Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Keuangan


2.1.1

Pengertian Laporan Keuangan


Laporan keuangan merupakan objek dari analisis terhadap laporan

keuangan. Oleh karena itu, memahami latar belakang penyusunan dan penyajian
laporan keuangan merupakan langkah yang sangat penting sebelum menganalisis
laporan keuangan itu sendiri (Prastowo dan Juliaty, 2008: 3).
Laporan Keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk
memberikan gambaran atau laporan kemajuan secara periodik yang dilakukan
pihak manajemen yang bersangkutan. Pada sepanjang siklus, yang biasanya
selama satu tahun, akuntan mencatat aktivitas operasi usaha tersebut. Pada akhir
siklus, akuntan menyiapkan laporan keuangan yang mengikhitasarkan aktivitas
operasi sepanjang tahun tesebut (Pangaribuan, 2010)
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007: 4) Laporan Keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap dan bisanya
meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan
dalam beberapa cara seperti misalnya laporan arus kas dan laporan arus dana),
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral
dari laporan keuangan.
2.1.2

Tujuan Laporan Keuangan


Laporan Keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi

yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu
6

perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan


keputusan ekonomi. Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan
posisi keuangan sangat diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi atas
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas, dan waktu serta
kepastian dari hasil tersebut (Prastowo dan Juliaty, 2008: 5)
Tujuan laporan keuangan menurut IAI (2007: 4) adalah Menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keungan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang
dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas, dan solvabilitas serta kemampuan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Informasi kinerja perusahaan, terutama
profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi
yang mungkin dikendalikan dimasa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas
perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta untuk merumuskan
efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (Prastowo
dan Juliaty, 2008: 6).
Informasi perubahan posisi keuangan perusahaan bermanfaat untuk
menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi perusahaan selama periode
pelaporan. Selain berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kas (dan setara kas), informasi ini juga berguna untuk menilai
kebutuhan perusahaan dalam memanfaatkan arus kas tersebut (Prastowo dan
Juliaty, 2008: 6).

2.1.3

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan


Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan ciri khas yang

membuat informasi dalam laporan keuangan tersebut berguna bagi para pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Karakteristik kualiitatif laporan
keuangan menurut Prastowo dan Juliaty (2008: 7) yaitu:
A. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh para pemakai. Dalam hal ini,
para pemakai di asumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas
ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi
dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, sulitnya memahami informasi
yang kompleks jangan dijadikan alasan untuk tidak memasukan informasi tersebut
dalam laporan keuangan.
B. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan para
pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas
relevan apabila informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini,
atau masa depan (predictive), menegaskan atau mengkoreksi, hasil evaluasi
mereka di masa lalu (confirmatory). Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat
dan materialitasnya. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk
mencamtumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dalam

mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan


keuangan.
C. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi mempunyai
kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material
dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari
yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan
D. Dapat dibandingkan
Para pemakai laporan keuangan harus dapat membandingkan laporan keuangan
perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecendurungan (trend) posisi
keuangan dan kinerja perusahaan. Selain itu, pemakai juga harus dapat
memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
2.1.4

Jenis dan Bentuk Laporan Keuangan


Laporan Keuangan yang lengkap biasanya akan meliputi neraca, laporan

rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan, termasuk
skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan.
Menurut Prastowo dan Juliaty (2008: 17) Jenis laporan Keuangan (utama) yang
umumnya dibuat oleh setiap perusahaan adalah:

1. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai posisi
keuangan (aktiva, kewajiban, dan ekuitas) perusahaan pada saat tertentu. Neraca
mempunyai tiga unsur laporan keuangan yakni :
a. Aktiva
Aktiva

merupakan

sumber

daya

yang

dikuasai

perusahaan

dapat

disubklasifikasikan lebih jauh menjadi lima subklasifikasi aktiva, yaitu :


