biomassa.
Untuk memanfaatkan biomassa ini, para peneliti LIPI harus
memisahkan lignin atau zat kayu yang merupakan zat pengikat
senyawa lain pada tanaman. Kandungan lignin bisa mencapai 15-30
persen. Proses delignifikasi inilah yang membuat pengolahan
lignoselulosa berbeda dengan bioenergi yang bersumber dari pangan.
Setelah lignin dipisahkan, selulosa dan hemiselulosa bisa
difermentasi menjadi zat gula yang kemudian diubah menjadi etanol.
"Ada perlakuan awal khusus untuk memisahkan lignin dari selulosa
dan hemiselulosa agar menghasilkan glukosa," kata Yanni.
Perlakuan awal dimulai dengan proses pencacahan bahan baku
rumput, pelepah daun, dan jerami. Proses fisik ini dilakukan berulangulang sehingga bahan baku berubah menjadi bagian-bagian kecil.
Material yang telah halus tersebut diberi perlakuan kimia dengan
asam atau basa. Bubur material dimasukkan ke dalam mesin
hidrolisis agar lignin terpisah dari selulosa dan hemiselulosa.
Pemisahan ini merupakan proses yang sulit mengingat struktur
selulosa dan hemiselulosa terikat kuat dengan lignin.
Tahap berikutnya adalah hidrolisis enzimatis. Selulosa dan
hemiselulosa dimasukkan ke dalam reaktor untuk mengambil sari
patinya, gula-selulosa yang mengandung gula karbon 6 (C6) atau gula
karbon 5 (C5), seperti xylose. Untuk memecah gula tersebut,
diperlukan dua spesies bakteri berbeda, yaitu bakteri
ragi (Sacharomyces cerevisae) untuk C5 dan bakteri coli, Pichia sp,
untuk C6.
Glukosa hasil fermentasi ini selanjutnya diubah menjadi etanol
menggunakan proses yang sama dengan pengolahan bahan bakar