Mula-mula sel inang (spons) mensintesis metabolit sekunder untuk melengkapi perlindungan
melawan serangan mikroba atau eukariot (perlindungan langsung pertama), contoh senyawa
asetilenat. Selain itu, spons dapat juga menghasilkan metabolit sekunder berupa protein yang dapat
menahan pertumbuhan bakteri (perlindungan dengan sistem imun), contohnya adalah perforin
(Thakur et al, 2003) dan tachylectin (Schroder et al , 2003). Secara fungsional, senyawa ini beraksi
sebagai molekul pertahanan. Akibat adanya interaksi metabolit sekunder yang dihasilkan dengan
bakteri yang berasosiasi dengan spons menyebabkan kemungkinan bakteri terinduksi untuk
menghasilkan suatu metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dihasilkan memiliki bermacammacam fungsi, misalnya berfungsi dalam sistem pertahanan sekaligus pengaktivasi jalur penting
untuk pertahanan diri (activator metabolite). Contoh metabolit sekunder bakteri adalah asam
okadaat (okadaic acid) yang dihasilkan oleh bakteri dalam spons Suberites domuncula. Asam
okadaat berperan sebagai molekul pertahanan melawan serangan metazoa asing dan secara simultan
merupakan modulasi positif jalur ini untuk memperbesar respon imun sel inang (Wiens et al, 2003).
Bakteri yang hidup pada permukaan sel inang spons menghasilkan metabolit sekunder spesifik
untuk melawan bakteri tertentu (perlindungan tidak langsung), contoh senyawa antifouling (Thakur
et al, 2003) dan senyawa tribromophenol (Clare et al, 1999).
Spons adalah invertebrata multiseluler dari Filum Porifera yang memiliki hubungan dengan
berbagai mikroorganisme salah satunya adalah bakteri. Spons dibedakan menjadi dua jenis,
berdasarkan kelimpahan dan keragaman komunitas mikroba: High Microbial Abundance (HMA)
dan Low Microbial Abundance (LMA). Setengah dari biomassa spons HMA terdiri dari mikroba
simbion, sedangkan mikroba simbion pada spons LMA ditemukan ditemukan lebih sedikit
biomassa (Hentschel et al, 2003; Hochmuth et al, 2010;. Giles et al, 2013). Mayoritas metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh spons laut adalah poliketida kompleks, yang berpotensi sebagai
antimalaria, antibiotik, anti-inflamasi, antivirus, antitumor, dan antifouling, termasuk berbagai
kelompok antibiotik farmakologi penting: eritromisin dan tetrasiklin (Sipkema et al, 2005; Taylor
et al, 2007; Hochmuth et al, 2009). Gen yang bertanggung jawab untuk biosintesis poliketida
adalah poliketida gen Sintase (PKS). PKS yang biasanya ditemukan di metagenom spons dan
dikenal spesifik untuk spons disebut sup (sponges symbiont ubiquitous) PKS. Sup PKS adalah jenis
PKS kecil yang menghasilkan asam lemak metil-bercabang yang biasa ditemukan dalam spons.
Jenis lain adalah trans-acyltransferase (trans AT) PKS.
Biosintesis Poliketida
Poliketida merupakan senyawa hasil kondensasi antara asam asetat dan malonyl-CoA,
dengan mekanisme yang mirip sintesis asam lemak (Robinson, 1991; Seigler, 2012; Romeo, 2004).
Poliketida aromatik merupakan suatu poliketida yang memiliki karakteristik yaitu struktur polisiklik
aromatik. Biosintesis poliketida aromatik mirip dengan biosintesis asam lemak. Perbedaan
pembentukan asam lemak dan senyawa poliketida aromatik terletak pada peristiwa reduksi sebelum
penambahan asetil-CoA lebih lanjut.
CH3
COOH
CH3
COOH
CO
CH2
C2
KONDENSASI
(+C2)
CH3
CO
CH2
COOH
CH3
C2
COOH
REDUKSI
CH3
CH2
CH2
COOH
KONDENSASI
(+C2)
CH3
(CH2)2
CO
CH2
COOH
CH2
COOH
CH3
(CH2)2
CO
CH2
COOH
C2
CH3
(CH2)4
CO
CH2
COOH
C2
REDUKSI
CH3
(CH2)2
CH2
KONDENSASI
(+C2)
CH3
(CH2)4
ASAM LEMAK
CO
CH2
COOH
POLIKETIDA
Biosintesis asam lemak dan poliketida
Cn
Biosintesisis poliketida berasal dari suatu reaksi kondensasi asetil-CoA dengan senyawa
malonil-CoA. Pada dasarnya, asetil-CoA dibentuk dari asam asetat yang mengalami pengaktivan
pada gugus karboksilnya menjadi bentuk tio ester dengan bantuan enzim Poliketida Sintase (PKS),
sedangkan malonil-CoA berasal dari asetil-CoA yang mengalami karboksilasi pada gugus
metilennya.
