Refleksi Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Hernia Skrotalis
oleh:
Cendhy G Ersedyabhakti (1410029046)
Pembimbing:
dr. Dadik Agus S, Sp.B, SP. BA
dr. Santi Rini, Sp. BA
dr. Slamet Suswantoro, Sp. B
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan refleksi kasus mengenai
Hernia skrotalis ini dengan baik dan tepat waktu. Refleksi kasus ini disusun
berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan penulis yang bersumber dari textbook,
jurnal, guidelines terbaru dan referensi ilmiah lainnya.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya
laporan kasus ini, diantaranya:
1. dr. Soehartono, Sp. THT selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Pendidikan Dokter Umum.
2. dr. P. M.T. Mangalindung Ompusunggu Sp B, Sp.PD, selaku Ketua
Lab/SMF Bedah FK Unmul
3. dr. Dadik Agus S, Sp.B, SP. BA, dr. Santi Rini, Sp. BA, dan dr. Slamet
Suswantoro, Sp. B selaku dosen pembimbing di stase bedah anak yang
telah mendidik dan memberi banyak masukan mengenai bidang bedah
anak.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Bedah, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada
kami.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun kepada penulis. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
setiap pembaca.
Samarinda, 23 Agustus 2016
Cendhy G Ersedyabhakti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB 1.............................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................4
BAB 2.............................................................................................................5
DATA PASIEN........................................................................................5
BAB 3...........................................................................................................14
TINJAU PUSTAKA..............................................................................14
BAB 4...........................................................................................................30
PEMBAHASAN....................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................33
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hernia adalah penonjolan atau protrusi isi rongga melalui
defek dinding rongga organ tersebut (Sjamsjuhidajat & Jong,
2010). Beberapa bentuk hernia dapat terjadi pada anak, namun
hernia inguinalis menjadi hernia yang paling sering ditangani
pada kelompok usia ini (Hebra, 2015).
Insidens hernia inguinalis pada anak di dunia memiliki
persentase 0,8 4,4% (Glick & Boulanger, 2012). Angka kejadian
hernia inguinalis anak di Amerika Serikat belum diketahui secara
pasti, namun diperkirakan insidennya berkisar antara 1 5%
(Hebra, 2015). Di Indonesia, penelitian tentang hernia inguinalis
anak masih terbatas. Penelitian hernia inguinalis anak di RSUD
Haji Adam Malik Medan mendapatkan persentase sebesar 2,26%
(Napitupulu, 2010).
Distribusi hernia inguinalis anak juga bervariasi berdasarkan
usia. Erdoan, Karaman I., Aslan, Karaman A., dan avuolu
(2013) menyebutkan bahwa onset hernia inguinalis pada anak
laki-laki lebih cepat daripada anak perempuan. Usia anak yang
didiagnosis hernia inguinalis bervariasi antara 0 sampai 18
tahun. Kasus terbanyak ditemukan pada rentang usia 6 bulan
sampai 5 tahun dengan persentase yang beragam (Ramadhani,
2009; Napitupulu, 2010; Fraser & Snyder, 2014).
Sebagian besar kasus hernia inguinalis anak dapat
didiagnosis hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik hernia inguinalis anak meliputi inspeksi,
palpasi, dan transluminasi skrotum. Berdasarkan pemeriksaan
ini, diagnosis dapat ditegakkan berupa hernia inguinalis lateralis
: An. AD
Umur
TTL
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Anak ke
Alamat
: Jl. Dr Soetomo
: Tn.AM
Umur
: 36 tahun
Alamat
: Jl. Dr Soetomo
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan Terakhir
: SMA
Ayah perkawinan ke
:I
Nama Ibu
: Ny. ER
Umur
: 30 tahun
Alamat
: Jl. Dr Soetomo
Suku
: Banjar
Pekerjaan
: Pegawai swasta
Pendidikan Terakhir
: SMA
Ibu perkawinan ke
:I
2.2 Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2016 pukul 17.00 WITA, di
Bangsal Melati Kamar 05 RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesa oleh
Ibu kandung pasien.
Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada kantong buah zakar kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Benjolan muncul sudah ada saat pasien berumur 1 bulan, benjolan tersebut
hilang timbul, timbul terutama saat pasien menangis. Pasien pernah direncanakan
operasi, namun saat itu ibu pasien menolak dengan alasan tidak tega dengan
anaknya yang baru berumur 1 bulan.
Saat ini pasien masih mempunyai benjolan pada daerah tersebut yang makin
lama makin terlihat membesar, benjolan tersebut bersifat hilang timbul, terkadang
hilang spontan, dan menghilang saat pasien berbaring (contoh saat bangun tidur),
dan menghilang ketika di dorong. Keluhan BAB dalam batas normal, BAB (+),
BAB lendir maupun darah disangkal, mencret (-), warna feses kuning dan padat.
Mual dan muntah tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah dirawat di RS kecuali sesaat setelah dilahirkan. Pasien
tidak pernah di operasi.
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang serupa, baik ayah dan ibu pasien,
maupun kakak dan saudara kembarnya.
2.500 gram
48 cm
3 bulan
3 bulan
Lupa
Lupa
Gigi keluar
Merangkak
Berdiri
Berjalan
Berbicara dua suku kata
Gigi keluar
Lupa
Lupa
Lupa
Lupa
4 bulan
Lupa
ASI
Alasan
Dihentikan
: 13 bulan
Susu sapi/buatan
Buah
: 6 bulan
Bubur susu
Tim saring
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di
: di bidan posyandu
Penyakit kehamilan
dan kalsium
Kunjungan ANC dilakukan 1 kali tiap bulan pada trimester I dan II. Trimester III
kunjungan menjadi 2 kali tiap bulannya
Riwayat Kelahiran :
-
Lahir di
: RSUD AWS
Di tolong oleh
: Dokter
: 9 bulan
Jenis partus
Riwayat Postnatal :
-
Pemeliharaan postnatal
: Rutin
Periksa di
: Posyandu
Keadaan anak
: Sehat
I
1 bulan
1 bulan
9 bulan
2 bulan
0 bulan
II
////////////
2 bulan
////////////
3 bulan
2 bulan
Booster I
////////////
////////////
-
Booster II
////////////
////////////
-
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 78 cm
Status Gizi :
BB/TB : <1SD>-1SD
Gizi Cukup
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam, tipis, seperti rambut jagung mudah
dicabut (-)
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
10
Thorax
Paru
Jantung
Inspeksi
Abdomen
Inspeksi
: Flat
Palpasi
11
Ekstremitas
Akral hangat, pucat (-/-), edema (-),tidak ada pembengkakan sendi atau tulang.
Status Lokalis Skrotum
Inspeksi :Asimetris (dextra < Sinistra), tidak tampak berdenyut, Refleks
kremaster (+/SDE), Transiluminasi (-/-). Warna kulit skrotum
Palpasi
12
GDS
Kreatinin
HbsAg
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Natrium
Kalum
Clorida
Radiologi
13
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Struktur Anatomis
Struktur anatomis yang penting pada hernia inguinalis
adalah kanalis inguinalis dan trigonum Hasselbach. Kanalis
inguinalis dibatasi oleh beberapa struktur anatomis. Di
kraniolateral, kanalis inguinalis dibatasi oleh cincin internus yang merupakan
bagian terbuka dari fascia dan aponeurosis m. tranversus abdominis. Di
kaudomedial, kanalis ini dibatasi oleh cincin eksternus yang merupakan bagian
terbuka dari aponeurosis m. obliqus eksternus. Sementara itu, di superior dan
inferior dari kanalis ini di batasi masing-masing oleh aponeurosis m. obliqus
eksternus dan ligamentum inguinal. Kanalis inguinalis berisi struktur korda
spermatika pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
Struktur kanalis inguinalis dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Wagner
et.al., 2012).
15
anak yang lebih besar, kanalis inguinalis menjadi lebih panjang 2 kali lipat dari
kanalis inguinalis bayi. Hal ini menyebabkan terdapatnya variasi pada proses
pembedahan hernia inguinalis anak (Glick & Boulanger, 2012; Lao, Fitzgibbons,
& Cusick, 2012).
3.2 Definisi
Hernia adalah penonjolan atau protrusi isi rongga melalui
defek dinding rongga organ tersebut. Pada abdomen, hernia
merupakan protrusi organ intraabdominal melalui defek pada
dinding ventral abdomen (Sjamsjuhidajat & Jong, 2010).
Sebanyak 75% kasus hernia terjadi di regio ilioinguinal, yaitu
hernia inguinalis dan femoralis (Wagner, Brunicardi, Amid, &
Chen, 2014). Hernia inguinalis adalah salah satu bentuk hernia
abdominalis yang terjadi ketika struktur intraabdominal, seperti
usus dan omentum, mengalami protrusi melalui defek dinding
abdomen menuju kanalis inguinalis (Dorland, 2012; Hebra,
2015).
3.3
Klasifikasi
Hernia inguinalis diklasifikasikan dalam beberapa bentuk
pembagian.
Berdasarkan
letaknya,
hernia
inguinalis
dibagi
16
menjadi hernia reponibel dan ireponibel. Hernia reponibel terjadi apabila isi
hernia dapat direduksi kembali ke tempat asalnya atau kembali saat dilakukan
perubahan posisi. Sedangkan hernia ireponibel terjadi apabila isi hernia tidak
dapat direduksi kembali ke tempat asalnya atau tidak kembali saat dilakukan
perubahan posisi. Pada klasifikasi ini juga dikenal bentuk hernia akreta, yaitu
hernia ireponibel yang disertai dengan perlekatan usus tanpa terjadinya obstruksi
usus (Sjamsjuhidajat & Jong, 2010).
Klasifikasi terakhir hernia inguinalis adalah berdasarkan komplikasinya,
yang terdiri atas hernia inkarserata dan hernia strangulata. Hernia inkarserata
terjadi apabila terdapat gangguan pasase usus yang terjepit di dalam kantong
hernia. Sedangkan hernia strangulata terjadi apabila terdapat gangguan
vaskularisasi usus yang terjepit di dalam kantong hernia (Sjamsjuhidajat & Jong,
2010). Pada hernia inguinalis anak, hernia ireponibel disebut juga sebagai hernia
inkarserata karena struktur anatomis anak yang memungkinkan hernia ireponibel
untuk mudah menjadi hernia inkarserata (Lao et.al., 2012).
3.4 Epidemiologi
Hernia inguinalis merupakan hernia yang paling banyak
ditangani pada anak-anak (Hebra, 2015). Insidens hernia
inguinalis pada anak di dunia berkisar antara 0,8 4,4% (Glick
2012). Angka kejadian hernia inguinalis pada anak di Amerika
Serikat belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan
insidennya berkisar antara 1 5% (Hebra, 2015). Sedangkan di
Indonesia, diperkirakan terdapat 102.000 kasus hernia inguinalis
pada anak, dengan persentase sebesar 2,26% pada penelitian
yang dilakukan di RSUD Haji Adam Malik Medan pada Juli 2008
Juli 2010 (Napitupulu, 2010).
Distribusi hernia inguinalis pada anak bergantung pada
usia, jenis kelamin, dan sisi inguinal yang terkena. Berdasarkan
usia, hernia inguinalis pada anak paling sering terjadi pada tahun
pertama kehidupan, dan semakin berkurang dengan
17
18
19
Prematuritas
Undesensus Testis
Hipospadia
Asites
Venticuloperitoneal shunt
Peritonitis mekonium
Kistik fibrosis
Gastroschisis
Sindrom Respiratorik Kronik
Sindrome Prune-Belly
Sindrom Ehler-Danlos
Sindrom Hunter-Hurler
Sindrom Marfan
Kelainan Jaringan Ikat
20
21
22
Gambar 3.2 Benjolan Hernia Inguinalis Pada Skrotum dan Labia Mayor
Pemeriksaan selanjutnya adalah palpasi. Palpasi diawali
pada sisi yang tidak terdapat benjolan, kemudian dilakukan pada
sisi yang terdapat benjolan. Palpasi secara lembut dilakukan
dengan menggunakan 1 atau 2 jari pada arah kraniokaudal, dari
superior dan lateral tuberkulum pubikum, melalui struktur korda
spermatika sampai ke skrotum. Benjolan yang teraba di
proksimal atau distal jari kemudian direduksi dari ke arah
kraniolateral untuk menentukan apakah hernia bersifat reponibel
atau ireponibel. Setelah mengidentifikasi benjolan, palpasi
dilanjutkan untuk meraba apakah terdapat testis atau tidak pada
skrotum (Palmer, 2013). Pada palpasi juga dapat dilakukan
perabaan pada korda spermatika. Jari pemeriksa menggesek kedua korda
spermatika anak setinggi tuberkulum pubikum. Palpasi kedua korda spermatika
menunjukkan hasil positif jika terdapat sensasi seperti menggesek dua buah kain
sutera. Tanda ini disebut sebagai silk glove sign, yang biasanya menandakan
adanya penebalan korda spermatika pada pasien hernia inguinalis (Glick &
Boulanger, 2012).
Pemeriksaan selanjutnya adalah transluminasi skrotum untuk membedakan
antara hernia inguinalis dan hidrokel. Pemeriksaan transluminasi lebih
23
24
seperti usia anak dan faktor komorbiditas. Tidak ada data relevan yang
membandingkan antara penggunaan anestesi regional maupun general pada
operasi hernia inguinalis anak. Namun, sebagian besar pasien diberikan anestesi
umum dengan intubasi endotrakea atau masker laryngeal (Glick & Boulanger,
2012).
Pada bayi sehat yang lahir aterm dan anak yang lebih tua sering diberikan
anestesi umum endotrakea karena lebih aman. Namun, bayi preterm memerlukan
pendekatan lebih lanjut menggunakan anestesi regional, baik epidural maupun
kaudal (Glick & Boulanger, 2012). Tidak ada perbedaan antara anestesi spinal dan
anestesi umum dalam hal apnea pasca operasi, bradikardia, dan desaturasi oksigen
pada bayi preterm yang menjalani herniorafi (Fraser & Snyder, 2014).
3.8.2 Waktu Operasi
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien hernia
inguinalis anak sangat bergantung pada ahli bedah yang
memberikan penanganan. Keputusan ahli bedah untuk melakukan operasi
tidak hanya bergantung pada usia anak, namun juga faktor komorbid yang
menyertai anak tersebut (Fraser & Snyder, 2014).
Sebagian besar anak dan bayi akan dioperasi segera setelah didiagnosis
hernia inguinalis, kecuali pada bayi preterm yang dioperasi setelah berat badan
bayi mencapai 2 kg. Percepatan operasi dilakukan untuk meminimalisasi
terjadinya komplikasi hernia inguinalis, khususnya hernia inkarserata. Pada hernia
inguinalis anak, khususnya bayi berusia kurang dari 1 tahun, kemungkinan
terjadinya hernia inkarserata adalah 2 kali lebih tinggi jika dilakukan operasi
elektif dengan waktu tunggu lebih dari 30 hari daripada dengan waktu tunggu
kurang dari 14 hari (Glick & Boulanger, 2012).
3.8.3 Teknik Operasi
Prinsip utama operasi hernia inguinalis anak adalah ligasi tinggi kantung
hernia. Metode ini telah dimodifikasi sebagai metode Ferguson. Pada metode
Ferguson, m.obliqus externus dibuka kemudian dilakukan perbaikan pada kanalis
inguinalis tanpa mengganggu hubungan struktur inguinal dan korda spermatika
(Glick & Boulanger, 2012).
25
26
27
28
lebih kecil, serta luka insisi yang dibuat juga lebih kecil sehingga
lebih unggul secara estetika (Shalaby et.al., 2012).
3.8.4 Monitoring Rawat Inap Post-Operatif
Monitoring rawat inap post-operatif tidak diperlukan pada anak yang sehat
atau bayi yang lahir aterm. Monitoring ini dikhususkan untuk bayi prematur
karena meningkatnya risiko apnea post-operatif dan bradikardia pada kelompok
ini (Fraser & Snyder, 2014).
Penentuan usia anak yang membutuhkan monitoring rawat inap postoperatif ditentukan berdasarkan usia post-konseptual anak, yaitu jumlah antara
usia gestasional dalam minggu dan usia kronologis dalam minggu. Anak dengan
usia post-konseptual kurang dari 41 46 minggu memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya apnea post-operatif. Untuk itu, beberapa rumah sakit menentukan
usia post-konseptual anak 60 minggu sebagai cut-off untuk dilakukan monitoring
rawat inap post-operatif mengingat adanya risiko apnea pada kelompok anak di
bawah usia ini (Glick & Boulanger, 2012).
3.9 Komplikasi
3.9.1 Hernia Inkarserata
Insiden hernia inkarserata berkisar antara 12 18%. Hernia
inkarserata lebih banyak dialami oleh bayi yang lahir preterm
dan lebih rendah pada anak-anak yang dilakukan bedah elektif
(Fraser & Snyder, 2014). Hernia inkarserata terjadi akibat
terjepitnya organ visera pada cincin eksterna atau interna kanalis
inguinalis. Hernia inkarserata dapat berkembang menjadi
strangulasi atau terhambat alirannya darah organ visera hanya
dalam kurun waktu 2 jam. Strangulasi dapat meyebabkan
gangren dan perforasi pada organ visera, termasuk usus. Selain
itu, hernia inkarserata juga dapat menekan aliran darah testis
dan menyebabkan terjadinya atrofi testis (Glick & Boulanger,
2012).
29
30
3.9.2 Rekurensi
Rekurensi pada hernia inguinalis anak yang menjalani
bedah elektif didapatkan sebesar kurang dari 1%. Rekurensi
semakin meningkat pada remaja. Beberapa hal lain yang
menyebabkan peningkatan kejadian rekurensi adalah bayi
preterm, anak yang mengalami hernia inkarserata, dan penyakit
komorbid lain seperti kelainan jaringan ikat dan
mukopolisakaridosis (Fraser & Snyder, 2014). Pada bayi preterm,
risiko rekuren meningkat menjadi 15%, sementara pada hernia
inkarserata risikonya meningkat menjadi 20% (Glick & Boulanger,
2012). Bahkan, kelainan jaringan ikat dapat meningkatkan
terjadinya rekurensi hernia inguinalis sebesar 50%. Hernia
inguinalis dianggap sebagai gejala penyerta pada kelainan ini
(Fraser & Snyder, 2014).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bedah
laparoskopi dapat mengurangi angka kejadian rekurensi hernia
inguinalis pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Shalaby
et.al. (2012) menunjukkan angka rekurensi sebesar 0,8% pada
anak yang menjalani bedah laparoskopi dibandingkan dengan
anak yang menjalani bedah terbuka, yaitu dengan rekurensi
sebesar 2,4%. Namun, hal ini juga bergantung pada jenis bedah
laparoskopi yang digunakan dan semakin berkembang pada
kalangan ahli bedah anak (Glick & Boulanger, 2012).