1. Aktiva lancar, yaitu aktiva yang manfaat ekonominya diharapkan akan
diperoleh dalam waktu satu tahun atau kurang (atau siklus operasi normal),
misalnya kas, surat berharga, persediaan, piutang, dan persekot biaya.
2. Investasi jangka panjang, yaitu penanaman modal yang biasanya dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan tetap atau untuk menguasai
perusahaan lain dan jangka waktunya lebih dari satu tahun, misalnya investasi
saham, investasi obligasi
3. Aktiva tetap, yaitu aktiva yang memiliki substansi fisik, digunakan dalam
operasi normal perusahaan (tidak dimaksudkan untuk dijual) dan memberikan
manfaat ekonomi lebih dari satu tahun.
4. Aktiva yang tak berwujud, yaitu aktiva yang tidak mempunyai substansi fisik
dan biasanya berupa hak atau hak istimewa yang memberikan manfaat
ekonomi bagi perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun.
5. Aktiva lain-lain, yaitu aktiva yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu
dari empat subklasifikasi tersebut.

b. Kewajiban
Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini dapat disubklasifikasikan
lebih jauh menjadi tiga subklasifikasi, yaitu:
1. Kewajiban lancar, yaitu kewajiban yang penyelesaiannya diharapkan akan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang memiliki
manfaat ekonomi) dalam jangka waktu satu tahun atau kurang (atau siklus
operasi normal). Termasuk dalam kategori kewajiban ini misalnya utang
dagang, utang wesel, utang gaji dan upah, dan utang biaya atau beban lainnya
yang belum dibayar.
2. Kewajiban jangka panjang, yaitu kewajiban yang penyelesaiannya diharapakan
akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang memiliki
manfaat ekonomi) dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Termasuk dalam
kategori kewajiban ini misalnya utang obligasi, utang hipotik dan utang bank
atau kredit investasi.
3. Kewajiban lain-lain, yaitu kewajiban yang tidak dapat dikategorikan ke dalam
salah satu subklasifikasi kewajiban tersebut, misalnya utang pada direksi, utang
kepada para pemegang saham.
c. Ekuitas
Ekuitas yaitu merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yang
merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada. Unsur ekuitas ini dapat
disubklasifikasi lebih jauh menjadi dua subklasifikasi, yaitu:
1. Ekuitas yang berasal dari setoran para pemilik, misalnya modal saham
(termasuk agio saham bila ada)

2. Ekuitas yang berasal dari hasil operasi, yaitu laba yang tidak dibagikan kepada
para pemilik, misalnya dalam bentuk deviden (ditahan)
Di dalam neraca, masing-masing unsur tersebut disajikan dengan menganut
ketentuan-ketentuan tertentu. Aktiva disajikan menurut urutan likuiditas,
kewajiban menurut urutan jatuh tempo, sedangkan ekuitas disajikan menrut urutan
kekalahan.
Neraca dapat disajikan dengan menggunakan dua bentuk (format), yaitu bentuk
rekening (skontro) dan bentuk laporan (stafel), yang masing-masing dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Rekening (skontro)
Pada bentuk ini, unsur aktiva disajikan pada sisi kiri (debit), sedangkan unsur
kewajiban dan ekuitas disajikan pada sisi kanan (kredit).
b. Laporan (stafel)
Pada bentuk ini baik aktiva, kewajiban maupun ekuitas disajikan secara urut
dari atas kebawah, yang dimulai dari aktiva, kewajiban dan terakhir ekuitas.
2. Laporan rugi laba
Laporan rugi laba adalah laporan keuangan yang memberikan informasi
mengenai kemampuan (potensi) perusahaan dalam menghasilkan laba (kinerja)
selama periode tertentu.
Untuk dapat menggambarkan informasi mengenai potensi (kemampuan)
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu (kinerja), laporan
rugi laba mempunyai dua unsur, yaitu penghasilan dan beban, yang dijelaskan
sebagai berikut:

(1) Penghasilan (income) yang diartikan sebagai kenaikan manfaat ekonomi dalam
bentuk pemasukan atau peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban (yang
menyebabkan kenaikan ekuitas selain yang berasal dari kontribusi pemilik)
perusahaan selama periode tertentu dapat disubklasifikasikan menjadi:
a. Pendapatan (revenues), yaitu penghasilan yang timbul dalam pelaksanaan
aktivitas yang biasa dan yang dikenal dengan sebuah sebutan yang berbeda,
seperti misalnya penjualan barang dagang, penghasilan jasa (fees), pendapatan
bunga, pendapatan dividen, royalitas dan sewa.
b. Keuntungan (gains), yaitu pos lain yang memenuhi devinisi penghasilan dan
mungkin timbul atau tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
rutin misalnya pos yang timbul dalam pengalihan aktiva lancar, revaluasi,
sekuritas, kenikan jumlah aktiva jangka panjang.
(2) Beban (expense) yang diartikan sebagai penurunan manfaat ekonomi dalam
bentuk arus keluar, penurunan aktiva, atau kewajiban (yang menyebabkan
penurunan ekonomis yang tidak menyangkut pembagian kepada pemilik)
perusahaan selama periode tertentu dapat disubklasifikasikan menjadi:
a. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa (yang
biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas,
persediaan, aktiva tetap), yang meliputi misalnya harga pokok penjualan, gaji
dan upah, penyusutan.
b. Kerugiaan, yang mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang
timbul atu tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang jarang terjadi, seperti

misalnya rugi karena bencana kebakaran, banjir atau pelepasan aktiva tidak
lancar.
2.2 Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk membedah laporan
keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur-unsur
tersebut, dan menelaah hubungan diantara unsur-unsur tersebut, dengan tujuan
untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan
keuangan itu sendiri (Prastowo dan Juliaty, 2008: 56)
Analisis laporan Keuangan merupakan bagian yang tak terpisahkan dan
bagian penting dalam analisis bisnis. Analisis laporan keuangan merupakan
aplikasi dari alat dan teknik analisis untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan
yang bermanfaat dalam analisis bisnis. Analisis laporan keuangan juga merupakan
suatu analisis yang dapat dijadikan alat bantu dalam mengukur kinerja perusahaan
Selain penting bagi pihak-pihak intern, analisa laporan keuangan sangat
dibutuhkan oleh pihak ekstern perusahaan. Dengan mengetahui kinerja
perusahaan, manajemen dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada
dalam perusahaan, sehingga membantu manajemen dalam menetapkan kebijakan
yang dianggap perlu dimasa yang akan datang (Praytino, 2010: 2).
Menurut Bernstein (1983: 3) dalam Harahap (2011: 190) Analisis laporan
keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analisis atas laporan keuangan
dan data lainnya untuk melihat dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan
tertentu yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan. Disini
kegiatan analisis laporan keuangan berfungsi untuk mengonversikan data yang

berasal dari laporan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lenih
berguna, lebih mendalam dan lebih tajam, dengan teknik tertentu.
Analisis laporan keuangan ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Fokus laporan adalah Laporan laba rugi, neraca, arus kas yang merupakan
akumulasi transaksi dari kejadian historis, dan penyebab terjadinya dalam suatu
perusahaan.
2. Prediksi, analisis harus mengkaji implikasi kejadian yang sudah berlalu
terhadap dampak dan prospek perkembangan keuangan perusahaan di masa
yang akan dating
3. Dasar analisis adalah laporan keuangan yang memiliki sifat dan prinsip
tersendiri sehingga hasil analisis sangat tergantung pada kualitas laporan ini.
Penguasaan pada sifat akuntansi, prinsip akuntansi, sangat diperlukan dalam
menganalisis laporan keuangan.
2.3 Analisis rasio Keuangan
Untuk menilai keuangan dan kinerja perusahaan, analisis laporan keuangan
memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering digunakan adalah rasio
atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang
lainnya. Analisis dan interprestasi dari macam-macam rasio dapat memeberikan
pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan maupun kinerja perusahaan.
Menurut Hanafi dan Halim (2000: 75) dalam Kusumadiyanto (2006: 27)
pada dasarnya analsis rasio dikelompokkan dalam lima kategori yaitu:
1. Rasio Likuiditas, rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya

2. Rasio Aktivitas, Rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan


asset dengan melihat aktivitas asset
3. Rasio Solvabilitas, rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka panjangnya
4. Rasio profitabilitas, rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan
laba
5. Rasio pasar, rasio ini melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap
nilai buku perusahaan
6. Rasio Pertumbuhan, rasio ini menggambarkan presentasi pertumbuhan pos-pos
perusahaan dari tahun ke tahun.
2.3.1

Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan

dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya. Dua
rasio yang sering digunakan adalah:
1. Rasio lancar
Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.Rumus rasio lancar:





2. Rasio cepat
Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, piutang, dan persediaan), persediaan
biasanya dianggap merupakan asset yang paling likuid. Hal ini berkaitan dengan
semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk sampai menjadi kas, yang berarti
waktu yang dibutuhkan untuk menjadi kas semakin lama. Rumus rasio cepat:


2.3.2

 


Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa asset, kemudian menentukan berapa tingkat

aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang


rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya
dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan
tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif.
Terdapat empat rasio aktifitas, yaitu:
1. Rata-rata umur piutang
Rata-rata umur piutang melihat berapa lama yang diperlukan untuk melunasi
piutang (merubah piutang menjadi kas). Smakin lama rata-rata piutang berarti
semakin besar dana yang tertanam pada piutang.


2. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan dapat dihitung sebagai berikut:




3. Perputaran aktiva tetap


Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini
memperlihatkan sejauh mana efektivitas penggunaan aktiva tetap tersebut.


4. Perputaran total aktiva


Rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio ini
menggunakan formula sebagai berikut:


2.3.3 Rasio solvabilitas


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjang. Perusahaan yang tidak solvable yaitu perusahaan yang
total utangnya lebih besar dibandingkan dari total asetnya.
Ada beberapa rasio yang bisa dihitung, yaitu:
1. Rasio total hutang terhadap total aset
Rasio ini menghitung sebeapa jauh dana disediakanoleh kreditur. Rasio yang
tinggi berarti perusahaan menggunakan laverage keuangan yang tinggi.
Penggunaan financial laverage yang tinggi akan meningkatkan ROE akan
menurun cepat pula.





2. Times interest earned


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan yang membayar hutang dengan
laba sebelum bunga dan pajak. Rasio ini juga bias dikatakan menghitung seberapa
besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban tetap
bunga.
 

 


3. Fixed charge coverage


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan membayar beban tetap total,
termasuk biaya sewa, karena meski sewa ukan hutang tetapi sewa merupakan
beban tetap dan mengurangi kemampuan hutang perusahaan.


  
 

2.3.4 Rasio profitabilitas


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada
tinggkat penjualan, asset, dan modal saham. Ada tiga rasio yang digunakan, yaitu:
1. Profit margin
Profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.





2. Return on asset (ROA)


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat asset yang tertentu. Rasio ini juga sering disebut dengan ROI
(return on investment).





3. Return on equity (ROE)


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan
modal saham tertentu.





2.3.5 Rasio Pasar


Rasio ini mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Ada beberapa
rasio yang bias dihitung, yaitu:
1. Price earning ratio (PER)
PER melihat harga saham relatif terhadap earning. PER dapat dihitung sebagai
berikut:





2.3.6 Rasio Pertumbuhan


1. Kenaikan penjualan
Rasio ini menggambarkan presentasi pertumbuhan pos-pos perusahaan dari
tahun ke tahun.


 


2. Kenaikan laba bersih


Rasio ini menunjukan persentasi kenaikan penjualan tahun ini disbanding
tahun lalu. Semakin tinggi semakin baik.

 

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan meningkatkan laba bersih
disbanding tahun lalu.