Pembentukan rantai poliasetil (suatu produk menengah yang berupa rantai karbon linear
poli--keton) ini terjadi melalui suatu reaksi kondensasi Claisen antara unit pemula (asetil-KoA)
dan unit perluasan (malonil-KoA). Pembentukan rantai poliasetil terjadi dengan bantuan enzim
poliketida sintase. Setelah terbentuk rantai diketida, terjadi reaksi perpanjangan rantai dengan
adanya penambahan gugus asetil yang berasal dari malonil-KoA. Reaksi perpanjangan ini sangat
ditentukan oleh enzim asil transferase. Enzim tersebut berfungsi untuk memundahkan gugus asil
dari malonil-KoA ke enzim poliketida sintase agar enzim tersebut hanya melakukan siklus
kondensasi. Mekanisme pembentukan rantai poliasetil terdapat pada gambar dibawah ini:
Rantai poliasetil yang dihasilkan memiliki kereaktifan yang sangat tinggi karena rantai poliasetil
tersebut memiliki gugus metilen yang dapat bertindak sebagai Nukleofil dan gugus karbonil yang
bertindak sebagai Elektrofil. Karena kereaktifannya tersebut, rantai poliasetil dapat mengalami
berbagai macam reaksi modifikasi seperti, regiospesifik, reduksi, siklisasi atau aromatisasi dengan
bantuan enzim yang sesuai.
Biosintesis Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah senyawa-senyawa yang termasuk golongan poliketida yang berasal dari
delapan unit malonil-koenzim A. Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok tetrasiklin
mempunyai kerangka dasar karbon dari naftasen C-18 yang terhidrogenasi secara parsial, oleh
karena itu disebut juga kerangka hidronaftasen. Malonamoil-koenzim A bertindak sebagai inisiator
untuk polimerisasi delapan molekul malonil-koenzim A menghasilkan suatu poliketida-amida yang
linier. Poliketida-amida ini selanjutnya direka menghasilkan tetrasiklin, melalui serentetan reaksi
sederhana dan berlangsung secara bertahap. Melalui rangkaian reaksi ini, dihasilkan senyawasenyawa antara yang utama, seperti pret etramid dan 6-metilpretetramid, yang mengandung semua
atom karbon yang diperlukan pada hasil-hasil akhir.
Biosintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA membentuk malonil-KoA dengan
enzim asetil-KoA karboksilase. Malonil-KoA kemudian bereaksi dengan 2-oksosuksinamat
menghasilkan malonamoil-KoA. 2-oksosuksinamat merupakan hasil dari transaminasi asparagin
dengan enzim asam okso-asparagin transaminase. Malonamoil-KoA kemudian dikonversi lebih
lanjut menjadi 4-hidroksi-6-metilpretetramida melalui 6-metilpretetramida. Senyawa inilah yang
akan diubah menjadi 4-dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang merupakan intermediat
dalam menghasilkan klorotetrasiklin dan tetrasiklin.
DAFTAR PUSTAKA
Giles, E. C., Kamke, J.,Moitinho-Silva, L.,Taylor,M. W.,Hentschel, U.,Ravasi,T., dan
Schmitt, S. (2013). Bacterial community profiles in low microbial abundance
sponges. FEMS Microbiology Ecology,83,232-241.
Hentschel, U., Fieseler, L., dan Wehrl, M. (2003).Microbial diversity of marine sponges.
Molecular Marine Biology and Biotechnology, 37, 59-88.
Hochmuth, T. & Piel, J. (2009). Polyketide synthases of bacterial symbionts in sponges
Evolution-based applications in natural products research. Phytochemistry, 70,
1841-1849.
Hochmuth, T., Niederkrger, N., dan Gernert, C.(2010). Linking chemical and microbial
diversity in marine sponges: possible role for poribacteria as producers of methyl branched fatty acids. ChemBioChem,11,2572-2578
Robinson JA. 1991. Polyketide synthase complexes: their structure and function in antibiotic
biosynthesis. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 332 (1263): 107114
Romeo, John. 2004. Secondary Metabolism in Model System. Florida: Elsevier.
Seigler, David. 2012. Plant Secondary Metabolism. New York: Springer Science & Business Media.
Sipkema, D., Franssen, M. C. F., Osinga, R., Tramper,J., dan Wijffels,R. H. (2005). Marine
sponges as pharmacy. Marine Biotechnology, 7,142-162.
Taylor, M. W., Radax, R.,Steger,D., dan Wagner, M. (2007). Sponge-associated
microorganisms: Evolution, ecology, and biotechnological potential. Microbiology
and molecular Biology Reviews,71,295-347.
Thakur, N.L., dan Mller, W.E. 2004. Biotechnological Potential of Marine Sponges. J. Curr. Sci.
86, 15061512.