Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP DENYUT JANTUNG

Daphnia sp.

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

:
:
:
:
:

Herasti Novita
B1J014039
VI
2
Venthyana Lestary

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Daphnia sp. merupakan salah satu spesies dari Crustacea berupa plankton.
Hewan ini hidup di air tawar dan mudah ditemukan di kolam. Tubuhnya
transparan dan tidak berwarna, apabila air sebagai tempat hidupnya teraerasi
dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas
dan ke bawah. Daphnia sp. selalu ditemukan di tempat hidupnya dengan posisi
kepala di atas (Kamai & Allbrett, 2004). Menurut Pangkey (2009), Daphnia sp.
dapat digunakan sebagai pakan hidup ikan konsumsi maupun ikan hias, sebagai
pakan hidup lobster air tawar, sebagai bahan uji toksisitas, sebagai pembersih
lingkungan tercemar serta sebagai bahan baku penghasil kitin.
Genus Daphnia telah menjadi model takson yang sering digunakan dalam
berbagai percobaan. Daphnia tidak seperti hewan Crustacea yang lain,
kromosomnya sangat kecil dan mempunyai rangka eksoskeletal yang sangat kecil
pula. Jantung Daphnia sp. berupa kantung berbentuk pelana terletak di dalam
thorax sebelah dorsal. Jantung terikat pada dinding sinus pericardii dengan
perantara sejumlah logamenta. Sistem vaskuler dari Daphnia sp. ialah terbuka,
jantung memompa darah ke seluruh bagian tubuh dan akan kembali melalui
lubang-lubang yang dilengkapi valva. Tiga pasang lubang yang dilengkapi dengan
valva disebut

ostia, memungkinkan

darah masuk

kembali dari

sinus

melingkarnya. Daphnia sp. memiliki lima pasang kaki yang menyerupai lembaran
daun. Gerakan kaki menyebabkan timbulnya aliran air yang membawa partikelpartikel makanan dan oksigen. Organisme ini dikenal oleh masyarakat pada
umumnya disebut sebagai kutu air, namun sebenarnya organisme ini termasuk
dalam zooplankton (Radiopoetro, 1977).

Daphnia sp. memiliki fase seksual dan aseksual, kebanyakan perairan


populasi Daphnia sp. lebih didominasi oleh Daphnia sp. betina yang bereproduksi
secara aseksual. Daphnia sp. betina dapat memproduksi telur sebanyak 100 butir
saat berada pada kondisi yang optimum dan dapat bertelur kembali setiap tiga
hari. Daphnia sp. betina dapat bertelur hingga sebanyak 25 kali dalam hidupnya,
tetapi rata-rata dijumpai Daphnia sp. betina hanya bisa bertelur sebanyak 6 kali
dalam hidupnya. Daphnia sp. betina akan memulai bertelur setelah berusia empat
hari dengan telur sebanyak 422 butir, saat kondisi buruk, jantan dapat
berproduksi, sehingga reproduksi seksual terjadi. Telur-telur yang dihasilkan
merupakan telur-telur dorman (resting eggs). Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan hal ini adalah kekurangan makanan, kandungan oksigen yang
rendah, kepadatan populasi yang tinggi serta temperatur yang rendah (Pangkey,
2009).
Daphnia sp. digolongkan sebagai hewan poikiloterm, oleh karena itu aktivitas
hidupnya sangat dipengaruhi oleh lingkunganya. Suhu merupakan faktor penting
dalam ekosistem perairan. Kenaikan suhu air dapat menimbulkan kehidupan ikan
dan hewan air lainnya terganggu. Air memiliki beberapa sifat termal yang unik
sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat daripada udara.
Walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun
suhu merupakan faktor pembatas utama oleh karena itu organisme akuatik sering
memiliki toleransi yang sempit terhadap suhu. Pengukuran frekuensi denyut
jantung dan lamanya kontraksi jantung dapat dijadikan acuan seberapa jauh
Daphnia mengalami adaptasi dalam menghadapi kondisi yang tidak
menguntungkan pada lingkungannya (Radiopoetro, 1977).
I.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari pengaruh temperatur
lingkungan dan zat kimia terhadap denyut jantung hewan percobaan (Daphnia
sp.).

II. MATERI DAN CARA KERJA


II.1

Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Daphnia sp., air panas,
air dingin dan alkohol 5%.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mikroskop cahaya,
termometer, pipet tetes, cavity slide, stopwatch, gelas beker, hand counter, tissue,
bak preparat dan baskom.
II.2

Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Daphnia sp. yang telah disediakan diambil dari baskom menggunakan pipet tetes,
kemudian temperatur media air yang ada di dalam baskom diukur dengan
termometer.
2. Daphnia sp. dimasukkan ke dalam cavity slide. Air yang berlebih dikeringkan
dengan tissue, jaga agar air tidak berlebihan dan Daphnia sp. pada cavity slide
akan cenderung berada pada posisi miring, diamati di bawah mikroskop.
3. Denyut jantung Daphnia sp. dihitung dengan alat bantu hand tally counter selama
15 detik, sehingga untuk memperoleh denyut jantung selama 1 menit, data yang
diperoleh dikalikan empat.
4. Daphnia sp. kedua diambil dari baskom, kemudian diberi perlakuan dingin
dengan cara meneteskan satu tetes air dingin di atas permukaan cavity slide
menggunakan pipet tetes.
5. Suhu air es dihitung terlebih dahulu sebelum Daphnia sp. diamati.
6. Daphnia sp. dimasukkan ke dalam cavity slide dan diamati di bawah mikroskop
dengan cara yang sama dengan cara kerja poin 3.

7. Cara kerja poin 1-3 diulangi dengan perlakuan penambahan air panas dan
penambahan larutan alkohol 5% sebanyak satu tetes.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Denyut Jantung Daphnia sp. Rombongan VI
Perlakuan(denyutjantung/menit)
Kelompok
1
2
3
4

Normal
Suhu
DJ
(C)
29
268
28
208
26
276
25
164

Alkohol
Konsen
DJ
trasi
184
200
5%
252
72

AirPanas
Suhu DJ
(C)
49
288
54
300
52
212
52
228

1
2

Gambar3.1Daphniasp.
Keterangan:
1. Jantung
2. Kaki
Perhitungan (Kelompok 2) :
1. Suhu normal = 28C

Airdingin
Suhu
DJ
(C)
8
100
12
288
7
48
2,5
132

Denyutjantung=52x4=208DJ/menit
2. Suhuaires=12C
Denyutjantung=72x4=288DJ/menit
3. Suhuairpanas=54C
Denyutjantung=75x4=300DJ/menit
4. Alkohol5%=50x4=200DJ/menit
III.2 Pembahasan
Hasil dari percobaan denyut jantung pada Daphnia sp. pada kelompok 1
untuk suhu normal adalah 268 kali/menit, suhu panas 288 kali/menit, suhu dingin
100 kali/menit dan alkohol 5% 184 kali/menit. Hasil kelompok 2 menunjukkan
bahwa pada suhu normal denyut jantung Daphnia sp. adalah 208 kali/menit, suhu
panas 300 kali/menit, suhu dingin 288 kali/menit dan alkohol 5% 200 kali/menit.
Hasil kelompok 3 menunjukkan pada suhu normal denyut jantung Daphnia sp.
adalah 276 kali/menit, suhu panas 212 kali/menit, suhu dingin 48 kali/menit dan
pada alkohol konsentrasi 5% 252 kali/menit. Hasil pengamatan pada kelompok 4
pada suhu normal adalah 164 kali/menit, suhu panas 228 kali/menit, pada suhu
dingin 132 kali/menit dan pada alkohol 5% 72 kali/menit. Rata-rata hasil yang
didapatkan oleh rombongan VI kurang sesuai dengan pustaka, Soegiri (1988)
menyatakan bahwa pada suhu normal denyut jantung Daphnia sp. akan berdetak
secara normal, saat temperatur lingkungannya diubah menjadi rendah kemampuan
metabolisme Daphnia sp. menjadi menurun akibatnya denyut jantung menjadi
lemah, sedangkan pada temperatur panas yang terjadi di lingkungan membuat
peningkatan aktivitas metabolisme dari Daphnia sp. yang menyebabkan denyut
jantung Daphnia sp. menjadi cepat. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena
berbagai faktor, seperti perbedaan selang waktu pengamatan terhadap perlakuan
yang terlalu lama, kurangnya ketelitian praktikan dalam perhitungan detak jantung
Daphnia sp. dan keadaan Daphnia sp. yang kurang optimal (stress).
Daphnia sp. memiliki bentuk badan yang terdiri dari kepala dan belalai.
Antena pada Daphnia sp. adalah alat penggerak utama. Daphnia sp. akan berganti
bulu pada waktu tertentu dan mengganti kulit eksternalnya (Rottman et al., 2002).

Menurut Radiopoetro (1977), Daphnia sp. merupakan hewan poikiloterm maka


pada suhu yang semakin meningkat, Daphnia sp. juga akan melakukan adaptasi
morfologis yang serupa dengan hewan poikiloterm pada umumnya yaitu dengan
mempertinggi konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas mudah
terlepas dari tubuh, karena afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen turun.
Mekanisme adaptasi fisiologi ini juga mempengaruhi peningkatan frekuensi
denyut jantung pada Daphnia sp. Hewan ini dapat memperoleh energi panas dari
lingkungan, energi inilah yang digunakan untuk melangsungkan metabolisme.
Alasan Daphnia sp. digunakan sebagai bahan dalam praktikum kali ini adalah
dikarenakan Daphnia sp. merupakan Crustacea air tawar yang dapat diperoleh
dengan mudah. Daphnia sp. juga memiliki struktur tubuh yang mudah diamati di
bawah mikroskop. Jantung Daphnia sp. yang transparan mampu memudahkan
pengamatan dibawah mikroskop walaupun terkadang sulit membedakan denyut
jantung Daphnia sp. dengan gerakan kakinya yang bergerak dengan ritmis Soegiri
(1988).
Menurut Djarijah (1995), Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan pada suhu 22oC-31oC dan pH 6,57,4 yang mana organisme ini
perkembangan larva menjadi dewasa dalam waktu empat hari. Waterman (1960)
menyatakan bahwa pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan
metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak
pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp. Senyawa toksik menyebabkan
seluruh sistem jaringan tubuh dalam Daphnia sp. mengalami gangguan dan
alkohol merupakan senyawa toksik bagi Daphnia sp.
Pengaruh alkohol untuk denyut jantung Daphnia sp. menurut Corotto et al.
(2010) adalah mampu menyebabkan penurunan ritme jantung yang reversible.
Penggunaan ethanol 5% mampu menurunkan ritme jantung hingga hampir
setengah dari ritme normal, namun ritme jantung akan kembali seperti semula
dalam waktu kurang lebih 10 menit. Barnes (1996) menyatakan bahwa nilai
denyut jantung normal pada Daphnia sp. adalah 120/menit. Nilai denyut jantung
per menit akan naik atau turun sesuai dengan lingkungan yang ada. Temperatur
lingkungan yang tinggi menyebabkan kerja jantung lebih keras sehingga

denyutannya lebih cepat, hal ini dikarenakan laju metabolisme tubuh meningkat.
Meningkatnya laju metabolisme tubuh harus mensuplai banyak oksigen, untuk
mencukupi suplai oksigen tersebut maka jantung harus memompa darah lebih
cepat. Menurunnya temperatur diikuti dengan menurunnya laju metabolisme,
karena enzim yang mengkatalisis proses metabolisme dalam tubuh Daphnia sp.
bekerja kurang optimal di luar suhu normal. Segato et al. (2005) menyatakan
bahwa frekuensi denyut jantung pada kondisi air panas lebih cepat karena
metabolisme tubuh berjalan cepat untuk mengatur kondisi normal. Meningkatnya
metabolisme tubuh mengakibatkan oksigen yang dibutuhkan di transpot dengan
cepat. Temperatur mengakibatkan reaksi kimia dalam tubuh lebih cepat sehingga
metabolisme meningkat. Frekuensi denyut jantung semakin tinggi dengan naiknya
temperatur.
Kecepatan denyut jantung dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu
lingkungan. Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi
denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali
aktivitas normal. Aktivitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada
titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun
dan akhirnya terjadi kematian. Kondisi pada suhu sekitar 10oC dibawah atau
diatas suhu normal suatu jasad hidup dapat mengakibatkan penurunan atau
kenaikan aktivitas jasad hidup tersebut kurang lebih dua kali pada suhu
normalnya, sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan
terjadinya kejutan atau shock biasanya dikaitkan dengan koefisien aktivitas.
Pengukuran frekuensi denyut jantung dan lamanya kontraksi jantung diatur oleh
impuls yang datang dari sistem syaraf simpatik dan parasimpatik. Faktor-faktor
yang mempengaruhi fisiologis kerja jantung adalah pemberian zat kimia,
pengaruh temperatur dan besar kecilnya hewan (Soetrisno, 1987).
Menurut Wiwi (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kerja denyut jantung
Daphnia sp. adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp.
bertambah lambat setelah dalam keadaan tenang.

b. Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai
denyut jantung yang lebih lambat.
c. Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. mengalami penurunan
sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Daphnia sp. mengalami
peningkatan.
d. Temperatur, denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu
meningkat.
e. pH, Daphnia sp. membutuhkan pH yang sedikit alkalin, yaitu 6,7-8,2.
f. Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung
Daphnia sp. menjadi tinggi atau meningkat

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Hasil yang diperoleh pada rombongan VI menunjukkan bahwa denyut jantung
Daphnia sp. sangat bergantung terhadap suhu lingkungannya. Suhu normal
denyut jantung Daphnia sp. akan berdetak sepeti biasanya, saat temperatur
lingkungannya diubah menjadi rendah kemampuan metabolisme Daphnia sp.
menjadi menurun akibatnya denyut jantung menjadi lemah dan saat
temperatur panas yang terjadi di lingkungan Daphnia sp. membuat
peningkatan aktifitas metabolisme dari Daphnia sp. yang menyebabkan
denyut jantung Daphnia sp. menjadi cepat.
2. Penambahan zat kimia (alkohol) dalam batas tertentu akan meningkatkan
metabolisme, dengan penambahan alkohol yang berkonsentrasi tinggi akan
mempercepat kerja jantung Daphnia sp namun tidak lama kemudian kerja
jantung akan melambat.

DAFTAR REFERENSI
Barnes, R.P. 1996. Invertebrata Zoology. London: W. B. Saunders Company.
Corotto, F., Ceballos, D., Lee, A. & Vinson, L. 2010. Making the Most of the
Daphnia Heart Rate Lab: Optimizing the Use of Ethanol, Nicotine &
Caffeine. Journal of American Biology teacher, 72(3), pp. 176-179.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.
Kamai, J. & Allbrett, V. 2004. Kava Decreases the Heart Rate of Daphnia. Scl
Journal, pp. 1-10.
Pangkey, H. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
V(3), pp. 33-36.
Radiopoetro. 1977. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Rottman, R.W., Graves, J.S., Watson, C. & Yanong, R.P.E. 2002. Culture
Techniques of Moina: The Ideal Daphnia for Feeding to Freshwater Fish
Fry. University of Florida, 3(1), pp. 1-6.
Segato, S., Corato, A., Fasolato, L. & Andrighetto, I. 2005. Effect of the partial
replacement of fish meal and oil by vegetable products on performance and
quality traits of juvenile shi drum (Umbrina cirrosa L.). Italy: Universit di
Padova.
Soegiri, N. 1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Soetrisno. 1987. Fisiologi Hewan. Purwokerto: Fakultas Peternakan Unsoed.

Waterman, T. H. 1960. Physiology of Crustacea. New York: Academy Press.


Wiwi, I. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai