Anda di halaman 1dari 7

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

REKLAMASI TELUK BENOA BALI,


ANTARA PRO DAN KONTRA YANG TAK KUNJUNG SELESAI

I. PENDAHULUAN
Teluk Benoa adalah perairan pasang surut lintas kabupaten/kota yang terletak diantara Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung. Teluk Benoa terletak di belahan selatan Pulau Bali dan
berbentuk teluk intertidal yang dilingkari oleh hutan mangrove dan dilindungi dari gelombang air
laut 45 yang besar oleh Semenanjung Jimbaran di sebelah barat, Tanjung Benoa dan Pulau
Serangan di sebelah timur. Berdasarkan bentuk lahan, Teluk Benoa secara umum dapat dibagi
menjadi bagian pantai utara, pantai barat, pantai selatan dan pantai timur.
Kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya merupakan pusat keanekaragaman hayati pada
tingkatan ekosistem lahan basah di wilayah pesisir Bali Selatan. Di kawasan ini terdapat
keanekaragaman habitat (ekosistem) yang relatif tinggi dan lengkap sebagai perwakilan
ekosistem lahan basah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu ekosistem mangrove, terumbu karang
(coral reefs), padang lamun (segarass beds), dan dataran pasang surut (tidal flats). Tidak hanya
kekayaan ekosistem lahan basah, kearifan lokal masyarakat Bali yang memiliki konsep hidup
untuk mencintai lingkungan melalui ajaran Tri Hita Karana menjadikan Teluk Benoa sebagai
salah satu Tempat Suci yang dijaga kelestariannya.
Reklamasi pantai di Teluk Benoa telah menyita perhatian sejumlah masyarakat. Hal ini
terkait dengan berbagai permasalahan baik pada aspek lingkungan, aspek sosial-budaya maupun
aspek ekonominya.
Reklamasi Teluk Benoa mulai menimbulkan kontroversi sejak

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur Made Mangku Pastika, Nomor 2138/02C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan
Perairan Teluk Benoa seluas 838 hektar yang diberikan kepada PT Tirta Wahana Bali
Internasional (TWBI). Kontroversi bertambah rumit ketika terbitnya Perpres No. 51 Tahun 2014
terkait perubahan atas Perpres Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan SARBAGITA. Salah satu inti dari Perpres 51 Tahun 2014 adalah menghapuskan Teluk
Benoa dari kawasan konservasi perairan, dan mengubah kawasan perairan pesisir Teluk Benoa
menjadi zona penyangga yang dinilai para kontra reklamasi bertujuan untuk memuluskan
rencana reklamasi oleh investor.
Pro dan kontra reklamasi Teluk Benoa, Bali yang tak kunjung selesai akan dibahas dalam
paper ini, dihubungkan dengan keterkaitannya dengan lahan basah meliputi manfaat ekonomi,
fungsi ekologis, serta atribut lahan basah Teluk Benoa.
II. PEMBAHASAN
Ditinjau dari aspek ekonomi, Teluk Benoa berada pada posisi strategis. Sebutan segitiga
emas perekonomian Bali ditujukan kepada Teluk Benoa karena berada di tengah pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, perdagangan dan jasa serta berlokasi di antara Sanur
Kuta Nusa Dua. Untuk mengakses perjalanan ke Teluk Benoa, terdapat infrastruktur
pendukung berupa infrastruktur darat yaitu jaringan jalan arteri primer dan Jalan Tol,
infrastruktur udara yaitu Bandara Internasional Ngurah Rai dan infrastruktur laut yaitu
Pelabuhan Laut Internasional Benoa. Teluk Benoa juga ditunjang oleh prasarana berupa jaringan
pelayanan air bersih dari IPA Muara Nusa Dua, jaringan pelayanan energi listrik dari PLTD
Pesanggaran, prasarana pengelolaan sampah regional Sarbagita serta jaringan dan instalasi
pengelolaan air limbah DSDP. Bali yang awalnya sebagai salah satu daerah agraris kini menjadi
area yang sangat akrab dengan nama pariwisata. Bali yang secara geografis sangat sempit, terus
mengalami pengurangan lahan pertanian karena alih fungsi akibat kemajuan pembangunan.
Pembangunan selalu berkembang yang ditandai dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan
migrasi, serta pergeseran peruntukan lahan yang menyebabkan alih fungsi lahan meningkat
setiap tahun.
Hal-hal yang telah disebut di atas melatarbelakangi dikeluarkannya Surat Keputusan (SK)
Gubernur Made Mangku Pastika, Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak
Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa. Pengelolaan wilayah
perairan teluk Benoa seluas 838 Ha, menurut rencana masih harus menunggu kajian final,
sebagian besar diantaranya atau sekitar 438 Ha akan dibangun hutan mangrove. Sementara
sekitar 300 Ha dibangun fasilitas umum seperti art centre, gedung pameran kerajinan,
gelanggang olahraga, tempat ibadah, sekolah, dsb, dan hanya sebagian kecil atau sekitar 100 Ha
dibangun akomodasi pariwisata. Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan rekomendasi
izin pemanfaatan, sudah melalui proses dan mekanisme pembahasan,mulai dari permohonan
yang diajukan investor, rekomendasi DPRD Provinsi Bali, sampai turunnya Keputusan

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

Gubernur. Rekomendasi tersebut masih memerlukan beberapa kajian pendukung, sinkronisasi


dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan, serta beberapa tahapan perizinan yang
wajib dimiliki oleh investor, di mana izin-izin tersebut menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Rekomendasi tersebut belum cukup dipakai acuan melaksanakan
kegiatan reklamasi, tetapi baru sebatas sebagai dasar bagi investor melakukan kegiatan
pengkajian, survey, serta pengurusan perizinan yang dibutuhkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Setelah terbitnya SK Gubernur, Presiden pun menerbitkan Perpres No. 51 Tahun 2014 yang
salah satu inti dari isinya adalah penghapusan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. Hal ini
mendapatkan respon kontra yang luar biasa dari berbagai pihak yang tidak menyetujui adanya
reklamasi Teluk Benoa. Para Kontra beranggapan bahwa hal tersebut mempermudah pihak
investor untuk melakukan reklamasi. Di sisi lain, tanggapan presiden melalui Sekretaris Kabinet
(Seskab) Dipo Alam seperti dikutip dari laman setkab.go.id, perubahan Perpes No. 45 Tahun
2011 menjadi Perpres No. 51 Tahun 2014 dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelaraskan
arahan pengaturan peruntukan dan pemanfaatan ruang di Kawasan Teluk Benoa.
Pertimbangan selanjutnya yaitu karena adanya perkembangan kebijakan strategis nasional
dan dinamika internal di Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan,
khususnya terkait pemanfaatan ruang di Kawasan Teluk Benoa, sehingga perlu dilakukan
kebijakan revitalisasi kawasan yang sesuai dengan perkembangan potensi alam, wisata,
lingkungan dan masyarakat di Bali secara khusus dan umum. Sementara kondisi eksisting
Kawasan Teluk Benoa sudah tidak seluruhnya memenuhi kriteria sebagai kawasan konservasi
perairan, dimana secara faktual telah ada perubahan fisik antara lain jalan tol, jaringan pipa
migas, maupun pelabuhan internasional Benoa. Selain itu, terjadinya pendangkalan, menjadi
salah satu pertimbangan bahwa Kawasan Benoa tersebut tidak lagi tepat untuk dikatakan sebagai
kawasan konservasi. Khusus keberadaan jalan tol layang diatas kawasan pantai, telah mengubah
dinamika ekosistem pantai di Kawasan Teluk Benoa, sehingga diperlukan penyesuaian
peruntukan ruang. Pertimbangan lainnya yaitu bahwa kawasan Teluk Benoa dinilai dapat
dikembangkan sebagai kawasan pengembangan kegiatan ekonomi serta sosial budaya dan
agama, dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi Taman Hutan Raya Ngurah Rai dan
pelestarian ekosistem kawasan sekitarnya, termasuk tanaman bakau. serta keberadaan prasarana
dan sarana infrastruktur di Kawasan Teluk Benoa. Dan pertimbangan terakhir adalah bahwa
perubahan Perpres Sarbagita itu untuk menyesuaikan dinamika dan perubahan tujuan
pembangunan perekonomian nasional, khususnya yang terkait dengan rencana percepatan
pembangunan di Bali, yang merupakan bagian dari rencana Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembanguan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI).
Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka investor, pemerintah dan
masyarakat yang pro terhadap reklamasi Teluk Benoa menilai bahwa dalam perkembangan
pembangunan ke depan, reklamasi dan kehadiran pulau baru ini memiliki berbagai keuntungan
bagi Bali, diantaranya adalah luas pulau Bali secara geografis akan bertambah. Pulau baru yang
dibangun investor di kawasan ini akan menjadi milik masyarakat Bali. Demikian pula hutan
mangrove akan bertambah. Keberadaan hutan bakau yang sangat luas di kawasan tersebut, akan
sangat melindungi kawasan pesisir dari ancaman abrasi akibat iklim global, termasuk melindungi
Bali dari bencana tsunami. Dalam hal lapangan kerja, dibangunnya akomodasi pariwisata dan

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

fasilitas umum akan memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat Bali dalam 5 sampai
10 tahun mendatang. Diperkirakan sekitar 200.000 lapangan kerja baru akan tersedia di kawasan
ini. Selain itu, dalam mendukung pembangunan pariwisata, keberadaan pulau reklamasi akan
menjadi destinasi wisata baru.
Berbagai pertimbangan dan hal-hal yang dinilai menguntungkan oleh para pro reklamasi
tersebut dapat dibantah oleh para kontra reklamasi, yang menilai bahwa reklamasi bukan
merupakan solusi untuk menghentikan pendangkalan. Seperti diketahui, pendangkalan adalah
suatu proses alamiah yang terjadi pada alam akibat adanya proses sedimentasi, yaitu
pengendapan material-material yang di bawa oleh sungai-sungai penyangga Teluk Benoa menuju
muara. Vegetasi mangrove di kawasan Teluk Benoa didominasi oleh jenis prapat
(Sonneratia spp.), vegetasi jenis ini sangat sensitive terhadap sedimentasi. Proyek reklamasi
dengan menciptakan pulau-pulau baru di kawasan Teluk Benoa akan membuat proses
sedimentasi atau pendangkalan berlangsung semakin cepat, hal ini disebabkan karena materialmaterial sedimen yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Benoa akan terhalang
oleh pulau-pulau baru hasil reklamasi. Mengatasi pendangkalan yang terjadi di Teluk Benoa
dengan cara mengurug Teluk Benoa hanya akan menambah persoalan baru bagi kawasan
perairan Teluk Benoa.
Reklamasi Teluk Benoa tentunya akan mengubah arus laut yang dibangkitkan oleh peristiwa
pasang surut. Perubahan arus ini akan berpengaruh terhadap disposisi sedimen, dimana
sedimentasi ini akan mematikan vegetasi Sonnerata spp. Secara jangka panjang akan terjadi
perubahan struktur komunitas mangrove di kawasan tersebut. Hal ini diakibatkan proyek
reklamasi akan menyebabkan majunya garis pantai, sehingga lingkungan tinggal mangrove akan
berganti, yang dahulu adalah lingkungan payau berganti menjadi lingkungan pantai.
Reklamasi tidak akan menyelamatkan habitat dan ekosistem Teluk Benoa, namun sebaliknya,
reklamasi akan menghancurkan habitat dan ekosistem Teluk Benoa yang telah terbentuk dari
jutaan tahun yang lalu. Habitat dan ekosistem ekosistem mangrove Teluk Benoa berperan
penting dalam menjaga kestabilitasan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang juga merupakan daerah asuhan (nursery ground), pemijahan
(spawning ground) dan tempat mencari makan bagi ikan (feeding ground) beberapa jenis biota
perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan serta sebagai sanctuary kehidupan liar dan
mangrove yang dikenal sebagai pemasok hara dan makanan bagi plankton serta menciptakan
suatu rantai makanan yang kompleks di perairan sekitarnya akan rusak selama proses pengerjaan
pulau-pulau baru.
Selain itu reklamasi akan menyebabkan peningkatan padatan tersuspensi serta sedimentasi di
habitat terumbu karang sehingga dapat mematikan polip karang dan merusak terumbu karang di
kawasan sekitarnya. Secara sistemik perusakan terumbu karang tersebut akan berdampak
langsung terhadap rusaknya jejaring terumbu karang ataupun keanekaragaman hayati yang lain,
khususnya koneksitas kawasan segitiga emas yaitu kawasan Candi Dasa dan Nusa Penida.

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

Bali yang kaya akan budaya memiliki kearifan lokal khas yang berkaitan dengan Hindu. Pusat
Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia) yang sangat konsen dengan kepentingan
keberlangsungan eksistensi Hindu dengan budaya, tradisi dan kearifan lokalnya, tidak
ketinggalan menanggapi rencana besar ini. Berikut ini adalah penolakan reklamasi Teluk Benoa
karena tidak sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Hindu Bali:
1. Dilihat dari Sisi Parahyangan (Konsep Ketuhanan Hindu dan Agama)

Air dalam berbagai sumber dan bentuknya dalam agama Hindu adalah komponen alam
yang sakral dan suci sehingga tidak sembarangan bisa memperlakukan air yang sudah ada
di alam ini untuk diperlakukan sembarangan. Apalagi di Bali, yang merupakan pulau
Yadnya yang sangat bergantung pada air. Diantara air yang disucikan oleh Agama Hindu
adalah air danau, air sungai, air campuhan dan air laut. Teluk benoa adalah bagian sumber
air yang disucikan dan berasal dari perpaduan sumber air laut (kuasa dari Sanghyang
Baruna) dan air sungai (kuasa dari Dewi Gangga). Melakukan manipulasi terhadap air ini
berarti berurusan tidak cuma dengan manusia yang masih memanfaatkannya, tapi juga
dengan para penguasa air yang disebutkan diatas.

Reklamasi Teluk Benoa akan mengakibatkan kesakralan tempat-tempat suci yang ada
disekitar tempat itu akan berkurang, karena dipengaruhi aktifitas dari pemanfaatan lahan
reklamasi yang tidak memberikan kenyamanan (leteh) pada tempat-tempat suci
disekitarnya seperti Pura Candi Narmada, Pura Sakenan, Pura Dalem Peed, dsb.
Masyarakat lokal tidak bisa mengedalikan pemanfaatan dan kegunaan setelah dikuasai
oleh pemodal, sehingga kendali kebijakan apapun akan bisa diloloskan dengan dalih
sudah menjadi hak dari pemegang ijin tersebut.

Reklamasi akan berdampak pada terjadinya abrasi pada tempat-tempat parahyangan lain
yang ada di Bali seperti di wilayah Denpasar (Pura Sakenan, Pura Candi Narmada, Pura
Segara, Pura Padanggalak), wilayah Gianyar (Pura Masceti, Pura Pura Er Jeruk, Pura
Dalem Rangkan), Jembrana (Pura Purancak, Pura Rambut Siwi), dan banyak Pura-Pura
yang ada di sepanjang pesisir terancam keberadaannya.

2. Dari Sisi Pawongan (Sosial, Ekonomi, Pertahanan dan Budaya)

Dampak sosial akan sangat besar bila reklamasi dan pemanfaatan lahan ini terjadi.
Kesenjangan antara wilayah Bali selatan yang terkonsentrasi dengan jumlah sarana
pariwisata yang over supply dengan wilayah Bali lainnya akan semakin membuat
pembangunan Bali tidak merata dan tidak seimbang. Kecemburuan sosial akan semakin
meruncing dan mengakibatkan hilangnya rasa sagilik saguluk sabayantaka karena
semua merasa berhak dan sikap individualistik akan semakin meningkat yang berujung
pada mati ci hidup kai (hidup sendiri-sendiri).
Hubungan harmoni desa pekraman yang ada di wilayah reklamasi dengan di luar daerah
reklamasi terutama yang kena dampak negatifnya (abrasi) akan renggang sehingga
memungkinkan untuk munculnya ego sektoral di antara desa pekraman yang berujung

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

pada konflik yang tidak berkesudahan. Persatuan desa pekraman di Bali akan terpecahpecah dan mudah menjadi sumber kehancuran sistem sosial di Bali.
Reklamasi dan proyek ikutannya akan menjadikan sistem ekonomi Bali yang bertumpu
pada Pariwisata Budaya akan melemah dan cenderung memburuk karena semua titik-titik
sebaran distribusi tujuan wisata tidak akan merata. Satu wilayah akan penuh dengan
wisatawan, sedangkan wilayah lain hanya akan menikmati pepesan kosong dan menjadi
obyek untuk dinikmati. Konsep ini sangat bertentangan dengan cita-cita almarhun Prof.
Dr. Ida Bagus Mantra untuk menjadikan Pariwisata Budaya Bali yang berbasis
Komunitas (Masyarakat Bali), bukan berbasis kekuasaan investor.
Pertahanan Bali akan lemah, karena dipastikan arus tenaga kerja dari luar Bali dan dari
luar negeri akan membludak sehingga desa pekraman hanya akan menjadi simbol adat,
bukan lagi benteng pertahanan untuk menjaga Budaya, Tradisi dan Agama Hindu di Bali.
Apalagi AFTA 2015 memungkinkan untuk menggunakan tenaga asing dengan bebas.
Dominasi orang luar Bali akan menjadikan Bali tidak lagi murni bisa melaksanakan tata
cara orang Bali sehingga lama kelamaan akan mempengaruhi budaya orang Bali.
Konsep Pariwisata Budaya, hanya akan menjadi kenangan, karena budaya bukan lagi
menjadi daya tarik orang untuk ke Bali. Bali akan sama dengan Singapore, Hawaii,
Batam, dsb., yang menjadikan semua tatanan pendukung budaya Bali akan mulai hancur.
Dan budaya Bali hanyalah akan menjadi cerita kenangan bagi generasi di masa depan.

3. Dari Sisi Palemahan (Kerusakan Lingkungan, dan Rusaknya Konsep Tatanan Palemahan)

Data dari Balai Wilayah Sungai Bali-Penida Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Departemen Pekerjaan Umum di Denpasar mencatat, tahun 2009 abrasi terjadi di
sepanjang 181,70 kilometer dari total panjang pantai di Bali 437,70 km. Tahun 1987
abrasi di Bali tercatat terjadi di sepanjang 49,95 km. Artinya, dalam waktu lebih dari 20
tahun terjadi penambahan abrasi sepanjang 131,75 km garis pantai atau rata-rata 5,98 km
per tahun. Dari segi kewilayahan, abrasi yang terjadi di pantai Bali mengakibatkan
kerusakan infrastruktur pariwisata, lahan pertanian, dan kawasan suci, misalnya, Pantai
Kuta (Kabupaten Badung), Pantai Sanur dan Pantai Padanggalak (Denpasar), Pantai
Lebih (Gianyar), Pantai Candidasa dan Pantai Ujung (Karangasem), Pantai Lovina
(Buleleng), serta Pantai Cupel dan Banyumala (Jembrana).
Dengan terkonsentrasinya proyek-proyek besar milik investor, otomatis akan mendorong
semakin banyak orang Bali di sekitar sana untuk menjual tanah, karena harga tanah yang
menjanjikan mereka untuk mendapatkan hidup yang layak tanpa memikirkan generasi
mereka ke depan, yang sudah tidak memiliki lahan. Penguasaan lahan berarti penguasaan
hak atas segala yang ada diatasnya. Hilangnya lahan, berarti sama dengan hilangnya
sistem yang ada disana karena bertahannya orang Bali dengan budaya, tradisi dan
ritualnya karena mereka memiliki dan menguasai lahan untuk dikelola.

III.PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan data-data yang telah diperoleh di atas adalah:

Amelia Trisnanda Dewi (1513100009)Ekologi Lahan Basah 2016

Reklamasi dalam konteks Teluk Benoa adalah kegiatan untuk mengurug dan
membangun pulau-pulau buatan di kawasan perairan Teluk Benoa.
Terjadi perbedaan pendapat (pro dan kontra) antara pemerintahan dan masyarakat
setempat mengenai proyek reklamasi.
Keuntungan yang akan didapat setelah reklamasi dinilai tidak sebanding dengan
dampak yang ditimbulkan, karena mengatasi pendangkalan yang terjadi di Teluk
Benoa dengan cara mengurug Teluk Benoa hanya akan menambah permasalahan baru
bagi kawasan perairan Teluk Benoa.
Permasalahan-permasalahan tersebut terkait dengan aspek lingkungan, ekonomi, dan
sosial-budaya sebagai kearifan lokal lahan basah.

B. Saran
Berdasarkan data-data dan informasi yang telah disampaikan di atas, penulis turut serta
menolak adanya reklamasi dan pembangunan di Teluk Benoa. Menghilangkan fungsi dan
peruntukan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi lalu mereklamasi guna pembuatan
pulau-pulau baru bukanlah solusi yang bijak bagi perbaikan ekosistem lahan basah baik teluk
maupun pesisir. Perbaikan ekosistem Teluk Benoa sebaiknya dilakukan dengan cara
revitalisasi. Revitalisasi tidak sama dengan reklamasi. revitalisasi adalah proses, cara,
perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Dalam konteks Teluk Benoa yang
merupakan kawasan lahan basah dan perairan maka seharusnya kegiatan revitalisasinya
adalah proses, cara atau perbuatan menggiatkan kembali kawasan lahan basah dan perairan
Teluk Benoa dengan fungsinya sebagai kawasan perairan, bukan mengubah ekosistemnya.

Anda mungkin juga menyukai