Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan
fungsinya.
Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang
akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.5
2.Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau
tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh.
Epidemiologi
GGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur
ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika serikat, GGA
paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%), sedangkan perempuan ada sebesar
28,3%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar 82,5%,
dan rata-rata terjadi pada penderita yang berumur 45 tahun.
Menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika Serikat, dari
439.192 orang penderita GGA, 80,45% adalah penderita berkulit putih, dimana
53,70% dari jumlah tersebut adalah laki-laki. Penderita yang berkulit hitam sebesar
19,5% dimana 50,3% dari jumlah penderita yang berkulit hitam tersebut adalah lakilaki.
GGA merupakan suatu sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan dengan patofisiologi yang berbeda-beda.
a. Host
1. Umur dan jenis kelamin
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia
dapat terkena penyakit ini.27 Menurut penelitian D.W. Bates penyakit GGA paling
banyak pada penderita yang berumur 45 tahun.18 Menurut penelitian Katherine L.
OBrien, Haiti, ditemukan 109 orang penderita GGA yang berumur dibawah 18
tahun.23 Berdasarkan data penyakit ginjal anak di Indonesia yang dikumpulkan dari 7
pusat pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas Sumatera Utara,
Universitas Indonesia , Universitas Padjajaran , Universitas Diponegoro , Universitas
Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Udayana ditemukan sebanyak
107 orang anak yang menderita penyakit GGA.
Kejadian pada laki-laki dan perempuan hampir sama. Menurut penelitian
Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA, 51,8% adalah laki-laki,
sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia
akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika
terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya
karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan
penyebab terbanyak GGA renal.
GGA Postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi.
Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan
transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen,
tergantung berat dan lamanya obstruksi.5
Perjalanan Klinis GGA
Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :
Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah
terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase
ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam.
Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut
dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang
diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya
diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar
urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa
peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari
400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2
sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena
tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya
kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan
garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat
terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea
endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit
menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa
itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara
bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik,
tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate
(GFR) yang permanen.
Gejala-Gejala GGA
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :,
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,
diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena GGA renal.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA
yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8
sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus
segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari
kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan dalam
jumlah berlebihan.31
Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko
infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus
dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan
komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada gagal ginjal oligurik.
Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi
penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan
memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap
melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika
ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati.
Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi
dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan
faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai
parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada,
dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang
spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga
menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan.
Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan
zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya.
Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat
pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus
dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus
mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan
katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%.
Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan
pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40
gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam
amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus
dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin.
Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi).
Deskripsi
LFG (mL/menit/1.73 m)
Risiko meningkat
90
2
3
4
5
60-89
30-59
15-29
< 15 atau dialisis
Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%),
diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas,
akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus
(Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer
dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain
seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis
(Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari
pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan
terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun
berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg,
atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal
(Sidabutar, 1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid.
Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di
kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan
genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi
dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit
ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).
Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi,
obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit
diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation,
2009).
Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan
adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan
yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang
menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran
histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh
penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah
kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat
dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini
berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal
(Noer, 2006).
Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi
kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit,
selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin
kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhankeluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.
Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang
adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan
pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.
Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan
dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan
paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea
pada kulit muka dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak
untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak
jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan
atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang
terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan
retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor
yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif
termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ
dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal
ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor
pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji
saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain
berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG),
nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography
(MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada
stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat
dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah
tekanan darah makinkecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,
anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan
(National Kidney Foundation, 2009).
Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin
azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status
gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2
L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit
ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk
mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali
(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20
mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif,
murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK.
Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat,
medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi
ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut
dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di
banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh
cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah
biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal
di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi