PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosis
(dan kadang-kadang oleh M. bovis dan africanum). Sumber infeksi adalah penderita TB paru
yang membatukkan dahaknya, dimana pada pemeriksaan hapusan dahak umumnya ditemukan
BTA positif. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup(1).
WHO menyatakan bahwa 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Saat ini di negara
maju diperkirakan setiap tahun terdapat 10-20 kasus baru setiap 100.000 penduduk dengan
kematian 1-5 per 100.000 penduduk sedang di negara berkembang angkanya masih tinggi. Pada
tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Di Indonesia Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, TB merupakan penyebab kematian kedua, sedang
pada SKRT 2001 menunjukkan TB merupakan penyebab kematian pertama pada golongan
penyakit infeksi. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian
akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB(1).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Laringitis Tuberkulosis
Definisi
Penyakit
ini
hampir
selalu
akibat
tuberculosis
paru,sering
kalisetelah
diberi
pengobatan,tuberculosis paru sembuh tapi laryngitis tuberculosis nya menetap hal ini terjadi
karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak
sebaik paru,sehingga bila infeksi mengenai kartilago pengobatanya lama.(1)
Epidemiologi
Sebelum era antibiotik angka insiden laringitis tuberkulosis mencapai 83% dari seluruh
kasus tuberkulosis ekstrapulmonal. Setelah perkembangan antibiotik, insiden laringitis
tuberkulosis menjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus tuberkulosis ekstrapulmonal dengan laju
mortalitas kurang dari 2%. Laringitis tuberkulosis lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita
dan sebagian besar pada rentang usia 40-50 tahun. Temuan klinis dini dari laringitis tuberkulosis
paling banyak pada bagian posterior laring terutama pada pasien yang berbaring lama ditempat
tidur dan pada pasien yang sputumnya terkumpul di regio interaritenoid. Bagian yang paling
sering terinfeksi adalah pita suara ( 50-70% ) dan yang paling jarang adalah epiglotis (2,3).
Patogenesis
Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung
kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa. Infeksi pada laring dapat terjadi secara
primer maupun sekunder. Pada laringitis tuberkulosa primer, infeksi pada laring tanpa adanya
infeksi pada paru-paru. Penyebarannya secara hematogen dan melalui aliran limfe. Laringitis
tuberkulosa sekunder timbul akibat inokulasi sputum yang terinfeksi pada laring. Biasanya pada
infeksi paru tingkat lanjut yang telah terbentuk kavitas. Tuberkulosis dapat menimbulkan
gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fosa interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika
2
vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta terakhir ialah dengan subglotik. Secara klinis
laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu (2) :
a. Stadium Infiltrasi
Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis. Kadang-kadang pita
suara juga terkena. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di submukosa
terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik berwarna kebiruan.
Tuberkel makin membesar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di
atasnya meregang. Pada suatu saat akan pecah dan timbul ulkus.
b. Stadium Ulserasi
Ulkus yang terbentuk pada akhir stadium infiltrasi akan membesar. Ulkusnya dangkal,
dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien.
c. Stadium Perikondritis
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring dan yang paling sering terkena
adalah kartilago aritenoid dan epiglottis. Terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk
nanah yang berbau, proses ini akan berlanjut dan membentuk sekuester. Pada stadium ini
keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien bertahan maka
proses penyakit berlanjut dan masuk ke dalam stadium akhir.
d. Stadium Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik.
Gejala Klinis
Gejala klinis tergantung stadiumnya. Disamping itu terdapat gejala sebagai berikut (2) :
Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan bila stadium lanjut bisa timbul
afoni.
Hemoptisis
3
Nyeri
waktu menelan
yang
dengan
dengan
nyeri
radang
lainnya,
karena
merupakan
tanda
yang khas.
Keadaan umum
buruk.
Pada pemeriksaan paru ( secara klinis dan radiologik ) terdapat proses aktif ( biasanya
pada stadium eksudatif atau pada pemebentukan kaverne )
Diagnosis
Berdasarkan :
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala dari tuberkulosis paru seperti demam, penurunan berat
badan, berkeringat malam hari tanpa ada kegiatan fisik, badan lemas, dan batuk darah. Disertai
adanya manifestasi dari laringitis seperti suara parau, nyeri menelan maupun susah menelan(3).
b. Pemeriksaan klinis
Pada laringoskopi ditemukan gambaran sesuai stadiumnya. Pada stadium infiltrasi; mukosa
laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan pucat dapat terlihat tuberkel berupa
bintik-bintik kebiruan. Stadium ulserasi dapat terlihat ulkus dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan.
Pada stadium perikondritis ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilago aritenoid, dan
epiglotis. Terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk sekuester. Pada stadium akhir dapat
terlihat fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik (3).
c. Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) yaitu
dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Pada hari
kedua dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan
diserahkan sendiri kepada petugas dan yang terakhir dahak dikumpulkan di UPK pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pemeriksaan dahak dikatakan positif bila 2 dari 3 sampel
dahak yang diperiksa positif (1).
Gambar 2. Bakteri Tahan Asam berbentuk batang pada pemeriksaan sputum (tanda panah)
Selain pemeriksaan dahak dapat dilakukan uji tuberkulin. uji tuberkulin merupakan
pemeriksaan
yang
paling
bermanfaat
untuk
menunjukkan
sedang/pernah
terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam
menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi (1):
Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi
BCG.
Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau
pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Pada sebagian besar kasus tuberkulosis terutama TB paru, diagnosis terutama ditegakkan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada
kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
Berikut (1) :
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular
Efusi pleura
Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segemn
superior lobus bawah.
Kalsifikasi
Penebalan pleura.
Fase initial/fase intensif (2 bulan ). Pada fase ini membunuh kuman dengan cepat. Dalam waktu
2 minggu penderita yang infeksius menjadi tidak infeksius, dan gejala klinis membaik.
Kebanyakan penderita BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan.
Pada fase ini sangat penting adanya pengawasan minum obat oleh PMO (pengawas minum obat).
Fase lanjutan ( 4-6 bulan ). Bertujuan mebunuh kuman persisten (dorman) dan mencegah relaps.
Kategori
Diagnosis
TB
II
III
IV
Pasien TB
-Kasus baru,Pewarnaan
positif-Kasus Baru,Pewarnaan
negatif-TB Paru dengan
extensive parenchymal
-Penyakit HIV berat
-TB ekstra paru berat
Pemeriksaan sputum
sebelumnya positif TB Paru
:
-relaps
-Pengobatan setelah putus
obat
-Gagal terapi
Pewarnaan baru-negatif TB
Paru ( selain kategori I );
Bentuk TB ekstrapulmonal
yang tidak berat
Kasus TB MDR dan kronis
( sputum positif setelah
pengobatan ulang yang
diawasi )
Fase Inisial
Fase Lanjutan
2HRZE
2 HRZES/1 HRZE
5 HRE
2 HRZE
4 HR
or
6 HE setiap hari
a. Istirahat suara
Pasien di sarankan untuk mengistirahatkan laring dengan istirahat suara terutama
pada saat fase aktif penyakit (4).
9
Prognosis
Tergantung pada keadaan social ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan
berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya baik(4)
10
BAB III
KESIMPULAN
Laringitis tuberkulosis adalah peradangan pada laring yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis pada laring biasanya terjadi baik secara primer maupun sekunder.
Gejala pada laringitis tuberkulosis meliputi gejala pada penyakit tuberkulosis pada umumnya dan
disertai manifestasi laring seperti disfoni dan odinofagi. Diagnosis laringitis tuberkulosis
ditegakkan dengan melihat gejala, pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto toraks,
laringoskopi, dan biopsy jaringan yang terinfeksi. Terapi laringitis tuberkulosis sesuai dengan
terapi tuberkulosis paru.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Werdhani, Reno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis.FKUI.2005.
Available from : www.staff.ui.ac.id. Accessed on : August 18, 2016.
2. Hermani, Bambang, Hartono Abdurrachman, Arie Cahyono. Laringitis Tuberkulosis dari:
Soepardi et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengggorok Kepala dan Leher
Edisi Keenam. FKUI. Jakarta. 2007. Hal : 231-241.
3. Cohen, James I. Laring dari : Boeis et al. Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. EGC.
Jakarta.1997. Hal : 369-396.
4. Novialdi :Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher : Fakultas Kedokteran
12