Anda di halaman 1dari 13

LAJU DIGESTI PADA IKAN

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

:
:
:
:
:

Herasti Novita
B1J014039
VI
2
Venthyana Lestary

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Digesti merupakan proses penguraian zat makanan yang kompleks menjadi
sederhana. Proses digesti memerlukan waktu yang lama dalam menguraikan
makanan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan mengalami proses digesti di
dalam sistem pencernaan sebelum pakan nutrisi itu diabsorpsi untuk sistem
biologis pada tubuh ikan. Proses digesti pada ikan akan dibantu oleh enzim-enzim
pencernaaan yang dihasilkan oleh tubuh. Hasil proses digesti dapat berupa asam
amino, asam lemak, dan monosakarida yang akan diabsorpsi oleh sel epitel
intestin dan kemudian disebarluaskan keseluruh tubuh oleh sistem sirkulasi (Kay,
1998).
Menurut Yuwono (2001), proses digesti dibedakan menjadi dua, yaitu secara
mekanik dan kimiawi. Digesti mekanik dilakukan untuk memecah makanan besar
menggunakan gigi atau sistem otot, pada berbagai hewan digesti mekanik ini
terjadi di mulut atau di sepanjang saluran digesti dalam suatu rongga khusus.
Digesti kimiawi melibatkan enzim (protease, lipase, karbohidrase) sebagai
katalisator untuk mempercepat prosesnya.
Alat-alat pencernaan pada ikan terdiri atas dua saluran yaitu saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung
dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Selain dipengaruhi
oleh temperatur, laju digesti juga dipengaruhi oleh pakan yang akan dikonsumsi.
Pakan yang dikonsumsi ikan didalamnya mengandung banyak mineral yang akan
diserap oleh usus ikan melalui proses pencernaan yang berlangsung selama ikan
mengonsumsi pakan. Pakan ikan yang bervariasi akan mempengaruhi cepat
lambatnya laju digesti pada ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marshal

(1980), bahwa laju digesti adalah laju pengosongan lambung atau laju energi per
unit waktu akibat pembakaran pakan ikan yang dikonsumsi untuk memperoleh
energi.
Pakan merupakan campuran dari berbagai bahan pangan yang biasa disebut
dengan bahan mentah dan merupakan komponen yang sangat penting dalam
pertumbuhan hewan. Pakan ikan dapat bersifat nabati ataupun hewani yang diolah
sedemikian rupa sehingga mudah untuk dimakan dan dicerna oleh tubuh ikan.
Nutrisi yang terkandung di dalam pakan telah diatur agar dapat mencukupi nilai
gizi ikan sehingga ikan dapat melakukan pertumbuhan dengan baik. Praktikum
kali ini menggunakan preparat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) karena ikan
lele memiliki lambung sejati, sehingga mudah untuk diamati laju digestinya, ikan
lele dumbo juga relatif murah dan mudah untuk didapatkan (Kimball, 1983).
I.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui bentuk lambung yang
kosong dan berisi pakan, mampu terampil dalam mengisolasi lambung ikan serta
menghitung laju pengosongan lambung.

II. MATERI DAN CARA KERJA


II.1

Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus) dan pelet ikan.


Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium ukuran 30 x
50 x 30, alat bedah (gunting dan pinset), saringan, timbangan analitik dan sistem
aerasi.
II.2

Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum pengukuran laju metabolisme

pada ikan adalah sebagai berikut :


1. Ikan diberi pakan pelet sebanyak 2,5 % dari bobot tubuh.
2. Setelah 15 menit, ikan diambil menggunakan saringan.
3. Ikan dimatikan dengan cara memutuskan saraf di bagian dekat kepala.
4. Pembedahan ikan dilakukan di bagian ventral ikan, lambung ikan diisolasi dan
ditimbang bobotnya sebagai sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang
atau nol jam setelah makan (Bx).
5. Ikan kedua diangkat dari akuarium setelah 30 menit, kemudian dilakukan
proses pembedahan seperti prosedur sebelumnya dan bobot lambung yang
diperoleh dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit
setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang (By).
6. Prosedur sebelumnya dilakukan kembali setelah 60 menit dan bobot lambung
yang diperoleh dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 60
menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang (Bz).
7. Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama
pengamatan dengan persentase bobot lambung.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Bobot Lambung Ikan Lele
Kelompo
k

Bx (%)

By (%)

Bz (%)

100

93,96

110,34

100

95

74,4

100

90,17

73,21

100

65,34

76,23

Berat ikan pada menit ke 0 = 84 gr


Berat ikan pada menit ke 30 = 82 gr
Berat ikan pada menit ke 60 = 86 gr
Berat lambung ikan pada menit ke 0 (Bx) = 0,82 gr
Berat lambung ikan pada menit ke 30 (By) = 0,78 gr
Berat lambung ikan pada menit ke 60 (Bz) = 0,61 gr
Perhitungan (Kelompok 2) :
1. 0 menit (Bx) = Bx x 100%
Bx
= 0,82 x 100%
0,82
= 100%

2. 30 menit (By) = By x 100%


Bx
= 0,78 x 100%
0,82
= 95%
3. 60 menit (Bz) = Bz x 100%
Bx
= 0,61 x 100%
0,82
= 74,4%

Grafik 3.1 Hubungan Lama Pengamatan Dengan Presentase Bobot Lambung


Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

III.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan laju digesti diketahui bahwa presentase bobot
lambung pada ikan lele dumbo berbeda-beda tiap waktu pengamatan menit ke 0,
menit ke 30 dan menit ke 60. Hasil kelompok 2 menunjukkan adanya penurunan
presentase bobot lambung ikan yang signifikan pada setiap pengamatan, pada
menit ke 0 persentase bobot lambung adalah 100%, persentase bobot lambung
pada menit ke 30 adalah 95% dan pada menit ke 60 persentase bobot lambung
adalah 74,4%. Hasil tersebut sudah sesuai dengan pernyataan Yuwono (2001)
yang menyatakan bahwa semakin lama waktu pengukuran setelah diberi pakan
maka semakin kecil bobot lambung ikan, hal ini dikarenakan molekul besar pada
pakan telah banyak yang didigesti menjadi molekul yang lebih kecil dan diserap
oleh usus.
Berdasarkan grafik pengamatan laju digesti rombongan VI didapatkan hasil
bahwa pada waktu 30 menit setelah pemberian pakan, semua data kelompok 1, 2,
3 dan 4 menunjukkan penurunan bobot lambung, sedangkan pada waktu 60 menit
setelah pemberian pakan, data kelompok 1 dan 4 menunjukkan peningkatan bobot
lambung. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pustaka, seharusnya semakin lama
waktu pengukuran setelah diberi pakan maka semakin kecil bobot lambung.
Ketidaktepatan tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti umur, jenis
kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus, stres fisiologis, aktivitasi,
musim, ukuran tubuh dan temperatur lingkungan (Ville et al., 1988).

Proses digesti diawali dengan pengambilan makanan dan berakhir dengan


pembuangan sisa makanan. Sistem pencernaan ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pylorus,
usus, rektum, dan anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara
mendapatkan makanan, terdapat patil di sekitar mulut lele yang berperan sebagai
alat peraba atau pendeteksi makanan. Alat ini menunjukkan ikan beraktivitas
mencari makan pada malam hari. Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel
penghasil lendir yang mempermudah jalannya makanan ke segmen berikutnya,
juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada
ikan (filter feeder) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah
pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang
(Fujaya, 2004).
Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh dari
molekul yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, selanjutnya akan
diabsorpsi oleh tubuh. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat diukur
dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Lambung merupakan suatu organ
tubuh hewan yang berperan dalam proses pencernaan, penyaringan makanan yang
masuk ke dalam tubuh, menetralisir racun yang ada dalam makanan, dan
membuang zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh (Elliot & Elliot, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti ikan menurut Santoso (1994)
adalah sebagai berikut:
1.

Temperatur
Temperatur air yang meningkat memicu nafsu makan ikan juga mengalami

peningkatan, sedangkan apabila terjadi penurunan temperatur air maka nafsu


makan ikan juga akan mengalami penurunan. Kondisi temperatur yang optimal
bagi ikan juga akan menyebabkan laju metabolisme meningkat. Peningkatan
metabolisme yang sangat cepat akan terjadi pada temperatur 3040oC.
2.

Umur

Ikan kecil atau ikan yang sedang mengalami pertumbuhan membutuhkan


banyak asupan energi, sehingga laju digestinya lebih sering.
3.

Aktivitas
Aktivitas ikan yang semakin tinggi menyebabkan kebutuhan energi juga akan

semakin meningkat, sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan


makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya.
4.

Kualitas pakan
Perbedaan kualitas pakan akan mencerminkan perbedaan komponen

penyusun pakan, perbedaan ini pada akhirnya akan berakibat pada perbedaan laju
digesti pada ikan.
Kondisi lingkungan yang optimal pada pertumbuhan ikan ditentukan oleh
jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi untuk dapat
digunakan dalam proses biosintesis yang menghasilkan pertumbuhan harus
melalui proses pencemaan dan penyerapan pada saluran pencernaan terlebih
dahulu. Kondisi saluran pencernaan memegang peranan penting dalam mengubah
pakan (senyawa komplek) menjadi nutrien (senyawa sederhana) sebagai bahan
baku dalam proses biosintesis tersebut (Yandes et al., 2003). Menurut Fenerci &
Sener (2005), kecepatan pencernaan bervariasi sesuai dengan spesies ikan, jenis
pakan dan kuantitas serta suhu. beberapa penelitian menunjukkan hasil waktu
yang digunakan ikan kecil lebih pendek jika dibandingkan dengan ikan besar.
Suhu mempengaruhi kecepatan pencernaan enzim sekresi selama penyerapan
pakan dan fungsi dari sistem pencernaan.
Laju digesti pakan berkorelasi dengan laju metabolisme ikan. Kondisi
temperatur air yang optimal bagi ikan menyebabkan metabolisme ikan akan
meningkat dan dengan meningkatnnya laju metabolisme ini harus diimbangi
dengan pasokan pakan yang diperoleh dari lingkungannya. Semakin cepat laju
digesti, maka akan semakin cepat pula metabolisme yang terjadi dan sebaliknya.
Peningkatan nafsu makan pada ikan dipengaruhi oleh temperatur, pada temperatur

air yang meningkat maka nafsu makan ikan juga mengalami peningkatan
(Schmidt & Nielsen, 1990).

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Bobot lambung saat kosong lebih besar daripada bobot lambung saat diberi
pakan, semakin lama waktu pengamatan setelah diberi pakan maka semakin
kecil bobot lambung ikan.
2. Praktikan sudah mampu terampil dalam mengisolasi lambung ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus).
3. Hasil kelompok 2 menunjukkan presentase laju pengosongan lambung ikan
lele dumbo (Clarias gariepinus) pada menit ke 0 adalah 100%, menit ke 30
adalah 95% dan menit ke 60 adalah 74,4%.

DAFTAR REFERENSI
Elliot, W.H. & Elliot, D.C. 1997. Biochemistry and Moleculer Biology. New
York: Oxford University Press Inc.

Fenerci, S. & Sener, E. 2005. In Vivo and in Vitro Protein Digestibility of Rainbow
Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1972) Fed Steam Pressured or
Extruded Feeds. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
Sciences, 5, pp. 17-22.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. New York: BIOS Scientific
Publisher Limited Springer Verlag.
Kimball, J.W. 1983. Biology Fifth Edition. London: Addison Wesley Publishing
Company Inc.
Marshal, P. 1980. Physiology of Mammals and Other Vertebrates Second Edition.
Melbourne: New Rochelle.
Santoso, B. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal. Yogyakarta
Kanisius.
Schmidt & Nielsen, K. 1990. Animal Physiology-Adaptation and Enviroment
Fourth Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
Ville, C.A., Walker, W.F. & Barners, R.D. 1988. General Zoology. Philadelphia:
W.B Sounders Company.
Yandes, Z., Affandi, R. & Mokoginta, I. 2003. Pengaruh Pemberian Selulosa
dalam Pakan Terhadap Kondisi Biologis Benih Ikan Gurami
(Osphronemus gourami Lac). Jurnal lktiologi Indonesia, 3 (1), pp. 27-33.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas Biologi UNSOED.

CATATAN:

Font Times New Roman size 12. Margin kiri 4, kanan, bawah, atas 3.
Spasi antar bab ke subbab 3 spasi, spasi antar subbab ke kalimat
alinea pertama 2 spasi dan antar baris kalimat 1,5 spasi.

Kertas A4 80 gram

Latar belakang berisikan alasan acara praktikum, bila mengutip dari


jurnal atau buku jangan lupa dicantumkan authornya dan disertakan
di daftar referensi

Lembar Hasil berisikan secara urut: tabel hasil pengamatan,


kemudian gambar, perhitungan dan grafik.

Pembahasan berisikan perbadingan antara hasil praktikum dengan


teori dan hasil penelitian yang ada di jurnal yang relevan dengan
acara praktikum

Kesimpulan berdasarkan hasil dan pembahasan yang mengacu pada


tujuan

Semua teori yang diambil dari kutipan harus di sertakan dalam


daftar referensi

Wajib melampirkan 2 jurnal, satu bahasa Indonesia dan satu lagi


berbahasa Inggris, tahun terbit jurnal bebas dan harus relevan
dengan acara praktikum kemudian ditandai bagian atau kutipan
yang diambil untuk pembahasan.

Anda mungkin juga menyukai