PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengertian lingkungan kerja dan bahaya reproduksi
2) Untuk mengetahui jenis bahaya reproduksi
3) Untuk mengetahui proses kontaminasi terhadap tubuh manusia
4) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
5) Untuk mengetahui pencegahan paparan terhadap agen toksik/berbahaya
1.3 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai
bahan pembelajaran bagi penulis mengenai bahaya terhadap alat reproduksi yang
ada dalam lingkungan kerja, yang nantinya bisa diaplikasikan dalam penelitian
mahasiswa di dalam bidang kesehatan.
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
2.1.1
Pengertian
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas
setiap harinya. Lingkungan kerja tidak terlepas dari bahaya yang merupakan
sumber potensi kerusakan atau situasi yang berpotensi untuk menimbulkan
kerugian.
Bahaya reproduksi adalah zat yang mempengaruhi kemampuan untuk
memiliki anak yang sehat. Radiasi reproduksi, bahan kimia, obat-obatan (legal
dan ilegal), rokok, dan panas adalah contoh dari bahaya reproduksi. Sejumlah
besar agen kimia, fisik, biologis, dan radiasi di tempat kerja dapat mempengaruhi
sistem reproduksi baik pada pekerja pria maupun wanita, yang mengakibatkan
infertilitas, aborsi spontan, gangguan perkembangan atau kematian embrio, janin
atau bayi.
Yang perlu dipertimbangkan dalam risiko bahaya reproduktif adalah:
Toksisitas Reproduktif: efek merugikan terhadap kesehatan organ reproduksi,
sistem endokrin, atau gamet (sel telur atau sperma) akibat paparan dari agen
eksogen. Dapat mengakibatkan efek seperti disfungsi menstrual/haid, fertilitas
terganggu,
feminisasi,
maskulinisasi,
atau
ketidakmampuan
untuk
2.1.2
kimia. Saat ini, ada lebih dari 70.000 bahan kimia yang digunakan secara luas tapi
hanya sebagian kecil yang diperiksa toksisitasnya dan efeknya terhadap
reproduksi.
Agen Fisik
1) Radiasi pengion:
Baik pria dan wanita diyakini rentan terhadap efek kesehatan reproduksi dari
radiasi pengion. Untuk pria, testis adalah target sedangkan untuk perempuan
itu adalah anak yang belum lahir.
2) Non-ionizing radiasi:
Baik pria dan wanita diyakini rentan terhadap efek kesehatan reproduksi dari
radiasi nonionizing. Ada dua hal yang mempengaruhi yaitu frekuensi
radio/pemanas microwave serta pembersihan dan pencampuran USG.
Frekuensi radio/microwave memungkinkan dapat membahayakan terkait
dengan pemanasan jaringan yang menjadi pelindung dari anak yang belum
lahir. Pada pria dapat mengakibatkan penurunan jumlah sperma pada
kelompok pekerja.
3) Visual Display Terminal (VDT):
VDT adalah sumber pengion dan non-ionizing radiasi. Risiko untuk spontan
aborsi dan kelahiran cacat telah dipelajari selama bertahun-tahun. Meskipun
kontroversial, kesimpulan umum menyatakan bahwa untuk penggunaan
normal, wanita tidak perlu berhenti menggunakan VDT selama kehamilan.
4) Pekerjaan fisik:
Bisphenol-A (BPA),
Phthalates,
Senyawa perfluorinated,
Cadmium.
2.1.3
1) Terhirup (inhalasi),
2) Kontak dengan kulit,
3) Konsumsi/tertelan (jika pekerja tidak mencuci tangan mereka sebelum makan,
minum, atau merokok).
Pekerja wanita yang hamil dan merencanakan untuk hamil seharusnya
lebih berhati-hati mengenai paparan terhadap agen berbahaya reproduktif.
Beberapa bahan kimia (seperti alcohol) dapat masuk ke dalam sirkulasi darah ibu,
melewati plasenta, dan mencapai janin yang sedang bertumbuh. Agen berbahaya
lainnya dapat mempengaruhi kesehatan wanita secara keseluruhan dan
mengurangi pengiriman nutrisi kepada janin. Radiasi dapat menembus langsung
tubuh ibu sehingga dapat merusak sel telur atau membahayakan janin. Beberapa
obat dan bahan kimia juga dapat dipindahkan dari tubuh ibu kepada bayi melalui
ASI.
2.1.4
dengan
tingkat
yang
sama
pada
populasi
umum
mengubah
primata,
BPA
sebelumnya
ditunjukkan
dapat
mempengaruhi
BAB III
PEMBAHASAN
Faktor lingkungan baik itu lingkungan kerja maupun non kerja merupakan
sumber paparan bahan berbahaya yang dapat mengganggu sistem reproduksi.
Seperti pada kasus infertilitas yang terjadi pada 130 pekerja laki-laki industri
plastik di Cina. Berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal Fertility and Sterility,
para pekerja industri plastik di Cina telah terpapar zat kimia dari bahan plastik
yang disebut BPA (Bisphenol-A). Setiap harinya, pekerja bersentuhan langsung
dengan barang-barang yang mengandung BPA. BPA dapat masuk dan juga dicerna
dalam tubuh manusia.
Ada 3 cara zat berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh salah satunya
melalui konsumsi makanan (jika pekerja tidak mencuci tangan mereka sebelum
makan dsn minum). Oleh karena itu, BPA dimungkinkan dapat masuk ke dalam
tubuh pekerja bersamaan dengan makanan yang mereka konsumsi. Hal ini dapat
terjadi apabila para pekerja memiliki higiene perseorangan yang buruk terutama
dalam kebiasaan mencuci tangan. Setiap hari tangan pekerja bersentuhan dengan
BPA. Meskipun sudah memakai sarung tangan, namun sisa-sisa BPA dalam
sarung tangan masih dapat menempel pada tangan. Apabila tangan tidak segera
dicuci bersih setelah melakukan pekerjaan atau sebelum makan dapat menjadi
media masuknya BPA bersama dengan makanan yang masuk ke dalam mulut dan
kemudian tertelan masuk ke dalam pencernaan. Selain pada lingkungan kerja
paparan BPA juga dimungkinkan terjadi pada lingkungan rumah tangga. BPA juga
terdeteksi pada kaleng makanan, wadah microwave, botol polikarbonat, dan dalam
air liur manusia setelah pengobatan dengan sealant gigi.
BPA merupakan salah satu bahan kimia yang bertindak sebagai
pengganggu endokrin. Selain itu, BPA juga sebagai pengganggu fungsi dan
regulasi hormon normal. Bahan kimia ini bekerja seperti hormon seks wanita
yaitu estrogen dan mengganggu hormon androgen. Begitu juga dengan hormon
reproduksi pada laki-laki dapat terganggu fungsinya sehingga hormon yang
diproduksi menjadi abnormal. Beberapa kasus yang terjadi paparan BPA
menyebabkan perubahan dalam perilaku gender secara spesifik. Dalam kasus ini,
paparan BPA mempengaruhi sistem reproduksi pada pekerja laki-laki, berupa
disfungsi seksual seperti penurunan jumlah sperma. Penurunan jumlah sperma
merupakan manifestasi dari paparan BPA yang efeknya muncul pada pekerja
setelah lama terpapar. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Mendiola (2008)
yang mengatakan bahwa munculnya efek bahan kimia terhadap sistem reproduksi
laki-laki bersifat kumulatif, ireversibel, dan tergantung lama paparannya.
Pencegahan
dapat
dilakukan
melalui
pendidikan
kesehatan
dan
pengurangan paparan bahan kimia di tempat kerja. Para pembuat kebijakan dalam
hal ini pimpinan suatu industri atau pabrik perlu untuk mempertimbangkan dalam
penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksinya. Pengurangan
bahan kimia berbahaya dapat dikurangi atau diganti dengan bahan kimia lain yang
tidak memiliki potensi bahaya yang tinggi khususnya bagi sistem reproduksi.
Timbulnya efek infertilitas juga dimungkinkan karena pekerja tidak mendapatkan
informasi yang cukup tentang efek BPA terhadap kesehatan reproduksi, sehingga
perilaku pekerja kurang mengarah pada pencegahan kontaminasi BPA terhadap
tubuh. Selain itu juga dimungkinkan belum adanya kebijakan khusus tentang
penaganan BPA secara baik agar tidak memberika efek yang merugikan pada
kesehatan pekerja.
Selain itu, pekerja juga harus memiliki inisiatif untuk menjaga kesehatan
dan keselamatan mereka sendiri dengan cara :
1)
2)
3)
4)
5) Mengenali bahan kimia di tempat kerja yang dapat berpotensi sebagai bahaya
terhadap sistem reproduksi.
6) Mencegah kontaminasi dengan keluarga di rumah seperti :
Mengganti pakaian kerja yang terkontaminasi bahan berbahaya dan cuci
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Lingkungan kerja, tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap
harinya, tidak terlepas dari bahaya yang merupakan sumber potensi kerusakan
atau situasi yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sejumlah besar agen
kimia, fisik, biologis, dan radiasi di tempat kerja dapat mempengaruhi sistem
reproduksi baik pada pekerja pria maupun wanita, yang mengakibatkan
infertilitas, aborsi spontan, gangguan perkembangan atau kematian embrio, janin
atau bayi.
Yang perlu dipertimbangkan dalam risiko bahaya reproduktif adalah
toksisitas reproduktif dan toksisitas perkembangan. Ada lebih dari 70.000 bahan
kimia yang digunakan secara luas tapi hanya sebagian kecil yang diperiksa
toksisitasnya dan efek terhadap reproduksi. Terjadinya ganggguan reproduksi
yang dialami para pekerja terganung pada 3 faktor yaitu yaitu sifat kimia dan/atau
fisik agen paparan, dosis paparan, dan waktu paparan.
Paparan terhadap agen toksik hanya salah satu dari banyak faktor yang
dapat membahayakan reproduksi. Walau masih tidak diketahui seberapa jauh agen
berbahaya di tempat kerja berpengaruh terhadap masalah kesehatan, satu hal yang
pasti bahwa paparan terhadap agen berbahaya pada umumnya tidak dapat
dihindari. Karena itu, salah satu cara adalah agar para pekerja mengurangi paparan
sebanyak mungkin.
Saran
1) Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan pekerja dalam bidang kesehatan.
2) Perusahaan perlu memberikan fasilitas cek kesehatan bagi pekerjanya untuk
menghindari pekerja dari gangguan kesehatan reproduksi.
3) Perusahaan perlu memberikan pelatihan pendidikan
kesehatan
dan
DAFTAR PUSTAKA
Ashiru OA, Odusanya OO. Fertility and occupational hazards: review of the
literature. Afr J Reprod Health. 2009 Mar; 13(1): 159-65.
Batstone T, Berry E, Burgoyne W, Cole D, Crowe K, et al. Workplace
Reproductive Health: research & strategies. Best Start: Ontarios Maternal,
Newborn and Early Child Development Resource Centre. 2001.
Braun JM, Yolton K, Dietrich KN, Hornung R, Ye X, Calafat AM, et al. Prenatal
bisphenol A exposure and early childhood behavior. Environ Health
Perspect. 2009; 117(12): 1945-52.
CDC Chemical Safety Manual. Appendix J. Reproductive Toxins and Highly
Acute Toxic Materials. Centers for Disease Control and Prevention, Office
of Health and Safety. June 26, 2001.
Drozdowsky SL, Whittaker SG. Workplace Hazards to Reproduction and
Development. Technical Report Number 21-3-1999, August 1999.
Washington Department of Labor and Industries (L&I). Safety and Health
Assessment & Research for Prevention (SHARP) Program.
Fernandez M, Bianchi M, Lux-Lantos V, Libertun C. 2009. Neonatal exposure to
bisphenol A alters reproductive parameters and gonadotropin releasing
hormone signaling in female rats. Environ Health Perspect 117: 757-62.
Mendiola J, Jorgensen N, Anderson AM, Calafat AM, Ye X, et al. Are
environmental levels of bisphenol A associated with reproductive function
in fertile men? Environ Health Perspect. 21-5-2010; 118: 1286-91.