Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menipisnya cadangan minyak bumi serta pencemaran lingkungan


merupakan isu global yang meresahkan manusia dalam kurun waktu beberapa
dekade terakhir. Hal ini berakibat melonjaknya harga minyak dunia yang
memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia tak terkecuali negara
berkembang seperti Indonesia. Kenaikan harga BBM secara langsung berakibat
pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga
listrik. Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan
sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini tentu saja menyebabkan
kebutuhan akan bahan bakar cair juga akan semakin meningkat.
Menurut sumber dari BP Migas, cadangan gas bumi saat ini di Indonesia
sebesar 107 triliun standar kaki kubik dan diperkirakan akan habis hingga 40 tahun
ke depan. Kegiatan eksplorasi yang agresif, membuat cadangan minyak dan gas
bumi tidak akan cepat habis. Disamping itu selain eksplorasi perlu adanya energy
alternatif untuk mengatasi masalah kelangkaan BBM serta menipisnya bahan bakar
fosil (Anonim, 2014).
Biodiesel atau metal ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati
yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel atau solar. Penggunaan biodiesel
sebagai sumber energi merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil pada
masa mendatang. Hal ini karena biodiesel bersifat dapat diperbaharui (renewable),
dapat terurai (biodegradable) dan memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin
karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil) dan mampu
mengurangi emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel juga bersifat
ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik
dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number)
2

rendah, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak menghasilkan racun


(nontoxic) (Anonim, 2014).
Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodisel diantaranya adalah
kelapa sawit, kedelai, jarak pagar, dan kacang kedelai. Dari beberapa bahan baku
tersebut di Indonesia yang punya prospek untuk diolah menjadi biodisel adalah
kelapa sawit. Tanaman industri kelapa sawit telah tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia, pengolahannya sudah mapan. Dibandingkan dengan tanaman
yang lain seperti kedelai, jarak pagar dan lain lain yang masih mempunyai
kelemahan antara lain sumbernya sangat terbatas dan masih diimpor. Sesangkan
bahan baku minyak jarak pagar masih dalam taraf penelitian skala laboratorium
untuk budidaya dan pengolahannya, sehingga dapat dikatakan bahwa kelapa sawit
merupakan bahan baku untuk biodisel yang paling siap (Sugiono, 2008).
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Crude Palm Oil (CPO)


Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak, yakni: minyak kelapa sawit mentah
CPO (Crude Palm Oil) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan
minyak inti sawit PKO (Palm Kernel Oil) yang diektraksi dari biji atau inti kelapa
sawit.
Minyak CPO adalah minyak kelapa sawit yang diperoleh dari mesokarp buah
kelapa sawit, melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang
berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang
disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan
serat halus tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit mentah ini tidak dapat
langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun nonpangan (Naibaho, 1988).

Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas
trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, pengotor dan
komponen-komponen minor bukan minyak/lemak yang secara umum disebut
dengan senyawa yang tidak dapat disabunkan (sekjen deperindag, 2007).

Tabel 2.1. Asam lemak (fatty acid) dari minyak CPO kelapa sawit.
Kadar Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Sawit CPO

Tipe Asam Lemak Karakteria Lemak Presentase

Palmiat C 16 Lemak Jenuh 44,3%

Stearat C 18 Lemak Jenuh 4,6%

Myristat C 14 Lemak Jenuh 1,0%

Oleat C 18 Lemak tidak Jenuh 38,7%


4

Linoleat C 18 Banyak Lemak Tidak Jenuh 10,5%

Lainnya - 0,9%

Sumber: depperindag

Disamping komponen utama penyusun minyak kelapa sawit berupa asam


lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh, juga terdapat komponen minor yang
terdapat pada minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit
mengandung sekitar 1% komponen minor diantaranya: karoten, vitamin E
(tokoferol dan tokotrienol), sterol, posfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon
alifatik. Kegunaan yang terpenting dari karoten dan vitamin E adalah memberikan
kontribusi sifat fisiolagis yang penting bagi tubuh (Choo Yuen, 1994).

Tabel 2.2. Komponen minor dari minyak kelapa sawit CPO


No Senyawa Konsentrasi (ppm)
1 Karotenoid 500-700
2 Tokoperol dan Tokotrienol 600-1.000
3 Sterol 326-527
4 Phospholipid 5-130
5 Triterpen Alkohol 40-80
6 Metil Sterol 40-80
7 Squalen 200-500
8 Alkohol Alifatik 100-200
9 Hidrokarbon Alifatik 50
Sumber: (Choo Yuen, 1994)

2.2 Biodiesel sebagai Turunan Hasil Crude Palm Oil

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan oleh reaksi kimia
antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek, misalnya
metanol, etanol, atau butanol dengan dibantu katalis, proses ini disebut
5

transesterifikasi. Dari sudut pandang lingkungan, penggunaan biodiesel memiliki


beberapa keuntungan misalnya dapat mereduksi emisi karbonmonoksida dan
karbondioksida, nontoxic dan biodegradable (Maceiras dkk, 2011).
Biodiesel biasanya dibuat dengan reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak
nabati) untuk metil ester dengan metanol menggunakan natrium atau kalium
hidroksida yang dilarutkan dalam metanol sebagai katalis. Biodiesel dapat
diproduksi melalui reaksi antara minyak sawit dengan alkohol menggunakan katalis
heterogen. Dalam penelitian ini, jenis alkohol yang digunakan adalah metanol
sebagai alkohol derivatif yang memiliki berat molekul rendah sehingga kebutuhan
untuk alkoholisis relatif sedikit, lebih murah dan lebih stabil. Selain itu, aktivasi
reaksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan etanol. Jadi reaksi untuk menghasilkan
biodiesel disebut reaksi metanolisis (Arita, dkk, 2013)
Katalis yang sering digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah katalis
homogen, katalis homogen tidak begitu populer sekarang karena proses
pemisahannya yang sulit. Jadi alternatif lainnya adalah katalis heterogen yang
dianggap lebih ekonomis dan lebih mudah dalam pemisahan produk biodiesel.
KOH dan NaOH sering digunakan dalam produksi biodiesel sebagai katalis
homogeny, namun penggunaan katalis ini memiliki kelemahan, yaitu pemisahan
katalis dari produk cukup rumit. Sisa katalis homogen dapat menjadi limbah dari
biodiesel yang dihasilkan (Herman.S & Zahrina.I, 2006 dalam Arita R dkk, 2013).

Tabel 1.1 Tabel Kebutuhan Biodisel dari Produksi CPO

Kebutuhan Kebutuhan Jumlah Produksi

Solar Biodisel CPO yang CPO


Substitusi
No Tahun diperlukan
(Juta solar* (Juta (Juta Ton)
(Juta Ton)
Kiloliter) Kiloliter) **
***

1. 2006 14 0 0 0 16
2. 2010 36 2% 0,72 0,65 24,8
6

3. 2025 94 5% 4,7 4,23 36,29

* Rencana pengembangan pemerintah


** Perhitungan kasar dengan asumsi pertumbuhan CPO sekitar 15% sampai 2010
dan 5% setelah 2010
*** 1 kiloliter Biodisel sama dengan 0.88 ton (Sumber: Departemen energi US)
BAB III
PROSES PRODUKSI

Di Indonesia terdapat lebih 50 jenis tanaman yang dapat menghasilkan


minyak nabati baik untuk non pangan maupun pangan, namun hanya beberapa
jenis yang dapat diolah menjadi minyak nabati untuk bahan baku pembuatan
biodiesel. Tanaman yang paling layak diolah dan siap diolah sebagai biodiesel di
Indonesia yaitu kelapa sawit. Sedangkan lainnya masih memerlukan penelitian dan
budi daya tanaman tersebut karena tidak cukup tersedia untuk industri biodiesel.

3.1 Produksi Biodiesel


Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua
produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang
merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara
lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan
baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zat-pencemar
dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan
biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena
alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati kandungan asam lemak bebas lebih
rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati biasanya selain mengandung ALB
juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada proses
degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining. Minyak nabati yang
digunakan dapat dalam bentuk minyak Produk biodiesel tergantung pada minyak
nabati yang digunakan sebagai bahan baku seta pengolahan pendahuluan dari
bahan baku tersebut.
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah
methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu
diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi
akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun,
ALB dan trigliserida tinggi. Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh
tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau
kecepatan pencampuran alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau
KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati
yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB
kurang dari 2 %, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada
umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan
dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka
kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi
selesai, katalis harus di netralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah
biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air
pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, bila
digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk phosphat(K3PO4)
Proses dasar pembuatan biodiesel lihat Gambar 1 dibawah, Proses
transesterifikasi yang umum untuk membuat biodiesel dari minyak nabati
(biolipid) ada tiga macam yaitu:
 Transesterifikasi dengan Katalis Basa
 Transesterifikasi dengan Katalis Asam Langsung
 Konversi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan menjadi
biodiesel
Recycled Greases

Minyak Nabati Dillute Acid Asam Sufat


Esterification Alkohol
Alkohol+
Katalis Basa
Transesterifikasi

Alkohol
Recovery
Crude Glycerin Crude Biodiesel

Distilasi Gliserin Distilasi Biodiesel

Gliserin Biodiesel
Gambar 1. Blok Diagram Proses Biodiesel
Hampir semua biodiesel diproduksi dengan metode transesterifikasi dengan
katalisator basa karena merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan
suhu dan tekanan rendah. Hasil konversi yang bisa dicapai dari proses ini adalah
bisa mencapai 98%. Proses ini merupakan metode yang cukup krusial untuk
memproduksi biodiesel dari minyak/lemak nabati. Proses transesterifikasi
merupakan reaksi dari trigliserin (lemak/minyak) dengan bioalkohol (methanol
atau ethanol) untuk membentuk ester dan gliserol.
Minyak nabati dengan kadar asam lemak bebas (ALB)-nya rendah (< 1%),
bila lebih, maka perlu pretreatment karena berakibat pada rendahnya kinerja
efisiensi. Padahal standar perdagangan dunia kadar ALB yang diijinkan hingga
5%. Jadi untuk minyak nabati dengan kadar ALB >1%, perlu dilakukan
deasidifikasi dengan reaksi metanolisis atau dengan gliserol kasar. Secara
sederhana reaksi transesterifikasi dapat digambar sebagai berikut:

Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi

R1, R2, dan R3 adalah alkil dari ester. Selama proses esterifikasi, trigliserin
bereaksi dengan alkohol dengan katalisator alkalin kuat (NaOH, KOH atau sodium
silikat). Jumlah katalisator yang digunakan dalam proses titrasi ini adalah cukup
menentukan dalam memproduksi biodiesel. Secara empiris 6,25gr/l NaOH adalah
konsentrasi yang memadai. Reaksi antara biolipid dan alkohol adalah reaksi dapat
balik (reversible) sehingga alkohol harus diberikan berlebih untuk mendorong
reaksi kekanan dan mendapatkan konversi yang sempurna.
Pada reaksi transesterifikasi dimana R1, R2, R3, merupakan rantai panjang dari atom
karbon dan hydrogen, yang disebut sebagai sama lemak. Ada beberapa tipe rantai
dari minyak nabati yaitu:

16 karbon termasuk R
Palmitik R = - (CH2)14 – CH3
(16:0)
18 karbon, 0 double
Stearik R = - (CH2)16 – CH3
bond (18:0)
18 karbon, 1 double
Oleat R = - (CH2)7 CH = CH (CH2)7CH3
bond (18:1)
18 karbon, 2 double
Linoleat R= -(CH2)7CH=CH-CH2–CH=CH(CH2)4CH3
bond (18:2)
Linolenik R=-(CH2)7CH=CH-CH2–CH=CH-CH2- 18 karbon, 3 double
CH=CHCH2-CH3 bond (18:3)

Kadar asam lemak bebas harus kurang dari 1%. Selain itu instalasi biodiesel
juga mensyaratkan bahwa ukuran partikel asam lemak bebas harus < 5
mikrometer. Bila kondisi ini tidak terpenuhi, diperlukan proses persiapan sebagai
berikut:
 Pencucian dengan air
 Dekantasi
 Pemanasan minyak
 Dekantasi kedua

Bila dalam minyak nabati kadar airnya cukup tinggi, maka setelah dekantasi
kedua dilakukan pengeringan disamping itu perlu diperhatikan adalah minyak
mudah larut dalam alkohol.

Secara ringkas tahapan proses dari pembuatan biodiesel (Gambar 4.) adalah
sebagai berikut:
 Jika kandungan asam lemak bebas dan air terlalu tinggi, hal ini akan
mengakibatkan pembentukan sabun (saponifikasi) dan menimbulkan masalah
pada pemisahan gliserol nantinya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan
pendahuluan bahan baku dilakukan proses degumming dan refined

Air

Air
Biodiesel
Methanol

Pemisahan Pengeringan
Metil
Ester
88%
Air Pencuci
Minyak
Nabati
ALB 1%
∞ Methanol
Methanol 22%
KOH 1%
Air
Reaktor

Gliserol 12%

Gambar 4.Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Nabati

 Katalis dilarutkan dalam methanol dengan menggunakan mixer atau agitator


standar.
 Campuran methanol dan katalis dimasukkan ke dalam reaktor tertutup baru
kemudian ditambahkan minyak nabati. Sistem harus tertutup total untuk
menghindari penguapan methanol.
o
 Reaksi dijaga pada suhu diatas titik didih alkohol (sekitar 70 C) guna
mempercepat reaksi meskipun beberapa sistem merekomendasikan suhu
kamar. Lama reaksi adalah 1 – 8 jam. Pemberian methanol berlebih diperlukan
untuk memastikan konversi yang sempurna.
 Meskipun densitas gliserol lebih tinggi daripada biodiesel sehingga gliserol
tertarik ke bawah karena gravitasi, alat sentrifugal masih diperlukan untuk
mempercepat pemisahan kedua senyawa tersebut. Setelah terjadi pemisahan
gliserol dan biodiesel, kelebihan methanol diambil dengan proses evaporasi
atau distilasi.
 Produk samping gliserol yang masih mengandung katalis dan sabun
selanjutnya dinetralkan dengan larutan asam sulfat.
 Setelah biodiesel dipisahkan dari gliserol selanjutnya dimurnikan lagi dengan
air hangat untuk membuang sisa-sia katalis atau sabun. Lalu dikeringkan dan
dikirim ke tangki penyimpan biodiesel.

3.2 Kegunaan produk

Kegunaan roduk yang di hasilkan adalah:

A. Biodiesel

1. Metil ester (Biodisel) berfungsi sebagai bahan bakar alternative pengganti


minyak bumi khusus untuk mesin disel otomotif dan industri.
2. Menanggulangi pencemaran lingkungan akibat pembakaran bahan bakar
fosil.

B. Gliserol

1. Digunakan di dalam medis dan persiapan farmasi misalnya sebagai


pelumas peralatan kedokteran
2. Digunakan sebagai obat pencuci perut
3. Sebagai sirup obat batuk
4. Digunakan sebagai pengganti alkohol, untuk bahan pelarut dalam
pengambilan herbal dan antiseptik.
5. Untuk perawatan pribadi
6. Pasta gigi
7. Obat kumur
8. Produk Perawatan kulit
9. Cream cukur rambut
10.Sabun
11. Pelarut, bahan pemanis, dan pewarna makanan.
12.Dipakai untuk membuat polyglycerol esters dalam industri margarin
BAB IV
ASPEK EKONOMI

Perkembangan Biodiesel saat ini terkendala dengan kemampuan harga jual


CPO untuk sumber pangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual CPO
untuk dijadikan biodiesel, Sebagai perbandingan harga jual minyak goreng jelantah
saat ini mencapai Rp, 10,000/ kg sedangkan CPO untuk biodiesel dijual dengan
harga $ 300 - $ 400 per ton atau sekitar Rp, 2700- Rp, 3600/ kg, dan itupun masih
disubsidi oleh pemerintah, Melihat kenyataan ini memang wajar kalau
pertumbuhan biodiesel relatif lambat.

Berdasarkan data kajian yang dilakukan oleh Tim BRDST BPPT dan
mengacu pada kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan
Departemen Pertanian didapatkan beberapa data mengenai potensi pemanfaatan
jenis tanaman tertentu beserta jumlah biodiesel yang didapatkan diantaranya:

Tabel 4.1 Proyeksi pengembangan sumber tanaman penghasil biodiesel


Produktifita
Jenis s Produktifitas
Tanaman (Ton/ha/thn) Biodiesel (Ltr/ha/thn) Luas Tanaman (ha)
Kelapa
Sawit 20-25 3600 6780000
Kelapa 1,1-2,5 200-500 3800000
Jarak Pagar 2,5-5 500-1000 39000
Nyamplung n/a n/a n/a
Sumber : Dinas Perkebunan Departemen Pertanian

Dari tabel 4.1 tersebut penghasil dominan biodiesel akan cenderung


berkompetisi dengan pangan, Jika dilihat potensi Biodiesel yang diperoleh mampu
mencapai sekitar 131 kg dari tiap ton kelapa sawit yang diproleh dengan
perhitungan :

Diketahui :
25 ton kelapa sawit/ha/thn = 3600 liter/ha/thn
Ditanya : Jumlah biodiesel/thn……… (kg/ha/thn) ?
Penyelesaian
25 ton kelapa sawit/ha/thn = 3600 liter/ha/thn
25 ton kelapa sawit/ha/thn = (3600/1,1) kg/ha/thn
25 ton kelapa sawit/ha/thn = 3272 kg/ha/thn
1 ton kelapa sawit/ha/thn = 130,909 kg Biodiesel/ha/thn

Dari tabel 1 dikatakan pula kandungan daging buah yang digunakan dalam
pemanfaatan kelapa sawit mampu menghasilkan minyak 54 % (CPO) sehingga
dapat dihitung :
1 ton kelapa sawit/ha/thn = 54 % CPO
1 ton kelapa sawit/ha/thn = 540 kg CPO /ha/thn

Artinya disimpulkan bahwa persentase CPO yang dihasilkan dari tiap ton
CPO mampu mencapai 54 % dan dari CPO yang dihasilkan jumlah biodiesel yang
diperoleh mencapai 24 % atau sebesar 13 % dari jumlah perton kelapa sawit yang
dihasilkan.
Melihat perbandingan ini sangat wajar pula disamping dengan harga yang
tidak mampu bersaing, kondisi ini menunjukkan bahwa nilai ambundance CPO
justru lebih tinggi jika dibandingkan dengan Biodiesel terhadap bahan baku kelapa
sawit, dimana jika kelapa sawit dimanfaatkan sebagai sumber pangan akan lebih
menguntungkan jika dibandingkan sebagai sumber pembuatan biodiesel.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan dari pembahasan makalah ini dapat diambil beberapa


kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pembuatan biodiesel dari minyak mentah kelapa sawit terdiri dari
beberapa proses yaitu, degumming, transesterifikasi, separation, dry
washing dan refined.
2. Produk yang dihasilkan berupa methyl ester (biodiesel) sebagai bahan bakar
dan gliserol yang dimanfaatkan sebagai bahan farmasi dan bahan makanan.
3. Bahan baku kelapa sawit akan lebih menguntungkan untuk diolah menjadi
bahan pangan dibandingkan diolah menjadi biodesel.

Anda mungkin juga menyukai