 18 tahun.
KU: Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang
(eklampsia) karena tidak terdeteksi adanya pre-eklampsia sebelumnya. Pada umumnya kejang
1

didahului oleh makin memburuknya pre-eklamsia dan terjadinya gejala seperti Kenaikan tekanan
darah, pengeluaran protein dalam urine, edema kaki, tangan sampai muka.
RPS: Bisa ditanyakan apakah ada terjadi gejala subjektif seperti: sakit kepala, penglihatan kabur,
nyeri pada epigastrium, sesak nafas dan berkurangnya pengeluaran urin.
RPD: Terutama penyakit yang meningkatkan faktor resiko preeklamsia dan eklamsia seperti
Diabetes Mellitus, Infeksi Saluran kemih, hipertensi, penyakit ginjal dan Mola hydatidiform .
Tanyakan juga pertanyaan untuk menyingkirkan kejang karena sebab lain seperti apakah sebelumnya
pernah menderita epilepsi, trauma kepala, penyakit serebrovaskular, tumor serebri atau meningitis
maupun ensefalitis
RPK: Apakah dalam keluarga ada riwayat DM, kehamilan kembar, pre-eclampsia atau eclampsia,
dan hipertensi.
RO: Terapi yang sedang dijalankan (mungkin dalam pengobatan akibat DM, hipertensi, atau untuk
penyakit yang sekarang sedang dialami) 1
Anamnesa Ginekologi: Riwayat menstruasi (usia saat pertama kali haid, teratur atau tidak, kapan
terakhir haid, bagiamana jika sedang haid apakah sakit serta jumlah darah banyak atau sedikit atau
normal)
Jika pernah hamil sebelumnya, tanyakan riwayat kehamilan terdahulu
-

Jumlah anak berapa, apakah kembar (atau punya riwayat kembar dalam keluarga)

Gangguan saat kehamilan (abortus spontan, mola hidatidosa, pre-eclampsia, dll)

Proses saat melahirkan (per vaginam atau secio caesaria)

Kontrasepsi yang pernah digunakan (berapa lama, tipe, efek samping)

Jumlah pasangan (sexual partner)

Kehamilan yang dulu ditangani dimana, oleh siapa, dan bagaimana

Pemeriksaan Fisik1-4
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital dan keadaan
umum pasien. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital bisa didapatkan peningkatan tekanan darah yaitu
>140/90mmHg, kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial.
Pemeriksaan obstetric
Inspeksi
Perhatikan distensi abdomen akibat uterus hamil yang muncul dari panggul . Perhatikan juga
-

: Asimetris, Gerakan janin, Jaringan parut bedah


Tanda-tanda kehamilan di kulit termaksud: Linea nigra (garis hitam ) yang terbentang dari
simfisis pubis kea rah atas di garis tengah, Garis-garis peregangan merah akibat kehamilan
sekarang (striae gravidarum), Garis-garis peregangan putih (striae alba) dari kehamilan

sebelumnya, Daerah yang lain mungkin mengalami pigmentasi pada kehamilan misalnya
putting payudara, vulva , umbilicus , dan jaringan parut baru di abdomen.

Palpasi
Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopord yang terdiri dari 4 bagian ;
a.

Leopold I
-

Pasien tidur telentang dengan lutut ditekuk

Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien menghadap kearah kepala pasien

Uterus dibawa ketengah (kalau posisinya miring)

Dengan kedua tangan tentukan tinggi fundus

Dengan satu tangan tentukan bagian apa dari anak yang terletak dalam fundus

Kepala berbentuk bulat, keras dan ada ballottement. Bokong konsistensinya lunak, tidak
begitu bulat dan tidak ada ballottement. Pada letak lintang, fundus kosong.

b.

Leopold II
-

Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

Kedua tangan pindah kesamping uterus.

Dengan kedua belah jari-jari uterus ditekan ketengah untuk


menentukan dimana letak punggung anak : kanan atau kiri.(Punggung anak memberikan
tahanan terbesar)

Pada letak lintang dipinggir kanan kiri uterus terdapat kepala atau
bokong.

c.

Leopold III
-

Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi bagian bawah (kepala
atau bokong).

Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti bagian tersebut belum
terpegang oleh panggul.

d.

Leopold IV
-

Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.

Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk kedalam panggul.

Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala masuk panggul.

Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk kedalam rongga panggul.

Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah masuk panggul.
Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.

Auskultasi

Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler). Pada auskultasi bisa
didengar bermacam bunyi :
a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.
b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.
Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12 minggu sedang dengan
stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26 minggu. Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 140 per menit. Frekuensi jantung orang dewasa antara 60-80 per menit.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis diperlukan apabila pasien hamil datang dengan kejang atau pernah
mengalami kejang. Dengan pemeriksaan neurologis yang baik, maka dapat diketahui kejang yang
dialami pasien tersebut disebabkan karena eclampsia atau karena penyakit neurologis.
-

Pemeriksaan kaku kuduk

Pemeriksaan untuk mengetahui adanya iritasi meningen adalah dengan memastikan adanya akaku
kuduk yang dilakukan dengan memfleksikan leher secara hati-hati, dan pemeriksaan kaku kuduk dan
punggung dengan melihat apakah pasien dapat mencium lutut.
-

Pemeriksaan Kernig

Merupakan petunjuk lebih lanjut mengenai adanya iritasi meningen. Fleksikan sendi lutut, kemudian
ekstensikan. Perhatikan apakah pasien kesakitan atau tidak. Jika ada rasa nyeri, maka kemungkinan
terdapat iritasi meningen.
Pemeriksaan GCS
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan
yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6
tergantung responnya.
Pemeriksaan penunjang
Berikut beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan derajat keparahan preeklamsia maupun eklamsia.
a. Hitung darah lengkap
Pada ibu hamil, tes hitung darah lengkap selain untuk memantau kadah Hb, juga digunakan untuk
melihat kadar trombosit dan hemokonsentrasi.
b. Urinalisis
Sebuah kateter Foley diinsersikan ke dalam kandung kemih dalam usaha untuk mendapatkan contoh
urin permulaan dan untuk memantau urin yang keluar.5
c. Protein urin 6,7
4

Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus dan atau
gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Dengan menggunakan spesimen urin acak, protein dapat
diidentifikasi dengan strip reagen atau dipstick. Spesimen urin yang menunjukkan positif proteinuria
perlu mempertimbangkan specimen urin 24 jam untuk uji analisis kuantitatif protein. Jumlah
proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator menilai tingkat keparahan ginjal.
Nilai rujukan : Spesimen Acak : Negatif : 0-5 mg/dl. Positif : 6-2000 mg/dl
Spesimen 24 jam : 25-150 mg / 24 jam
Pada pasien dengan eklampsia atau preeklampsia berat : Proteinuria + 5 g /24 jam atau 3 pada tes
celup. Untuk diagnosa eklampsia proteinuria + >300 mg/24 jam.
d. Volume urin
Pada pasien eklampsia maupun preeklampsia berat dapat dijumpai oliguria (urin < 400 ml dalam 24
jam) 6,8
e. Tes fungsi dan enzim hati
Pengecekan dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi komplikasi ke hati atau tidak. Dilakukan
pengecekan kadar SGOT, SGPT, serta kadar laktat dehidrogenase apakah meningkat atau tidak.
Tes fungsi hepar dapat positif pada sekitar 20-25% pasien dengan eklampsia :
- Aspartate aminotransferase (SGOT) > 72 IU/L.

f.

Kadar bilirubin total > 1.2 mg/dL

Kadar LDH > 600 IU/L

USG
- Untuk memperkirakan umur kehamilan
- Melihat keadaan umum janin
- Melihat pertumbuhan janin, normal atau adakah kelainan, terutama plasenta abrution
yang dapat mempersulit eklampsia oligohidraamnion atau pertumbuhan janin terlambat. 5

Diagnosis Kerja
Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan
predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini mungkin gejala-gejala
eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang
(eklampsia) karena tidak terdeteksi adanya pre-eklampsia sebelumnya. Eklampsia harus dibedakan
dari epilepsy.9
Diagnosis Banding
Epilepsi adalah gejala komplek dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh
kejang berulang keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan
atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan berlaku, alam perasaan, sensasi, persepsi.
Sehingga epilepsy bukan penyakit tapi suatu gejala. Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu : 1) epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak diketahui
penyebabnya, dan 2) epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui. Pada epilepsi primer,
5

tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dalam sel sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Gangguan
keseimbangan kimiawi ini dapat menimbulkan cetusan listrik yang abnormal. Epilepsi sekunder
akibat dari adanya kelainan dari jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak
lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa
perkembangan anak. Manifestasi klinis nya dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi ,
fungsi motorik, persepsi dan sensasi yang dapat terjadi sendiri ataupun dalam kombinasi. 9 Untuk
membedakan dengan eklamsia, diperlukan anamnesis mengenai riwayat kejang pasien. Apabila
pasien tidak mempunyai riwayat kejang epilepsi sebelumnya untuk mendiagnosa akan menjadi lebih
sulit, diperlukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
memastikan bahwa terdapat gejala-gejala khas preklampsia dan eklamsia.
Epidemiologi
Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial ekonomi
rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya meningkat pada
wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, dapat
meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid. Insiden eklampsia secara keseluruhan
relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden
bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup. 7
Etiologi
Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia
sama dengan penyabab pre-eklampsia. Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/
eklampsi masih belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain:5,7
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis,
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan endotel. Pengeluaran hormone ini
memunculkan efek perlawanan pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama
pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat
asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut
menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.
2. Peran Faktor Imunologis
6

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita PE-E:
a. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan
proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun
humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi
bisa menyebabkan PE-E.
3. Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PEE antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang
menderita PE-E.
c. Kecenderungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PEE dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
Patofisiologi
Vasokonstriksi

merupakan

dasar

patogenesis

pre-eklampsia.

Vasokonstriksi

menimbulkan

peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan
menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang
selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber
reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase
lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase
terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut
stess oksidatif. Pada pre-eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung
transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.
Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan
7

sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan
rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

adhesi dan agregasi trombosit


gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.
produksi prostasiklin terhenti.
terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

Manifestasi Klinis
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklamsia dan terjadinya gejalagejala sebagai berikut (Myles, 2009) :
a.

Kenaikan tekanan darah.

b.

Pengeluaran protein dalam urine.

c.

Edema kaki, tangan sampai muka.

d.

Terjadinya gejala subjektif :

e.

1) Sakit kepala.
2) Penglihatan kabur.
3) Nyeri pada epigastrium.
4) Sesak nafas.
5) Berkurangnya pengeluaran urine.
Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma.

f.

Terjadinya kejang.

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang
interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin
yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia, permeabilitas pembuluh darah terhadap
protein meningkat. Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta yang
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi, pertumbuhan janin terganggu sehingga
terjadi gawat janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus
uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia sehingga mudah terjadi
partus prematurus. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam
hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam
dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan
kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan
retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis
turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria. Pada retina tampak edema, spasmus
8

setempat atau menyeluruh pada beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan
retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan .
Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan.
Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia.
Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau
dalam retina. Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh darah
dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi pada eklampsia sehingga aliran darah ke
otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun. Metabolisme dan elektrolit yaitu
hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia yang menyebabkan terjadi pergeseran cairan dan ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah
meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai
bagian tubuh berkurang sehingga mengakibatkan hipoksia. Dengan perbaikan keadaan,
hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan
keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan. Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar
gula darah naik untuk sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas
natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas
natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar
fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1
menit pada eklampsia.9
Tata Laksana
Tujuan pengobatan eklampsia:

1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang


2. Pengelolaan airway, breathing, circulation
3. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
4. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
5. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
6. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
Medikamentosa
Secara umum dapat disimpulkan penangan pasus eklamsia adalah sebagai berikut:
-

Hindari dari trauma saat kejang.

Monitor kebutuhan oksigen ibu dan janin.

beri oksigen 8-10 L/menit.

monitor oksigenasi dan status metabolik dengan transcutaneous pulse oximetry atau dengan
pemeriksaan gas darah arteri.

Minimalisasi aspirasi.

Posisi lateral decubitus sinistra

Hisap bahan lambung dan sekret oral

Lakukan pemeriksaan x-ray dada setelah kejang untuk melihat apakah terjadi
aspirasi atau tidak.

Pemberian MgSO4 untuk mencegah kejang berulang.

Kontrol hipertensi dengan obat antihipertensi jika tekanan diastolik >110 mmHg

Jika terjadi intoksikasi diberikan antidotum kalsium glukonat 1 gr dalam larutan 10% secara
perlahan.

Segera lakukan persalinan.

Anti Kovulsi
Magnesium sulfat, MgSO4 (obat pilihan) 6x2
Mekanismenya kejang berulang adalah kontroversial tetapi efektif dan mempertahankan aliran darah
rahim dan janin dengan menghambat pelepasan asetilkolin dan mempunyai efek langsung pada otot
rangka berdasarkan efek kompetitif antagonis dengan kalsium. Diberikan baik IV dan IM. Rute
intravena lebih disukai daripada rute IM karena administrasi lebih mudah dikontrol dan waktu untuk
tingkat terapeutik yang lebih pendek. Intramuskular magnesium sulfat cenderung lebih menyakitkan
dan kurang nyaman. Diberikan IV 2 gr secara perlahan dilanjutkan (1-2 gr)/jam/infus.
-

Lanjutkan pemberian hingga 24 pascapersalinan.

Baringkan pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi isi lambung.

Semua pemberian dengan syarat frekuensi nafas minimal 16/menit.

Refleks patella +, urin minimal 30 ml/jam. Tidak terpenuhi dihentikan.

Diazepam
-

Jika MgSO tidak tersedia

Resiko depresi nafas janin karena dapat bebas melintasi plasenta dan berakumulasi dalam
sirkulasi janin.

Dosis awal 10 mg IV secara perlahan selama 2 menit, jika kejang berulang ulangi dosis
awal.

Dosis konservatif diberikan 40 mg dalam 500 ml Ringer Laktat per infus.

Depresi nafas ibu boleh terjadi jika dosis >30 mg/jam. Jangan berikan 100 mg/24 jam.

Jika IV tidak memungkinkan per rektal boleh diberi dengan dosis 20 mg dalam semprit tanpa
jarum,

Jika masih tidak dapat diatasi 10 menit beri tambahan 10 mg/jam (bergantung pada berat
badan pasien & respon klinik)
10

Anti Hipertensi
Metildopa (obat pilihan) 6x2
-

menurunkan resistensi vascular tanpa banyak mempenaruhi frekuensi & curah jantung.

Obat ini masih merupakan pilihan utama pada hipertensi dalam kehamilan karena terbukti
aman untuk janin.

Dosis maksimal yaitu 3 g per hari.

Efek samping yang paling sering adalah sedasi,hipotensi, pusing, mulut kering dan sakit
kepala, jarang terjadi anemia hemolitik, trombositopenia.

Penghentian mendadak dapat menyebabkan fenomena rebound berupa peningkatan tekanan


darah mendadak.

Pemberian besi bisa mengurangi absorbs

Komplikasi
Tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi antara lain atonia
uteri (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count),
ablasi retina, KID (koagulasi intravascular diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru,
gagal jantung, hingga syok dan kematian. Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal
ini dapat terjadi karena pneumonia

aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas

yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami
dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan. Pada
beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah
kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal
maka penderita dapat mengalami hemiplegia. 5 Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau
kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.
Pencegahan

1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini
mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit
tidak menjadi lebih berat.

