PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7
di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi
pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %.
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
Etiologi
Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Haemophilus influenza
Chlamidophila pneumonia
Virus respirasi
S. pneumonia
M. pneumonia
C. pneumonia
H. influenzae
Legionella spp
Aspirasi
Virus respirasi
S. pneumonia
Rawat ICU
S. pneumonia
Staphylococcus aureus
Legionella spp
Basil gram positif
H. influenza
Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2012 menunjukkan
bahwa penyebab terbanyak pneumonia komunitas di ruangan rawt inap dari bahan
sputum adalah kuman gram negative seperti Klebsiella pneumonia, Acinetobacter
baumanii, Pseudomonas aeroginosa sedangkan gram positif seperti Streptococcus
pneumonia, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus ditemukan dalam
jumlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi
perubahan pola kuman pada pneumonia komunitas di Indonesia sehingga perlu
penelitian lebih lanjut.1
Faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi pseudomonas menurut
ATS/IDSA 2007 adalah pemakaian kortikosteroid 10 mg perhari, riwayat
penggunaan antibiotic spectrum luas 7 hari pada bulan sebelumnya dan
malnutrisi. Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi gram negative lainnya
adalah keganasan, penyakit kardiovaskular dan merokok.
Pemberian antibiotic yang ideal adlaah berdasarkan kuman penyabab
sehingga diperlukan pemeriksaan specimen untuk mendapatkan etiologi. Cara
pengambilan dan pengiriman specimen harus benar agar didapatkan hasil yang
representatif.
2.1.3
Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol
dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan
titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilusinfluenza atau karena
aspirasi makanan dan minuman. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan
paru.
Terdapatnya
bakteri
di
dalam
paru
merupakan
Klasifikasi
Pneumonia diklasifikasikan atas :
pneumonia)
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Chlamydia.
Pneumonia virus
Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama
pada
penderita
Mycoplasma,
dengan
daya
Legionella
tahan
dan
lemah
(immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
bronkus.
Pneumonia interstisial
Pneumonia
Segmentalis
Yang terkena :
LOBUS BAWAH
Diagnosa
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
Batuk
Perubahan karakteristik sputum/purulen
Suhu tubuh 38C (aksila) / riwayat demam
Nyeri dada
Sesak nafas
Pada pemeriksan fisik dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara
Pemeriksaan
biakan
diperlukan
untuk
menentukan
penyebab
menggunakan bahan sputum, darah atau aspirat endotrakeal, aspirat jaringan paru
dan bilasan bronkus. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan asda pneumoniae berat
dan pnneumoniae yang tidak respon terhadap pemberian antibiotik. Penyebab
pneumoniae sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya sedangkan pneumoniae dapat menyebabkan kematian bila
tidak segera diobati, maka pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara
empiris. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan sebanyak 50 %.
Pemeriksaan diagnostik untuk pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan
berdasarkan 2 pertimbangan:
1. Apabila hasil biakan yang didapatkan kemungkinan mempengaruhi
pemberian antibiotic secara perorangan.
2. Apabila hasil biakan yang didapat kemungkinan memberikan hasil
yang tinggi.
Pemeriksaan biakan darah dan apusan sputum serta kultur sputum harus
dilakukan pada pasien rawat inap dengan indikasi klinis untuk pemeriksaan
diagnostik yang lebih lanjut.
Pemeriksaan apusan sputum gram, biakan darah dan sputum dapat
dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan apusan gram dan biakan sputum hanya
dapat dilakukan jika hasil sputum yang dikeluarkan kualitasnya baik termasuk
cara pengumpulan, transportasi dan proses pemeriksaan di laboratorium. Pasien
dengan pneumonia berat harus diperiksa minimal biakan darah dan pemeriksaan
uji antigen urin untuk Legionella pneumophilla dan S. pneumonia. Hasil kultur
darah positif pada pneumonia yang dirawat hanya 5-14% sehingga pemeriksaan
kultur darah harus dilakukan secara selektif.
Tabel 2. Perbedaan Pneumonia Atipik dan Pneumonia Tipikal
2.1.5.1 Anamnesa
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadangkadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
2.1.5.2 Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus,
yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
2.1.5.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
10
sedangkan
Klebsiela
pneumonia
sering
menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, atau <4.500/ul
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan
dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25%
penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
2.1.6.
dengan menggunakan sistem skor menurut Pneumonia Severity Index (PSI) atau
CURB-65. Sistem skor ini dapat mengidentifikasi apakah pasein dapat berobat
jalan atau rawat inap, dirawat diruangan biasa atau intensif. PSI menggunakan 20
variabel, ada riwayat penyakit dasarnua beserta umr mendaoat ilai tinggi.
Skor CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang diukur.
Sistem skor pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk megidentifikasi pasei
dengan tingkat angka kematian yang tinggi. Setiap nilai faktor risiko dinilai satu.
Faktor risiko tersebut adalah :
0)
B : Blood preasure (BP < 90/60 mmHg skor 1; BP 90/60 mmHg
skor 0)
65 : umur 65 tahun (umur 65 tahun skor 1; <65 tahun skor 0)
11
Nilai
Tanggal lahir
Waktu
Tahun sekarang
Nama rumah sakit
Dapat mengidentifikasi dua orang (misalnya dokter,
perawat)
Alamat rumah
Tanggal kemerdekaan
Nama raja/presiden
Hitung mundur (mulai dari 20 kebelakang)
Catatan :
Ada 10 pertanyaan
Tiap pertanyaan dijawab dengan benar mendapat nilai 1
Jawaban yang benar nilai 8 confusion skor 1
Jawaban yang benar nilai > 8 confusion skor 0
Skor 0-1
Skor 2
dirawat
Skor 3
12
Perhimpunan
Dokter
Indonesia
(PDPI)
merekomendasikan
jika
menggunakan PSI kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
kominiti adalah :
1. Skor PSI lebih dari 70
2. Bila skor PSI kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
o Frekuensi napas > 30/menit
o Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
o Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
o Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
o Tekanan sistolik < 90 mmHg
o Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Menurut ATS 2007 kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu
atau lebih' kriteria di bawah ini.
13
Kriteria minor:
- Frekuensi napas > 30/menit
- Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan infiltrate multilobus
- Kesadarn menurun/disorientasi
- Uremia (BUN 20 mg/dl)
- Leucopenia (<4000 sel/mm3)
- Trombositopenia (<100.000 sel/mm3)
- Hipotermia (<36C)
- Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan yang agresif.
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
- Membutuhkan ventilasi mekanik
- Syok septic ang membutuhkan vasopresor.
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU)
adalah :
2.1.7. Penatalaksanaan
Tabel 5. Alur tatalaksana pneumoni komuniti.
14
penurun panas
o Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang
dari 8 jam
15
mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang
dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
o Pemberian terapi oksigen
o Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori
dan elektrolit
o Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
bulan sebelumnya
- Golongan laktam atau laktam + anti laktamase; ATAU
- Mkarolid baru ( Klaritomisin, azitromisin
Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian AB
3 bulan sebelumnya
- Flourokuinolon
respirasi
(levofloksasin
750
mg,
moksifloksasin); ATAU
- Golongan laktam + anti laktamase; ATAU
- laktam + makrolid
Flourokuinolon
respirasi
(levofloksasin
750
mg,
moksifloksasin); ATAU
16
laktam + makrolid
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas
Golongan laktam (sefotaksim, seftriaxon atau ampisilin
sulbaktam) + makrolid baru; ATAU Flourokuinolon respirasi
Pertimbangan khusus
intravena (IV)
Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas :
Antipneumokokal, antipseudomonas laktam (piperacilin
tazobaktam, sefipime, imipenem atau meropenem) +
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian ada
haru ke 4 diganti obat oral dan pasien dapat berobat ja;an. Pada pasien yang
dirawat diruangan pemberian iv dapat di sulih terapi ke aral seteah 3 hari dan
pasien di ICU dapat diberikan sulih terapi ke oral setelah 7 hari.
Kriteria untuk perubahan obar suntik ke oral pada pneumonia
komunitas :
17
Hemodinamika stabil
Gejala klinis membaik
Dapat minum obat oral
Fungsi gastrointestinal normal
Suhu 37,8
Frekuensi nadi 100x/menit
Frekuensi nafas 24 x/menit
Tekanan darah sistolik 90 mmHg
Saturasi oksigen arteri 90% atau Po2 60 mmHg
Pasien harus dipulangkan secepatnya jika klinis stabil, tidak ada lagi
masalah medis dan keadaan lingkungannya aman untuk melanjutkan
perawatan dirumah.
Flourokuinolon
Siprofloxacin
Levofloksasin
Beta laktamase
Ampisilin
Sefuroksim
Sefuroksim
70 80
99
30 55
37 52
Pilihan lain
Bioavailabiliti %
Antibiotik
Flourokuinolon G2
Flourokuinolon G3
Laktam + makrolid
Amoksisilin
Penisilin V
Amoksisilin/klavulanat
Sefaklor
Sefprozil
Sefadroksil
Amoksisilin/klavulanat
Flourokuinolon G2 atau
G3
TMP/SMZ
Flourokuinolon G3
88
88
Variabel
74 -92
70 80
74 92
>90
>95
>90
74 92
88
>90
Setriakson
Sefotaksim
Seftazidim
Imipenem, atau
Sefuroksim
37 - 52
Sefuroksim
37 52
18
Sefiksim
Sefodoksim
Seftibutin
Flourokuinolon G4
88
40 60
50
70 90
88
Piperasilin/Tazobaktam
Makrolid
Eritromisin
Eritomisin
Variabel
Azitromisin
Azitromisin
37
Tetrasiklin
Doksisiklin
Doksisiklin
Linkomisin
Klindamisin
Klindamisin
Sulfonamid
TMP/SMZ
TMP/SMZ
60 90
90
70 - 100
Klaritromisin
Flourokuinolon G3
Doksisiklin
Makrolid
Flourokuinolon G3
Metronidazol
+
laktam
Flourokuinolon G4
laktam
Flourokuinolon G2
50
88
60 90
Variable 88
Variable 88
Variable 88
19
Abses paru
Sepsis
2.1.9. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita
yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5%
pada penderita rawat jalan, penderita rawat inap 20%. Penentuan prognosis
menrut IDSA dan British Thoracic Society (BTS) adalah :
Tabel 8. Angka Kematian Berdasarkan Derajat Beratnya Penyakit
CURB 65
Total skor
Tingkat
keparahan
Kelas risiko
Angka
kematian
Skor
0-1
PSI
Skor 2
Skor
Tidak
Skor
Skor 71
Skor 91
Skor
>2
diprediksi
< 70
- 90
- 130
> 130
Klas I
Klas II
Klas III
Klas IV
Klas V
Risiko
Risiko
Risiko
rendah
rendah
rendah
Sedang
Berat
0,1 %
0,6 %
2,8 %
8,2 %
29,2 %
Grup
Grup I
Grup II
Rendah
Sedang
Berat
1,5%
9,2 %
22 %
III
2.2.
PNEUMONIA ASPIRASI
2.2.1. Definisi
Pneumoni aspirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh
terhirupnya bahan-bahan ke dalam saluran pernapasan atau terbawanya
bahan yang ada diorofaring pada saat respirasi ke saluran napas bawah dan
dapat menyebabkan kerusakan parenkim paru.
2.2.2. Etiologi
Partikel kecil dari mulut sering masuk ke dala saluran pernapasan,
tetapi biasanya sebelum masuk keparu-paru, akan dikeluarkan oleh
20
21
kesadaran
meningkatnya
pasien
resiko
(penurunan
aspirasi).
GCS
Tingkat
berhubungan
keparahan
dengan
penyakit
ini
2.3.1. Defisini
Kanker laru dalam artian luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan daru luar
paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan yang dimaksud
dengan kanker paru adalah kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal
dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal
dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan
antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan
kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya
hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor
menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan
dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.
Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH
juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel
kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang
berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras
sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain, gen p53, gen rb. Sedangkan
perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p sering ditemukan pada sel kanker
paru.
2.3.2
Epidemiologi
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,
berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari
13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena
1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun.
Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat
adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker. American
Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010
sebagai berikut:
-
Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang
laki-laki dan 105.770 orang perempuan).
23
Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada
laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus
kematian karena kanker.
Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki
24
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker
paru meningkat dua kali.
Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di
Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif.
b. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara,
tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat
dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat
dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu
karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap
rokok) adalah 3,4 benzpiren.
c. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara
pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes
maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
d. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru.
e. Genetik
25
26
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel
ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar
dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.
Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin
luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan crush
artifact pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang
paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak
sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.
Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat
menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
2.3.4. Stadium Klinis
Tabel 9. Stadium Klinis Kanker
STADIUM
Karsinoma tersembunyi
Stadium 0
Stadium IA
Stadium IB
Stadium IIA
Stadium IIB
TNM
Tx, N0, M0
Tis, N0, M0
T1, N0, M0
T2, N0, M0
T1, N1, M0
T2, N1, M0
T3, N0, M0
27
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IV
T3, N1, M0
T1-3, N2, M0
T berapa pun, N3, M0
T4, N berapa pun, M0
T berapa pun, N berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi
tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang
normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas
ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di
bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak
melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening
subkarina.
28
pemeriksaan
diagnosis
adalah
untuk
menentukan
jenis
Deteksi dini
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk
kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis
penyakit paru lain. Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang
terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki
stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah
berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya kesadaran masyarakat tentang
penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan
diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko
tinggi yaitu:
Disertai dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak
napas,nyeri dada dan berat badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif
dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk
darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas.
Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu
jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini
29
ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan
sitologi sputum.
Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke
spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih cepat
dan terarah.
2.3.6. Prosedur diagnostik
a. Gambaran Klinik
i. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak
berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif
dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama
dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang sering sangat
membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :
seperti
"Hypertrophic
pulmonary
30
USG
abdomen
dan
Brain-CT
dibutuhkan
untuk
Sedangkan
keterlibatan
KGB
untuk
32
i. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik
sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau
bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan
ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran
napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjolbenjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah.
Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan
biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus
ii. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena
bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
Specimen yang diperoleh adalah bhaan pemeriksaan sitologi.
iii. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas
karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan
memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi
dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
iv. .Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana
untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus
dilakukan.
v. Transthoracic Needle Aspiration
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm,
TTNA dilakukan dengan bantuan flouroskopi atau USG. Namun
jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat
dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-scan. Spesimen yang
diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.
vi. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
33
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB
dengan bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih
kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan
tuntunan CTscan.
vii. Biopsi lain
Biopsi
jarum
halus
dapat
dilakukan
bila
terdapat
leher
atau
aksila,
apalagi
bila
diagnosis
34
Jenis histologis.
Derajat (staging).
Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
35
inilah yang sering jadi penentu dapat tidaknya kemoterapi atau radioterapi kuratif
diberikan.
2.3.8. Tatalaksana
Tabel 10. Alur deteksi dini kanker paru
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multimodaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga
kondisi non-medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita
juga merupakan faktor yang amat menentukan.
a. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain
adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker
paru dengan sindroma vena kava superiror berat.
36
VEP1>60%
Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1
> 60%
b. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.
Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk
KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif.
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk
meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri
tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau
otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
Staging penyakit
Status tampilan
Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
37
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy,
dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
Hb > 10 g%
Trombosit > 100.000/mm3
Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
PS < 70.
Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
Fungsi paru buruk.
38
5 (1 hari).
Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin, siklus 3 mingguan
o Dosetaksel 75 mg/BSA + sisplatin 60 80 mg/BSA; atau
o Dosetaksel 75 mg/BSA + karboplatin AUC 5
Vinorelbin + sisplatin atau karboplatin siklus 3 mingguan
o Vinorelbin 30 mg/BSA (hari 1,8) + sisplatin 60 80
mg/BSA (hari 1); atau
o Vinorelbin 30 mg/BSA (hari 1,8) + karboplatin AUC 5
(hari 1)
Pada pusat pelayanan tertentu dengan keterbatasan pengadaan obat
tertentu.
Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski
Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai
3.
4.
5.
6.
masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas
39
permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan AUC (area under
the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya.
Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter
tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat
pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar)
LPB (m2) = BB x TB / 3600
Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka
dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram.
Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25)
Nilai GFR atau gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan
ureum darah penderita.
badan
Respons obyektif
Efek samping obat
40
EGFR-TKI unutk kemoterapi lini kedua KPKBSK dengan atau tana pemeriksaan
mutasi gen EGFR.
Targeted Therapy
Beberapa jenis obat kanker dengan target kerja yang selektif atau targeted
therapy mulai digunakan untuk KPKBSK. Kelebihan dari beberapa obat-obat itu
adalah pemberian yang lebih sederhana yaitu peroral (golongan EGFR-TKI).
Sedangkan yang lain harus dikombinasi dengan kemoterapi atau radioterapi.
Inhibitor Reseptor Epidermal Growh Factor (EGFR-TKI)
Jenis yang mulai digunakan adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor
pada reseptor pada reseptor epidermal growth factor (EGFR-TKI) antara lain
erlotinib, gefitinib dan jenis lain yang masih dalam penelitian. Golongan ini
(erlotinib dan gefinitb) direkomendasikan sebagai terapi liini kedua untuk
KPKBSK. Konsensus Bukkittinggi tahun 2005 menetapkan bahwa EGFR-TKI
daoat diberikan sebagai pengobatan definitive (lini pertama) jika pasien dengan
berbagai alasan tidak dapat atau menolak kemoterapi.
d. Pengobatan Paliatif Dan Rehabilitasi
41
i. Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi
radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada
beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapat
dilakukan.
42
43