2.4 Kinerja Perusahaan


Keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuannya dan memenuhi
kebutuhan masyarakat sangat tergantung dari kinerja perusahaan dan manajer
perusahaan di dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Menurut Tampubolon (2005) dalam (Orniati, 2009:  3enilaian kinerja
adalah penentuan secara periodik atas efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa
penilaian kinerja lebih ditekankan pada bagaimana karyawan sebagai bagian dari
organisasi dapat mengerjakan sesuatu berdasarkan NULWHULD\DQJWHODKGLWHWDSNDQ
Dalam rangka mengadakan evaluasi atas kinerja perusahaan yang telah
dicapai maka dapat digunakan bermacam acuan, salah satu contoh perusahaan
dianggap mempunyai kinerja yang baik apabila menghasilkan return on
investment (ROI) yang tinggi (Sartono, 2001 dalam Orniati, 2009: 208). Namun
demikian, masing-masing perusahaan memiliki tolak ukur yang berbeda dalam
mengukur kinerja bisnisnya. Biasanya manajemen akan lebih menyukai alternatifalternatif yang membuat kinerja mereka lebih baik, yang menyebabkan
manajemen memusatkan perhatiannya pada ukuran-ukuran yang digunakan oleh
perusahaan (Orniati, 2009: 208)
2.4.1 Pengukuran kinerja
Salah satu faktor yang penting dapat menjamin keberhasilan implementasi
strategis perusahaan adalah pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja adalah proses
untuk menentukan seberapa baik aktivitas-aktivitas bisnis dilaksankan untuk

mencapai

tujuan

strategis,

mengeliminasi

pemborosan-pemborosan,

dan

menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara


berkesinambungan.
Prinsip-prinsip pengukuran kinerja menurut R.A Supriyono (1999) dalam
Kusumadiyatno (2006: 33) yaitu:
1. Konsisten dengan tujuan perusahaan
Ukuran-ukuran kinerja harus konsisten

dengan tujuan-tujuan stakeholders

(tujuan pihak-pihak internal dan eksternal). Ukuran-ukuran kinerja perusahaan


harus menyediakan keterkaitan antara aktivitas-aktivitas bisnis dengan rencana
strategis bisnis. Oleh karena itu, rencana strategis bisnis harus dinyatakan untuk
berbagi hirarki manajemen organisasi.
2. Memiliki adatabilitas padai kebutuhan bisnis.
Ukuran-ukuran kinerja harus dapat beradabtasi terhadap perubahan kebutuhan
bisnis maupun dengan berbagai macam tujuan, jika kebutuhan-kebutuhan bisnis
berubah maka ukuran-ukuran kinerja yang harus diubah. Ukuran-ukuran kinerja
harus dikaji ulang dan diurutkan seperlunya agar mencerminkan faktor-faktor
kunci sukses yang relevan. Ukuran-ukuran kinerja harus dikaji ulang,
dimodifikasi, dikurangi, atau dihapuskan jika perlu. Ukuran-ukuran kinerja diubah
hanya jika kebutuhan-kebutuhan bisnis berubah dan bukan karena perubahan gaya
manajemen.
3. Dapat mengukur aktivitas-aktivitas signifikan
Ukuran-ukuran kinerja harus disusun pada level aktivitas. Ukuran-ukuran
kinerja tersebut harus mencerminkan aktivitas-aktivitas yang signifikan bagi

perusahaan. Setiap perusahaan harus menentukan aktivitas-aktivitas yang


signifikannya berdasar pada tujuan bisnisnya dan lingkungan beroperasinya.
Aktivitas-aktivitas tersebut harus digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) aktivitasaktivitas yang bernilai tambah, dan (2) aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah.
4. Mudah Diaplikasikan
Ukuran-ukuran kinerja harus mudah diaplikasikan. Jika aktivitas-aktivitas
signifikan telah didentifikasikan, maka ukuran-ukuran kinerja harus disusun dan
untuk itulah aktivitas harus mudah untuk mudah dipahami. Jumlahnya tidak
banyak, dan dapat dikuantitatifkan. Banyak ukuran-ukuran kinerja yang dapat
dinyatakan secara kualitatif dalam ukuran keuangan maupun non keuangan.
5. Mempunyai Akseptabilitas dari atas kebawah
Perusahaan harus memahami bahwa ukuran-ukuran kinerja berperan dalam
mempengaruhi atau memodifikasi perilaku para manajer. Pendekatan diri atas
kebawah (top down) harus digunakan untuk menentukan ukuran-ukuran kinerja
yang dapat memotivasi perilaku optimal pada semua level perusahaan. Organisasi
level bawah harus mendukung pencapaian tujuan-tujuan yang diputuskan oleh
manajemen puncak dengan memperimbangkan usulan-usulan atau partisipasi dari
level bawah.
6. Berbiaya Efektif
Informasi mengenai pengukuran kinerja harus berbiaya efektif, tersedia saat
diperlukan, dan disajikan tepat waktu. Aktivitas tertentu mungkin mempunyai
hubungan yang rumit dengan: (a) Manusia yang melaksanakan aktivitas tersebut,
(b) Sistem prosedur yang digunakannya, dan (c) Teknologi yang digunakannya.

Kondisi ini mengakibatkan pengukuran kinerja sulit dilakukan dan memerlukan


waktu yang banyak dan biaya yang tinggi.
7. Tersaji Tepat Waktu
Informasi kinerja harus tersaji tepat waktu dan dalam format yang bermanfaat
untuk pembuatan keputusan. Informasi kinerja yang disajikan terlambat kurang
manfaatnya dan kurang memotivasi para manajer dan pelaksana yang diukur
kinerjanya. Penyajian informasi tepat waktu juga harus dihubungkan dengan
validitasnya serta manfaat dan biayanya. Laporan informasi kinerja yang tepat
waktu bermanfaat untuk memperoleh umpan balik dan penyempurnaan yang
cepat.
Menurut Wasana dan Kibandroko (1995) dalam Kusumadiyatno (2006: 39)
terdapat tiga rasio untuk menilai kinerja perusahaan yaitu:
1. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil
pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio-rasio
profitabilitas yang digunakan adalah:
a. Laba Operasi bersih terhadap Penjualan (Operating profit Margin)
Rasio laba bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh para praktisi
keuangan sebagai penentu nilai kunci yang mempengaruhi penialaian atas
sebuah perusahaan.





b. Laba Operasi Bersih Terhadap Total Aktiva (Return On Assets)


Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh
perusahaan.





c. Laba Bersih Terhadap Penjualan (Profit Margin On Sales)


Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak setelah penjualan





d. Hasil pengembalian ekuitas (Return on equity)


Rasio ini sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif,
mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik
modal sendiri atau pemegang saham perusahaan.




2. Rasio Pertumbuhan
Rasio ini menggambarkan presentasi pertumbuhan pos-pos perusahaan dari
tahun ke tahun.


 


Rasio ini menunjukan persentasi kenaikan penjualan tahun ini disbanding


tahun lalu. Semakin tinggi semakin baik.

 


Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan meningkatkan laba bersih


disbanding tahun lalu.
3. Rasio Penilaian
Rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu
perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil
pengembalian dan resiko. Rasio-rasio yang digunakan adalah:
a.

Rasio harga terhadap laba (Price to Earnings Ratio)







Analisis keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh


laporan keuangan perusahaan dan merupakan salah satu sumber informasi yang
sangat penting. Untuk mengukur kinerja perusahaan investror ataupun calon
investor biasanya memanfaatkan laporan keuangan sebagai alat untuk mengambil
keputusan. Dalam pembuatan Laporan Keuangan, perusahaan-perusahaan yang
ada pada industri rokok biasanya menetapkan staf tertentu yang berkompeten
dalam pembuatan laporan tersebut.
Laporan keuangan biasanya mencerminkan bagaimana kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba dan kegiatan operasinya yang merupakan fokus utama
dalam penilaian prestasi perusahaan karena laba perusahaan selain merupakan
indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban bagi para
penyandang dananya, juga merupakan elemen dalam menciptakan nilai
perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Analisis laporan keuangan dilakukan dengan melakukan perbandingan antara


periode sebelumnya dengan periode yang sekarang sehingga dapat diketahui
apakah kinerja didalam perusahaan itu menunjukan hasil yang baik atau tidak.
Penilaian laporan keuangan dapat di ukur dengan menggunkana Rasio untuk
mengukur kinerja perusahaan yaitu Rasio Profitabilitas, Rasio Pertumbuhan,
Rasio Penilaian. Dengan menggunkan beberapa rasio tersebut perusahaan dapat
mengetahui apakah kinerja perusahaan-perusahaan yang ada pada idustri food and
beverage yang baik.
Dari uraian di atas maka kerangka pemikirannya sebagai berikut:

2.5 Kerangka Pemikiran


Permasalahan penelitian
Berdasarkan fenomena dan kajian teoritis secara singkat, permasalahan
penelitian ini adalah:
Bagaimanakah kinerja perusahaan Industri food and beverage
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di tahun 2008-2011

Penelitian terdahulu:
1. Ryanto hadi prayitno (2010)
2. Yuli Orniati (2009)
3. Andra kusumadiyanto (2006)

Dasar teori:
1. Laporan Keuangan, Prastowo
dan Juliaty (2008)
2. Analisis Laporan Keuangan,
Harahap (2011)

Laporan keuangan perusahaan perusahaan

food and beverage

Analisis rasio yang


digunakan:
1. Rasio Profitabilitas
2. Rasio Pertumbuhan
3. Rasio Penilaian

Kinerja Perusahaan pada

food and beverage

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

2.6

Tinjauan Penelitian Terdahulu


Pada penilitian ini peneliti bertitik tolak dari penilitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Ryanto Hadi Prayitno, 2010 yang meneliti tentang peranan analisis
laporan keuangan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan dimana dari hasil
penelitiannya

dengan

menggunakan

analisis

rasio

keuangan,

peneliti

menyimpulkan bahwa ketidak seimbangan antara pendapatan dan biaya serta


pengeluaran keuangan perusahaan PT X.
Peneliti lainnya yang dilakukan oleh Yuli Ormiati, 2009 dimana dia meneliti
tentang kinerja keuangan dilihat dari hasil analisis laporan keuangan yang hasil
penelitiannya adalah perusahaan menunjukkan peningkatan cukup baik, karena
perusahaan memperoleh laba yang cukup besar antara satu periode

dengan

periode sebelumnya.
Peneliti berikutnya Andra Kusumadiyanto, 2006 peneliti tersebut meneliti
tentang kinerja perusahaan pada industri rokok dengan menggunakan analisis
laporan keuangan yang hasilnya menyatakan perusahaan rokok menurun karena
kondisi perekonomian yang belum stabil sehingga menyebabkan harga-harga
barang

meningkat

dan

berpengaruh

pada

kinerja

perusahaan

dengan

meningkatnya beban usaha beban usaha. Hasil penelitian terdahulu secara ringkas
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2: Penelitian terdahulu


No

NAMA

JUDUL
PENELITIAN
Peranan Analisis
laporan keuangan
dalam mengukur
kinerja keuangan
pada PT. X

Ryanto Hadi
Praytino, 2010

Yuli Orniati, 2009

Laporan Keuangan
Sebagai Alat untuk
Menilai Kinerja
Keuangan

Andra
Kusumadiyanto,
2006

Analisis Laporan
Keuangan Untuk
Menilai Kinerja
Perusahaan Pada
Kelompok Industri
Rokok

KESIMPULAN
Pada penelitian ini, peneliti
menyimpulkan dari analisis
yang dilakukan bahwa
keuangan perusahaan PT.X
menunjukan ketidak
seimbangan antara
pendapatan dan biaya serta
pengeluaran keuangan
perusahaan.
Setelah peneliti melakukan
analisisi rasio keuangan
perusahaan, perusahaan
menunjukkan peningkatan
cukup baik, karena
perusahaan memperoleh
laba yang cukup besar
antara satu periode dengan
periode sebelumnya.
Hasil analisis peneliti ini
menyatakan kinerja
perusahaan rokok menurun
karena kondisi
perekonomian yang belum
stabil sehingga
menyebabkan harga-harga
barang meningkat dan
berpengaruh pada kinerja
perusahaan dengan
meningkatnya beban
usahabeban usaha

Anda mungkin juga menyukai