Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejumlah besar agen kimia, fisik, biologis, dan radiasi di tempat kerja
dapat mempengaruhi sistem reproduksi baik pada pekerja pria maupun wanita,
yang mengakibatkan infertilitas, aborsi spontan, gangguan perkembangan atau
kematian embrio, janin atau bayi.
Saat ini, ada lebih dari 70.000 bahan kimia yang digunakan secara luas
tapi hanya sebagian kecil yang diperiksa toksisitasnya dan efek terhadap
reproduksi. Beberapa dari bahan kimia ini, sama halnya dengan agen fisik dan
biologis, kebanyakan digunakan di tempat kerja, meliputi berbagai logam berat,
pestisida, larutan organik (mis. glycol ether), perantara kimia (mis. Styrene dan
vinyl chloride), buangan gas anestetik, dan beberapa obat anti kanker.
Perlu diingat bahwa paparan terhadap agen toksik hanya salah satu dari
banyak faktor yang dapat membahayakan reproduksi. Walaupun masih tidak
diketahui seberapa jauh agen berbahaya di tempat kerja berpengaruh terhadap
masalah kesehatan, satu hal yang pasti bahwa paparan terhadap agen berbahaya
pada umumnya tidak dapat dihindari. Karena itu, salah satu cara adalah agar para
pekerja mengurangi paparan sebanyak mungkin.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengertian lingkungan kerja dan bahaya reproduksi
2) Untuk mengetahui jenis bahaya reproduksi
3) Untuk mengetahui proses kontaminasi terhadap tubuh manusia
4) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
5) Untuk mengetahui pencegahan paparan terhadap agen toksik/berbahaya
1.3 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai
bahan pembelajaran bagi penulis mengenai bahaya terhadap alat reproduksi yang
ada dalam lingkungan kerja, yang nantinya bisa diaplikasikan dalam penelitian
mahasiswa di dalam bidang kesehatan.

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 Bahaya terhadap Reproduksi di Tempat Kerja

2.1.1

Pengertian
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas

setiap harinya. Lingkungan kerja tidak terlepas dari bahaya yang merupakan
sumber potensi kerusakan atau situasi yang berpotensi untuk menimbulkan
kerugian.
Bahaya reproduksi adalah zat yang mempengaruhi kemampuan untuk
memiliki anak yang sehat. Radiasi reproduksi, bahan kimia, obat-obatan (legal
dan ilegal), rokok, dan panas adalah contoh dari bahaya reproduksi. Sejumlah
besar agen kimia, fisik, biologis, dan radiasi di tempat kerja dapat mempengaruhi
sistem reproduksi baik pada pekerja pria maupun wanita, yang mengakibatkan
infertilitas, aborsi spontan, gangguan perkembangan atau kematian embrio, janin
atau bayi.
Yang perlu dipertimbangkan dalam risiko bahaya reproduktif adalah:
Toksisitas Reproduktif: efek merugikan terhadap kesehatan organ reproduksi,
sistem endokrin, atau gamet (sel telur atau sperma) akibat paparan dari agen
eksogen. Dapat mengakibatkan efek seperti disfungsi menstrual/haid, fertilitas
terganggu,

feminisasi,

maskulinisasi,

atau

ketidakmampuan

untuk

mempertahankan suatu kehamilan.


Toksisitas Perkembangan: efek merugikan terhadap organisme yang
berkembang, yang dapat terjadi setiap saat dari konsepsi sampai maturitas
seksual. Efeknya dapat meliputi aborsi spontan, defek structural atau
fungsional, berat badan lahir rendah, atau efek yang mungkin muncul
belakangan pada kehidupan anak.

2.1.2

Jenis Bahaya Reproduksi


Agen berbahaya terhadap reproduksi dapat berupa agen fisik, biologis, dan

kimia. Saat ini, ada lebih dari 70.000 bahan kimia yang digunakan secara luas tapi
hanya sebagian kecil yang diperiksa toksisitasnya dan efeknya terhadap
reproduksi.
Agen Fisik
1) Radiasi pengion:
Baik pria dan wanita diyakini rentan terhadap efek kesehatan reproduksi dari
radiasi pengion. Untuk pria, testis adalah target sedangkan untuk perempuan
itu adalah anak yang belum lahir.
2) Non-ionizing radiasi:
Baik pria dan wanita diyakini rentan terhadap efek kesehatan reproduksi dari
radiasi nonionizing. Ada dua hal yang mempengaruhi yaitu frekuensi
radio/pemanas microwave serta pembersihan dan pencampuran USG.
Frekuensi radio/microwave memungkinkan dapat membahayakan terkait
dengan pemanasan jaringan yang menjadi pelindung dari anak yang belum
lahir. Pada pria dapat mengakibatkan penurunan jumlah sperma pada
kelompok pekerja.
3) Visual Display Terminal (VDT):
VDT adalah sumber pengion dan non-ionizing radiasi. Risiko untuk spontan
aborsi dan kelahiran cacat telah dipelajari selama bertahun-tahun. Meskipun
kontroversial, kesimpulan umum menyatakan bahwa untuk penggunaan
normal, wanita tidak perlu berhenti menggunakan VDT selama kehamilan.
4) Pekerjaan fisik:

Pekerjaan di luar rumah tidak otomatis meningkatkan risiko kehamilan yang


buruk. Namun, pekerjaan berat dapat menempatkan beberapa wanita pada
risiko tinggi untuk prematur saat bekerja.
5) Panas:
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa panas yang berlebihan jelas dapat
menyebabkan cacat lahir. Jika suhu tubuh internal hamil perempuan lebih
besar dari 102o F maka akan meningkatkan risiko untuk kelahiran cacat. Pada
pria, baik jangka panjang dan jangka pendek paparan terhadap panas dapat
menurunkan jumlah sel sperma dan mobilitasnya sehingga mengakibatkan
kesuburan menurun.
6) Kebisingan:
Suara mudah menular ke janin. Penelitian terhadap hewan menunjukkan
bahwa suara keras frekuensi tinggi atau rendah meningkatkan risiko kematian
janin dan gangguan pertumbuhan.
Agen Kimia
Beberapa diantaranya adalah lead, dibromochloropropane, etilena oxide
memiliki batas tertentu untuk paparan sebagian didasarkan pada potensi kesehatan
reproduksi. Ada hubungan yang jelas antara efek reproduksi dengan paparan
terhadap merkuri, eter glikol, dan beberapa obat-obatan.
CDC telah menerbitkan data yang menunjukkan bahwa paparan bahan
kimia mengganggu endokrin umumnya seperti :
1)
2)
3)
4)

Bisphenol-A (BPA),
Phthalates,
Senyawa perfluorinated,
Cadmium.

CDC melaporkan bahwa hampir setiap orang yang tubuhnya terpapar


bahan kimia ini, dalam beberapa waktu meunjukkan efek yang merugikan pada
kesehatan reproduksi. Penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa dari paparan
bahan kimia pada tingkat lebih tinggi terkait dengan efek buruk pada reproduksi
dan kelahiran, termasuk mengurangi kualitas sperma pada pria, kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah, dan perubahan perilaku anak.

2.1.3

Proses Kontaminasi dengan Tubuh Manusia


Ada 3 cara zat berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh yaitu:

1) Terhirup (inhalasi),
2) Kontak dengan kulit,
3) Konsumsi/tertelan (jika pekerja tidak mencuci tangan mereka sebelum makan,
minum, atau merokok).
Pekerja wanita yang hamil dan merencanakan untuk hamil seharusnya
lebih berhati-hati mengenai paparan terhadap agen berbahaya reproduktif.
Beberapa bahan kimia (seperti alcohol) dapat masuk ke dalam sirkulasi darah ibu,
melewati plasenta, dan mencapai janin yang sedang bertumbuh. Agen berbahaya
lainnya dapat mempengaruhi kesehatan wanita secara keseluruhan dan
mengurangi pengiriman nutrisi kepada janin. Radiasi dapat menembus langsung
tubuh ibu sehingga dapat merusak sel telur atau membahayakan janin. Beberapa
obat dan bahan kimia juga dapat dipindahkan dari tubuh ibu kepada bayi melalui
ASI.

Bahaya reproduksi tidak mempengaruhi setiap wanita atau semua


kehamilan. Apakah wanita atau bayinya terancam bahaya tergantung pada berapa
banyak mereka terpapar agen berbahaya, kapan mereka terpapar, berapa lama, dan
bagaimana mereka terpapar.

2.1.4

Faktor yang Mempengaruhi


Timbulnya dampak yang merugikan kesehatan reproduksi tergantung pada

setidaknya tiga faktor utama:


1) Sifat kimia dan/atau fisik agen paparan.
2) Dosis paparan.
3) Waktu paparan.
Beberapa bahan kimia yang bertindak sebagai bahan pengganggu endokrin
dapat mengganggu fungsi dan regulasi hormon yang normal. Penelitian yang
menghubungkan masa prenatal dengan paparan BPA, yang ditemukan dalam
plastik polikarbonat dan beberapa pelapis kaleng makanan dan minuman,
menunjukkan bahwa terjadi perubahan reproduksi permanen yang kemudian dapat
meningkatkan risiko masalah kesehatan reproduksi, seperti infertilitas dan masa
pubertas lebih awal.
Penelitian pada hewan juga menunjukkan bahwa paparan BPA masa
prenatal

dengan

tingkat

yang

sama

pada

populasi

umum

mengubah

pengembangan prostat dan kelenjar susu, meningkatkan kerentanan untuk


mengembangkan kanker selama hidupnya. Di laboratorium hewan, termasuk nonmanusia

primata,

BPA

sebelumnya

ditunjukkan

dapat

mempengaruhi

perkembangan otak, menyebabkan perubahan dalam spesifik perilaku kelamin.


Dewasa ini, penelitian melaporkan bahwa semakin tinggi paparan BPA pada
wanita hamil, khususnya 16 minggu pertama kehamilan, semakin memungkinkan
anaknya memiliki perilaku atipikal dari segi gender pada usia tua. Dimana
perempuan memiliki perilaku lebih maskulin, sementara anak laki-laki lebih
feminin.
Bisphenol-A (BPA), xenoestrogen, merupakan konstituen dari plastik
polikarbonat dan resin epoxy digunakan dalam kedokteran gigi dan di industri
makanan. Pada suhu tinggi, obligasi polimer menghidrolisis dan melepaskan BPA.
BPA dapat dicerna oleh manusia. Jumlah yang terdeteksi telah ditemukan dalam
kaleng makanan, wadah microwave, botol polikarbonat, dan dalam air liur
manusia setelah pengobatan dengan sealant gigi.
Menurut Li dkk menyatakan bahwa paparan BPA di tempat kerja dapat
memiliki efek buruk pada laki-laki yaitu disfungsi seksual. Pekerja laki-laki
terpajan BPA memiliki risiko lebih tinggi secara konsisten mengalami disfungsi
seksual di semua domain fungsi seksual laki-laki daripada pekerja yang tidak
terpajan BPA. Pekerja yang terpapar memiliki risiko meningkat secara signifikan
terhadap berkurangnya libido/hasrat seksual, kesulitan ereksi, kesulitan ejakulasi,
dan berkurangnya kepuasan seksual. Dijelaskan bahwa semakin meningkatnya
tingkat paparan BPA kumulatif berpeluang memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami disfungsi seksual. Selain itu, dibandingkan dengan pekerja tidak
terpajan BPA, pekerja terpajan BPA secara signifikan mengalami penurunan
fungsi seksual dalam waktu 1 tahun dengan frekuensi yang lebih tinggi.

BAB III
PEMBAHASAN

Faktor lingkungan baik itu lingkungan kerja maupun non kerja merupakan
sumber paparan bahan berbahaya yang dapat mengganggu sistem reproduksi.
Seperti pada kasus infertilitas yang terjadi pada 130 pekerja laki-laki industri
plastik di Cina. Berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal Fertility and Sterility,
para pekerja industri plastik di Cina telah terpapar zat kimia dari bahan plastik
yang disebut BPA (Bisphenol-A). Setiap harinya, pekerja bersentuhan langsung
dengan barang-barang yang mengandung BPA. BPA dapat masuk dan juga dicerna
dalam tubuh manusia.

Ada 3 cara zat berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh salah satunya
melalui konsumsi makanan (jika pekerja tidak mencuci tangan mereka sebelum
makan dsn minum). Oleh karena itu, BPA dimungkinkan dapat masuk ke dalam
tubuh pekerja bersamaan dengan makanan yang mereka konsumsi. Hal ini dapat
terjadi apabila para pekerja memiliki higiene perseorangan yang buruk terutama
dalam kebiasaan mencuci tangan. Setiap hari tangan pekerja bersentuhan dengan
BPA. Meskipun sudah memakai sarung tangan, namun sisa-sisa BPA dalam
sarung tangan masih dapat menempel pada tangan. Apabila tangan tidak segera
dicuci bersih setelah melakukan pekerjaan atau sebelum makan dapat menjadi
media masuknya BPA bersama dengan makanan yang masuk ke dalam mulut dan
kemudian tertelan masuk ke dalam pencernaan. Selain pada lingkungan kerja
paparan BPA juga dimungkinkan terjadi pada lingkungan rumah tangga. BPA juga
terdeteksi pada kaleng makanan, wadah microwave, botol polikarbonat, dan dalam
air liur manusia setelah pengobatan dengan sealant gigi.
BPA merupakan salah satu bahan kimia yang bertindak sebagai
pengganggu endokrin. Selain itu, BPA juga sebagai pengganggu fungsi dan
regulasi hormon normal. Bahan kimia ini bekerja seperti hormon seks wanita
yaitu estrogen dan mengganggu hormon androgen. Begitu juga dengan hormon
reproduksi pada laki-laki dapat terganggu fungsinya sehingga hormon yang
diproduksi menjadi abnormal. Beberapa kasus yang terjadi paparan BPA
menyebabkan perubahan dalam perilaku gender secara spesifik. Dalam kasus ini,
paparan BPA mempengaruhi sistem reproduksi pada pekerja laki-laki, berupa
disfungsi seksual seperti penurunan jumlah sperma. Penurunan jumlah sperma
merupakan manifestasi dari paparan BPA yang efeknya muncul pada pekerja

setelah lama terpapar. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Mendiola (2008)
yang mengatakan bahwa munculnya efek bahan kimia terhadap sistem reproduksi
laki-laki bersifat kumulatif, ireversibel, dan tergantung lama paparannya.
Pencegahan

dapat

dilakukan

melalui

pendidikan

kesehatan

dan

pengurangan paparan bahan kimia di tempat kerja. Para pembuat kebijakan dalam
hal ini pimpinan suatu industri atau pabrik perlu untuk mempertimbangkan dalam
penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksinya. Pengurangan
bahan kimia berbahaya dapat dikurangi atau diganti dengan bahan kimia lain yang
tidak memiliki potensi bahaya yang tinggi khususnya bagi sistem reproduksi.
Timbulnya efek infertilitas juga dimungkinkan karena pekerja tidak mendapatkan
informasi yang cukup tentang efek BPA terhadap kesehatan reproduksi, sehingga
perilaku pekerja kurang mengarah pada pencegahan kontaminasi BPA terhadap
tubuh. Selain itu juga dimungkinkan belum adanya kebijakan khusus tentang
penaganan BPA secara baik agar tidak memberika efek yang merugikan pada
kesehatan pekerja.
Selain itu, pekerja juga harus memiliki inisiatif untuk menjaga kesehatan
dan keselamatan mereka sendiri dengan cara :
1)
2)
3)
4)

Menyimpan bahan kimia dalam wadah tertutup ketika selesai digunakan.


Mencuci tangan sebelum makan dan minum.
Menghindari kontak kulit dengan bahan kimia.
Apabila bahan kimia kontak dengan kulit, segera cuci tangan sesuai dengan
petunjuk yang tercantum dalam lembar data keselamatan sesuai jenis bahan
yang digunakan. Pimpinan harus memberikan daftar semua bahan berbahaya
yang digunakan di tempat kerja.

5) Mengenali bahan kimia di tempat kerja yang dapat berpotensi sebagai bahaya
terhadap sistem reproduksi.
6) Mencegah kontaminasi dengan keluarga di rumah seperti :
Mengganti pakaian kerja yang terkontaminasi bahan berbahaya dan cuci

dengan air bersih serta sabun sebelum pulang bekerja.


Mencuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.
Menghindari membawa pakaian atau benda lain yang terkontaminasi

bahan kimia ke rumah.


7) Berpartisipasi dalam pelatihan pendidikan kesehatan dan keselamatan, serta
program pemantauan yang ditawarkan oleh pimpinan.
8) Mempelajari tentang praktik-praktik yang tepat dalam bekerja, teknik kontrol,
dan alat pelindung diri (yaitu sarung tangan, respirator, dan pakaian pelindung
diri) yang dapat digunakan untuk mengurangi paparan terhadap zat berbahaya.
9) Mengikuti prosedur praktik keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan
oleh pimpinan untuk mencegah paparan bahaya bagi fungsi reproduksi di
tempat kerja.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Lingkungan kerja, tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap
harinya, tidak terlepas dari bahaya yang merupakan sumber potensi kerusakan
atau situasi yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sejumlah besar agen
kimia, fisik, biologis, dan radiasi di tempat kerja dapat mempengaruhi sistem
reproduksi baik pada pekerja pria maupun wanita, yang mengakibatkan
infertilitas, aborsi spontan, gangguan perkembangan atau kematian embrio, janin
atau bayi.
Yang perlu dipertimbangkan dalam risiko bahaya reproduktif adalah
toksisitas reproduktif dan toksisitas perkembangan. Ada lebih dari 70.000 bahan
kimia yang digunakan secara luas tapi hanya sebagian kecil yang diperiksa
toksisitasnya dan efek terhadap reproduksi. Terjadinya ganggguan reproduksi
yang dialami para pekerja terganung pada 3 faktor yaitu yaitu sifat kimia dan/atau
fisik agen paparan, dosis paparan, dan waktu paparan.
Paparan terhadap agen toksik hanya salah satu dari banyak faktor yang
dapat membahayakan reproduksi. Walau masih tidak diketahui seberapa jauh agen
berbahaya di tempat kerja berpengaruh terhadap masalah kesehatan, satu hal yang
pasti bahwa paparan terhadap agen berbahaya pada umumnya tidak dapat

dihindari. Karena itu, salah satu cara adalah agar para pekerja mengurangi paparan
sebanyak mungkin.

Saran
1) Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan pekerja dalam bidang kesehatan.
2) Perusahaan perlu memberikan fasilitas cek kesehatan bagi pekerjanya untuk
menghindari pekerja dari gangguan kesehatan reproduksi.
3) Perusahaan perlu memberikan pelatihan pendidikan

kesehatan

dan

keselamatan bagi para tenaga kerja.


4) Pekerja perlu meningkatkan higiene sanitasi personal agar terhindar dari sisa
zat kimia yang memiliki kemungkinan dapat menempel di salah satu bagian
tubuh.
5) Pekerja sebaiknya menggunakan alat pelindung diri yang lengkap agar tidak
terpapar bahan kimia.

DAFTAR PUSTAKA

Ashiru OA, Odusanya OO. Fertility and occupational hazards: review of the
literature. Afr J Reprod Health. 2009 Mar; 13(1): 159-65.
Batstone T, Berry E, Burgoyne W, Cole D, Crowe K, et al. Workplace
Reproductive Health: research & strategies. Best Start: Ontarios Maternal,
Newborn and Early Child Development Resource Centre. 2001.
Braun JM, Yolton K, Dietrich KN, Hornung R, Ye X, Calafat AM, et al. Prenatal
bisphenol A exposure and early childhood behavior. Environ Health
Perspect. 2009; 117(12): 1945-52.
CDC Chemical Safety Manual. Appendix J. Reproductive Toxins and Highly
Acute Toxic Materials. Centers for Disease Control and Prevention, Office
of Health and Safety. June 26, 2001.
Drozdowsky SL, Whittaker SG. Workplace Hazards to Reproduction and
Development. Technical Report Number 21-3-1999, August 1999.
Washington Department of Labor and Industries (L&I). Safety and Health
Assessment & Research for Prevention (SHARP) Program.
Fernandez M, Bianchi M, Lux-Lantos V, Libertun C. 2009. Neonatal exposure to
bisphenol A alters reproductive parameters and gonadotropin releasing
hormone signaling in female rats. Environ Health Perspect 117: 757-62.
Mendiola J, Jorgensen N, Anderson AM, Calafat AM, Ye X, et al. Are
environmental levels of bisphenol A associated with reproductive function
in fertile men? Environ Health Perspect. 21-5-2010; 118: 1286-91.

Mouritsen A, Aksglaede L, Sorensen K, Mogensen SS, Leffers H, et al.


Hypothesis: exposure to endocrine disrupting chemicals may interfere
with timing of puberty. Int J Androl. 2010; 33: 346-59.
National Toxicology Program Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction. NTP-CEHRH Monograph on the Potential Human
Reproductive and Developmental Effects of Acrylamide. February 2005,
NIH Publication No. 05-4472.
National Toxicology Program Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction. NTP-CEHRH Monograph on the Potential Human
Reproductive and Developmental Effects of 1-Bromopropane. October
2003. NIH Publication No. 04-4479.
National Toxicology Program Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction. NTP-CEHRH Monograph on the Potential Human
Reproductive and Developmental Effects of 2-Bromopropane. December
2003, NIH Publication No. 04-4480.
National Toxicology Program Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction. NTP-CEHRH Monograph on the Potential Human
Reproductive and Developmental Effects of Butyl Benzyl Phthalate.
March 2003, NIH Publication No. 03-4487.
National Toxicology Program Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction. NTP-CEHRH Monograph on the Potential Human
Reproductive and Developmental Effects of Di-n-Butyl Phthalate (DBP).
undated.

National Toxicology Program Center for the Evaluation of Risks to Human


Reproduction. NTP-CEHRH Monograph on the Potential Human
Reproductive and Developmental Effects of Fluoxetine. November 2004,
NIH Publication No. 05-4471.
Wierenga T Personal communication (email). USDA-ARS Poisonous Plant
Research Laboratory, Logan, Utah. December 8, 2000.
Winker R, Rdiger HW. Reproductive toxicology in occupational settings: an
update. Int Arch Occup Environ Health (2006) 79:1-10.

Anda mungkin juga menyukai