Pengembangan Propeller Standar Kapal Penumpang Ro-Ro 600 GRT Dan Evaluasi Kinerjanya
Pengembangan Propeller Standar Kapal Penumpang Ro-Ro 600 GRT Dan Evaluasi Kinerjanya
1. PENDAHULUAN
Paket kebijakan Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional telah
mampu mendorong jumlah armada pelayaran
nasional dari 6.041 unit pada tahun 2005 meningkat
sekitar 50% pada tahun 2009 [1]. Pada periode yang
sama, pangsa pasar armada pelayaran nasional untuk
angkutan barang ekspor-impor meningkat dari 3,5%
(dari total muatan 465,1 juta ton) menjadi 9% (dari
total muatan 546,4 juta ton). Untuk angkutan laut
dalam negeri, pangsa pasar armada kapal nasional
meningkat dari 54% dari total muatan 187,6 juta ton)
menjadi 85,7% (dari total muatan 262,3 juta ton).
Statistik tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya
industri
kemaritiman
telah
menunjukkan
kebangkitan, meskipun masih bersifat sektoral. Salah
satu sektor yang menjadi pilar pertumbuhan armada
pelayaran nasional adalah industri galangan kapal
sebagai tempat lahirnya kapal-kapal baru.
Pada saat ini terdapat sekitar 240 perusahaan
galangan dalam negeri yang tersebar hampir 37% di
pulau Jawa, 26% di Sumatra, 25% di Kalimantan dan
sisanya di kawasan Timur Indonesia [2]. Secara
nasional, rata-rata produksi kapal per tahun sebesar
85.000 GT sedangkan rata-rata reparasi kapal
mencapai 65.000 GT per tahun. Dengan kapasitas
pembangunan kapal terpasang untuk keseluruhan
galangan sebesar 140.000 GT per tahun, kondisi ini
belum
terlalu
menguntungkan
mengingat
Perhitungan
Kekuatan Bilah
(CBM)
Penentuan tebal
minimum profil
Revisi desain
TIDAK
Disetujui ?
Gambar detail
profil bilah dan
propeller
TIDAK
Memenuhi
syarat klas?
YA
Gambar patron
bilah
Persetujuan klas
YA
Fabrikasi propeller
Sea trial
Kajian kelayakan
desain
END
Gambar 2.
Bagan alir proses rancang bangun propeller
Gambar 1.
Penempatan propeller di belakang buritan
2. METODOLOGI
Prosedur umum yang diterapkan dalam proses
desain terlihat pada diagram alir gambar 2.
Sebagaimana prosedur rancangan propeller umum,
kajian awal dilakukan terhadap beban propeller
tn
P
= Cn (J )
D
n 1
(2)
tn
KQ =
47
Cn ( J ) s n
n 1
Ae
Ao
un
Ae
Ao
un
(Z )vn
(1)
39
KT
sn
( Z ) vn
Gambar 3.
Kurva tahanan kapal pada 4 kondisi berbeda
Kondisi percobaan pada keadaan 1 (kurva R1)
merefleksikan kondisi badan kapal baru dengan
angka tingkat kekasaran ks=150 m. Kondisi ballast
dinyatakan dengan pengurangan draft lambung; dari
2,45 menjadi 1,75 m yang mewakili keadaan dimana
kapal berlayar tanpa muatan. Kurva tahanan ke-2
(kurva R2) juga mewakili kondisi percobaan namun
dengan muatan penuh, yaitu dihitung pada draft
maksimum. Kondisi servis diturunkan berdasarkan
kondisi percobaan dengan menggandakan nilai ks
menjadi empat kalinya, untuk merefleksikan tingkat
kekasaran rata-rata lambung kapal sebelum reparasi
pertama [12]. Karakteristik tahanan kapal pada
kondisi ini dinyatakan sebagai kurva R 3. Kurva
R3+20% mengindikasikan peningkatan tahanan bila
kapal berlayar pada kondisi buruk, yang diprediksi
dengan menambahkan marjin sebesar 20% terhadap
kurva R3.
Pada gambar 3 terlihat bahwa karakteristik
tahanan kapal meningkat perlahan hingga kecepatan
sekitar 9 knot kemudian naik secara signifikan. Pada
Gambar 4.
Kurva pembebanan propeller terhadap motor
induk
Diameter optimum yang didapatkan 17% lebih
ORIGINAL
MODIFIED
Pr
Pr
P dist
P dist
(mm)
(mm)
(deg)
(deg)
(1)
0.20
0.25
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
0.95
1.00
(2)
(3)
(4)
0.882
833.6
43.4 0.650
0.885
866.6
38.2 0.769
0.887
899.5
34.2 0.887
0.950
963.4
28.7 0.950
0.992 1006.0 24.6 0.992
1.000 1014.1 21.0 1.050
1.000 1014.1 18.2 1.050
1.000 1014.1 16.1 1.050
1.000 1014.1 14.3 1.050
1.000 1014.1 13.6 1.050
1.000 1014.1 13.0 1.050
Mean:
0.723
Mean:
Notasi :
Pdist:
Distribusi kisar lokal
Pr:
Kisar lokal
:
Sudut kisar
(5)
692.1
818.3
944.5
1011.6
1056.3
1064.8
1064.8
1064.8
1064.8
1064.8
1064.8
0.759
38.2
36.6
35.6
29.9
25.6
21.9
19.1
16.8
15.0
14.3
13.6
Gambar 6.
Penampang samping dan proyeksi depan bilah
3.4. Analisis Hidrodinamis
Gambar 7 menunjukkan diagram karakteristik
propeller dalam aliran terbuka (lazim disebut open
water diagram), pada angka Reynold Rn = 725.e+6
yang mendekati kondisi aliran masuk ke bilah
propeller. Diagram didapatkan dengan formula
polinomial (1) dan (2) dengan menggunakan program
komputer.
Gambar 5.
Bentangan bilah menunjukkan detil profil
0,2
0
0,3
1
0,4
1,4
0,5
1,5
0,6
1,5
0,7
1,5
0,8
1,7
0,9
2,5
0,95
3,5
Gambar 8.
Mal profil bilah pada segmen 0,3R
Untuk menjelaskan posisi geometris profil
terhadap sumbu poros dan garis generator, diperlukan
gambar patron per segmen. Teknik pengukuran posisi
profil depan (face) dan punggung (back) dilakukan
dengan pitchometer yang diletakkan pada sumbu
Gambar 9.
Patron bilah pada segmen 0,3R
Profil setiap segmen diletakkan pada jarak rake
terhadap garis tengah boss propeller. Pada posisi ini,
profil lalu diputar kedudukannya pada garis generator
sebesar sudut kisar yang bersesuaian. Garis acuan
ditetapkan dengan jarak tertentu terhadap sisi depan
dan belakang boss propeller. Pada perpotongan garis
acuan ini dengan garis sumbu/generator ditarik garis
sudut ukur dengan jarak setiap 5 derajat, masingmasing ke arah sisi face dan back, seperti terlihat
pada gambar 9. Jarak horisontal dari sisi face dan
back terhadap garis acuan menunjukkan posisi
masing-masing sisi profil. Penunjukan ukuran yang
sama dapat diterapkan bila pengukuran dilakukan
secara vertikal.
3.7. Hasil Uji Coba di Laut (Sea trial)
Uji coba di laut dilakukan setelah lambung dan
semua sistem dalam kapal selesai dibangun. Lokasi
uji coba berada di alur perairan Barat Surabaya, pada
siang hari dengan kondisi perairan tenang. Kecepatan
arus rata-rata 10 knot dan kecepatan angin sekitar 10
knot (Beaufort 3). Kondisi kapal diatur pada trim
buritan, dengan draft buritan sebesar 2,05 m dan
haluan 1,3 m.
Gambar 10.
Kurva kecepatan kapal hasil prognosis dan
pengujian sea trial serta pembebanan propeller
Pengujian terhadap kinerja sistem propulsi
(progressive trial) dilakukan dengan variasi beban
motor induk sebesar 25, 50, 75, 100 dan 110% daya.
Untuk setiap kondisi beban, dilakukan dua kali
pengujian masing-masing pada arah kapal menentang
arus dan menentang arah angin. Kecepatan kapal
diketahui dengan pembacaan GPS yang tersedia di
ruang kendali (wheel house) dan dibandingkan
dengan sebuah GPS portable. Hasil dari dua kali
pengujian dengan arah berbeda tersebut dirataratakan untuk menetapkan kecepatan kapal pada
setiap kenaikan beban. Kurva kecepatan terhadap
putaran motor hasil uji diplot bersama dengan hasil
prognosis kecepatan, seperti terlihat pada gambar 10.
Prediksi kecepatan kapal pada beban rendah
(putaran motor 945 hingga 1191 rpm) terlihat
mendekati capaian sebenarnya, namun sedikit
menyimpang pada beban yang lebih tinggi. Pada
putaran motor 945 rpm kecepatan kapal telah
mencapai 10 knot. Kecepatan dinas 12 knot
diprediksi akan tercapai sekitar putaran 1200 rpm
atau sekitar 80% rating maksimum motor. Uji coba
menunjukkan kondisi ini akan tercapai pada putaran
sekitar 1360 rpm atau 90% rating maksimum motor.
Pengamatan pada kurva kecepatan pada gambar 10
menunjukkan kecepatan kapal sebesar 12,2 dan 12,6
knot masing-masing pada putaran 1363 dan 1500
rpm. Penyimpangan prediksi ini terhadap hasil
sebenarnya merupakan hal yang lazim terjadi,
mengingat proses desain propeller banyak melibatkan
asumsi dan idealisasi kondisi aliran fluida di
sekeliling propeller.
Hasil uji coba menunjukkan capaian yang cukup
baik, mengingat kecepatan 10 knot ternyata telah
tercapai pada 60% rating maksimum motor. Namun,
hampir berhimpitnya kurva beban propeller dengan
kurva daya motor menunjukkan propeller tidak
berada pada titik efisiensi yang cukup baik.
Pengoperasian kapal pada titik ini dalam jangka
Ae/Ao :
P/D :
Z:
B:
H:
T:
:
Cb :
Cm :
Vs :
KT :
KQ :
J:
1.
2.
3.
[m]
5.
[m]
6.
[m]
[m3]
[-]
7.
[-]
8.
[-]
[-]
[-]
[-]
7. DAFTAR PUSTAKA
[m]
knot
[-]
4.
Length of Waterline, garis air
pada muatan penuh
Breadth,
lebar
maksimum
lambung kapal
Height,
Tinggi
maksimum
termasuk bangunan geladak
Draught, tinggi sarat kapal pada
muatan penuh
volume displasemen
koefisien blok, rasio antara
volume displasemen terhadap
(LWL x B x T)
koefisien midship, rasio antara
luas penampang melintang kapal
pada midship terhadap (B x T)
kecepatan dinas kapal kondisi
percobaan di laut (sea trial)
Koefisien gaya dorong
Koefisien torsi
koefisien kemajuan (speed of
advance)
[-]
5. NOTASI/NOMENKLATUR
LWL :
9.
Deweplano,
Profil
Transportasi
Laut,
February,12
2010
<http://transportasi.bappenas.go.id/index.php>
Windyandari, A., Prospek Industri Galangan
Kapal Dalam Negeri guna Menghadapi
Persaingan Global, Jurnal TEKNIK, Vol.29,
No.1, hal.73-76, 2008.
Sukadana, I.B.P, Dudik, A.C., KM. Ro-ro 600
GRT, Report of Propeller Design, Surabaya,
2008.
Holtrop, J.A., Statistical re-Analysis of
Resistance and Propulsion Data, Jurnal
International Shipbuilding Progress, Vol.31,
1984
Kuiper, G., The Wageningen Propeller Series,
MARIN Publication, Netherland, 1992
Oosterveld, M.W.C., Oosanen, P.Van., Further
Computer Analysed Data of the Wageningen
B-srew Series, Int. J. Shipbuilding Progress,
Volume 27, 1975
Carlton, J.S., Marine Propellers and
Propulsion, 1st ed., Butterworth-Heinemann Ltd,
Oxford, 1994
Biro Klasifikasi Indonesia, Rules for the
Classification and Construction of Seagoing
Steel Ships, Volume III: Rules for Machinery
Installation, 2001
Mannen,J.D.Van, Oosanen, P.Van., Propeller
Design, Principles of Naval Architecture, 2nd
revision, Volume II, hal. 183-213,1988