PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup oksigen. Begitu esensialnya
unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak manusia tidak
mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian adalah penurunan
kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami kerusakan yang lebih
berat dan irreversible. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan,
oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.1
Dengan penemuan yang sangat penting mengenai molekul oksigen oleh
Joseph Priestley pada tahun 1775 dan bukti adanya pertukaran gas pada proses
pernafasan oleh Lavoisier, oksigen menjadi suatu cara pengobatan dalam
perawatan pasien. Sebelum tahun 1920 suplementasi oksigen dievaluasi oleh
Baruch dkk dan akhirnya pada tahun 1920 ditetapkan suatu konsep bahwa oksigen
dapat dipergunakan sebagai terapi. Sejak itu efek hipoksia lebih dimengerti dan
pemberian oksigen pada pasien penyakit paru membawa dampak meningkatnya
jumlah perawatan pasien.1
Dua penelitian dasar di awal 1960an memperlihatkan adanya bukti
membaiknya kualitas hidup pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
yang mendapat suplemen oksigen. Pada studi The Nocturnal Oxygen Therapy
Trial (NOTT), pemberian oksigen 12 jam atau 24 jam sehari selama 6 bulan dapat
memperbaiki keadaan umum, kecepatan motorik, dan kekuatan genggaman,
namun tidak memperbaiki emosional mereka atau kualitas hidup mereka. Namun
penelitian lain memperlihatkan bahwa pemberian oksigen pada pasien-pasien
hipoksemia, dapat memperbaiki harapan hidup, hemodinamik paru, dan kapasitas
latihan. Keuntungan lain pemberian oksigen pada beberapa penelitian diantaranya
dapat memperbaiki kor pulmonal, meningkatkan fungsi jantung, memperbaiki
fungsi neuropsikiatrik dan pencapaian latihan, mengurangi hipertensi pulmonal,
dan memperbaiki metabolisme otot.2
Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan
0,92% unsur inert lainnya, seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB) di
1
permukaan laut ialah 760 mmHg (satu atmosfer). Dengan demikian, tekanan
parsial (dinyatakan dengan lambang P). O2 udara kering di permukaan laut adalah
0,21 x 760, atau 160 mmHg. Tekanan parsial N2 dan gas inert lainnya 0,79 x 760,
atau 600 mmHg; dan PCO2 ialah 0,0004 x 760 atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap
air dalam udara pada berbagai iklim umumnya akan menurunkan persen volume
masing masing gas, sehingga juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gastersebut. Udara yang seimbang dengan air jenuh dengan uap air, dan udara
inspirasi akan jenuh dengan uap air saat udara tersebut mencapai paru-paru.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rongga thoraks
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak
dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung
dan beberapa pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada
bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru
kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi
menjadi dua lobus.2,3
optimal dari berbagai bagian dari sistem pernapasan seperti dinding dada dan
otot pernapasan, saluran udara dan paru-paru, CNS (termasuk pusat pernafasan
meduler), sumsum tulang belakang, CVS, dan sistem endokrin. Gangguan di
bagian manapun dari sistem ini dapat menyebabkan gagal pernapasan.2
2.2 Anatomi paru - paru normal
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi 10 segmen sedangkan paru
kiri dibagi menjadi 9. Proses patologis seperti atelektasis dan pneumonia
seringkali hanya terbatas pada satu lobus dan segmen saja. Suatu lapisan tipis
kontinu dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada
(pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viseralis).2,3
Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu lapisan
tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu
bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan kedua pleura tersebut
sehingga apa yang disebut dengan rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial.2
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer,
sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin
mengalami peradangan, atau udara ataupun cairan dapat masuk ke dalam
rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.3
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal
ini. Pertama, jaringan elastic paru memberikan kekuatan kontinu yang
cenderung menarik paru jauh dari rangka toraks. Setelah lahir, paru cenderung
mengerut ke ukuran aslinya yang lebih kecil daripada bentuknya sebelum
mengembang. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan
kontinu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai
tekanan negatif dari ruang pleura. Tekanan intrapleura secara terus-menerus
bervariasi sepanjang siklus pernafasan, tetapi selalu negatif.2
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif
intrapleura adalah kekuatan osmotik yang terdapat di seluruh membrane
pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
4
pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling
tentang pertukaran transkapiler; yaitu, pergerakan cairan bergantung pada
selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.3
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis; terkumpulnya protein di dalam ruang intrapleura akan mengacaukan
keseimbangan osmotik normal tanpa pengeluaran limfatik. Ketiga faktor ini
kemudian, mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intrapleura
normal.3
2.3 Kontrol pernafasan
Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke
dalam paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis
pergerakan udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme
ini dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi.
Komponen yang berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur,
disebut pompa pernafasan. Pompa ini mempunyai dua komponen volumeelastis: paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding terdiri
dari rangka dan dan jaringan rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan
dinding abdomen. Otot-otot pernafasan yang merupakan bagian dinding toraks
merupakan sumber kekuatan untuk menghembus pompa.4
Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang iga
dan sternum) merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan
volume paru dan rangka toraks selama inspirasi; ekspirasi merupakan suatu
proses pasif pada pernafasan tenang.4
parasimpatis
menyebabkan
bronkokonstriksi
dan
gas-gas
ke
dalam
dan
ke
luar
paru.
Stadium
Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2dengan darah. Respirasi sel atau
respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat
dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.
2.5.1 Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot.
Rangka toraks berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot. Otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum keatas dan
otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.6
Toraks membesar ke tiga arah: anteroposterior, lateral, dan vertical.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari
sekitar 4 mmHg (relative terhadap terkanan atmosfer) menjadi sekitar 8
mmHg bila paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama
tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan nafas menurun sampai sekitar 2
mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara
jalan nafas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sampai
tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer.3,5
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis internus
relaksasi, rangka iga turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Otot interkostalis
internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam pada waktu ekspirasi
kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu, otot-otot abdomen
dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdomen membesar dan menekan
diafragma ke atas.3,4
Peningkatan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat
dan mencapai 1 sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan
antara jalan nafas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru sampai tekanan jalan nafas dan atmosfer menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi. Tekanan intrapleura selalu berada dibawah
tekanan atmosfer selama siklus pernafasan.6
Definisi-definisi berikut ini akan berguna dalam pembahasan
ventilasi yang efektif :4
8
Ruang mati fisiologis (VD) adalah volume udara inspirasi yang tidak
tertukar dengan udara paru; udara ini dapat dianggap sebagai ventilasi
yang terbuang sia-sia. Ruang mati fisiologis terdiri dari ruang mati
anatomis (volume udara dalam saluran nafas penghantar, yaitu sekitar 1
ml per pon berat badan), ruang mati alveolar (alveolus mengalami
ventilasi tapi tidak mengalami perfusi), dan ventilasi melampaui perfusi.
Perbandingan antara VD dengan VT (VD / VT) menggambarkan bagian
dati VT yang tidak mengadakan pertukaran dengan darah paru. Nilai rasio
tersebut tidak melebihi 30% sampai 40% pada orang yang sehat.
Perbandingan ini seringkali digunakan untuk mengikuti keadaan pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanik.
Ventilasi alveolar (VA) adalah volume udara segar yang masuk ke dalam
alveolus setiap menit, yang mengadakan pertukaran dengan darah paru.
Ini merupakan ventilasi efektif. Ventilasi alveolar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
VA= (VT-VD) x f, atau VA= VE-VD.
VA merupakan petunjuk yang lebih baik tentang ventilasi dibandingkan
VE atau VTkarena pada pengukuran ini diperhitungkan volume udara
yang terbuang dalam ventilasi VD.
total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa
paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit
(misalnya, fibrosis paru), sawar darah dan udara dapat menebal dan difusi
dapat melambat sehingga keseimbangan mungkin tidak lengkap, terutama
sewaktu berolah raga ketika waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi
dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak dianggap sebagai
faktor utama. Pengeluaran CO2 dianggap tidak dipengaruhi oleh kelainan
difusi.6
2.6 Hubungan antara ventilasi perfusi
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler. Dengan perkataan lain, ventilasi dan perfusi unit
pulmonar harus sesuai. Pada orang normal dengan posisi tegak dan dalam
keadaan istirahat, ventilasi dan perfusi hamir seimbang kecuali pada apeks
paru.7
Sirkulasi
pulmoner
dengan
tekanan
dan
resistensi
rendah
mengakibatkan aliran darah di basis paru lebih besar daripada di bagian apeks,
disebabkan pengaruh gaya tarik bumi. Namun, ventilasinya cukup merata.
Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi :7
V/Q = 0,8
Nilai diatas didapatkan melalui rasio rata-rata laju ventilasi alveolar
normal (4L/menit) dibagi dengan curah jantung normal (5L/menit).
Ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi terjadi kebanyakan
pada penyakit pernafasan. Penyakit paru dan gangguan fungsional pernafasan
dapat diklasifikasikan secara fisiologis sesuai jenis penyakit yang dialami,
apakah menimbulkan pirau yang besar (tidak terdapat ventilasi tapi perfusi
normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia, V/Q kurang dari 0,8) atau
menimbulkan penyakit pada ruang mati (ventilasi normal, akan tetapi tanpa
perfusi, V/Q lebih dari 0,8).7
2.7 Transpor O2 dalam darah
11
curam.
Pada
bagian
ini
perubahan-perubahan
besar
pada
13
(P50 menurun)
(P50 meningkat)
pH
pH
PCO2
PCO2
Suhu
Suhu
2,3 DPG
2,3 DPG
P50 = tegangan oksigen dibutuhkan untuk menghasilka kejenuhan 50%
Kurva bergeser ke kanan apabila pH darah menurun atau
PCO2 meningkat. Dalam keadaan ini, pada PO2 tertentu afinitas Hb terhadap
O2 berkurang, sehingga O2 yang dapat diangkut oleh darah berkurang.
Keadaan patologis yang dapat menyebabkan asidosis metabolic, seperti syok
(pembentukan asam laktat berlebihan akibat metabolisme anaerobic) atau
retensi CO2 (seperti yang ditemukan pada banyak penyakit paru) akan
menyebabkan pergeseran kurva ke kanan. Pergeseran kurva sedikit ke kanan
seperti pada bagian vena kurva normal (pH 7,38) akan membantu pelepasan
O2 ke jaringan. Pergeseran ini dikenal dengan nama efek Bohr.7
Faktor lain yang menyebabkan pergeseran kurva ke kanan adalah
peningkatan suhu dan 2,3 difosfogliserat (2,3-DPG) yaitu fosfat organic dalam
sel darah merah yang mengikat Hb dan mengurangi afinitas Hb terhadap O2.
Pada anemia dan hipoksemia kronik, 2,3-DPG sel darah merah meningkat.
Meskipun kemampuan transport O2 oleh Hb menurun bila kurva bergeser ke
kanan, namun kemampuan Hb untuk melepaskan O2 ke jaringan dipermudah.
Karena itu, pada anemia dan hipoksemia kronik pergeseran kurva ke kanan
merupakan proses kompensasi. Pergeseran kurva ke kanan yang disertai
kenaikan suhu, selain menggambarkan adanya kenaikan metabolisme sel dan
peningkatan kebutuhan O2, juga merupakan proses adaptasi dan menyebabkan
lebih banyak O2 yang dilepaskan ke jaringan dari aliran darah.7
Sebaliknya, peningkatan pH darah (alkalosis) atau penurunan
PCO2, suhu, dan 2,3-DPG akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi
14
Simbol
PaCO2
Nilai normal
35-45 mmHg
17
Tekanan O2
Persentase kejenuhan O2
Konsentrasi ion hydrogen
Bikarbonat
PaO2
SaO2
pH
HCO3-
(rata-rata, 40)
80-100 mmHg
97
7,35-7,45
22-26 mEq/L
Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan
meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan
sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan
vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi,
juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup
jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.3,8
Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner
sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru
terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal
sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasitas
transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan
peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi
pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.8
2.13 Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih
tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benarbenar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan. Jaringan akan mengalami
hipoksia apabila aliran oksigen tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan, hal ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah
ventilasi spontan berhenti. Secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis.
Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :5
1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri
berkurang. Merupakan masalah pada individu normal pada daerah
ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada keadaan ini
antara lain iritabilitas, insomnia, sakit kepala, sesak nafas, mual dan
muntah.
2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami
denervasi. Sewaktu istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena
terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah, kecuali
apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita
anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan
19
Zat-zat
tersebut
bekerja
dengan
sianida,
menghasilkan
dianggap sebagai tanda dari hipoksia, namun hal ini hanya dapat
dibenarkan apabila tidak terdapat anemia.8
Untuk mengukur hipoksia dapat digunakan alat oksimetri (pulse
oxymetry) dan analisis gas darah. Bila nilai saturasi kurang dari 90%
diperkirakan hipoksia, dan membutuhkan oksigen.8
Tabel 3. Gejala dan Tanda-Tanda Hipoksia Akut.8
Sistem
Respirasi
output meningkat,
takikardi,
aritmia,
hipotensi,
palpitasi,
angina,
Kardiovaskuler
Neuromuskular
Lemah,tremor,hiperrefleks, incoordination
Metabolik
Hipoventilasi alveolar
22
kapasitas
latihan,
kor
pulmonal,
menurunkan cardiac
mendapat terapi oksien mengalami perbaikan setelah 1 bulan dan tidak perlu
lagi meneruskan suplemen oksigen.8
2.18.1 Indikasi terapi oksigen
Tabel 5. Indikasi terapi oksigen jangka panjang8
Pemberian oksigen secara kontinyu :
PaO2 istirahat 55 mmHg atau saturasi oksigen 88%
PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada satu keadaan :
- Edema yang disebabkan karena CHF
- P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3mm pada lead
II, III, aVF
Eritrositoma (hematokrit > 56%)
PaO2 > 59 mmHg atau saturasi oksigen > 89%
Pemberian oksigen tidak kontinyu :
Selama latihan : PaO2 55 mmHg atau saturasi oksigen 88%
Selama tidur : PaO2 55 mmHg atau saturasi oksigen 88% dengan
komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen, dan artimia
Nocturnal hypoxemia
Tidak ada hipoksemia saat
istirahat, tetapi saturasi
menurun selama latihan
atau tidur
Pencapaian terapi
PaO2 60 mmHg atau SaO2 90%
Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan
saat tidur dan latihan
PaO2 60 mmHg atau SaO2 90%
Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan
saat tidur dan latihan
2.18.2 Kontraindikasi
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada:9
Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama
dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak
mempunyai hipoksia kronik.
26
27
dan
batuk
paroksismal.
Komplikasi
infeksi
stoma,
dan mucus
ball
yang
lain
dapat
mengakibatkan fatal.
Alat venturi
mask menggunakan
prinsip jet
mixing (efek
resiko retensi CO2, dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih
nyaman dipakai, dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan
dengan arus tinggi tersebut.
Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40L/menit oksigen
melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi.
Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi adalah
pasien dengan hipoksia yang memerlukan pengendalian FiO2, dan pasien
hipoksia dengan ventilasi abnormal.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan
manusia, sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung
fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan,
oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Pemberian oksigen
dapat memperbaiki keadaan umum, mempermudah perbaikan penyakit dan
memperbaiki kualitas hidup. Oksigen dapat diberikan jangka pendek dan
jangka panjang.
Untuk pemberian oksigen kita harus mengerti indikasi pemberian oksigen,
teknik yang akan dipakai, dosis oksigen yang akan diberikan, dan lamanya
oksigen yang akan diberikan serta waktu pemberian. Pemberian oksigen perlu
selalu dievaluasi sehingga dapat mengoptimalkan pemberian oksigen dan
mencegah terjadinya retensi CO2.
32
DAFTAR PUSTAKA
Adults
in
the
Acute
Care
Facility,
diakses
A.
Said,
2002,
Petunjuk
Praktis
Anestesiologi, Bagian
Therapy,
diakses
33