PENDAHULUAN
Steroid, merupakan senyawa lipid larut-lemak yang disintesis dari kolesterol. Zat ini
diproduksi oleh ovarium, testis, plasenta, dan bagian luar kelenjar adrenal, serta testosterone,
estrogen, progesterone, aldosteron, dan kortisol. Zat ini akan bersirkulasi dalam plasma yang
mentranspor protein dalam tubuh. (1)
Hormon-reseptor steroid, dapat ditemukan di membrane plasma. Yaitu di daerah
sitosol, maupun di bagian inti sel atau nucleus dari sel target. Secara umum, hormone-resptor
steroid merupakan reseptor intraselular yang tentunya, daerah atau wilayah kerjanya adalah di
dalam sel. Hormon steroid merupakan salah satu jenis hormone polipeptida. Hormone
steroid, mempunyai keterlibatan dalam proses aktivasi gen. Dimana dari proses aktivasi gen
ini lah akan melibatkan system reseptor intraselular. (1)
Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh
dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi
dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid
memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki
retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau
hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. (1)
Glukokortikoid merupakan terapi utama dibidang dermatologi karena sifatnya sebagai
imunosupresif dan anti inflamasi. Kortikosteroid sering disebut live saving drug.
dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan
Manfaat
cukup
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu
yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid
yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa
kortikosteroid. (1)
Kortikosteroid
sendiri
digolongkan
menjadi
dua
berdasarkan
aktifitasnya,
yaitu
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja hormone steroid, diawali dari hormone steroid yang melewati
membrane sel. Kemudian, hormone steroid masuk ke dalam area sitoplasma sel. Hormone
steroid menuju ke daerah
sreseptor steroid yang teraktivasi dan diketahui sebagai elemen respon steroid. Dimana
elemen respon steroid sangat penting dan digunakan untuk menentukan spesifitas steroid. (1)
Hormon steroid diangkut dalam aliran darah secara terikat dengan protein spesifik.
Pengikatan tersebut spesifik, layaknya enzim dengan substrat. Steroid dapat diekskresikan
melalui urin dan empedu. Sebelum dieliminasi, steroid yang aktif akan dikonjugasikan
sebagai sulfat.
Hormon steroid merupakan salah satu hormone-hormon yang diisolasi dari daerah
korteks suprarenal..lebih dari empat puluh jenis steroid telah diisolasi dari korteks suprarenal
ini. Namun, dari empat puluh jenis steroid, hanya beberapa dari steroid ini yang dapat
dideteksi dalam darah. Yaitu tepatnya di pembuluh darah vena yang jalurnya meninggalkan
kelenjar suprarenal. Seharusnya, karena meninggalkan kelenjar suprarenal, tentunya dalam
darah yang diangkut oleh pembuluh darah vena terdapat macam-macam hormone steroid
yang memang diisolasi di daerah korteks suprarenal. Namun hal itu tidak terjadi, karena
hormone-hormon lainnya sedang melakukan tahap sistesis hormone. Sehingga tidak terbawa
pada pembuluh darah vena yang meninggalkan daerah korteks suprarenal. 1
Gambar 2 . Perbedaan mekanisme kerja hormone steroid dan hormone non steroid
inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah
laku.8 Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan
bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata
mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata
menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.(2)
1. Glukokortikoid
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya
pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini
adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga
glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.(2,4)
Kortisol adalah glukokortikoid yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal yang membantu
memelihara homeostasis dengan mengatur banyak enzim di seluruh tubuh. Selama periode
stres, kortisol memainkan peran penting dalam meningkatkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan tekanan darah. Secara klinis kortisol dan derivatnya sering digunakan untuk
sifat imunosupresannya. Obat ini juga penting untuk pasien dengan defisiensi adrenal.(2)
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan sering dipakai. Ada
beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
a. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
b. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
c. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
d. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losio, salep
berlemak (fatty ointment).
2. Mineralokortikoid
Golongan mineralokortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip pada
golongan ini ialah desoksikortikosteron. Umumnya golongan mineralokortikoid tidak
mempunyai khasiat antiinflamasi yang berarti kecuali 9 alfa-fluorokortisol, meskipun
demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat antiinflamasi karena efeknya pada
keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar. Aldosteron adalah mineralokortikoid yang
utama, zat ini menahan natrium (dan kemudian air) dalam darah. Zat ini dirangsang dalam
jalur renin-angiotensin.(2)
2.2
Farmakokinetik
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus
menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang
tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh
karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Berikut adalah
tabel yang menunjukkan kecepatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada
manusia. (2)
Kecepatan sekresi
Kortisol
Aldosteron
Kadar plasma
dalam keadaaan
(g/100ml)
optimal (mg/hari)
20
0,125
Jam 08.00
16
0,01
Jam
16.00
4
-
Tabel 1 . Kecepatan Sekresi dan kadar plasma kortikosteroid utama pada manusia
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu hari yaitu
sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur. Pada pagi hari
kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang membuat orang menjadi
lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang ssehat pengeluaran kortisol
mengikuti kurva dimana dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar
terendah yaitu pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat
dengan cukup.
2.3
Pembagian Kortiokosteroid
Dalam klinik kortikosterid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
digunakan sebagai anti inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elekrolit terlalu
besar.
Sediaan kortikostroid dibedakan menjadi tiga golongan besar berdasarkan masa
kerjanya. Sediaan masa kerja singkat mempunyai waktu paruh biologis 8-12 jam (< 12 jam),
sediaan kerja sedang mempunyai waktu paruh antara 12-36 jam, sedangkan yang kerja lama
mempunyai waktu paruh 36-72 jam (> 36 jam).
Tabel 2. Pembagian kortikosteroid berdasarkan masa kerjanya.(2)
Massa Kerja
Waktu
Paruh
(T 1/2)
Singkat
8-12 jam
(< 12 jam)
Sedang
(Intermediate)
12-36 jam
Lama
36-72 jam
(>36 jam)
Potensi
Kortikosteroid
Kortisol
(hidrokortison)
Kortison
Kortikosteron
6-alfametilprednisolon
Fludrokortison
(mineralokortikoid)
Prednison
Prednisolon
Triamsinolon
Parametason
Betametason
Deksametason
Dosis
Ekivalen
(mg)
Retensi
natrium
1
0,8
15
Anti
inflamasi
1
0,8
0,35
0,5
125
0,8
0,8
0
5
10
4
4
5
4
5
5
4
0
0
0
10
25
25
2
0,75
0,75
20
25
-
Potensi lemah
Potensi sedang
Potensi kuat
Desoksimetason 0,05%
Diflukortikolon valerat 0,03%
Klobetasol propionate 0,05%
Pembagian lain kortikosteroid topikal menurut Cornell dan Stoughton menjadi tujuh
golongan, berdasarkan potensi antiinflamasi dimana efektifitas ini dinilai berdasarkan
kemampuan vasokonstriksi untuk menimbulkan blanching pada kulit.
Tabel 4 . Pembagian kortikosteroid menurut Cornell dan Stoughton.(4)
I
II
III
IV
Flurandrenolide 0,05%
Potensi medium
VI
VII
Potensi lemah
2.4
Indikasi
Indikasi penggunaan kortikosteroid ada dua yaitu :
1.
Terapi substitusi
Pemberian kortikosteroid disini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan akibat
Terapi non-endokrin
Dasar pemberian kortikosteroid disini adalah efek antiinflamasinya dan kemampuan
menekan reaksi imun pada beberapa penyakit yang bukan merupakan kelainan adrenal atau
hipofisis misalnya penyakit alergi, penyakkit kulit yang penyebabnya autoimun atau penyakit
lain yang dasarnya adalah reaksi imun.
10
12
yang tidak mengancam jiwa pasien, misalnya untuk mengurangi nyeri pada arthritis
rheumatoid, dosis awal harus kecil kemudian secara bertahap ditingkatkan sampai
keadaan tersebut mereda dan dapat diroleransi pasien. Kemudian dosis harus diturunkan
bertahap sampai tercapai dosis minimal dimana gejala semula timbul kembali. Bila terapi
bertujuan mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien, misalnya pemfigus maka
dosis awal haruslah cukup besar, bila dalam beberapa hari belum terlihat efeknya, dosis
dapat dilipatgandakan. Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid
dosis besar dapat diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik.
(2)
2.5
Efek Samping
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang
sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.(4)
Tabel 5. Efek Samping Kortikosterois Sistemik(7)
Tempat
1. 1. Saluran cerna
2. 2. Otot
4. 4. Tulang
5. 5. Kulit
6.
7.
8. 6. Mata
9.
7. Darah
8. Pembuluh darah
9. Kelenjar adrenal bagian
15
dermatosis
kortek
Atrofi, tidak bisa melawan stres
10. Metabolisme protein,
KH dan lemak
Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula
meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
11. Elektrolit
12. Sistem immunitas
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat menopause.
Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan, buffalo hump,
penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura, dermatosis
akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala,
psedudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan
aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.(7)
Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik(8)
Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping
yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:
Gangguan tidur
Meningkatkan nafsu makan
Meningkatkan berat badan
Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi
Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari
kortikosteroids termasuk : mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis
aseptik yang pinggul.
Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama(8)
Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka
kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di
bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas
bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres
seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah.
16
hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.
Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika
subcapsular posterior.
Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,
tuberkulosis).
Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.
Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping, hendaknya
diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada usia diatas 40 tahun
dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin lengkap kadar
Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah ada tuberkulosis
paru (3bulan sekali).6
Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila.(5,7)
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya,
tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali
17
mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping
hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau
mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika
menggunakan yang lebih paten. Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal
termasuk atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis
setempat, hipopigmentasi, dermatitis peroral.(5,7)
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat
yaitu(5,7)
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara
konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang
terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya
akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
18
Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam kortikosteroid.
Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat.
Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan/tahun) harus diadakan tindakan
untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu (6)
2.6
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur yang
sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan preparat
intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan
sebagai life saving drugs. Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada
keadaan hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa, positive
purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic, katarak, osteoporosis,
kehamilan.(2,9)
2.7
Penghambat
Telah ditemukan beberapa zat yang dapat menghambat sekresi kortikosteroid, antara
Metirapon
Metirapon mempengaruhi sintesis kortikosteroid dengn jalan menghambat langkah akhir
(11-hidroksilasi)
sintesis
glukokortikoid
yang
menyebabkan
peningkatan
11-
deoksikortikosteron.
Aminoglutetimid
Aminoglutetimid bekerja dengan jalan menghambat konversi kolesterol menjadi
pregnenolon. Akibatnya, sintesis semua steroid aktif berkurang. Aminoglutetimid
diberikan bersama dengan deksametason pada pengobatan kanker payudara untuk
19
BAB III
KESIMPULAN
Steroid, merupakan senyawa lipid larut-lemak yang disintesis dari kolesterol. Zat ini
diproduksi oleh ovarium, testis, plasenta, dan bagian luar kelenjar adrenal, serta testosterone,
estrogen, progesterone, aldosteron, dan kortisol. Zat ini akan bersirkulasi dalam plasma yang
mentranspor protein dalam tubuh. 1
Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal
dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua
berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal.. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.(2,4)
20
Indikasi penggunaan kortikosteroid ada dua yaitu terapi substitusi dan terapi non endokrin
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super
poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang mana terjadi induksi sintesis protein yang
merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek klinis dari kortikosteroid topikal
berhubungan dengan empat hal yaitu : vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan,
dan efek anti-inflamasi.(9)
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan
berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Dapat
dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping lokal yang
terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis acneformis,
hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.(5,7)
DAFTAR PUSTAKA
1. Roy
Befi.
Hormon
steroid.
2014.
Diunduh
dari
https://id.scribd.com/doc/180054703/Mekanisme-Kerja-Hormon-Steroid
2. Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai penerbit
FKUI, 2007 ; 496-516
3. Tan Hoan Tjay. Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media KomputindoGramedia, 2007 ; 723-736
4. Abidin
Taufik.
Oral
Corticosteroid.
2009.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
5. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatricks Dermatology
in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc Graw-Hill Medical
Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327
6. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas Kedokteran
Universitas
Mataram.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal
7. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008; 339-341
8. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Soetomo.
21
Surabaya;
2001.
Diunduh
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191
9. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya.
http://doctorology.net/?p=61
22
dari
2009.