Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN PROPELLER STANDAR

KAPAL PENUMPANG RO-RO 600 GRT DAN EVALUASI KINERJANYA


Ida Bagus Putu Sukadana
Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bali
Bukit Jimbaran,Tuban Badung- BALI,
Phone : +62- 361-701981, Fax: +62- 361-701128, e-mail: grantangs@yahoo.com
Abstrak
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran utuh pengembangan propeller kapal penumpang ferry ro-ro 600 GRT
dan evaluasinya setelah diuji coba dalam pelayaran percobaan (sea trial). Studi numerik digunakan untuk menganalisis
tahanan/hambatan lambung kapal dengan menggunakan metode Holtrop 1984. Dengan data rating motor penggerak utama
yang telah ditetapkan sebesar 1000 HP pada 1500 rpm, dilakukan optimasi parameter utama propeller yang meliputi
diameter optimum, rasio luasan bilah, rasio kisar dan jumlah bilah. Titik desain propeller ditentukan sedemikian rupa
sehingga menghasilkan kecepatan dinas kapal sebesar 12 knot (=12 mil laut per jam). Optimasi dilakukan mengacu kepada
metode Kuiper basis torsi dengan bantuan program komputer lokal. Rancangan propeller yang dihasilkan memiliki
parameter utama diameter (D) = 1402 mm, rasio luasan bilah (BAR) = 0,832, rasio kisar (P/D) = 0,759 dan jumlah bilah
(Z) = 4. Analisis terhadap kinerja hidrodinamis diperoleh efisiensi open water maksimum sebesar 0,608 dan analisis speed
prognosis menunjukkan kecepatan dinas kapal dapat tercapai pada sekitar 80% rating maksimum motor. Hasil uji coba di
laut membuktikan bahwa pada rating 90% daya maksimum motor, kecepatan kapal telah mencapai 12,2 knot sedangkan
pada rating maksimum motor kecepatan kapal mencapai 12,6 knot.
Kata kunci: kapal penumpang, propeller, optimasi, speed prognosis, hidrodinamis.

1. PENDAHULUAN
Paket kebijakan Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional telah
mampu mendorong jumlah armada pelayaran
nasional dari 6.041 unit pada tahun 2005 meningkat
sekitar 50% pada tahun 2009 [1]. Pada periode yang
sama, pangsa pasar armada pelayaran nasional untuk
angkutan barang ekspor-impor meningkat dari 3,5%
(dari total muatan 465,1 juta ton) menjadi 9% (dari
total muatan 546,4 juta ton). Untuk angkutan laut
dalam negeri, pangsa pasar armada kapal nasional
meningkat dari 54% dari total muatan 187,6 juta ton)
menjadi 85,7% (dari total muatan 262,3 juta ton).
Statistik tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya
industri
kemaritiman
telah
menunjukkan
kebangkitan, meskipun masih bersifat sektoral. Salah
satu sektor yang menjadi pilar pertumbuhan armada
pelayaran nasional adalah industri galangan kapal
sebagai tempat lahirnya kapal-kapal baru.
Pada saat ini terdapat sekitar 240 perusahaan
galangan dalam negeri yang tersebar hampir 37% di
pulau Jawa, 26% di Sumatra, 25% di Kalimantan dan
sisanya di kawasan Timur Indonesia [2]. Secara
nasional, rata-rata produksi kapal per tahun sebesar
85.000 GT sedangkan rata-rata reparasi kapal
mencapai 65.000 GT per tahun. Dengan kapasitas
pembangunan kapal terpasang untuk keseluruhan
galangan sebesar 140.000 GT per tahun, kondisi ini
belum
terlalu
menguntungkan
mengingat

peningkatan pangsa pasar muatan begitu pesat seiring


pemberlakuan pasar global. Maka, adalah wajar bila
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut merespon hal
ini sebagai sebuah peluang yang tertuang dalam salah
satu sasaran pembangunan transportasi laut tahun
2010-2014 yaitu meningkatnya pangsa pasar armada
pelayaran nasional untuk angkutan laut dalam negeri
menjadi 100% [1].
Selain prospek yang cerah bagi investor pemilik
armada nasional, situasi ini merupakan peluang yang
besar sekaligus tantangan yang berat bagi galangan
kapal dalam negeri untuk menciptakan produk yang
berkualitas, andal dan memenuhi persyaratan
keamanan pelayaran internasional. Pemberlakuan
pasar global bahkan AC-FTA yang baru saja melanda
perekonomian Indonesia, seharusnya memacu
industri galangan untuk lebih mandiri dalam
memproduksi kapal baru. Dalam tataran kemandirian
ini, segala ketergantungan terhadap pihak asing;
mulai dari desain hingga fabrikasi, harus dikurangi
secara bertahap, kecuali yang terkait dengan
kepentingan standarisasi internasional.
Pada awal tahun 2008 sebuah galangan kapal di
Surabaya membangun seri kapal penumpang jenis
ferry ro-ro berkapasitas 600 GRT. Proyek ini
menyambung kesuksesan pembangunan seri kapal
yang sama pada pertengahan tahun 2005. Dalam
upaya meningkatkan efisiensi dan kemandirian
produksi, rancangan sistem propulsi yang lazimnya
mengandalkan desainer asing, kali ini dilakukan
secara mandiri dengan persetujuan
BKI. Tim

perancang merupakan gabungan dari praktisi maritim


dan akademisi Politeknik. Artikel ini bertujuan untuk
memberikan gambaran utuh pengembangan propeller
kapal penumpang ferry ro-ro 600 GRT dan
evaluasinya setelah diuji coba dalam pelayaran
percobaan (sea trial). Hasilnya diharapkan dapat
dimanfaatkan sebagai pedoman baku bagi
pembangunan kapal-kapal sekelas di masa depan,
sehingga dapat meningkatkan efektifitas produksi.
Obyek rancangan merupakan sebuah seri kapal
baru berjenis kapal penumpang tipe ferry ro-ro
dengan dimensi utama sebagai berikut [3]:
: 50
m
LWL
:
13
m
B
: 3,45 m
H
: 2,45 m
T
: 0,672
Cb
: 0,891
Cm
: 1069 m3

Payload : 600 GRT
: 12
knot
Vs
Kapal didesain menggunakan dua buah propeller
berbilah 4 yang masing-masing digerakkan oleh
sebuah motor diesel putaran menengah berkapasitas
maksimum 1000 HP (736 kW), melalui gear box
penurun putaran. Rasio gear ditentukan 1:2,56
sehingga putaran motor pada rating maksimum
sebesar 1500 rpm turun menjadi 586 rpm. Buritan
kapal berbentuk transom dilengkapi dengan kemudi
dan penyokong poros seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar mengilustrasikan penempatan propeller di
belakang buritan dimana diameternya dibatasi tidak
melebihi 1,7 m untuk menghindari fluktuasi tekanan
berlebihan fluida terhadap lambung kapal yang
menimbulkan getaran.

dalam bentuk tahanan kapal (resistance), yang


dikonversi ke dalam bentuk gaya dorong (thrust)
yang diperlukan untuk mendorong kapal pada
kecepatan Vs. Geometri lambung kapal mengadopsi
rancangan lambung kapal-kapal sekelas yang telah
terbukti optimal, sehingga dalam hal ini tahanan
kapal diprediksi secara numerik. Metode yang
digunakan adalah metode statistik Holtrop 1984 [4].
Proses perhitungan dipercepat dengan bantuan
perangkat lunak PROPTIMA-Professional1.
START
Prediksi Tahanan
Kapal (Holtrop
1984)
Optimasi Geometri
Propeller
Desain detail profil
bilah (B-series
standar)
Kajian
Hidrodinamis
Sesuaikan tebal profil

Perhitungan
Kekuatan Bilah
(CBM)
Penentuan tebal
minimum profil
Revisi desain

TIDAK
Disetujui ?

Gambar detail
profil bilah dan
propeller

TIDAK
Memenuhi
syarat klas?
YA

Gambar patron
bilah
Persetujuan klas

YA
Fabrikasi propeller
Sea trial
Kajian kelayakan
desain
END

Gambar 2.
Bagan alir proses rancang bangun propeller

Gambar 1.
Penempatan propeller di belakang buritan
2. METODOLOGI
Prosedur umum yang diterapkan dalam proses
desain terlihat pada diagram alir gambar 2.
Sebagaimana prosedur rancangan propeller umum,
kajian awal dilakukan terhadap beban propeller

Karena spesifikasi motor penggerak utama telah


ditetapkan, maka proses optimasi parameter utama
propeller dilakukan dengan metode Kuiper
berbasiskan torsi [5]. Kriteria optimum didefinisikan
sebagai
kombinasi
parameter
utama yang
menghasilkan efisiensi propeller maksimum pada
batasan operasional sistem propulsi. Parameter utama
tersebut adalah diameter, rasio luasan bilah, rasio
kisar dan jumlah bilah propeller. Asumsi dan batasan
yang dipakai pada rancangan ini adalah :
Propeller bekerja dalam kondisi kavitasi
maksimum 2,5% back cavitation
1

Program Komputer Karya Mahasiswa Politeknik Perkapalan


Negeri Surabaya, 2005

Diameter maksimum propeller adalah 1,7 m


Efisiensi sistem transmisi diasumsikan 96%
Geometri
propeller
mengacu
standar
Wageningen B-series, 4 bilah
Proses optimasi juga mengandalkan piranti lunak
PROPTIMA-Professional. Program komputer ini
menerjemahkan optimasi Kuiper ke dalam bahasa
pemrograman. Metode ini merupakan pemutahiran
metode grafis dengan penerapan formula polinomial
hasil analisis regresi [6]:

tn

P
= Cn (J )

D
n 1
(2)

tn

KQ =

47

Cn ( J ) s n
n 1

Ae

Ao

un

Ae

Ao

un

(Z )vn

(1)
39

KT

sn

( Z ) vn

Detil profil bilah propeller dihitung berdasarkan


standar profil model propeller Wageningen B-series
dengan input 4 data parameter utama yang telah
dihasilkan melalui proses optimasi. Analisa kekuatan
bilah propeller kemudian dilakukan dengan
cantilever beam method (CBM) [7]. Penentuan
ketebalan minimum bilah propeller pada daerah kritis
berpedoman kepada peraturan klas BKI [8].
Semua gambar rancangan yang berupa gambar
teknik, gambar detail dan gambar kerja (patron
bilah), dibuat berdasarkan metode Holst [9]
menggunakan AUTOCAD 2008. Karena pengujian
hidrodinamis model propeller tidak memungkinkan,
maka kinerja propeller dapat diprediksi dengan
formula polinomial yang tersedia, dengan dukungan
data kecepatan kapal, tahanan kapal, jumlah bilah
propeller, rasio kisar serta rasio luasan bilah. Prediksi
kinerja propeller dilakukan dengan menerapkan
prosedur prognosis kecepatan (speed prognose) [7].
Patron cetakan bilah propeller dibuat sedemikian
rupa sehingga tebal minimum yang disyaratkan dapat
dipertahankan pada tahap akhir fabrikasinya. Pada
teknik pengecoran logam, pendinginan material akan
dapat mengubah posisi sudut kisar bilah propeller.
Proses finishing dan balansir propeller juga akan
mengurangi ketebalan bilah. Patron cetakan harus
mengantisipasi dua hal tersebut. Metode yang sering
digunakan adalah teknik penambahan ketebalan dan
pembesaran sudut kisar dengan prosentase tertentu
seperti diterapkan oleh A.M.W. Teignbridge
Propellers sebuah vendor propeller di Belanda [10].
Prosedur uji coba di laut yang digunakan sebagai
bahan kajian adalah uji coba pada kondisi perairan
tenang dan kondisi lambung kapal baru (Calm-water
sea-trial). Pelaksanaannya mengikuti pedoman
standar internasional ITTC [11]. Jenis uji coba
difokuskan kepada performa sistem propulsi dalam
memberikan kecepatan servis yang ditentukan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Prediksi Beban Kapal


Kapal dirancang pada kecepatan dinas 12 knot.
Meski demikian, tahanannya pada perubahan
kecepatan diperkirakan hingga 15 knot, untuk
memperoleh gambaran lengkap kinerja propeller bila
dioperasikan pada rating maksimum motor
penggerak. Sebagai bahan kajian kelayakan teknis
propeller, perhitungan tahanan dilakukan pada empat
kondisi kapal (gambar 3), yaitu:
1. Perairan tenang, muatan ballast, pelayaran
percobaan (R1)
2. Perairan tenang, muatan penuh, pelayaran
percobaan (R2)
3. Perairan tenang, muatan penuh, pelayaran
servis (R3)
4. Perairan bercuaca buruk, muatan penuh,
pelayaran servis (R3+20%)

Gambar 3.
Kurva tahanan kapal pada 4 kondisi berbeda
Kondisi percobaan pada keadaan 1 (kurva R1)
merefleksikan kondisi badan kapal baru dengan
angka tingkat kekasaran ks=150 m. Kondisi ballast
dinyatakan dengan pengurangan draft lambung; dari
2,45 menjadi 1,75 m yang mewakili keadaan dimana
kapal berlayar tanpa muatan. Kurva tahanan ke-2
(kurva R2) juga mewakili kondisi percobaan namun
dengan muatan penuh, yaitu dihitung pada draft
maksimum. Kondisi servis diturunkan berdasarkan
kondisi percobaan dengan menggandakan nilai ks
menjadi empat kalinya, untuk merefleksikan tingkat
kekasaran rata-rata lambung kapal sebelum reparasi
pertama [12]. Karakteristik tahanan kapal pada
kondisi ini dinyatakan sebagai kurva R 3. Kurva
R3+20% mengindikasikan peningkatan tahanan bila
kapal berlayar pada kondisi buruk, yang diprediksi
dengan menambahkan marjin sebesar 20% terhadap
kurva R3.
Pada gambar 3 terlihat bahwa karakteristik
tahanan kapal meningkat perlahan hingga kecepatan
sekitar 9 knot kemudian naik secara signifikan. Pada

kecepatan desain 12 knot tahanan diprediksi paling


rendah 90 kN dan tidak melampaui 110 kN bahkan
pada kondisi terburuk sekalipun. Dengan asumsi
fraksi penurunan gaya dorong propeller sebesar 0,17
maka gaya dorong propeller minimum yang
diperlukan adalah 108 kN. Beban tersebut akan
ditanggung oleh dua propeller yang digerakkan
masing-masing oleh sebuah motor induk yang
identik. Dengan demikian, rancangan sebuah
propeller optimum dilakukan berdasarkan setengah
dari beban total, yaitu minimum sebesar 50 kN.
3.2. Optimasi Parameter Optimum Propeller
Parameter geometri optimum propeller dirancang
sedemikian rupa sehingga kecepatan dinas kapal (12
knot) dapat tercapai pada 85% daya maksimum
motor induk (derating). Pada kondisi ideal, kurva
pembebanan propeller akan memotong rating
maksimum MCR (100% daya pada 100% putaran)
motor induk, sehingga titik ini dapat dijadikan acuan
atau design point dari optimasi propeller. Pada titik
MCR, kecepatan kapal diharapkan dapat melampaui
12 knot dimana dalam kasus ini diperkirakan sebesar
13 knot. Dengan demikian, diharapkan agar propeller
dapat memberikan kecepatan desain kapal hanya
dengan menyerap 85% daya maksimum motor induk.
Dengan strategi optimasi tersebut maka data rating
maksimum motor dan beberapa parameter utama
kapal serta beberapa asumsi yang mewakili kondisi
kerja propeller diinput ke program PROPTIMA.
Setelah beberapa iterasi output program memang
menunjukkan propeller yang paling optimum
berbilah 4, dimana propeller optimum yang
memberikan efisiensi terbaik memiliki parameter
utama:
Diameter (D) = 1402 mm
Rasio kisar (P/D) = 0,723
Rasio luasan bilah (Ae/Ao) = 0,832
Efisiensi (o) maksimum = 0,608

Gambar 4.
Kurva pembebanan propeller terhadap motor
induk
Diameter optimum yang didapatkan 17% lebih

kecil daripada diameter maksimum. Rasio luasan


total bilah terhadap luasan lingkaran propeller
ternyata cukup besar untuk mengantisipasi beban
kapal, sehingga menghasilkan bilah yang lebar. Rasio
kisar yang diperlukan termasuk kategori sedang.
Situasi pembebanan propeller terhadap motor induk
diilustrasikan pada gambar 4, dimana pada kondisi
lambung kapal baru motor masih memungkinkan
mencapai putaran di atas putaran maksimum (kurva
2). Pada kondisi servis, kurva beban propeller akan
bergeser ke kiri (kurva 3) seiring penambahan
tahanan kapal sehingga memotong kurva daya motor
induk di sekitar titik desain, yaitu 736 kW pada 1500
rpm.
3.3. Desain Bilah Propeller
Model propeller Wageningen B-series memiliki
standar baku sudut rake sebesar 15. Dengan sudut
sebesar ini propeller dipertimbangkan telah dapat
dipasang di buritan kapal dengan mudah. Desain
bilah diawali dengan pembagian radius bilah dalam
10 segmen yang sama panjang, sebagai dasar
penggambaran profil bilah. Untuk setiap segmen,
dihitung panjang bentangan (chord) profil, jarak dari
ujung depan (leading edge) profil ke garis acuan
(generator line) dan ke posisi ketebalan maksimum,
sudut kisar lokal serta ketebalan maksimum profil.
Hasilnya terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Geometri profil bilah propeller
r/R R(mm) c (mm) a (mm) b (mm) t(mm)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
0.2
140.21 484.68 299.05 169.64
51.32
0
0.2
175.26 516.76 317.81 180.87
48.37
5
0.3
210.31 548.84 336.44 192.09
45.43
0
0.4
280.41 597.83 359.30 209.84
39.54
0
0.5
350.51 627.58 367.76 222.79
33.65
0
0.6
420.62 637.79 357.80 248.10
27.76
0
0.7
490.72 625.25 327.63 276.98
21.87
0
0.8
560.82 574.50 266.00 275.19
15.98
0
0.9
630.92 461.35 161.93 230.68
10.09
0
0.9
665.97 343.23
73.36
178.93
7.15
5
1.0
701.03
142.00
4.21
0
Notasi :
a:
Jarak antara leading edge dengan garis generator
Jarak antara leading edge dengan lokasi
b:
ketebalan maksimum
c:
Panjang chord
t:
Ketebalan maksimum profil

Standar baku propeller 4 bilah memiliki


prosentase kisar bervariasi dari pangkal ke ujung,
dengan distribusi seperti terlihat pada tabel 2 kolom
(1). Dengan kisar lokal pada 0,2R sebesar 0,882 dari
kisar 1R (ujung), ternyata bentangan bilah terlalu
lebar untuk dimensi boss propeller yang telah
ditetapkan. Karena dimensi boss tidak mungkin
diubah, maka diputuskan untuk menurunkan
prosentase kisar lokal di sekitar 0,2R. Perubahan ini
menyebabkan prosentase kisar pada segmen lainnya
turut berubah, seperti terlihat pada tabel 2 kolom (4).
Rancangan kisar tersebut mengakibatkan kisar ratarata propeller berubah dari 0,723 menjadi 0,759.
Kajian terhadap pembebanan motor menunjukkan
bahwa kisar yang baru masih dapat diterima.
Tabel 2. Modifikasi distribusi kisar
r/R

ORIGINAL
MODIFIED
Pr

Pr

P dist
P dist
(mm)
(mm)
(deg)
(deg)
(1)

0.20
0.25
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
0.95
1.00

(2)

(3)

(4)

0.882
833.6
43.4 0.650
0.885
866.6
38.2 0.769
0.887
899.5
34.2 0.887
0.950
963.4
28.7 0.950
0.992 1006.0 24.6 0.992
1.000 1014.1 21.0 1.050
1.000 1014.1 18.2 1.050
1.000 1014.1 16.1 1.050
1.000 1014.1 14.3 1.050
1.000 1014.1 13.6 1.050
1.000 1014.1 13.0 1.050
Mean:
0.723
Mean:
Notasi :
Pdist:
Distribusi kisar lokal
Pr:
Kisar lokal
:
Sudut kisar

(5)

692.1
818.3
944.5
1011.6
1056.3
1064.8
1064.8
1064.8
1064.8
1064.8
1064.8
0.759

38.2
36.6
35.6
29.9
25.6
21.9
19.1
16.8
15.0
14.3
13.6

Detil profil untuk setiap segmen profil berupa


ordinat sisi hisap dan sisi tekan bilah kemudian
dikalkulasi menurut koefisien geometri yang telah
ditetapkan untuk propeller 4 bilah. Berdasarkan
ordinat-ordinat tersebut, rancang bangun bilah
dibentuk dengan teknik penggambaran khas
propeller, seperti terlihat pada gambar 5 (bentangan
bilah) dan 6 (proyeksi depan dan samping). Pada
sistem propulsi dengan dua propeller identik, kedua
buah propeller memiliki geometri yang sama namun
dioperasikan dengan putaran yang berlawanan. Kapal
ini dirancang dengan putaran propeller mengarah ke
dalam, dimana propeller kiri (port) berputar searah
jarum jam dan propeller kanan (starboard) berputar
berlawanan. Maka, gambar bilah propeller kanan
pada dasarnya merupakan pencerminan propeller
kiri.

Gambar 6.
Penampang samping dan proyeksi depan bilah
3.4. Analisis Hidrodinamis
Gambar 7 menunjukkan diagram karakteristik
propeller dalam aliran terbuka (lazim disebut open
water diagram), pada angka Reynold Rn = 725.e+6
yang mendekati kondisi aliran masuk ke bilah
propeller. Diagram didapatkan dengan formula
polinomial (1) dan (2) dengan menggunakan program
komputer.

Gambar 5.
Bentangan bilah menunjukkan detil profil

rancangan awal tidak perlu dikoreksi. Dengan


geometri bilah yang telah ditetapkan, analisis
tegangan dilakukan menggunakan CBM. Pada titik
pengoperasian maksimum, gaya-gaya yang bekerja
pada radius 0,25R adalah (dalam N/mm2):
a. Komponen akibat gaya dorong = 43,24
b. Komponen akibat torsi propeller = 6,66
c. Komponen akibat momen sentrifugal = 173,33
d. Komponen akibat gaya sentrifugal = 24,73
sehingga tegangan maksimum yang bekerja pada
elemen bilah 0,25R = (a+b+c+d) = 247,97 N/mm2.
Tegangan ini lebih rendah dari kekuatan tarik
material yang digunakan, yaitu 440 N/mm2.
3.6. Desain Patron Cetakan Bilah
Gambar 7.
Diagram open water propeller beserta koreksi
akibat aliran non-homogen
Titik desain propeller terlihat tidak terletak pada
kondisi optimum, dimana efisiensinya lebih rendah
daripada efisiensi maksimum yang mungkin tercapai.
Hal ini disebabkan oleh adanya koreksi rasio luasan
daun (Ae/A0) sebagai antisipasi kavitasi, koreksi
diameter untuk kondisi aliran nyata di sekitar buritan
kapal serta koreksi angka Reynold pada tahap akhir
dari proses optimasi geometri propeller. Meski
efisiensi propeller diperkirakan hanya mencapai 0,54
pada titik desain, rancangan masih realistis
mengingat pada situasi dimana beban kapal
meningkat titik operasi propeller akan bergeser ke
kanan sehingga akan semakin mendekati titik
efisiensi maksimumnya.
3.5. Analisis kekuatan
Sesuai persyaratan klas mengenai desain propeller,
ketebalan profil harus diperiksa pada radius 0,25R
dan 0,6R [8]. Aturan klas juga merujuk penggunaan
metode grafis Germanisher Lloyd (GL) untuk
menentukan stres dinamis pada bilah propeller [13].
Metode GL menerapkan koreksi koefisien gaya
dorong KT* akibat aliran tak-homogen di sekitar
propeller yang ditentukan dengan menurunkan
koefisien J sebesar 10%. Dengan menggunakan
koefisien KT*, maka faktor stres ES dapat dihitung
untuk setiap peningkatan nilai koefisien J. Kurva E S
kemudian diplot pada diagram open water propeller
seperti terlihat pada gambar 7. Perpotongan kurva ES
dengan garis tegak J menunjukkan nilai E S yang
menentukan ketebalan minimum profil bilah pada
titik kritis. Pada diagram nilai ES terbaca sebesar 1,3
sedangkan formula BKI (disebut dengan ET)
menghasilkan 1,2, suatu perbedaan yang sangat kecil.
Hasil perhitungan dengan formula BKI untuk
ketebalan minimum pada radius 0,25R adalah 37,5
mm dan pada 0,6 R adalah 19,9 mm. Profil yang
telah dirancang memiliki dimensi yang lebih tebal,
seperti terlihat pada tabel 1, kolom (6) sehingga

Pada teknologi manufaktur propeller dengan


teknik pengecoran dimana perubahan geometri akan
terjadi pada saat pendinginan, maka patron cetakan
yang tepat sangat menentukan hasil akhir yang
sesuai. Pengerutan tak seragam akan terjadi pada
bagian material yang memiliki pebedaan ketebalan.
Hal ini biasanya akan mengakibatkan perubahan
kisar propeller yang dihasilkan, dimana kisar ratarata bilah akan berkurang. Untuk itu, patron dibuat
dengan menaikkan kisar lokal dengan porsi yang
tidak seragam, seperti terlihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Koreksi kisar patron bilah propeller [10]
r/R
%

0,2
0

0,3
1

0,4
1,4

0,5
1,5

0,6
1,5

0,7
1,5

0,8
1,7

0,9
2,5

0,95
3,5

Selain antisipasi terhadap pengerutan material,


patron cetakan bilah harus menyediakan pula
tambahan material untuk proses finishing dan
balansir propeller. Secara praktis, ketebalan setiap
profil di sepanjang radius dinaikkan sebesar 2%.
Posisi penebalan sebaiknya mengarah ke posisi
punggung (back) bilah, mengingat pada saat balansir
pengurangan material akan dilakukan pada sisi
tersebut. Tujuannya adalah untuk memperkecil resiko
berubahnya kisar secara signifikan. Berdasarkan
ketentuan diatas, mal profil bilah per segmen radius
dibentuk dengan bantuan AutoCAD. Salah satu profil
untuk segmen 0,3R terlihat pada gambar 8.

Gambar 8.
Mal profil bilah pada segmen 0,3R
Untuk menjelaskan posisi geometris profil
terhadap sumbu poros dan garis generator, diperlukan
gambar patron per segmen. Teknik pengukuran posisi
profil depan (face) dan punggung (back) dilakukan
dengan pitchometer yang diletakkan pada sumbu

poros propeller. Dengan demikian, gambar patron


harus menjelaskan posisi pengukuran tersebut.

Gambar 9.
Patron bilah pada segmen 0,3R
Profil setiap segmen diletakkan pada jarak rake
terhadap garis tengah boss propeller. Pada posisi ini,
profil lalu diputar kedudukannya pada garis generator
sebesar sudut kisar yang bersesuaian. Garis acuan
ditetapkan dengan jarak tertentu terhadap sisi depan
dan belakang boss propeller. Pada perpotongan garis
acuan ini dengan garis sumbu/generator ditarik garis
sudut ukur dengan jarak setiap 5 derajat, masingmasing ke arah sisi face dan back, seperti terlihat
pada gambar 9. Jarak horisontal dari sisi face dan
back terhadap garis acuan menunjukkan posisi
masing-masing sisi profil. Penunjukan ukuran yang
sama dapat diterapkan bila pengukuran dilakukan
secara vertikal.
3.7. Hasil Uji Coba di Laut (Sea trial)
Uji coba di laut dilakukan setelah lambung dan
semua sistem dalam kapal selesai dibangun. Lokasi
uji coba berada di alur perairan Barat Surabaya, pada
siang hari dengan kondisi perairan tenang. Kecepatan
arus rata-rata 10 knot dan kecepatan angin sekitar 10
knot (Beaufort 3). Kondisi kapal diatur pada trim
buritan, dengan draft buritan sebesar 2,05 m dan
haluan 1,3 m.

Gambar 10.
Kurva kecepatan kapal hasil prognosis dan
pengujian sea trial serta pembebanan propeller
Pengujian terhadap kinerja sistem propulsi
(progressive trial) dilakukan dengan variasi beban
motor induk sebesar 25, 50, 75, 100 dan 110% daya.
Untuk setiap kondisi beban, dilakukan dua kali
pengujian masing-masing pada arah kapal menentang
arus dan menentang arah angin. Kecepatan kapal
diketahui dengan pembacaan GPS yang tersedia di
ruang kendali (wheel house) dan dibandingkan
dengan sebuah GPS portable. Hasil dari dua kali
pengujian dengan arah berbeda tersebut dirataratakan untuk menetapkan kecepatan kapal pada
setiap kenaikan beban. Kurva kecepatan terhadap
putaran motor hasil uji diplot bersama dengan hasil
prognosis kecepatan, seperti terlihat pada gambar 10.
Prediksi kecepatan kapal pada beban rendah
(putaran motor 945 hingga 1191 rpm) terlihat
mendekati capaian sebenarnya, namun sedikit
menyimpang pada beban yang lebih tinggi. Pada
putaran motor 945 rpm kecepatan kapal telah
mencapai 10 knot. Kecepatan dinas 12 knot
diprediksi akan tercapai sekitar putaran 1200 rpm
atau sekitar 80% rating maksimum motor. Uji coba
menunjukkan kondisi ini akan tercapai pada putaran
sekitar 1360 rpm atau 90% rating maksimum motor.
Pengamatan pada kurva kecepatan pada gambar 10
menunjukkan kecepatan kapal sebesar 12,2 dan 12,6
knot masing-masing pada putaran 1363 dan 1500
rpm. Penyimpangan prediksi ini terhadap hasil
sebenarnya merupakan hal yang lazim terjadi,
mengingat proses desain propeller banyak melibatkan
asumsi dan idealisasi kondisi aliran fluida di
sekeliling propeller.
Hasil uji coba menunjukkan capaian yang cukup
baik, mengingat kecepatan 10 knot ternyata telah
tercapai pada 60% rating maksimum motor. Namun,
hampir berhimpitnya kurva beban propeller dengan
kurva daya motor menunjukkan propeller tidak
berada pada titik efisiensi yang cukup baik.
Pengoperasian kapal pada titik ini dalam jangka

waktu lama juga tidak diharapkan mengingat torsi


maksimum motor belum tercapai. Artinya, motor
akan bekerja pada daerah operasional yang tidak
ekonomis. Daerah ekonomis; yang berkorelasi
dengan daerah dimana konsumsi bahan bakar
spesifik tercapai, terjadi pada rentang putaran 1200
hingga 1350 rpm (80% hingga 90% beban), sangat
sesuai dengan kecepatan dinas yang diharapkan.
Dengan demikian, capaian uji coba menunjukkan
rancangan propeller yang sangat memuaskan dari sisi
teknis maupun ekonomis.
4. KESIMPULAN
Rancangan propeller yang dihasilkan memiliki
parameter utama diameter (D) = 1402 mm, rasio
luasan bilah (BAR) = 0,832, rasio kisar (P/D) =
0,759 dan jumlah bilah (Z) = 4. Analisis dengan
CBM menunjukkan tegangan maksimum terjadi di
pangkal bilah propeller (r=0,25R) sebesar 248 MPa.
Tegangan maksimum ini lebih rendah dari kekuatan
tarik material yang digunakan (Cast Manganese
Brass Grade Cu-1) yaitu 440 MPa. Analisis terhadap
kinerja hidrodinamis diperoleh efisiensi open water
maksimum sebesar 0,608 dan analisis speed
prognosis menunjukkan kecepatan dinas kapal dapat
tercapai pada sekitar 80% rating maksimum motor.
Hasil uji coba di laut membuktikan bahwa pada
rating 90% daya maksimum motor, kecepatan kapal
telah mencapai 12,2 knot sedangkan pada rating
maksimum motor kecepatan kapal mencapai 12,6
knot. Dengan demikian, produk yang dihasilkan telah
mengindikasikan performa yang diinginkan dan
layak untuk digunakan pada kapal-kapal serupa yang
akan dibangun.

Ae/Ao :

P/D :
Z:

B:
H:
T:

:
Cb :
Cm :
Vs :
KT :
KQ :
J:

1.
2.

3.

[m]
5.
[m]
6.
[m]
[m3]
[-]

7.

[-]

8.

[-]
[-]
[-]

[-]

7. DAFTAR PUSTAKA

[m]

knot

[-]

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada


Bp. Indra, Direktur Samudera Marine Indonesia
(mantan Direktur PT. Adiluhung Sarana Segara,
Surabaya) sebagai pihak penyandang dana proyek
ini, atas kerjasama dan kepercayaannya sehingga
rancangan dapat diselesaikan dengan baik. Terima
kasih pula bagi Sdr. Dudik Agus Cahyono; staf PT.
PAL Indonesia dan mantan mahasiswa DIII
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS-ITS);
atas
kegigihannya
menuntaskan
dan
menyempurnakan program Proptima-Professional
hingga dapat memberikan sumbangan bagi dunia
perkapalan di Tanah Air demi kemandirian Bangsa.

4.
Length of Waterline, garis air
pada muatan penuh
Breadth,
lebar
maksimum
lambung kapal
Height,
Tinggi
maksimum
termasuk bangunan geladak
Draught, tinggi sarat kapal pada
muatan penuh
volume displasemen
koefisien blok, rasio antara
volume displasemen terhadap
(LWL x B x T)
koefisien midship, rasio antara
luas penampang melintang kapal
pada midship terhadap (B x T)
kecepatan dinas kapal kondisi
percobaan di laut (sea trial)
Koefisien gaya dorong
Koefisien torsi
koefisien kemajuan (speed of
advance)

[-]

6. UCAPAN TERIMA KASIH

5. NOTASI/NOMENKLATUR
LWL :

rasio luasan bilah propeller


(BAR), yaitu luasan total bilah
terhadap luasan lingkaran yang
dibentuk dengan diameter D.
rasio kisar, yaitu rasio antara
kisar rata-rata bilah terhadap
diameter D.
jumlah bilah propeller

9.

Deweplano,
Profil
Transportasi
Laut,
February,12
2010
<http://transportasi.bappenas.go.id/index.php>
Windyandari, A., Prospek Industri Galangan
Kapal Dalam Negeri guna Menghadapi
Persaingan Global, Jurnal TEKNIK, Vol.29,
No.1, hal.73-76, 2008.
Sukadana, I.B.P, Dudik, A.C., KM. Ro-ro 600
GRT, Report of Propeller Design, Surabaya,
2008.
Holtrop, J.A., Statistical re-Analysis of
Resistance and Propulsion Data, Jurnal
International Shipbuilding Progress, Vol.31,
1984
Kuiper, G., The Wageningen Propeller Series,
MARIN Publication, Netherland, 1992
Oosterveld, M.W.C., Oosanen, P.Van., Further
Computer Analysed Data of the Wageningen
B-srew Series, Int. J. Shipbuilding Progress,
Volume 27, 1975
Carlton, J.S., Marine Propellers and
Propulsion, 1st ed., Butterworth-Heinemann Ltd,
Oxford, 1994
Biro Klasifikasi Indonesia, Rules for the
Classification and Construction of Seagoing
Steel Ships, Volume III: Rules for Machinery
Installation, 2001
Mannen,J.D.Van, Oosanen, P.Van., Propeller
Design, Principles of Naval Architecture, 2nd
revision, Volume II, hal. 183-213,1988

10. Slamet, I., Propeller Design and Application


Issues, Lecturer Note of Propeller Course,
Surabaya, 1997
11. International Towing Tank Conference, Full
Scale Measurements Speed and Power Trials,
ITTC-Recommended Procedures and Guidelines
no. 7.5-04-01, 2005
12. Kresic, M., Haskell, B., Effect of Propeller
Design Point Definition on the Performance of
a Propeller/Diesel Engine System with Regard
to In-Service Roughness and Weather
Conditions, SNAME Transaction, Vol 91, pp.
195-224, 1983
13. Germanisher Lloyd, Regulations for the
Determination of Dynamic Stresses on
Propeller, GL-Hamburg, 1971

Anda mungkin juga menyukai