2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya Preeklampsia kalau ada faktor-faktor
predeposisi

3. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak
selalu berarti berbaring ditempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan
dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.

4. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda Preeklampsia dan mengobatinya segera apabila
di temukan.
11

5. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah


dirawat tanda-tanda Preeklampsia tidak juga dapat di hilangkan.

6. Medika mentosa
Aspirin memblok platelet agregasi dan vasospasme pada preeklampsia, dan mungkin efektif
dalam mencegah preeklampsia. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis rendah aspirin
pada wanita berisiko tinggi untuk preeklampsia dapat berkontribusi terhadap penurunan
risiko preeklampsia, penurunan angka kelahiran prematur, dan penurunan angka kematian
janin, tanpa meningkatkan risiko pada plasenta. Seorang dokter kandungan langsung harus
mengawasi terapi aspirin pada pasien berisiko tinggi. 2
Prognosis
Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang
memberatkan prognosa adalah koma yang lama atau kesadaran menurun, nadi diatas 120 per menit,
suhu diatas 39C, tensi diatas 200 mmHg, konvulsi lebih dari 10 kali serangan/24 jam dan
proteinuria lebih dari 10 gr sehari. Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan,
maka gejala perbaikansakan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah
persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis
terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik,
karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam kemudian. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali
janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal.
Kesimpulan
Eklampsia merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu hamil disamping perdarahan, partus
lama, komplikasi aborsi, dan infeks. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma dan sebelumnya
menunjukkan gejala Preeklampsia yaitu hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Rendahnya pengetahuan ibu terhadap
kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan juga menjadi sebab tingginya
kematian ibu selain pelayanan dan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk. Manajemen
pada eklampsia menyangkut Untuk menghentikan dan mencegah kejang; Pengelolaan airway,
breathing, circulation; Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi;Sebagai
penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin;Mengakhiri kehamilan dengan
trauma ibu seminimal mungkin. Prognosis ibu dan janin sangat ditentukan dari keadaan umum ketika
sampai di rumah sakit. Sehingga sangat penting untuk mendeteksi eklampsia secara dini atau saat ibu
masih mengalami preeklampsia sehingga cepat diambil tindakan baik definitf atau preventif. Dalam

12

hal ini sangat penting pemeriksaan antenatal care yang baik dan teratur untuk mendeteksi secara dini
preeklampsia atau eklampsia terutama pada ibu hamil yang memiliki faktor resiko/predisposisi.
Daftar Pustaka

1.

Naba H. Penelitian study preeklampsia-eklampsia. Universitas Sumatera Utara. 2011.

2.

Diunduh dari repository.usu.ac.id, 21 Februari 2015.


Thomas James , Monaghan Tanya. Pemeriksaan Fisik dan Keterampilan Klinis Praktis.

3.

Jakarta: EGC.h. 417-19.


Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Dalam : Norwitz, Errol. At a Glance Obstetri dan

4.

Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga; 2010. h.9


Sastrawijaya S. Obstetri fisiologi. Dalam : Anamnesis dan pemeriksaan kehamilan.
Bandung: Bagian Obstetric & Ginekologi FK UNPAD; 2010. h. 153-60.

5.

Michael G Ross. Eklampsia. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com, 7 Juni

6.

2015.
Eklampsia. Dalam : Taber, Ben Zion. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan

7.

Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2003. h.242-5.


Brackley K, Killby MD. Pathogenesis of pre-eclampsia. In: Churchill D, Beevers

8.

DG. Hypertension in pregnancy. London: BMJ Book; 2009. p.82-94.


Heller L. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Edisi

ke-1.

Jakarta:EGC;2009.h.61
9. Rukiyah, Lia yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta: Tim
10. Manuaba, I. B. G. Pengantar Kuliah Obstetri. Diagnosa Hipertensi Dalam
Kehamilan. 2007. Jakarta: EGC.h. 415-7

13

Anda mungkin juga menyukai