Anda di halaman 1dari 11

Potensi Kawasan dan Sumber Daya Hutan

1. Potensi Wilayah KPH


a. Iklim
Wilayah KPHP Unit I dipengaruhi oleh dua musim yang tetap yakni musim Barat
dan musim Timur dengan iklim tropis. Dari hasil analisis Peta Curah Hujan RTkRHL
BPDAS Palu Poso Tahun 2009, curah hujan rata-rata tahunan di wilayah KPHP Unit XVI
berkisar 1.800 2.800 mm/tahun. Curah dominan berkisar 2.000 - 2.600 mm/tahun.
Dari hasil analisis data curah hujan dan hari hujan Kabupaten Buol periode tahun
2002-2007 diketahui bahwa curah hujan rata-rata tahunan mencapai 1.920,43 mm/thn.
Jumlah bulan basah sebanyak 11 bulan dan bulan kering 0 bulan. Dengan demikian tipe
iklim berdasarkan klasifikasi Smith dan Ferguson adalah termasuk dalam tipe iklim A.
Selanjutnya berdasarkan data curah hujan Tahun 2007 diketahui jumlah hari hujan
sebanyak 126 hh atau rata-rata 10 hh. Rata-rata curah hujan selama tahun 2007 adalah
187 mm/bulan, yang mana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April (430 mm) dan
terendah terjadi pada bulan September (45 mm).
Suhu udara maksimum rata-rata tertinggi di wilayah Buol dan sekitarnya adalah
32,45 0C pada bulan Mei dan suhu udara minimum rata-rata terendah adalah 23,53 0C
dibulan Februari.
Kelembaban udara rata-rata bulanan juga bervariasi, tertinggi adalah 88,00%
yang terjadi pada bulan September dengan kelembaban udara rata-rata terendah
sebesar 82,00% yang terjadi pada bulan Oktober.

b. Geologi, Tanah dan Geomorfologi


1. Geologi
Berdasarkan peta Geologi Bersistem Indonesia skala 1:250.000,
wilayah Kabupaten Buol termasuk dalam Mendala Geologi Sulawesi Barat.
Dari sisi kompleksitas struktur geologi, bagian timur wilayah ini relatif lebih

terpengaruhi secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di bagian timur,


sesar-sesar vertikal dengan dua arah utama yaitu tenggara-barat laut dan
timur laut-barat daya. Disamping itu, terdapat sesar-sesar dekstral di
Pegunungan Paleleh dan G. Tentalomatinan. Adapun bagian timur Buol,
gejala struktur relatif tidak dominan, hanya terdapat dua struktur utama, yaitu
sesar sungkup di barat Momunu dan sesar vertikal di sebelah barat Leok.
Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah lipatan antiklin dan kekar-kekar
yang banyak terdapat pada seluruh formasi batuan yang ada di wilayah ini.
Secara regional, berdasarkan Peta Geologi dan Potensi Bahan Galian
Provinsi Sulawesi Tengah, skala 1 : 750.000 (Tahun 1995) satuan batuan
yang menyusun geologi Kabupaten Buol terdiri atas:
Formasi Tinombo: Litologi penyusun formasi ini berupa lava basal,
basal spilitan, lava andesit, breksi gunung api, batupasir wake, batulanau,
patupasir hijau, batugamping merah, batugamping kelabu dan batuan
termetamorfosa lemah. Di Kabupaten Buol satuan ini terdapat di bagian
selatan dengan arah memanjang relatif timur-barat relatif pada wilayah batas
dengan kabupaten lain. Umur formasi ini diduga Eosen-Oligosen, dengan
tebal formasi lebih dari 500 m.
Batuan Vulkanik: Batuan gunung api umumnya bersifat andesitik,
tersebar di banyak tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannya
umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi andesit dan
basal. Sebarannya antara lain Momunu bagian barat dan selatan, sebelah
barat Leok dan sebelah selatan Bokat yang merupakan batas dengan
kabupaten/propinsi lain. Sebaran batuan ini masih meluas ke arah barat
(Tolitoli) dan menyebar luas di selatan (Parigi Moutong). Satuan ini
diperkirakan menjemari dengan Formasi Tinombo. Berumur Eosen Oligosen.

Diorit Bone: Merupakan batuan beku menengah, terdiri dari diorit,


diorit kwarsa, granodiorit dan andesit. Penyebaran batuan ini relatif sempit
setempat-setempat. Penyebaran terluas di Kabupaten Buol kurang dari 600
ha. Umur batuan diperkirakan Miosen Awal sampai Miosen Tengah.
Diorit Boliohuto: Terdiri dari diorit dan granodiorit dan tergolong dalam
jenis batuan beku dalam yang bersifat menengah sampai asam. Di
Kabupaten Buol batuan ini hanya terdapat di sekitar G. Tentolomatinan
sebelah selatan Lokodako. Umur batuan adalah Miosen Tengah sampai
Miosen Atas.
Formasi Dolokapa: Litologi terdiri dari batupasir wake, batulanau,
batulumpur, kongtomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat, breksi vulkanik dan lava
yang bersifat andesit serta basal. Penyebaran formasi ini relatif luas, relatif
memanjang dari sebelah selatan Momunu dan Mopu ke arah ke arah timur
laut sampai mencapai daerah Paleleh. Umur formasi adalah Miosen TengahMiosen Atas.
Breksi Wobudu: Merupakan batuan vulkanik, terdirl dari breksi
vulkanik, aglomerat, tufa, tufa lapili dan lava yang bersifat andesit sampai
basal. Penyebarannya di bagian selatan Bunobogu dan wilayah yang luas
sepanjang pegunungan Peleleh ke arah timur laut, yaitu G. Tentolomatinan
dan G. Boondalo. Umur batuan diperkirakan Pliosen.
Molase Celebes Sarasin dan Sarasin (Formasi Lokodidi): Formasi ini
terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung, batugamping
koral, tufa, serpih hitam dan napal. Sebagian batuan ini mengeras lemah,
terutama batugamping dan batulempung gampingan. Secara regional,
formasi ini tersebar tuas di Provinsi Sulawesi Tengah dan di wilayah
Kabupaten Buol formasi ini merupakan penyusun utama wilayah Bakat,
Momunu dan Mopu. Penyebaran setempat-setempat di Bunobogu, Taang,

Tunggulo dan Bungalon di pesisir pantai utara. Umur formasi ini adalah
Pliosen - Pleistosen.
Batugamping Terumbu: Batugamping koral merupakan penyusun
utama satuan batuan ini. Penyebaran terluas terdapat di pesisir utara Buol,
yaitu Monolipo, Busak, Mokupo, Leok, Kasenangan, Lamolan sampai ke
bagian utara Momunu. Penyebaran setempat-setempat dijumpai sepanjang
pantai dari Tamit sampai Paleleh. Umur formasi Pleistosen-Holosen.
Aluvium: Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan
kerakal. Endapan terluas terdapat di dataran Kota Buol yang melebar ke arah
Leok, Lamolan, Bokat dan Momunu terutarna dataran banjir S. Momunu.
Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.
2. Tanah:
Tanah-tanah di wilayah Kabupaten Buol terbentuk dari bahan induk yang
bervariasi, antara lain batu gamping, estuarim marine, napal, batu karang, andesit,
endapan, kipas aluvial, tuft, batu pasir, batu kapur, aluvium muda, endapan sungai,
campuran endapan muara dan endapan laut. Dengan demikian tingkat
Berdasarkan data FAO/UNESCO/Soil Survey Staff (1968), penyebaran jenis
di wilayah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah jenis tanah yang ada
berdasarkan sistem soil taksonomi (Soil Survei Staff USDA, 1999), ditemukan tiga
order utama tanah diantaranya adalah Entisols, Inceptisols, dan Mollisols. Entisols
menempati wilayah pesisir dengan variasi sifat-sifat kimia tanah yang cukup
beragam, sedangkan Inceptisols dan Mollisols penyebarannya sempit dengan variasi
sifat-sifat tanah yang relatif kecil.
Selanjutnya berdasarkan klasifikasi tanah LPT Bogor, jenis tanah yang
terdapat di wilayah DAS Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah didominasi jenis
Podsolik Merah Kuning, Litosol, Rendzina, Mediteran Merah Kuning, dan Aluvial.
Jenis tanah lainnya adalah Latosol, Hidromorf, dan Organosol (Sumber: Peta Lahan
Kritis Kabupaten Buol, BPDAS Palu Poso, Tahun 2009).

3. Geomorfologi
Secara fisiograti, wilayah Kabupaten Buol berada di antara jajaran vulkanik
lengan utara (northern volcanic ranges) dengan wilayah pegunungan bagian tengah
(central mountains) dari Pulau Sulawesi. Morfologi wilayah ini sebagian merupakan
perbukitan dengan relief sedang, sebagian besar yang berelief tinggi terutama pada
bagian selatan. Sebagian lagi berelief rendah yang umumnya berupa dataran alluvial
dan menempati wilayah-wilayah pesisir pantai, atau bagian utara Kabupaten Buol.

Wilayah bertopografi tinggi terdiri dari deretan perbukitan dan pegunungan


dengan puncak tertinggi lebih dari 2.000 m di atas permukaan laut (dpl).
Selain itu terdapat pula perbukitan yang sebagian berupa karst, ada yang
menjorok hingga ke batas garis pantai dengan elevasi antara 100 - 300 m,
yaitu Tanjung Dako di Kecamatan Biau.
Beberapa pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Buol berupa
pulau kecil dengan morfologi yang tidak rumit, diantaranya Pulau Busak,
Pulau Raja, Pulau Boki, Pulau Panjang dan Pulau Lesman di perairan Laut
Sulawesi.
Berdasarkan pada proses geologi, pengelompokan umum morfologi laut
dan daratan wilayah Kabupaten Buol, dapat dlbagi dalam:
1) Lereng/tebing depresi, menghubungkan daerah depresi yang dalam
dengan daerah paparan yang relatif dangkal. Pada beberapa bagian laut,
lereng yang terbentuk berupa tebing curam Karena proses subduksi.
Lereng depresi kedalamannya berkisar antara 10 - 200 meter.
2) Daerah paparan; dengan kedalaman kurang dari 200 m dengan lebar dari
pantai yang relatif bervariasi ditemui pada sepanjang dasar laut kabupaten
ini.

3) Dataran; terdiri dari:

Dataran kipas alluvial yang melereng landai, umumnya merupakan lahan


datar pesisir yang tersebar pada sebagian besar wilayah terutama di
wilayah Kecamatan Tiloan yang berakhir di wilayah Kecamatan Lipunoto.

Dataran Lumpur antara pasang surut, tersebar pada luasan yang sempit
pada semua kecamatan yang ada.
Secara umum, sebagian dari satuan morfologi ini merupakan

permukiman yang sudah lama dibuka.


4). Perbukitan, terdiri dari:

Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi. Bentukan seperti ini


dijumpai dalam luasan yang sempit pada daerah perbukitan pesisir bagian
selatan sepanjang wilayah Kabupaten Buol

Perbukitan karst (kapur) di atas batu gamping coral Bentukan bukit karst
seperti ini dapat ditemui di wilayah Kecamatan Biau.

Deretan bukit sangat curam di atas batuan beku, dijumpai di bagian barat
dan timur Kabupaten Buol seperti pada Kecamatan Biau, Kecamatan
Tiloan dan Kecamatan Paleleh.

5).

Pegunungan, terdiri dari:


Punggung bukit sedimen asimetrik tertoreh melebar, sebarannya dijumpai
di sebagian wilayah kecamatan yang ada.

Punggung gunung metamorfik terorientasi terjal, dijumpai pada hampir


semua wilayah kecamatan di bagian selatan Kabupaten Buol.
Satuan ini merupakan bagian terbesar morfologi yang terdapat di wilayah

Kabupaten Buol. Ketinggiannya berkisar 800 - 2.500 m dpl (G. Malino).

Wilayah-wilayah pegunungan yang termasuk dalam satuan ini meliputi


deretan Pegunungan Malino, G. Bangkalang dan G. Tetembu serta G.
Tentolomatinan di Pegunungan Paleleh.
Penyebaran morfologi lahan sesuai peta RTk-RHL DAS wilayah kerja Palu Poso
Tahun 2009 sesuai LMU-terseleksi diketahui terdapat sebanyak tiga kelas yaitu kelas
hilir (Hi), Tengah (Tg) dan Hulu (Hu). Untuk wilayah Kabupaten Buol khususnya pada
LMU-terseleksi diketahui sbb.: Morfologi hulu menempati areal seluas 22.011,20 Ha,
morfologi tengah menempati areal seluas 11.932,07 Ha, dan morfologi hilir
menempati areal seluas 808,05 Ha.

c. Topografi dan Lereng


Topografi Kabupaten Buol terdiri atas topografi pegunungan, perbukitan
dan dataran. Topografi dataran menyebar pada seluruh wilayah kecamatan,
demikian pula topografi perbukitan. Untuk topografi pegunungan dominan
dijumpai di wilayah Kecamatan Biau, Tiloan, Bukal, Bunobogu, Gadung,
Paleleh barat dan Paleleh.
Berdasarkan kondisi topografi wilayah, Kabupaten Buol terbagi menjadi
tinggi bagian yaitu dataran tinggi dan dataran rendah. Dataran tinggi
memanjang dari Timur ke Barat disepanjang deretan pegunungan perbatasan
Provinsi Gorontalo, Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tolitoli.
Sedangkan dataran rendah dapat dijumpai diseluruh wilayah kecamatan.
Ketinggian tempat berkisar antara 0 m 2.394 m di atas permukaan laut
dimana titik terendah berada di tepian laut dan titik tertinggi adalah G. Malino
2.394 m.dpl. di Kecamatan Tiloan.
Topografi di wilayah KPHP Unit I didominasi pegunungan dan perbukitan.
Adapun topografi dataran, berombak dan bergelombang hanya dijumpai pada

wilayah-wilayah sempit diantara perbukitan dan pegunungan. Namun


demikian wilayah dataran terluas di jumpai di kawasan hutan produksi (HP
dan HPT) DAS Buol, DAS Yango dan DAS Mayangato.
Wilayah KPHP Unit I merupakan daerah berbukit dan bergunung terutama
pada bagian tengah yang memanjang dari timur ke barat. Sedangkan daerah
dataran rendah ditemukan pada bagian utara wilayah KPHP yang berbatasan
dengan kawasan permukiman dan pertanian di APL. Ketinggian wilayah
berkisar antara 80 m 2.071 m di atas permukaan laut.
Karena sebagian besar wilayah ini merupakan pegunungan maka
kemiringan lahan di wilayah KPHP unit I sangat beragam, mulai kelas lereng
datar hingga sangat curam. Namun demikian yang mendominasi wilayah
KPHP ini adalah kelas sangat curam.I
d. Hidrologi dan DAS
Di wilayah KPHP Unit I terdapat dua DAS prioritas I yaitu DAS Kuala besar,
Lintidu, Bodi, Lantikadigo-mulat, Lonu, Bunobogu, Buol, Lakea, Lakuan, dan Maraja.
Sedangkan DAS lainnya termasuk dalam prioritas II dan III.
Umumnya sungai-sungai utama di wilayah KPHP Unit I memiliki pola aliran
dendritik dan paralel yang seluruh sungai utama dan anak sungainya mengalirkan air ke
arah utara (Laut Sulawesi).
Air sungai di wilayah KPHP ini hanya sebahagian besar diimanfaatkan
masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan irigasi pertanian. Hamparan lahan sawah
cukup luas terdapat di wilayah Kecamatan Biau, Kecamatan Tiloan, Kecamatan
Momunu, dan Kecamatan Paleleh. Pada desa-desa lainnya umumnya air sungai
dimanfaatkan penduduk untuk air, mandi, dan mencuci. Sungai-sungai penyumbang
banjir dan sedimentasi terbesar di wilayah KPHP ini adalah Sungai Buol.

2. Potensi Sumber Daya Hutan


Potensi Sumber Daya Hutan wilayah KPHP, terdiri dari Potensi Kayu, Potensi Bukan
Kayu, Potensi Jasa lingkungan dan Jenis Satwa
a. Hasil Hutan Kayu

Berdasarkan data hasil inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)


IUPHHK-HA dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan
Tanaman (IUPHHK-HT) tahun 2015 dan 2016, potensi kayu pada kawasan
KPHP Model Pogogul Kabupaten Buol yakni sebagian besar didominasi oleh
kelompok jenis kayu Meranti, tetapi dalam kawasan hutan KPHP Model I
Pogogul terdapat juga kelompok jenis Rimba Campuran dan Kayu Indah.
b. Hasil Hutan Bukan Hutan
1. Rotan (Calamus)
Rotan adalah jenis hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi. Rotan
merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang ada di wilayah KPHP Model I
Pogogul kabupaten Buol. Rotan sangat memberikan nilai manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan manusia antara lain ; 1). Sebagai bahan baku meubel, 2).
Bahan baku kerajinan, 3).kontruksi atap untuk rumah kayu, selain manfaat
tersebut rotan juga dapat digunakan sebagai bahan pangan (sayur ); tidak hanya
dari batang rotan saja yang bernilai ekonomis tetapi dari getah rotan juga dapat
memberikan nilai manfaat secara ekonomis. Getah rotan dimanfaatkan menjadi
meni. Meni dikenal sebagai dragons blood yang digunakan untuk melapisi kayukayu artistik, gitar dan biola.
Berdasarkan data hasil inventarisasi Hutan Bukan Kayu KPHP Model I
Pogogul tahun 2015 terdapat 8 jenis potensi rotan berdasarkan jenis mulai dari
yang paling tinggi penyebaran sampai terendah yakni ;
a. Rotan Lambang (Calamus Ornatud Blume).
b. Rotan Batang ( Calamus zollingeri Becc)
c. Rotan Susu (Daemonorops robusta Warb.)
d. Rotan Tikus
e. Rotan Tahi Ayam (Calamus Hellierianus)
f. Rotan Paku
g. Rotan Tohiti
h. Rotan Umbul
2. Lebah Madu
Pengembangan budidaya Lebah Madu juga merupakan salah satu kegiatan
HHBK pada KPHP Model I Pogogul.

c. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam


Di wilayah KPHP Unit l ini terdapat areal kawasan hutan yang dapat menjadi
potensi dalam pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam. Jasa lingkungan
yang dapat dibina di kawasan tersebut adalah Peluang pengembangan wisata alam
pada kawasan hutan produksi di wilayah Kecamatan Lipunoto tepat di Desa
Kumaligon yaitu berupa sumber-sumber mata air dari celah bebatuan kapur.
Selain itu dapat pula dikembangan jasa wisata alam pegunungan TabongKokobuka. Di wilayah hulu sungai Tabong terdapat gua yang ditempati bersarang
burung Walet.
d. Flora dan Fauna Langka
Di wilayah KPHP Unit I terdapat beberapa jenis flora dan fauna langka,
tergolong endemik dan dilindungi.
Jenis-jenis flora/tumbuhan yang bersifat endemik (punya persebaran terbatas
di Sulawesi) dan flora yang bersifat dilindungi. Beberapa jenis diantara merupakan
jenis flora langka, endemik dan dilindungi seperti Casuarina oligodon subspec
celebica, Myristica ultrabasica, Beilschmidia gigantocarpa, Agathis celebica,
Macadamia hildebrandii, Polyathia celebica, Dinochloa barbata, Calamus zollingerii,
Korthalsia celebica, Calamus ornatus var. celebicus, Dillenia celebica, Myristica
ultrabasica, Gymnocranthera maliliensis, Gronophyllum microspadix(A), Deplancea
bancana, Knema celebica, Timonius minahasae, Horsfieldia costulata, Beilschimidia
gigantocarpa dan lain-lain. Untuk jenis-jenis yang dilindungi diantaranya adalah
Pterospermum celebicum, Arenga pinnata dan lain-lain. Selanjutnya ditambahkan
bahwa terdapat beberapa jenis flora yang bersifat endemik (distribusinya terbatas di
Sulawesi saja) seperti Casuarina oligodon sbsp.celebica dan Mangifera minor serta
beberapa bersifat dilindungi seperti Cordea subcordata, Durio zibethinus (Dilindungi,

SK Mentan No.54/Kpts/Um/2/1972,

dilarang melakukan penebangan pohon

berdiameter di bawah 40 cm.).


Jenis fauna langka dan endemik (jenis burung) yang terdapat di wilayah
KPHP Unit I, yaitu: Elang bondol, Burung madu sriganti, Cekakak sungai, Elang
hitam, Raja udang meninting, Serindit paruh merah, Kuntul kecil dan Walet.
Ditambahkan bahwa terdapat jenis-jenis satwa liar (Mamalia, Reptilia dan Amphibia)
baik yang

bersifat endemik (penyebaran terbatas) ataupun yang dilindungi oleh

perundang-undangan

di

Indonesia

sbb.:

Anoa

dataran

rendah

(Bubbalus

depresicornis), Yakis (Macaca tonkeana), Rusa (Cervus timorensis), Kuskus


(Ailurops ursinus), Kobra hitam (Ophiophagus Hannah), dan Katak hijau (Rana
cancrivora).

Anda mungkin juga menyukai