Anda di halaman 1dari 10

1

II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1

Rumah Pemotongan Hewan Unggas


Rumah pemotongan unggas (RPU) adalah komplek bangunan dengan

desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene
tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi
masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk
mendapatkan karkas unggas, yaitu bagian tubuh unggas setelah dilakukan
penyembelihan dan dikurangi bagian-bagian tertentu (Priyatno, 2000). Karkas
tersebut akan menghasilkan daging unggas baik daging unggas segar, daging
unggas dingin maupun daging unggas beku yang nantinya akan dikonsumsi oleh
masyarakat. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 1976 Bab I Pasal
2 disebutkan bahwa RPU merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat dalam
menyediakan daging unggas yang sehat, berfungsi sebagai:
1. Tempat dilaksanakannya pemotongan unggas secara benar.
2. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan kesehatan unggas sebelum dipotong
(ante mortem) dan daging unggas (post mortem) untuk mencegah
penularan penyakit unggas ke manusia.
3. Tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit unggas yang
ditemukan pada pemeriksaan ante mortem dan post mortem guna

2
pencegahan dan pemberantasan penyakit unggas menular di daerah asal
unggas.

2.1.1

Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan Unggas


RPU harus memenuhi segala persyaratan yang dapat menjamin

berlangsungnya proses produksi, mulai dari penerimaan ayam hidup, proses


pemotongan, penyimpaan, dan pengiriman, tanpa menimbulkan gangguan
pencemaran bagi penduduk sekitarnya. Menurut SNI (1999), RPU harus
memenuhi persyaratan lokasi sebagai berikut:
1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR),
Rencana, Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian
Wilayah Kota (RBWK)
2. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih
rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau
pencemaran lingkungan.
3. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan
banjir, bebas dari asap, bau, debu, dan kontaminan lainnya.
4. Memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan RPU
Komplek bangunan RPHU terdiri dari bangunan utama sebagai tempat
berlangsungnya proses produksi dan bangunan penunjang lainnya. Menurut
Priyatno (2000), kompleks bangunan RPHU yang ideal terdiri atas beberapa
bagian sebagai berikut:

3
1. Bangunan utama, tempat pemotongan ayam
2. Tempat penampungan ayam hidup sebelum dipotong, sekaligus sebagai
tempat penimbangan ayam hidup dan tempat pemeriksaan kesehatan ayam
hidup
3. Tempat penanganan usus yang terpisah dari bangunan utama
4. Bak pengendap limbah cair sebelum dialirkan ke sungai
5. Tempat penampungan sementar limbah padat sebelum diangkut ke tempat
pembuangan
6. Ruang administrasi, gudang penyimpanan alat, kamar mandi, dan WC
7. Halaman yang digunakan sebagai tempat parkir kendaraan
8. Gudang berpendingin (cold storage)

2.1.2

Proses Pemotongan Unggas


Proses pemotongan ayam yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan

memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan sampingan


yang baik. Untuk itu, proses pemotongan ayam sebaiknya dilaksanakan dalam tiga
kompartemen (ruangan) terpisah. Masing-masing kompartemen dipisahkan
dengan sekat yang terbuat dari tembok atau beton. Dengan adanya sekat tersebut,
diharapkan

terjadinya

pencemaran

silang

(cross

contamination)

antara

kompartemen bisa ditekan seminimal mungkin (Priyatno, 2000). Secara garis


besar proses pemotongan terdiri dari beberapa tahapan diantaranya:
1.

Kompartemen I

4
Kompartemen sangat kotor (super dirty area) di dalam bagian ini
berlangsung tahapan

pemotongan,

meliputi

penyembelihan

ayam,

pencelupan ayam ke dalam drum atau panci berisi air panas, dan
pencabutan bulu.
2.

Kompartemen II
Kompartemen kotor (dirty area) di dalam bagian ini berangsung tahapan
proses pemotongan seperti proses pemotongan kepala dan leher dari tubuh
ayam, pemotongan kaki (ceker), penyobekan perut dan pengeluaran isi
rongga perut, pembersihan bulu-bulu yang masih tersisa, penanganan
sampingan, dan pencucian karkas.

3.

Kompartemen III
Kompartemen bersih (clean area) di dalam bagian ini berlangsung proses
pemotongan, sepert pendinginan ayam dalam bak, penyiapan karkas sesuai
pesanan, pembungkusan atau pengemasan, pemotongan ayam menjadi
beberapa bagian (parting), proses pengambilan tulang (boneless), dan
penyimpanan karkas ke dalam gudang berpendingin (cold storage).

2.1.3

Usaha Pemotongan Unggas


Usaha pemotongan unggas adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan unggas di rumah


pemotongan unggas/tempat pemotongan unggas milik sendiri atau pihak lain atau
menjual jasa pemotongan unggas (SK Mentan, 1976). Pada usaha pemotongan

5
unggas perlu menjadi perhatian dalam hal peralatan dan perlengkapan, seluruh
perlengkapan pendukung dan penunjang di tempat pemotongan harus terbuat dari
bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan mudah dirawat. Untuk
peralatan yang berhubungan dengan daging ditambah dengan persyaratan terbuat
dari bahan yang tidak toksik (Priyatno, 2000). Peralatan dalam usaha pemotongan
ayam terdiri dari:
1.

Kendaraan pengangkut ayam hidup

2.

Keranjang ayam hidup (keranjang bambu & keranjang plastik)

3.

Drum perendamana ayam dan pemanas air

4.

Mesin pencabut bulu (tenaga listrik)

5.

Meja pengeluaran isi perut (eviserasi)

6.

Bak pencucian dan penampungan karkas

7.

Gudang penyimpanan karkas

8.

Keranjang karkas dan sampingan

9.

Pisau pemotongan ayam

10.

Timbangan

11.

Mesin parting

12.

Mesin penghancur es

13.

Kendaraan pengangkut karkas dan sampingan

6
2.2

Tenaga Kerja
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Penduduk yang tergolong sebagai tenaga kerja jika
penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di
Indonesia adalah berumur 15 tahun 64 tahun. Jadi yang dimaksud dengan tenaga
kerja, yaitu individu yang sedang mencari atau sudah melakukan pekerjaan yang
menghasilkan barang atau jasa yang sudah memenuhi persyaratan ataupun batasan
usia yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang bertujuan untuk memperoleh
hasil atau upah untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Klasifikasi tenaga kerja adalah pengelompokan akan ketenaga kerjaan
yang sudah tersusun berdasarkan kriteria yang sudah di tentukan. Klasifikasi
tenaga kerja berdasarkan kualitasnya terdiri dari:
1.

Tenaga kerja terdidik, adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian
atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan
formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.

2.

Tenaga kerja terlatih, adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam


bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil
ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lainlain.

7
3.

Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, adalah tenaga kerja kasar
yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut,
pembantu rumah tangga, dan sebagainya

2.3

Produktivitas Kerja
Menurut Sedarmayanti (2009), produktivitas memiliki dua dimensi yakni

efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian untuk


kinerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan
kualitas, kuantitas, dan waktu. Dimensi kedua berkaitan dengan upaya
membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana
pekerjaan tersebut dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diartikan
bahwa untuk mengukur suatu produktivitas diperlukan dua dimensi yaitu
efektivitas dan efisiensi, yang keduanya saling berkaitan satu sama lain dalam
pencapaian target berupa kualitas yang maksimal. Pengertian efektivitas ini
memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat dicapai, lebih berorientasi
pada keluaran (output), untuk masalah masukan (input) kurang menjadi perhatian
khusus atau utama. Berbeda dengan efektivitas, keterkaitan efisiensi dengan
produktivitas lebih berorientasi terhadap suatu ukuran dalam mebandingkan
penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan
yang sebenarnya terlaksana. Lebih singkatnya pengertian efisiensi berorientasi
pada masukan, sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian
utama.

8
Secara umum produktivitas mengandung sebuah pengertian perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan peran sumber daya manusia yang digunakan
(input) dalam satuan waktu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa ada kaitan
antara hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari
seorang tenaga kerja. Seorang tenaga kerja produktif adalah yang cekatan dan
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan mutu yang ditetapkan dalam waktu
yang lebih singkat atau mampu menghasilkan output lebih besar dari tenaga kerja
yang lain.

2.3.1

Pengukuran Produktivitas
Mengukur produktivitas sering kali tidak dapat dilihat dan sulit untuk

diukur, menggunakan teknik teknik pengukuran yang dapat diketahui suatu


produktivitas. Untuk itu dikemukakan cara untuk mengukur produktivitas kerja
menurut Ilyas (1999), mengemukakan pengukuran produktivitas dengan dua cara
yaitu: physical productivity dan value productivity. Yang dimaksud dengan
pengukuran physical productivity adalah pengukuran produktivitas secara
kuantitatif dengan unit pengukuran dapat berupa ukuran (size), panjang, jumlah
unit, berat, waktu dan jumlah sumber daya manusia. Pengukuran selanjutnya
dengan value productivity adalah pengukuran produktivitas dengan menggunakan
nilai uang sebagai tolak ukur sehingga tingkat produktivitas dikonversi kebentuk
rupiah.

9
2.4

Linear Programming
Menurut Soekartawi (1992), linier programming (LP) adalah suatu metode

programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear. LP itu sendiri


sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara
kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Teknik LP dapat
digunakan dalam dua cara, yaitu:
a.

Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan


atau total keuntungan sebesar mungkin (minimisasi).

b.

Memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala


sumberdaya yang terbatas (maksimisasi).

Menurut Miller (1982), linear programming (LP) merupakan model analisis yang
memusatkan pada pemilihan jangka pendek dalam suatu proses produksi untuk
mencapai produk yang dihasilkan setinggi mungkin. Dengan teknik LP, maka
pemilihan alternatif terbaik inilah dapat diidentifikasi dengan relatif mudah.
Misalnya dalam pilihan proses produksi, biasanya keputusan yang diambil
merupakan keputusan jangka pendek dengan membedakan sumberdaya tetap
(fixed resources) dan sumberdaya variabel (variable resources). Dengan
demikian, penggunaan LP diperlukan karena adanya sebuah fungsi tujuan tertentu
yang harus dicapai atau dipecahkan. Fungsi tujuan menjadi sasaran dari kendala
yang ada dengan kondisi tertentu yang dapat diidentifikasi. Setelah sejumlah
kendala tersusun, kemudian dilakukan serangkaian pemecahan. Pemecahan
tersebut merupak solusi terakhir yang akan diperoleh. Solusi ini adalah yang

10
diharapkan, dimana solusi yang baik akan menunjukkan total penerimaan atau
total keuntungan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai