Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.


Diantaranya adalah meningitis purulenta yang juga merupakan penyakit infeksi
perlu perhatian kita. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang
mengenai piamater, arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai
jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Sedang yang dimaksud
meningitis purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
dan menimbulkan reaksi purulen pada cairan otak. Penyakit ini lebih sering
didapatkan pada anak daripada orang dewasa. 1
Disamping angka kematiannya yang tinggi. Banyak penderita yang
menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis
purulenta merupakan keadaan gawat darurat. Pemberian antibiotika yang cepat
dan tepat serta dengan dosis yang memadai penting untuk menyelamatkan nyawa
dan mencegah terjadinya cacat.2
Kuman mikrobakterium tuberkulosa paling sering menyebabkan infeksi
paru-paru, tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling berbahaya.
Kekerapan meningitis tuberkulosa sebanding dengan prevalensi infeksi dengan
mikrobakterium tuberkulosa pada umumnya, jadi bergantung pada keadaan sosial
ekonomi dan kesehatan masyarakat. 3
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di
negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di
Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau
sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat,
kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (20012002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.5

Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang


bayi di bawah usia dua tahun.5 Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang
berkulit putih.7 Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur
tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang
pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat
tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan
terjadinya gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.8
Dalam bukunya Brunner & Sudart, Meningitis selanjutnya diklasifikasikan
sebagai asepsis, sepsis dan tuberkulosa. Meningitis aseptik mengacu pada salah
satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh
abses otak, ensefalitis limfoma, leukemia, atau darah diruang subarakhnoid.
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme
bakteri seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza. Meningitis
tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi meningeal umunya
dihubungkan dengan satu atau dua jalan, melalui salah satu aliran darah sebagai
konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau penekanan
langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah
kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur
invasif (seperti fungsi lumbal) atau alat-alat infasif (seperti alat pantau TIK).

1.2.

Tujuan Penulisan
Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) bagian Neurologi di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok.

BAB II
MENINGITIS BAKTERIALIS
2.1.

Definisi
Meningitis bakterialis adalah infeksi puruluen akut di dalam subarachnoid.

Meningitis bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim otak atau


disebut juga meningoensefalitis.1
Istilah meningitis bakterialis seringkali digunakan bersamaan dengan
meningitis bakterialis akut atau meningitis purulenta,yaitu infeksi meningitis yang
terjadi dalam waktu kurang dari 3 hari dan umumnya disebabkan oleh bakteri
bana.Penyebab paling sering adalah 3 jenis bakteri yaitu Neisseria meningitis
(menigokokus), Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), dan Hemophylus
influenzae.2
2.2

Anatomi dan fisiologi

2.2.1

Lapisan selaput otak / meningens


Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya

adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi


menjadi arachnoidea dan piamater. 4
a.Duramater
Durameter merupakan lapisan terluar yang membungkus otak, sumsum
tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi
atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
b. Arakhnoid
Lapisan arachnoid disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus
yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau
balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan
diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit
cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah

arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi
oleh cairan serebrospinal.
c. Piamater
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan
diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.

Gambar 2. 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges 7


2.2.2
-

Liquor Cerebro Spinal7


Fungsi
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket

pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur
komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai
pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahanperubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).
-

Komposisi dan Volume

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.

Tabel 2. 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal 1


LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen
Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada
orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara
normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari.
-

Tekanan
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;

perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.


Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya,
pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal
(pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku
dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume
tanpa kenaikan tekanan.
-

Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus

lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii

masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor


cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah
dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini
cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid
spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh
kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot
arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah
kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum
harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi
cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.

Gambar 2.2 Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis 6


2.3 Epidemiologi
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan
distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi
pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk
6

sempurna.5
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di
negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di
Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau
sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat,
kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (20012002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.5
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosioekonomi rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan
jemaah haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada
negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.5
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African
Meningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke
Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasuskasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara
insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. 5
2.4 .Etiologi
Meningitis dapat bersumber dari sejumlah penyebab, biasanya bakteri atau virus,
tetapi meningitis juga dapat disebabkan oleh cedera fisik,riwayat bedah kepala,
kanker atau obat-obatan tertentu. Tingkat keparahan penyakit dan pengobatan
untuk meningitis berbeda tergantung pada penyebab. Dengan demikian, penting
untuk mengetahui penyebab spesifik dari meningitis.22
Meningitis bakteri biasanya parah. Sementara kebanyakan orang dengan
meningitis bakterial dapat sembuh, tetapi dapat pula menyebabkan komplikasi
serius, seperti kerusakan otak, kehilangan pendengaran atau ketidakmampuan
belajar.
1. Meningitis bakteri:

a. Pneumococcus
b. Meningococcus
c. Haemophilus influenza
d. Staphylococcus
e. Escherichia coli
f. Salmonella
g. Mycobacterium tuberculosis7
Tabel 2.2 Tabel Penyebab Meningitis bakterial berdasarkan Umur7
Usia
Neonatus

Bakteri Penyebab
Group B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria

Bayi dan anak

monocytogenes
Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,

Dewasa

dan

Haemophilus influenzae type b


dewasa Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae

muda
Lansia

Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,


Listeria monocytogenes

2.5. Faktor Resiko


Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya
meningitis antara lain :
1. Infeksi sistemik maupun fokal ( septikemia, otitis media , supurativa
kronik, demam tifoid, tuberkulosis paru-paru)
2. Trauma dan tindakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anastesi lumbal,
operasi/tindakan bedah saraf)
3. Penyakit darah, penyakit hati
4. Pemakaian bahan0bahan yang menghambat pembentukan antibodi
(antibody response)
5. Kelainan

yang

berhubungan

dengan

immunosupression

misalnya

alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes melitus


6. Gangguan/kelainan obstetrik dan ginekologik. 3

2.6.Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.23 Invasi kuman-kuman ke dalam
ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.5
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.6
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.6

Agen penyebab

Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarachnoid

Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler

Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist

2.7. Manifestasi Klinis


Perjalalanan klinis menginitis bakterialis pada dewasa diawali dengan
infeksi saluran nafas atas yang ditandai dengan panas badan dan keluhan-keluhan
pernafasan diikuti dengan munculnya gejala-gejala SSP seperti nyeri kepala dan
kaku kuduk yang nyata.Gejala lain yang mungkin adalah muntah-muntah,
penurunan kesadaran (drowsy, bingung), kejang dan fotofobia.1
2.8 Pemeriksaan Fisik dan Rangsangan Meningeal
Pemeriksaan Fisik berupa :2
-

Kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen , derilium atau


koma.

Suhu Tubuh : 38 C

Infeksi Ektracranial : sinusitis, otitis media , mastoiditis , dan


pneumonia

Tanda Rangsangan Meningeal

Peningkatan tekanan intrakranial : Penurunan kesadaran, edema pupil


, reflek cahaya pupil menurun.

Defisit neurologi : hemiparesis , kejang , disfasia atau afasia

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


a. Pemeriksaan Kaku Kuduk2

10

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig2
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)2
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)2
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
2.9.Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal7
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.

11

Tabel

2.3

Perbandingan

CSS

dengan

meningitis

yang

bervariasi 27

b. Pemeriksaan darah7
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan Radiologis7
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
2.10.Diagnosis
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan
gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut,
peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan.

12

Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa


tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.3
2.11.Tatalaksana1,2,5
MB adalah kegawatdaruratan medik. Secara umum, tata laksana MB
dapat dilihat pada gambar 2. Pemilihan antibiotik yang tepat adalah langkah
yang krusial, karena harus bersifat bakterisidal pada organisme yang dicurigai
dan dapat masuk ke CSS dengan jumlah yang efektif. Pemberian antibiotik harus
segera dimulai sambil menunggu hasil tes diagnostik dan nantinya dapat diubah setelah ada temuan laboratorik.1 Pada suatu studi, didapatkan hasil jika
pemberian antibiotik ditunda lebih dari 3 jam sejak pasien masuk RS, maka
mortalitas akan meningkat secara bermakna.

Gambar 2 : Algoritma tatalaksana meningitis bakterial (diadaptasi dari


Tunkel dkk)6
Antibiotik empirik bisa diganti dengan antibiotik yang lebih spesifik jika
hasil kultur sudah ada. Panduan pemberian antiobiotik spesifik bisa dilihat di tabel
4. Durasi terapi antibiotik bergantung
penyakit, dan
epidemik

dapat

intramuskuler

pada bakteri penyebab, keparahan

jenis antibiotik yang digunakan. Meningitis meningokokal


diterapi
sesuai

secara

dengan

efektif dengan
rekomendasi

satu
WHO.

dosis ceftriaxone
Namun

WHO

13

merekomendasikan

terapi antibiotik paling sedikit selama 5 hari pada situasi

nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama lebih dari
24 jam. Autoritas

kesehatan

di banyak negara maju menyarankan terapi

antibiotik minimal 7 hari untuk meningitis meningokokal dan haemofilus; 10-14


hari untuk terapi antibiotik pada meningitis pneumokokal.7
Tabel 2.4 Terapi Antibiotik spesifik pada Meningitis Bakterial27

2.12. Profilaksis
Individu yang mengalami kontak dengan pasien meningitis meningokokal
harus diberi antibiotik profilaksis. Pilihan antibiotik yang biasa diberikan adalah
ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg selama 2 hari.
Profilaksis

tidak dibutuhkan jika durasi sejak penemuan

kasus meningitis

meningokokal sudah lebih dari 2 minggu. Imunisasi S. pneumoniae, H. influenza


dan N. meningitidis diketahui menurunkan insiden meningitis secara bermakna.6
2.13. Komplikasi
a. Efusi subdural.
b. Hidrosefalus.
c. Abses Otak
d. Epilepsi

14

f. Cerebral palsy
g. Ensefalitis
h.Renjatan septik.8
2.14. Prognosis
Meningitis Bakterialis yang tidak diobati biasanya berakhir fatal.
Meningitis pneumokokal memiliki tingkat

fatalitas

tertinggi,

37%.Pada sekitar 30% pasien yang bertahan hidup, terdapat

yaitu

19-

sekuel defisit

neurologik seperti gangguan pendengaran dan defisit neurologik fok al lain.


Individu

yang

me- miliki

faktor risiko prognosis

buruk

adalah pasien

immunocompromised, usia di atas 65 tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit


CSS yang rendah, dan

infeksi pneumo- kokus. Gangguan

fungsi kognitif

terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan dari MB.6

BAB III

15

LAPORAN KASUS
3.1.Identitas Pasien
Nama

: Tn. U

Umur

: 22 tahun

Alamat

: Tanah Garam

Pekerjaan

: Pegawai Bank

Status

: Belum kawin

Agama

: Islam

Jenis kelamin : Laki-laki

3.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan kesadaran sejak
Penurunan kesadaran sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit,
demam terus meningkat sehingga pasien tidak dapat beraktifitas dan hanya
terbaring tidur. Sebelumnya pasien sudah demam 18 hari yang lalu,
demam tidak terlalu panas namun menggangu aktifitas pasien lalu pasien
berobat ke dukun, dukun menyebutkan pasien kerasukan dan diobati
secara tradisional. Pasien tidak ada meminum ramuan. Nafas pasien sesak.
Pasien tidak dapat makan sejak 4 hari yang lalu karena pasien mengeluh
nafsu makan menurun dan tidak bisa menggosok gigi serta mulut pasien
kering. Tidak ada muntah dan mual. BAB tidak ada semenjak 1 minggu
ini. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala berdenyut sejak demam
dirasakan. Pasien sebelumnya tidak ada bepergian keluar kota.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

16

Riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) dan penggunaan OAT


disangkal.

Riwayat penurunan berat badan disangkal.

Riwayat tindakan operasi telinga disangkal.

Riwayat telinga berair disangkal.

Riwayat pemakaian obat-obatan disangkal.

Riwayat trauma kepala disangkal.

Riwayat kejang disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) dan penggunaan OAT


pada keluarga disangkal.

Riwayat penurunan berat badan pada keluarga disangkal.

Riwayat demam pada keluarga disangkal.

e. Riwayat Pekerjaan dan Sosial


Pendidikan terakhir pasien adalah SMK. Pasien merupakan
seorang pegawai bank dan juga atlet volly yang sering ikut turnamen.
Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol. Status pasien
belum menikah.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
-

Keadaan Umum

: Buruk

Kesadaran

: Somnolen

Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

17

Nadi

: 98/i teratur

Nafas

: 26x/i

Suhu

: 38,1oC

Berat Badan

: 60 kg (alloanamnesa)

Tinggi Badan

: 165 cm

Gizi

: Baik

Turgor Kulit

: Baik

Status Lokalisata
-

Mata kanan

: konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik

Mata kiri

: konjungtiva tidak anemi, sclera ikterik

Kelenjar Getah Bening


Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB

Aksila

: Tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal

: Tidak teraba pembesaran KGB

Leher: Tidak terdengar bising carotis

Torak

a. Paru
Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis.

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan.

Perkusi

: Sonor dikedua lapangan paru.

Auskultasi

: Suara nafas normal vesicular, ronki(-/-), Wheezing (-/-).

b. Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus cordis teraba 2 jari medial line midclavicularis

sinistra.

Perkusi

: Dalam batas normal

Auskultasi

: irama teratur, bising ( - )

Abdomen
Inspeksi

: tidak ada sikatrik, tidak ada venektasi

18

Palpasi

: defans muskular (-), nyeri tekan dan nyeri lepas ( - ),

hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus( + ).

Colum Vertebrae : Vertebrae dalam batas normal

3.4. Status Neurologikus


a. Glassgow Coma Scale ( GCS )
b. Tanda rangsangan selaput otak:
-

Kaku kuduk

:+

Brudzinki I

:+

Brudzinki II

:+

Tanda kernig

:+

: E3M5V4 = 12

a. Tanda peningkatan tekanan intracranial


-

Pupil

: Isokor

Diameter : 3mm/3mm

b. Pemeriksaan Nervus Kranialis


1) N1. Olfaktorius
Penciuman

Kanan

Subjektif

Sukar dinilai

Kiri
Sukar dinilai
Sukar dinilai

Objektif

dengan Sukar dinilai

bahan
2) N II

: Nervus Optikus

Penglihatan
Tajam penglihatan

Kanan
Sukar dinilai

Kiri
Sukar dinilai

Lapang pandang

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Melihat warna

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Funduskopi

Sukar dinilai

Sukar dinilai

19

3) N III

:Nervus Okulomotorius

Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso-endoftalmus
Pupil
Bentuk
Reflek cahaya
Reflex akomodasi
Reflex Konvergen

4) N IV

Gerakan

mata

Kiri
Normal
Tidak ada
Bebas kesegala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

: Nervus Troklearis
Kanan

Kiri

Tidak dapat dilakukan

Tidak dapat dilakukan

Dalam batas normal


Tidak ada

Dalam batas normal


Tidak ada

ke

bawah
Sikap bulbus
Diplopia

5) N V

Kanan
Normal
Tidak ada
Bebas kesegala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

: Nervus Trigeminus
Kanan

Kiri

Motoric
Membuka mulut

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Menggerakan rahang

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Menggigit

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Mengunyah

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea
Sensibilitas
Divisi maksila
Reflek masseter

+
Baik

+
Baik

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Sensibilitas

Baik

Baik
20

Divisi mandibular
Sensibilitas

Baik

Baik

6) N. VI : Nervus Abdusen

Gerakan mata lateral

Kanan
Sukar dinilai

Kiri
Sukar dinilai

Sikap bulbus

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Diplopia

Sukar dinilai

Sukar dinilai

7) N.VII : Nervus Fasialis

Raut wajah
Sekresi air mata
Fissura palpebral
Menggerakkan dahi

Kanan
Simetris
Normal
Simetris
Sukar dinilai

Kiri
Simetris
Normal
Simetris
Sukar dinilai

Menutup mata

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Mencibir/bersiul

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Memperlihatkan gigi

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Sensasi 2/3 depan

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Hiperakustik

Sukar dinilai

Sukar dinilai

8) N.VIII : Nervus Vestibukoklearis

Suara berbisik

Kanan
Sukar dinilai

Kiri
Sukar dinilai

Detik arloji

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Rinne test

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Weber test

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Swabach test

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Memanjang

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Memendek

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Nistagmus

Sukar dinilai

Sukar dinilai

21

Pendular

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Vertical

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Siklikal

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Pengaruh posisi kepala Sukar dinilai

Sukar dinilai

9) N.IX : Nervus Glossopharingeus


Kanan
Sensasi

lidah

belakang
Reflek muntah

Kiri

1/3 Sukar dinilai

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Sukar dinilai

10) N.X : Nervus Vagus

Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi

Kanan
Simetris
Ditengah
Normal
Abnormal
Normal
Teratur

Kiri
Simetris
Ditengah
Normal
Abnormal
Normal
Teratur

11) N. XI : Nervus Asssesorius

Menoleh ke kanan

kanan
Sukar dinilai

Kiri
Sukar dinilai

Menoleh ke kiri

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Mengangkat bahu ke Sukar dinilai

Sukar dinilai

kanan
Mengangkat bahu ke Sukar dinilai

Sukar dinilai

kiri

12) N. XII : Nervus Hipoglosus

22

Kedudukan

Kanan
lidah Simetris

Kiri
Simetris

dalam
Kedudukan

lidah Simetris

Simetris

dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atrofi

+
-

+
-

c. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan

Sukar dinilai

Romberg test

Sukar dinilai

Ataksia

Sukar dinilai

Rebound

Sukar dinilai

phenomen
Tes tumit lutut

Sukar dinilai

Disatria

Sukar dinilai

Disfagia

Sukar dinilai

Supinasi-pronasi

Sukar dinilai

Tes jari hidung

Sukar dinilai

Tes hidung jari

Sukar dinilai

d. Pemeriksaan fungsi Motorik


a. Badan
b. Berdiri

Respirasi

Normal

Normal

Duduk

Normal

Normal

& Gerakan spontan

berjalan
Tremor

Atetosis

Mioklonik

Khorea

Tidak lakukan

Tidak dilakukan

23

c. Ekstremitas
Gerakan

Superior

Inferior

Kanan

Kiri

kanan

Kiri

Pasif

Pasif

Pasif

Pasif

Kekuatan

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Tonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

e. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis

Sukar dinilai
Normal
Sukar dinilai

Sensibilitas

Sukar dinilai

Sensibilitas kortikal

Sukar dinilai

Streognosis

Sukar dinilai

Pengenalan 2 titik

Sukar dinilai

Pengenalan rabaan

Sukar dinilai

f. System reflex
1.Fisiologi
Kornea
Berbamgkis

Kanan
+
Sukar dinilai

Kiri
+
Sukar dinilai

Laring

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Maseter

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Dinding perut

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Atas

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Tengah

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Bawah

Sukar dinilai

Sukar dinilai

24

Biseps
Triceps
APR
KPR
Bulboca vernosus

++
++
++
++
Sukar dinilai

+++
+++
+++
+++
Sukar dinilai

Cremater

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Sfingter

Sukar dinilai

Sukar dinilai

2.Patologis
Lengan
Hoffman - Tromner
Tungkai
Babinski
Chaddoks
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus paha

Sukar dinilai

Sukar dinilai

Klonus kaki

Sukar dinilai

Sukar dinilai

ROM

Fleksi

: Normal

Ekstensi

: Normal

Rotasi

: Normal

3. Fungsi Otonom

Miksi

: berwarna kemerahan

Defekasi

: belum ada BAB lebih dari 1 minggu ini

Sekresi keringat

: banyak

25

Fungsi luhur
Kesadaran
Reaksi bicara

Tanda dementia
Refleks

Normal

Fungsi

Normal

Glabela
Refleks Snout

Intelektual
Reaksi Emosi

Normal

Refleks

memegang
Refleks

Palmomental

3.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
Hb

: 12,2 gr/dl

Ht

: 33,7 %

Eritrosit

: 4,23 x 103

Trombosit

: 27 x 103 uL

Leukosit

: 3.03 x 103 uL

Basofil

: 0,3 %

Eusinofil

:0

Netrofil batang

:0

Neutrofil segmen

: 94

Limfosit

:3

Monosit

:1

b. Test widal :
Tipe H : 1/320
Tipe O : 1/80
c. Faal hepar
SGPT

: 310,5mU/L

SGOT

:168,1 U/L

d. Faal ginjal

26

Ureum

: 29,7 mg/dl

Creatinin

: 0,89 mg/dl

e. Rencana pemeriksaan tambahan


-

Kultur

Lumbal Pungsi

3.6. Diagnosa
a. Diagnosa klinis

: Meningitis bakterialis

b. Diagnosa topik

: Leptomeningens

c. Diagnosa etiologis : Infeksi bakteri salmonella thypi


d. Diagnosa sekunder : Demam tipoid
3.7. Tatalaksana
a) Terapi umum
-

Elevasi kepala 300

Beri O2 2-3L/menit

IVFD NaCL 0,9% 12 jam/kolf

Kateter urin untuk monitor cairan

Pasang NGT, diet MC TKTP 1500 Kkal.

b) Terapi khusus
1. Antibiotik: ceftriaxon 2x2g
2. Anti edem otak : kortikodteroid dexametason 3x10mg
3. Antihistamin: ranitidin 2x1 ampul
4. Antipiretik : PCT 3x 500 mg
3.8. Prognosis
a. Quo at vitam
b. Quo at fungtionam
c. Quo at sanationam

: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam

27

BAB IV
DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien pria usia 22 tahun yang dirawat di bangsal
neurologi RSUD Solok dengan diagnosis klinis meningitis akut.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa didapatkan Penurunan kesadaran sejak 4 hari yang lalu, demam
terus meningkat sehingga pasien tidak dapat beraktifitas dan hanya terbaring tidur.
Sebelumnya pasien sudah ada demam 15 hari yang lalu tetapiu tidak terlalu panas
dan menggangu aktifitas pasien. Pasien tidak dapat makan sejak 4 hari yang lalu
karena pasien mengeluh nafsu makan menurun dan tidak bisa menggosok gigi
serta mulut pasien kering. Tidak ada muntah dan mual. BAB tidak ada semenjak 1
minggu ini. Pasen juga mengeluhkan sakit kepala berdenyut. Dari riwayat
penyakit dahulu pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, DM, gangguan
pada telinga, trauma kepala, dan hipertensi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tingkat kesadaran compos mentis cooperative, tanda rangsangan meningeal (kaku
kuduk +) dan tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan. Pada
pemeriksaan nervus kranial sukar dinilai.
Penatakalsanaan pasien ini secara umum adalah terapi umum elevasi
kepala 300, beri O2 2-3L/menit, IVFD RL 12 jam/kolf, kateter urin untuk monitor
cairan dan diet MLTKTP 1500 Kkal. Sedangkan terapi khusus adalah antipiretik :

28

PCT 3x 500 mg,kortikosteroid: dexametason 3x10g, antibiotik: ceftriaxon 2x2g


dan ntihistamin: ranitidin 2x1 ampul.

BAB V
KESIMPULAN
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dapat bersumber dari sejumlah penyebab, biasanya bakteri atau virus,
tetapi meningitis juga dapat disebabkan oleh cedera fisik,riwayat bedah kepala,
kanker atau obat-obatan tertentu. Tingkat keparahan penyakit dan pengobatan
untuk meningitis berbeda tergantung pada penyebab.
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Pemeriksaan rangsangan meningeal
yang dilakukan adalah pemeriksaan kaku kuduk, pemeriksaan tanda kernig,
pemeriksaan tanda brudzinski I dan pemeriksaan tanda brudzinski II. Sedangkan
pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi,
pemeriksaan darah dan pemeriksaan radiologis.
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan
gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut,
peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa
tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.

29

Penatalaksanaan meningitis dapat diberikan antibiotik secara adalah


langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau
menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita
tergantung dari jenis agen penyebab yang ditemukan. Dan juga dapat diberikan
kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dewanto, G.dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2. Moore,Keith.L.2002.Anatomi klinis dasar.Jakarta : Hipokrates
3. Sherwood.2011.Fisiologi Manusia.Jakarta : EGC
4. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada
University
Press, Yogyakarta.
5.Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi, Cetakan Pertama. Binarupa Aksara,
Jakarta.
6. Mansjoer, A.,dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Media
Aesculapius, Jakarta.
7.Suwono, W., 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai