Chapter I PDF
Chapter I PDF
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sindroma nefrotik (SN) merupakan manifestasi glomerulopati yang
Amerika berkisar antara 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun (Eddy
dan Symons, 2003). Anak-anak keturunan Asia Selatan memiliki tingkat
insidens 7,4 per 100.000 anak per tahun dan anak ras lain mencapai 1,6
per 100.000 anak per tahun (McKinney et al., 2001). Di Indonesia,
insidens SN dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun pada anak berusia
kurang dari 14 tahun
(Wirya, 1992).
Data
(SNSS) hingga SN
terhadap steroid
mencapai 0,3 per 100.000 anak per tahun (Mc Kinney et al., 2001).
SNRS merupakan penyebab tersering penyakit ginjal tahap akhir
pada anak. Walaupun persentase penderita anak dengan SNRS kecil,
grup ini berisiko mengalami komplikasi ekstrarenal dan berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir (Niaudet et al., 2004).
Prediksi
MIF yang lebih tinggi secara in vitro dan peningkatan level MIF serum
Efek MIF yang kedua ini menjadi dasar bagi penelitian penyakitpenyakit yang menggunakan steroid sebagai terapi utama, termasuk juga
SN. Meskipun demikian, bukan berarti efek yang pertama tidak berperan
di dalam patogenesis SN karena efek yang pertama ini dipengaruhi oleh
gambaran/corak histopatologis penderita SN yang juga memunyai
peranan di dalam resistensi terapi steroid. Prosedur biopsi ginjal relatif
invasif pada anak-anak sedangkan pengukuran kadar MIF dalam darah
relatif kurang invasif sehingga dipakai untuk menerangkan peranannya
dalam antagonisme steroid.
Sitokin-sitokin proinflamasi, selain MIF, ditekan oleh aksi anti
inflamasi glukokortikoid. Sebaliknya, pelepasan sitokin MIF dipicu oleh
glukokortikoid dan selanjutnya, bekerja sebagai antagonis glukokortikoid
(Petrovsky et al., 2003; Lan,2008). Konsekuensi klinis hal ini adalah efek
glukokortikoid dapat dihambat oleh MIF apabila konsentrasi MIF serum
meningkat dan menyebabkan kerusakan pada ginjal tetap berlanjut.
Penelitian Yang et al.(1998) menemukan bahwa apabila efek MIF
dinetralkan secara imunologis,akan terjadi peningkatan kadar serum
kortikosteron endogen. Hal ini berkorelasi dengan perbaikan proteinuria,
dan perbaikan kerusakan histologis pada glomerulus. Apabila kadar MIF
serum terlalu meningkat (di atas 100 pg/mL), berarti telah terjadi
kerusakan ginjal yang berat. Hal ini dibuktikan oleh Bruchfeld et al.(2009)
bahwa kadar MIF serum pada penderita penyakit ginjal kronik derajat 3-5
(kerusakan ginjal berat) lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
dengan kontrol (p=0,008).
(uptake)
angiotensin
II
dari
sirkulasi
ataupun
dari
1.2
Rumusan Masalah
Apakah frekuensi alel C -173 gen MIF lebih tinggi pada anak
SNRS dibandingkan dengan SNSS dan anak sehat?
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi dunia ilmu pengetahuan
dan kehidupan anak. Adapun manfaatnya sebagai berikut:
1.4.1
Manfaat
teori.
Studi
ini
meningkatkan
pemahaman
dan
1.4.2
1.4.3
Manfaat aplikatif.
Studi ini
1.5 Orisinalitas
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, peneliti belum menemukan
penelitian tentang peran polimorfisme -173 G ke C gen MIF disertai
peningkatan kadar angiotensin II plasma dan MIF serum secara bersama
sama dengan hipertensi sebagai faktor risiko SNRS.
1.6 Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual
Peranan polimorfisme -173 G ke C gen MIF, peningkatan kadar
angiotensin II plasma, dan MIF serum secara bersama-sama dengan
hipertensi dapat membantu klinisi dalam penatalaksanaan anak SNRS
agar terhindar dari progresivitas ke arah gagal ginjal.