Laporan PBL 2 Ecce 2
Laporan PBL 2 Ecce 2
PENDAHULUAN
Informasi 1
Ny Ecce 40 tahun dibawa keluarganya ke IGD Suka Rawat karena sejak 6 jam yll
terlihat nafasnya cepat seperti sesak serta sulit berkomunikasi. 4 bulan SMRS
pasien mengeluhkan badannya sering terasa lemas, sering lapar, sering minum,
sering kencing terutama malam hari (>3x/malam), serta berat badannya menurun
akhir-akhir ini. 2 minggu SMRS pasien mengeluhkan luka di telapak kaki kiri
yang tidak sembuh-sembuh setelah menginjak paku pinus. Awalnya luka kecil dan
pasien tidak memeriksakan ke dokter, namun semakin lama semakin membesar,
nyeri, keluar darah serta nanah, dan bau.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah memeriksakan diri ke dokter,
jadi tidak pernah mengetahui memiliki riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung
ataupun alergi obat.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien menderita DM, Ibu pasien menderita
hipertensi, Nenek pasien menderita stroke, hipertensi dan DM.
Informasi 2
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum, Kesadaran : Tampak gelisah, E4M6E3
Vital Sign
TD
: 90/60 mmHg
Nadi : 120x/menit, reguler
RR
: 32x/menit, cepat, dalam, dan berbau khas
T
: 38o C
BB
: 45 kg
Mata
: SI -/- CA -/Leher
: dalam batas normal
Thorax
Jantung
: Insp
: ictus cordis tidak terlihat
Palp
: ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS
Perk
: dalam batas normal
Ausk
: S1S2 reguler, suara tambahan (-)
Paru
: Insp
: otot bantu nafas (-)
Palp
: simetris (+), takti fremitus (ka ki)
Perk
: sonor (+/+)
Ausk
: vesicular (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen : Insp
: datar
Ausk
: BU (+) N
Perk
: tympani (+)
Palp
: NT (-), turgor kulit melambat, H/L tidak teraba
Extremitas : akral dingin (+/+), pitting edem (-/-)
Informasi 3
LABORATORIUM
Hb 13 g/dl
Ht 45%
Leukosit 18900/l
Trombosit 240000/l
GDS 530 mg/dl
Ureum 60,6 mg/dl
Creatinin 1,08 mg/dl
SGOT 15 /l
SGPT 20 /l
Na 135 mmol/l
K 4,2 mmol.l
Cl 100 mmol/l
AGD : pH 7,31
PaO2 65 mmHg
PaCO2 23 mmHg
HCO3- 10 meq/l
Base Exces -6 meq/l
SaO2 91%
Urinalisis
Makroskopis : Warna : kuning
Kejernihan : keruh
pH : 6
Mikroskopik : Sel epitel -/LPK
Leukosit 1-2/LPB
Eritrosit 0/LPB
Silinder
Kristal -/LPK
Bakteri -/LPK
Protein
Glukosa +
Keton +
Informasi 4
DIAGNOSIS
Krisis Hiperglikemia et causa ketoasidosis diabetik + sepsis et causa ulkus pedis
sinistra
Diabetes melitus type 2
Diabetic foot ulcer
Informasi 5
TATA LAKSANA
Krisis Hiperglikemia e.c KAD
O2 dengan NRM 8 lpm
Rehidrasi dengan ringer laktat guyur 2000 ml dalam 2 jam (double IV line),
pantau urine output
Regulasi gula darah dengan insulin syringe pump, dievaluasi tiap jam
Konsul ke bagian interna untuk indikasi KAD
Diabetic foot ulcer
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr IV (skin test)
Injeksi Metronidazole 3x500 mg
Injeksi Ketorolac 3x30 mg IV
Kultur pus dan darah
Konsul ke bagian bedah untuk indikasi debridement.
II.
PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Nanah
Nanah atau pus adalah cairan kaya protein hasil proses peradangan yang
mengandung leukosit, debris selular, dan cairan encer (liquor puris)
(Dorland, 2012).
B. Batasan Masalah
C. Analisis Masalah
1. Menjelaskan ubungan penyakit sebelumnya dengan luka pasien dan
mengapa luka semakin lama semakin membesar dan parah
2. Sebutkan macam-macam pemeriksaan yang diperlukan pasien di IGD
3. Menjelaskan hubungan riwayat penyakit keluarga dengan penyakit
4.
5.
6.
7.
pasien
Sebutkan macam-macam kegawatdaruratan sistem metabolisme
Menjelaskan mekanisme keluhan utama dan penyerta
Menjelaskan perbedaan sesak nafas dari jantung, paru, dan metabolik
Menjelaskan definisi, etiologi, faktor resiko, tanda dan gejala, penegakan
diagnosis, patogenesis, patofisiologi, tata laksana, dan prognosis dari
Ketoasidosis diabetikum
8. Menjelaskan diagnosis banding dari Ketoasidosis diabetikum
D. Pembahasan Analisis Masalah
1. Menjelaskan ubungan penyakit sebelumnya dengan luka pasien dan
mengapa luka semakin lama semakin membesar dan parah
Penyakit yang ada pada pasien adalah penyakit diabetes mellitus yang
merupakan penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda
tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan
protein. Penderita diabetes melitus dengan faktor resiko tertentu akan sulit
mengalami penyembuhan apabila terjadi perlukaan Oleh karena itu ketika
pasien diabetes melitus ini terluka karena trauma akan sangat mudah
terjadi komplikasi berupa ulkus diabetikum (Saad,2013).
Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik menurut Tellechea dkk.
(2010) terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang
berlangsung secara terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit
tidak
efektif,
disfungsi
sel
endotel,
dan
gangguan
neovaskularisasi.
2. Sebutkan macam-macam pemeriksaan yang diperlukan pasien di
IGD
a Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
i
ii
iii
iv
v
General Impressions
1 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara
umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu,
2
3
ii
tempat, orang)
Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan
adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak
pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan
belakang
leher
harus
dilindungi
selama
intubasi
e Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan
dilakukan
untuk
dan
drainase
tension
d
e
f
pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat
dan / atau oksigenasi:
a Pemberian terapi oksigen
b Bag-Valve Masker
Intubasi
konfirmasi
(endotrakeal
penempatan
atau
yang
nasal
dengan
benar),
jika
diindikasikan.
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
Lakukan
pemeriksaan
kepala,
leher,
dan
Sesak nafas karena penyakit pada paru-paru, biasanya tidak ada bengkak
tungkai, bunyi nafas khas (dengan auskultasi), kalau asma ada wheezing
(bunyi ngik pada saat ekspirasi), tekanan darah biasanya normal, nadi yang
faktor
risiko
Ketoasidosis
sepsis.
Penyakit vaskular akut, meliputi penyakit serebrovaskular, infark
3
4
5
7
8
9
11) Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl) l. Terdapat keton di urin
12) Nafas berbau aseton
13) Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis
osmotic
14) Kulit kering
15) Keringat
16) Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic
e. Penegakan Diagnosis KAD
Menurut Permenkes (2014) penegakkan diagnosis KAD sebagai berikut:
1 Anamnesis
a Keluhan
1 Polifagi
2 Poliuri
3 Polidipsi
4 Penurunan berat badan yang tidak jelas
b Keluhan tidak khas
1 Lemah
2 Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
3 Mata kabur
4 Disfungsi ereksi pada pria
5 Pruritus vulvae pada wanita
6 Luka yang sulit sembuh
2 Pemeriksaan Fisik
a Penilaian berat badan
b Mata : penurunan visus, lensa mata buram
c Ekstremitas : uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen
d Muntah
e Sakit perut
f Tugor kulit menurun
g Respirasi kussmaul
3 Pemeriksaan Penunjang
a Gula darah puasa
b Gula darah 2 jam post prandial
c Urinalisis : glukosuria dan keton
f. Patogenesis KAD
Bara ga ngirim
g. Patofisiologi KAD
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan suatu keadaan dimana terdapat
defisiensi insulin absolut dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan), sehingga semua keadaan
tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utililisasi glukosa
oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemi (Chiasson, 2003).
SUPLEMEN
Peranan utama insulin dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
dapat dipahami paling jelas dengan memeriksa berbagai akibat defisiensi insulin
pada manusia. Manifestasi utama penyakit diabetes melitus adalah hiperglikemia,
yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; 2)
berkurangnya penggunaan glukosa oleh pelbagai jaringan; 3) peningkatan
produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati. Masingmasing peristiwa ini akan
dibicarakan lebih rinci sebagai berikut (Price, S dan Wilson, L. 2005) :
Poluria, polidipsia dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalorinya
memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Pada manusia normal kadar
glukosa plasma jarang melampaui 120 mg / dL, kendati kadar yang jauh lebih
tinggi selalu dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu
glukosa plasma dicapai (pada manusia umumnya > 180 mg/dl), taraf maksimal
reabsorbsi glukosa pada tubulus renalis akan dilampaui, dan gula akan
diekskresikan ke dalam urin (glikouria). Volume urin meningkat akibat terjadinya
diuersis osmotik dan kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang
bersamaan (poliuria), kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi
(hiperosmolaritas), tubuh akan segera memberikan sinyal kepusat rangsangan
haus di hipotalamusa akibat dari poliuria dan dehidrasi sehingga gejala yang
ditimbulkan yaitu banyak minum (polidipsia). Glikosuria menyebabkan
kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kal bagi setiap gram karbohidrat yang
diekskresikan keluar), kehilangan ini, kalau ditambah lagi dengan deplesi jaringan
otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat sehingga
tubuh akan mengkompensasi dengan merangsang pusat lapar di otak dengan
peningkatan selera makan (polifagia).
Sintesis protein akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan keadaan
ini sebagian terjadi akibat berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam otot
(asam amino berfungsi sebagai substrat glukoneogenik). Jadi, orang yang
kekurangan insulin berada dalam keseimbangan nitrogen yang negatif. Kerja
antiinsulin hilang seperti halnya efek lipogenik yang dimilikinya; dengan
demikian kadar asam lemak plasma akan meninggi. Kalau kemampuan hati untuk
mengaoksidasi asam lemak terlampaui, maka senyawa asam hidroksibutirat dan
asam asetoasetat akan bertumpuk (ketosis). Mula mula penderita dapat
mengimbangi pengumpulan asam organik ini dengan meningkatan pengeluaran
CO2 lewat sistem respirasi, namun bila keadaan ini tidak dikendalikan dengan
peningkatan insulin, maka akan terjadi asidosi metabolik dan pasien akan
meninggal dalam keadaan koma diabetik.
2
Pada orang yang normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakannya akan
diubah menjadi energi lewat lintasan glikolisis dan sekitar separuh lagi disimpan
sebagai lemak atau glikogen. Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa
insulin, dan proses anabolik glikogenesis serta lipogenesis akan terhalang.
Sebenarnya, hanya 5% dari jumlah glukosa yang dikonsumsi, diubah
menjadi lemak pada penderita diabetes yang kekurangan hormon insulin. Hormon
terjadi dalam waktu beberapa detik atau beberapa menit, karena semua peristiwa
ini terutama melibatkan akitavsi atau inaktivasi enzim lewat reaksi fosforilasi atau
defosforilasi. Efek yang berlangsung lebih lama terhadap glukosa plasma meliputi
inhibisi glukoneogenesis oleh insulin. Pembentukan glukosa dari prekursor
nonkarbohidrat melibatkan serangkaian tahap enzimatik yang banyak diantranya
dirangsang oleh preparat serta adrenergik, yaitu angiotensin II dan vasopresin.
Insulin menghambat tahap yang sama ini. Enzim glukoneogenik yang menjadi
kunci di dalam hati adalah phosfoenolpiruvat karboksikinase (PEPCK,
phosphoenol pyruvat carboxykinase) yang mengubah oksaloasetat menjadi
phosfoenolpiruvat. Insulin menurunkan jumlah enzim ini dengan menghambat
secara selektif transkirpsi gen yang mengkode mRAN bagi PPCK.
Efek insulin terhadap metabolisme glukosa
Kerja lipogenik insulin telah dibicarakan dalam konteks mengenai
penggunaan glukosa. Insulin juga merupakan inhibitor kuat proses lipolisis dalam
hati serta jaringan adiposa dan dengan demikian memiliki efek anabolik tak
langsung. Hal ini sebagian disebabkan oleh kemampuan insulin untuk
menurunkan kadar cAMP (yang dalam jaringan ini ditingkatkan oleh homon
lipolitik glukagon dan epinefrin) tetapi juga oleh kenyataan bahwa insulin juga
menghambat aktivitas enzim lipase. Inhibisi ini disebabkan oleh akitvasi fosfatase
yang melakukan reaksi defosforilasi dan dengan demikian meniadakan keaktifan
enzim lipase atau enzim protein kinase yang bergantung pada cAMP. Karena itu,
insulin menurunkan kadar asam lemak bebas yang berbeda. Hal ini turut
menghasilkan kerja insulin terhadap metabolisme karbohidrat, mengingat asam
lemak
menghambat
glikolisis
pada
beberapa
tahap
dan
menstimulasi
pemberian insulin
Mengatasi stres sebagai pncetus ketoasidosis diabetik
Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal
pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi
mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam sampai
tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75 mg/dl/jam. Ketika
kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi
0,05-0,1 u/kgBB/jam (3-6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5-10%
(ADA, 2004).
Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau konsentrasi dextrose
harus disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis
membaik. Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat
diberikan, maka insulin diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB
yang terbagi menjadi setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi
secara subkutan atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara
intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/jam, selanjutnya protokol
penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena (Soewondo,
3
2009).
Natrium
Penderita dengan ketoasidosis diabetik kadang-kadang mempunyai
kadar natrium serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang
tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl
maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar
yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih
rendah. Kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan
dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium
lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena
air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan
meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang lebih tinggi daripada
150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45% (Gotara & Budiyasa,
2010).
Kalium
Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah
kadar kalium serum kurang dari 5, sumber lain menyebutkan nilai 5,5
mEq/l. Umumnya, 20-30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap
liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam
Strategi Pencegahan
a Kaki diabetes, materi penyuluhan dan instruksi. Periksalah kaki setiap
hari terutama telapak kaki, jari kaki, dan sela jari kaki. Perhatikan
apakah terdapat kalus (pengerasan), bula (gelembung), luka ataupun
lecet. Pemeriksaan dilakukan di tempat yang terang dan untuk
memudahkan pemantauan gunakan cermin. Perhatikan apakah luka
atau tidak, kulit kemerahan atau penebalan kulit. Bersihkan kaki
dengan sabun dan air hangat (jangan air panas), keringkan dengan
setiap hari.
Hindari trauma berulang
Lakukan olah raga kaki diabetes yang baik dan benar. Olah raga harus
dilakukan secara teratur. Tujuan olah raga bagi penderita DM adalah
melancarkan aliran darah kaki sehingga nutrisi terhadap jaringan lebih
lancar, menguatkan otot betis dan telapak kaki sehingga sewaktu
berjalan kaki menjadi lebih stabil, menambah kelenturan sendi
sehingga kaki terhindar dari sendi kaku, memelihara fungsi saraf.
h
2
Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
i. Prognosis KAD
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya
kematian
pada
pasien
ini
bukan
disebabkan
oleh
sindom
pulmo,
stress
meningkatkan
hormon
(kortisol,
(dobutamin,
4) Dehidrasi
5) Ph > 7,3
6) Konsentrasi bikarbonat > 15 mEq/L
7) Tanpa ketoasidosis bermakna
8) Pada pasien DM tipe 1
e. Penegakan diagnosis HHS
Anamnesis
a
b
c
d
Gejala
Onset beberapa hari-minggu
Riwayat penyakit : DM
Riwayat pengobatan
a
b
c
d
Kesadaran umum
Vital sign : Takikardi, takipnea, hipotensi
Turgor kurang, bibir dan kulit kering
Kepala, mata, THT : Neuropati cranial, hilang lapang pandang, nistagmus,
e
f
A
a
b
c
Laboratorium :
Analisis gas darah : Ph > 7,3
Urinalisis : Keton urin sedikit, glukosuria, UTI
Kultur darah, urin, pus, usap tenggorok
PF
PP
B EKG.
C Foto thoraks, skrining pneumonia.
D Foto abdomen, indikasi nyeri perut dan muntah.
CT Scan kepala, indikasi gangguan neurologist.
DAFTAR PUSTAKA
Tellechea, A., Leal, E., Veves, A., Carvalho, E. 2010. Inflammatory and
Angiogenic
abnormalities
in
Diabetic
Wound
Healing:
Role
of
Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, dan siti
Setiati. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V jilid III. Jakarta:
Interna Publishing.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan, Jakarta, EGC.
Simon A, Khurana K, Wilkesmann A, et al. Nosocomial respiratory syncytial
virus infection: impact of prospective surveillance and targeted infection
control. Int J Hyg Environ Health. 2006;209:31724.
Arifputera A., C. Tanto, T. Anindhita. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius.
Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Vol. 4(5): 93-101.
Yeni, Y., S. N. Djannah, Solikhah. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Umbulhardjo I
Yogyakarta Tahun 2009. Kes Mas. Vol.4(2): 92-103
Zahtamal, F. Chandra, Suyanto, T. Restuastuti. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien
Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat Vol 23(3): 142-147.
Hakim, B. 2010. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe @ di Puskesmas
Tanrutedong, Sidenreg Rappan. Jurnal Ilmiah Nasional.
Sigarlaki, H.J.O. 2006. Karatkteristik da Faktor Berhubungan dengan Hipertensi
di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah,
Tahun 2006. Makara Kesehatan Vol. 10(2): 78-88.
Sulistyani, D. N., Purhadi. 2013. Analisis terhadap Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Laju Perbaikan kondisi Klinis Pasien Penderita Stroke dengan
Regresi Cox Weibull. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 2 (1): 72-77.