3.9.3 Komplikasi Lain
Komplikasi lain dalam hernia inguinalis anak adalah cedera
vas deferens dan testis. Insidens cedera ini pada hernia
inguinalis yang dilakukan operasi elektif adalah sebesar 1 dari
1000 kasus (Fraser & Snyder, 2014). Presentase spesifik cedera
vas deferens pada hernia inguinalis anak adalah 1,6%. Hal ini
disebabkan oleh adanya cedera intra-operatif yang mengenai vas
31
32
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Fakta
Benjolan pada
Teori
hernia yang paling banyak ditangani
pada anak-anak
paling sering terjadi pada tahun pertama
kehidupan (54% terjadi pada anak
medialis.
anak tidak rewel
Benjolan pada hernia inguinalis bersifat
Gangguan BAB
tidak nyeri dan muncul terutama saat
(-)
tekanan intraabdominal anak meningkat
Teori
:Asimetris (dextra < Benjolan yang teraba di proksimal atau
Palpasi
skrotum
33
4.3 Diagnosis
Fakta
HSSR (Hernia Sinistra
Skrotalis Reponible)
Teori
34
4.5 Penatalaksanaan
Fakta
Rencana Herniotomi metode??
Dengan bantuan General Anestesi
BB = 10 kg
Usia 1 tahun, 5 bulan
Teori
Pada bayi sering diberikan anestesi
umum endotrakea karena lebih aman
Percepatan operasi dilakukan untuk
meminimalisasi terjadinya komplikasi
hernia inguinalis, khususnya hernia
inkarserata
Sebaiknya saat usia bayi kurang dari 1
tahun
Prinsip utama menggunakan teknik ligasi
tinggi
Pada anak laki-laki, digunakan metode
Ferguson
Pada anak perempuan, digunakan metode
Bevan
35
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, L.S., & Szilagyi, P.G. (2009). Bates Guide To Physical
Examination And History Taking (10th ed.). Philadephia,
USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Dorland, W.A.N. (2012). Kamus Kedokteran Dorland (31th ed.).
Jakarta, Indonesia: EGC.
Fraser, J.D., & Snyder, C.L. (2014). Inguinal Hernias and
Hydroceles. In Holcomb, G.W., Murphy, J.D., & Ostile, D.J.,
Ascrafts Pediatric Surgery (pp. 669-675). Philadelphia,
USA: Saunders Elsevier.
Glick, P.L., & Boulanger, S.C. (2012). Inguinal Hernias and
Hydroceles. In A.G. Coran, N.S. Adzick, & T.M. Krummel,
Pediatric Surgery (pp. 985-1001). Philadelphia, USA:
Elsevier Saunders.
Hebra, A. (2015). Pediatric Hernias. Diunduh pada August 22,
2016, dari http://emedicine.medscape.com/article/932680overview
Lao, O.B., Fitzgibbons, R.J., & Cusick, R.A. (2012). Pediatric
Inguinal Hernias, Hydroceles, and Undescended Testicles.
Surg Clin N Am, 92(2012), 487-504.
Napitupulu, S. (2010). Prevalensi Hernia Inguinalis pada Anak di
RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2008 Juli 2010
(Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia).
Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21381
Palmer, L.S. (2013). Hernias and Hydroceles. Pediatrics in
Review, 2013(34), 457-464.
Ramadhani, S. (2009). Persentase Kejadian Hernia Inguinalis
Lateralis Pada Anak Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun
2009 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan,
Indonesia).
Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21384
Sjamsjuhidajat, R., & Jong, W.D. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah
(3th ed.). Jakarta, Indonesia: EGC.
36
Shalaby, R., Ibrahem, R., Shahin, M., Yehya, A., Abdalrazek, M.,
Alsayaad, I., & Shouker, M.A. (2012). Laparoscopic Hernia
Repair Versus Open Herniotomy In Children: A Controlled
Randomized Study. Hindawi Publishing Corporation
Minimally Invasive Surgery, 1-8.
Diunduh dari
http://www.hindawi.com/journals/mis/2012/484135/
Wagner, J.P., Brunicardi, F.C., Amid, P.K., & Chen, D.C. (2012).
Inguinal Hernias. In F.C Brunicardi, D.K Andersen, T.R Billiar,
D.L Dunn, J.G Hunter, J.B Matthews, R.E Pollock, Schwartzs
Priciples of Surgery (pp. 1495-1521). New York, USA:
McGraw-Hill Educatio.
37
38