Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat
terlokalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban,
penyumbatan liang telinga, trauma lokal dan alergi. Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan
protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang
mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat.
Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%),
stafilokokus.aureus (15%) dan bakteroides (11%). Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga
bagian luar yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang
telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna.
Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh
pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau jamur.
Penyakit ini merupakan penyakit telinga bagian luar yang sering dijumpai, disamping penyakit
telinga lainnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai tanggal Januari 2000 s/d Desember 2000 di
Poliklinik THT RS H.Adam Malik Medan didapati 10746 kunjungan baru dimana, dijumpai 867 kasus
(8,07 %) otitis eksterna, 282 kasus (2,62 %) otitis eksterna difusa dan 585 kasus (5,44 %) otitis eksterna
sirkumskripta. Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada
iklim- iklim sejuk dan kering.

B. Tujuan
I. Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan diskusi, pembuatan makalah dan dipresentasikannya Asuhan
keperawatan klien dengan Otitis Eksterna, diharapkan mahasiswa mampu dan mengerti tentang
asuhan keperawatan klien dengan Otitis Eksterna.
II. Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan diskusi, pembuatan makalah dan dipresentasikannya asuhan
keperawatan klien dengan Otitis Eksterna, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian dari Otitis Eksterna
2. Menjelaskan tanda dan gejala yang dirasakan akibat penyakit otitis eksterna
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien otitis eksterna

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi
Anatomi telinga terdiri dari :
Telinga bagian luar
1. Aurikula
Terdiri dari kartilago elasin yang ditutupi kulit. Tidak ada kartilago pada lobus, yang hanya
tersusun dari lemak dan jaringan ikat. Aurikula dapat digerakkan sedikit oleh tiga otot kecil yang
berjalan menuju aurikula dari aponeurosis cranial dan tengkorak.
2. Meatus Akustikus Eksterna
Batas antara telinga luar dan telinga tengah adalah membran timpani. 2/3 bagian dalam tersusun
oleh tulang, dan 1/3 luar tersusun oleh tulang rawanyang bersambungan dengan daun telinga.
Meatus berbentuk oval pada potongan melintang pada ujung lateral, bulat pada ujunga medial.
Telinga bagian tengah
1. Kavum Timpany ( telinga tengah )
Merupakan rongga kecil, agak memanjang di dalam pars petrosa os temporal.
2. Antrum Timpany
3. Tuba Auditiva Eustaki
Telinga bagian dalam
1. Labirintus Osseus
Rangkaian rongga yang saling berhubungan
2. Labirintus Membranosus
Kantong tertutup di dalam labirin oseosa dan kurang lebih memiliki bentuk yang sama.
B. Definisi
Otitis eksterna adalah radang telinga bagian luar yang di sebabkan oleh jamur parasitic, ditandai
dengan pengerasan struktur telinga. (Dongoes, 1998)
Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan oleh bakteri, sulit
dibedakan dengan radang yang disebabkan oleh jamur, alergi atau virus. (file:///E:/Laporan-Kasus-OtitisEksterna.htm)
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke pina,
periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang
telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna.
C. Etiologi
Etiologi otitis eksterna dibagi menjadi:
1. Otitis Eksterna Sirkumskripta
Staphylococus aureus, staphylococus albus.
2. Otitis Eeksterna Difus
Pseudomonas, Staphylococus Albus, Eschericia coli dan Enterobacter Aerogenes. Otitis
eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
3. Otomikosis
Jamur Aspergillus, Candida Albican
4. Otitis Eksterna Maligna
Pseudomonas
Faktor Predisposisi
a. Faktor Eksogen
1.
2.
3.
4.
5.

Udara yang hangat dan lembab


pH liang telinga
Trauma ringan
Berenang.
Alergi
2

6.

Benda asing dalam telinga. (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)

b. Faktor Endogen
1.
2.
3.

Diabetes Melitus
Irigasi Telinga
Imunodefisiensi/ imunosupresi

D. Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati
dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas
pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke
arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk
ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih
mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.
E. Manifestasi Klinis
1. Rasa sakit pada telinga ( rasa tidak enak, rasa penuh pada telinga, perasaan seperti terbakar hingga
rasa sakit yang hebat, serta berdenyut ).
2. Nyeri yang hebat bila daun telinga disentuh,
3. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit
4. Gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga,edema pada kulit telinga
Tanda-tanda Klinis
Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi menjadi 4:
a. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit.
b. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif
c. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak
d. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif
F. Penatalaksanaan
1. Antibiotik dalam bentuk salep (neomisin, Polimiksin B atau Basitrasin).
2. Antiseptik (asam asestat 2-5% dalam alkohol 2%) atau tampon iktiol dalam liang telinga selama 2
hari.
3. Bila furunkel menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya.
4. Insisi bila dinding furunkel tebal, kemudian kemudian dipasang drain untuk mengalirkan nanah.
5. Obat simptomatik : analgetik, obat penenang.
G. Komplikasi
1. Osteomielitis tulang temporal dan basis kranii
2. kelumpuhan syaraf fasial serta syaraf otak lain
3. kematian.
H. Pathway

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.

PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal masuk
b.

rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register, dan diagnosa medis.


Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan, pekerjaan/sumber
penghasilan, agama, dan alamat.
4

c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungandengan klien, dan
status kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien merasakan nyeri pada telinga kanan, perasaan tidak enak pada
telinga, pendengaran berkurang, ketika membersihkan telinga keluar cairan berbau busuk.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan Tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan, apakah tiba-tiba atau
perlahan-lahan, sejauh mana keluhan dirasakan, apa yang memperberat dan memperingan
keluhan dan apa usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien dan keluarganya, apakah klien dahulu pernah menderita sakit
seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas tinggi, kejang,
apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan jepit rambut atau cutton buds
sehingga terjadi trauma, apakah klien sering berenang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti klien
saat ini dan apakah keluarga pernah menderita penyakit DM.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan pada MAE,
warna kulit telinga, apakah terdapat benda asing, peradangan, tumor. Inspeksi dapat
menggunakan alat otoskopik (untuk melihat MAE sampai ke membran timpany). Apakah
suhu tubuh klien meningkat.
b. Palpasi
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeri dari klien,
maka dapat dipastikan klien menderita otitis eksterna sirkumskripta.
4.

B.

Pemenuhan kebutusan dasar manusia


a. Pola pemenuhan nutrisi metabolik
- Intake makanan dan cairan
b. Pola Persepsi Konsep Diri
- Pandangan klien tentang sakitnya
- Kecemasan
- Konsep Diri
c. Pola peran dan hubungan
- Komunikasi hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Nyeri (akut/kronis) yang berhubungan dengan trauma, infeksi atau demam sekunder terhadap
kecelakaan, infeksi oleh jamur / virus / bakteri , ditandai dengan sakit telinga, gatal, edema, dan

2.

demam.
Gangguan Persepsi Sensori : Pendengaran berhubungan dengan penyumbatan pada liang telinga
sekunder terhadap pembesaran furunkel, jaringan granulasi yang subur, penumpukkan sekret
pada liang telinga, telinga rasa penuh/nyeri ditandai dengan Klien mengeluh pendengarannya

3.

berkurang. Liang telinga tampak sempit, hyperemesis dan edema tanpa batas yang jelas.
Cemas berhubungan dengan koping mal

4.

Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses inflamasi

5.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi

C. RENCANA KEPERAWATAN

Dx.
KEPERAWATAN

Nyeri Akut b.d


Proses Inflamasi

TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
(NOC)
Menyatakan
secara verbal
pengetahuan
tentang cara
alternative untuk
meredakan nyeri

INTERVENSI
TINDAKAN
(NIC)
Menggunakan
agens
farmakologis
untuk meredakan
nyeri

Gangguan
Persepsi Sensori :
Pendengaran b.d
Penurunan
pendengaran

Menggunakan
pereda nyeri
analgesic dan
nonanalgesik
secara tepat

Menunjukkan
status neurologis :
fungsi
motorik/sensorik
cranial, dengan
skala 4
(Gangguan
ringan) :
pendengaran

Monitor akumulasi
serumen
berlebihan

Ajarkan pasien
untuk tidak
menggunakan
benda asing yang
lebih kecil
daripada ujung jari
pasien (mis.
Cotton-bud Tusuk
gigi, jarum pins
dan benda tajam
lainnya) untuk
membersihkan
serumen

Hipertermi b.d
proses inflamasi

Tawarkan tindakan
pereda nyeri untuk
membantu
pengobatan nyeri
(mis. Masase
punggun dan
teknik relaksasi)

Berinteraksi
secara sesuai
dengan orang lain
dan lingkungan

Pasien akan
menunjukkan
Termoregulasi
ditandai dengan
suhu normal
tubuh 36o-37oC.

Pengalihan nyeri
(mis. Menonton tv)

Tinggikan volume
suara saat
berbicara, jika
diperlukan

Anjurkan asupan
cairan oral,
sedikitnya 2 liter
sehari, dengan
tambahan cairan
selama aktivitas
yang berlebihan
atau aktivitas
sedang dalam
cuaca panas.

Kolaboratif:
Berikan obat
antipiuretik,jika
perlu.

RASIONAL

Menggunakan
agens farmakologi
akan
menghilangkan
atau menrunkan
nyeri

Dengan
pengalihan nyeri
pasien tidak akan
berfokus pada
nyeri yang
dirasakan

Masase dan teknik


relaksasi akan
membantu
menurunkan nyeri
pasien
Akumulasi
serumen
berlebihan akan
menutup lubang
telinga sehingga
hantaran suara
yang diterima
neuron

Benda yang tajam


bisa
mengakibatkan
infeksi jika
tertusuk dan
cotton-bud akan
mendorong
serumen lebih
dalam lagi
kedalam telinga

Suara yang
ditinggikan akan
memudahkan
pasien untuk
mendengar apa
yang kita katakan

Peningkatan suhu
tubuh
mengakibatkan
penguapan tubuh
meningkat
sehingga perlu
diimbangi dengan
asupan cairan
yang banyak.

Pemberian terapi
penting bagi
pasian dengan
suhu tinggi.

Cemas b.d koping


mal adaptif

Ansietas
berkurang,
dibuktikan oleh
bukti tingkat
ansietas hanya
ringan sampai
sedang, dan selalu
menunjukkan
pengendalian diri
terhadap ansietas,
konsentrasi dan
koping.

Menunjukkan
pengendalian diri
terhadap ansietas

Kaji dan
dokumentasikan
tingkat kecemasan
pasien.
Beri dorongan
kepada pasien
untuk
mengungkapkan
secara verbal
pikiran dan
perasaan untuk
mengeksternalisasi
kan ansietas.
Berikan informasi
faktual
menyangkut
diagnosis,
terapi,dan
prognosis.

faktor ini
mempengaruhi
persepsi pasien
terhadap ancaman
diri, potensial
siklus ansietas,
dan dapat
mempengaruhi
upaya medik
untuk mengontrol
ansietas.

membantu pasien
menurunkan
ansietas dan
memberikan
kesempatan untuk
pasien menerima
situasi nyata.

menurunkan
ansietas
sehubungan
dengan
ketidaktahuan/hara
pan yang akan
datang dan
memberikan dasar
fakta untuk
membuat pilihan
informasi tentang
pengobatan.

memberikan dasar
pengetahuan
sehingga pasien
dapat membuat
pilihan yang tepat.
Menurunkan
ansietas dan dapat
meningkatkan
kerjasama dalam
program terapi,
kerjasama penuh
penting untuk
keberhasilan hasil
setelah prosedur

elaskan semua
prosedur, termasuk
sensasi yang
biasanya di alami
selama prosedur.

Kurang
pengetahuan
b.d kurang
informasi,
kesalahan
interpretasi

klien mampu
memahami proses
penyakitnya

Kaji tingkat
pengetahuan klien
saat ini dan
pemahaman
terhadap proses
penyakitnya.
Tentukan motivasi
pasien untuk
mempelajari
informasi tentang
proses
penyakitnya.

Mengetahui sejauh
mana pasien
paham tingkat
penyakitnya

Pengetahuan
pasien tentang
penyakitnya dapat
dikendalikan
dengan informasi
penyakit

Berikan
penyuluhan
tentang proses
penyakitnya sesuai

Pengetahuan
pasien tentang
penyakitnya dapat
dikendalikan
7

dengan tingkat
pemahaman
pasien, ulangi
informasi bila
diperlukan

dengan informasi
penyakit

pasien mengetahui
sesuatu yang berh

Gunakan berbagai
pendekatan
penyuluhan,
redemonstrasi, dan
berikan umpan
balik secara verbal
dan tertulis.

D. Implementasi
Disesuaikan dengan Intervensi

JURNAL DAN ARTIKEL TENTANG OTITIS EKSTERNA


JURNAL READING
Otitis Eksterna : Review and Clinical Update
Abstrak
Otitis eksterna terdiri dari dua bentuk, akut dan kronis. Bentuk akut biasanya mengenai 4 dari
1000 orang sedangkan bentuk kronis biasanya mengenai 3-5% dari jumlah populasi. Bentuk akut biasanya
hasil dari infeksi bakteri (90% kasus) atau jamur (10%) yang tumbuh berlebihan di liang telinga karena
kelembaban yang berlebihan atau trauma local. Bentuk kronisnya sering merupakan bagian dari masalah
alergi dan dermatologi. Gejala dari serangan awal akut dan kronis adalah gatal dan ketidaknyamanan. Jika
tidak ditangani, serangan akut dapat diikuti edema liang telinga, secret, dan nyeri. Penggunaan larutan
mengandung asam biasanya adekuat untuk mengatasi penyakit yang masih awal. Antibakteri yang
dikandung pada ototopikal digunakan untuk terapi pada tingkat berikutnya pada penyakit akut, dan terapi
antibiotic oral digunakan untuk penyakit yang lanjut atau pada mereka dengan immunokompromise.
Mengurangi kelembaban liang telinga, trauma, dan paparan bahan yang mengiritasi dapat meinimalkan
kekambuhan.
A. Pendahuluan

Otitis eksterna terdiri dari akut dan kronis. Bentuk akut biasanya merupakan infeksi bakteri dan
menyerang 4 dari 1000 orang di Amerika Serikat. Bentuk kronis biasanya berupa infeksi jamur, alergi atau
manifestasi dari dermatitis. Menyerang 3-5% dari populasi. Otitis eksterna akut unilateral pada 90%
pasien, dan memuncak pada orang dengan usia 7-12 tahun, menurun setelah usia 50 tahun, dan biasanya
berhubungan dengan kelembaban yang tinggi, penghangat ruangan, berenang, trauma lokal, dan
penggunaan alat bantu pendengaran dan pelindung pendengaran.
Manifestasi klinisnya adalah gatal, nyeri, dan eritem, tetapi sepanjang perjalan penyakit, masalah
lain seperti edema, otorea, dan kehilangan pendengaran konduktif dapat terjadi. Tingkat keparahan
penyakit mulai dari inflamasi ringan sebesar 50% kasus, sampai kasus gawat darurat infeksi tulang
temporal sebesar 0,5% kasus. Otitis eksterna kronis ditandai dengan gatal, ketidaknyamanan, dan eritem
pada kanal eksternal yang bisa terdapat adanya likenifikasi. Untuk kedua jenis tersebut, diperlukan terapi
topikal dan penghindaran dari faktor pencetus. Terapi ini adekuat untuk kebanyakan pasien, dan 25% akan
diberikan antibiotik oral.
B. Patofisiologi
Tiga puluh tiga persen liang telinga memiliki struktur kartilago yang dilapisi oleh kelenjar
sebasea, apokrin, dan rambut. Liang bagian tengah terdiri dari tulang tanpa struktur adneksa. Kelenjarnya
memproduksi serumen yang menyediakan perlindungan via antibakteri lisosim. Serumen juga memiliki
pH 6,9 yang menghalangi pertumbuhan mikroba. Kekurangan seruman memacu infeksi. Kelebihan
serumen dapat disebabkan secara genetik, metabolisme, usia, retensi air, dan adanya debris. Liang telinga
membersihkan diri dengan cara migrasi lateral epitel menuju keluar, sebuah mekanisme yang melambat
seiring bertambahnya usia.
Sebelum perang dunia ke II, jamur ditemukan sebagai penyebab utama otitis eksterna akut, tetapi
penelitian militer Amerika Serikat di Pasifik selatan mengkonfirmasi bahwa penyebab utama adalah
bakteri. Sekitar 50% kasus infeksi bakteri melibatkan Pseudomonas aeruginosa, diikuti oleh
Staphylococcus aureus, dan variasi bakteri aerobik dan anaerobik lain. Insidensi infeksi jamur hanya
sekitar 10%. 5% bisa disebabkan herpes zooster atau kondisi non-spesifik lainnya.
Tanda dan gejala bertahan sekitar 3 bulan atau lebih mengindikasikan otitis eksterna kronis
meskipun hal tersebut bisa juga disebabkan terapi yang tidak adekuat pada otitis eksterna akut. Penyebab
tersering otitis eksterna kronis adalah dermatitis kontak alergi dari bahan kimia dari kosmetik atau sampo,
alat bantu dengar atau alat perlindungan, dan sensitivitas pada makanan. Kondisi kulit seperti dermatitis
atopik atau psoriasis akan sulit untuk ditangani.
Otitis eksterna kronis adalah hipersensitivitas tipe IV. Jamur dapat menyebar luas melalui jalur
hematogen.
C. Evaluasi
Onset otitis eksterna mulai beberapa hari sampai beberapa minggu. Awalnya diawali dengan
sekret yang berbau, rasa ketidaknyamanan, dan gatal disertai dengan eritem. Jika penyakit berlanjut ke
tingkat sedang, eritem meningkat dan disertai edema, sekret mukopurulen, dan nyeri yang disebabkan
tekanan tragal atau pergerakan aurikel. Pada tingkat parah nyeri dirasakan lebih berat, liang telinga
terobstruksi, dan muncul tanda-tanda ekstrakanal seperti selulitis aurikular, parotitis, dan adenopati.
Evaluasi yang dilakukan meliputi riwayat onset, perjalanan dari gejala, adakah kelainan kulit atau
trauma lokal. Pasien dengan diabetes yang memiliki kelainan sistem kekebalan, dan pasien dengan
insufisiensi sirkulasi darah memiliki resiko percepatan perkembangan penyakit dari ringan ke tingkat
yang parah.

Pemeriksaan yang diperlukan antara lain liang telinga, membran timpani, aurikel, nodul
cervikalis, dan kulit untuk menilai ada tidaknya manifestasi dermatologi. Seruman dan debris yang
menyumbat kanal dibersihkan untuk melihat integritas membran timpani. Sering diagnosis salah terjadi
pada otitis eksterna akut dan otitis media karena membran timpani pada otitis eksterna akut biasanya
eritem.
Otoskopi pneumatik membantu menyingkirkan penyakit pada telinga tengah. Debris biasanya
dapat dikeluarkan dengan sunction frazier ukuran kecil atau dengan kuret dan sendok telinga. Pencucian
ditunda sampai integritas membran timpani dipastikan. Serumen pada otitis eksterna akut biasanya akan
terhidrasi oleh otorea jadi lebih mudah dikeluarkan.
D. Terapi
Dua persen asam asetat, kadang dilarutkan pada 90-95% alkohol efektif untuk profilaksis otitis
eksterna akut. Namun larutan ini dapat menyebabkan kulit terasa pedas dan iritasi jika digunakan pada
kulit dengan tingkat inflamasi yang berat. Penyakit yang lebih lanjut membutuhkan penggunaan
ototopikal yang berisi agen antimikroba. Obstruksi harus dibersihkan sehingga penetrasi ototopikal bisa
bagus. Hangatkan ototopikal pada suhu tubuh sebelum penggunaan membantu pasien terhindar dari
dizziness dari stimulasi kalorik yang dapat disebabkan cairan dingin. Perintahkan pasien untuk tiduran
miring dengan posisi telinga sakit diatas beberapa menit setelah penetesan obat supaya obat benar-benar
menyebar. Perintahkan pasien untuk mendorong-dorong tragus supaya penyebaran obat lebih maksimal.
Kapas dapat dimasukan ke telinga untuk menyerap cairan yang berlebihan. Jika kanal menyempit
sampai 50% karena edem, bisa menggunakan sumbu untuk memastikan ototopikal mencapai kanal bagian
medial. Kontrol untuk melepas sumbu dapat dilakukan 3 hari setelah dipasang. Terapi ototopikal harus
dilanjutkan selama 5 sampai 10 hari tergantung tingkat keparahan atau dilanjutkan sampai 3 hari setelah
gejala terakhir.
Selain otitis eksterna akut, analgesik diperlukan untuk terapi dan dapat diberikan mulai obat
NSAID sampai narkotik ringan. Ototopikal harus mengandung agen antimikroba, tidak hanya asam asetat.
Tidak ada penelitian RCT yang secara langsung yang membandingkan terapi antibiotic oral dan topical,
hanya sedikit yang membandingkan ototopikal.
Topical lain adalah aminoglikosida (neomisin, gentamisin) sampai flourokuinolon dengan atau
tanpa steroid. Ototoksisitas dari aminoglikosida berhubungan dengan terbukanya ruang di telinga tengah
atau pada penggunaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu obat tersebut dihindari jika gendang telinga
tidak intak. Neomisin diketahui sensitive pada 5-18% pasien dan dapat memicu dermatitis kontak. Jika
otitis eksterna akut gagal untuk resolusi secara komplit.
Sepuluh persen dari otitis eksterna akut berasal dari jamur. Infeksi jamur yang tidak komplikasi
bermanifestasi sebagai kapas keputihan (candida) atau dengan putih dengan bintik hitam (aspergilus).
Infeksi campuran bakteri dan jamur sering terjadi setelah terapi ototopikal yang tidak adekuat.
Kebanyakan infeksi jamur sifatnya ringan dan dapat diobati dengan 2% asam asetat dan atau dengan 9095% alcohol. Pada kondisi yang lebih berat dapat menggunakan agen topical 1% klotrimazol atau
tolnaftate.
Terapi otitis eksterna non infeksius tergantung dengan masalah yang mendasari. Semua biasanya
gatal dan memiliki onset yang cepat. Dermatitis biasanya menyebabkan eritem ringan dan likenifikasi.
Psoriasis dan dermatitis atopik akan teratasi saat terapi pada penyakit penyebab diatasi. Jerawat atau
seboroe dapat diatasi dengan krim atau sampo, alergi dapat diatasi dengan menghindari penyebab. Otitis
eksterna kronis dari dermatitis sistemik dapat menyebabkan komplikasi infeksi bakteri oportunistik dan
jamur terjadi.

10

E. Komplikasi
Ketika terapi inisial gagal, harus dipikirkan penyebab lain, termasuk diagnosisnya benar atau
tidak. Penyakit ini dapat menyebar sampai ke luar liang dan menyebabkan auricular selulitis, servikal
adenopati, atau parotitis, penambahan antibakteri oral dibutuhkan dan kultur adalah pilihan yang tepat.
Antibiotic oral harus dipertimbangkan pada kasus otitis eksterna tingkat sedang pada pasien usia tua, pada
pasien dengan imunokompromise, pasien dengan diabetes, dan otitis eksterna maligna. Otitis eksterna
maligna adalah osteomielitis pada kanal telinga. Biasanya melibatkan mastoid dan harus diwaspadai
ketika kulit kanal nekrosis atau bergranulasi, nyeri, suhu mencapai lebih dari 39 derajat celcius, paralisis
fasial, vertigo, atau tanda meningeal dapat muncul. Furunkel dapat terjadi pada liang telinga sebagai hasil
inflamasi akut atau kronis. Kultur dapat diambil dari insisi dan drainasi dan ototopikal dan antibiotic oral
harus diberikan.
F.

Pencegahan
Faktor pencetus otitis eksterna biasanya adalah kelembaban dan trauma. Penelitian menunjukan

anak dengan otitis eksterna akut biasanya memiliki riwayat membersihkan telinga dengan cotton bud,
cairan pembersih telinga, dan berenang. Otitis eksterna akut dapat dicegah dengan larutan yang bersifat
asam atau alkohol selama masa paparan faktor resiko. Hal lain yang dapat digunakan sebagai pencegahan
adalah penggunaan pengering rambut untuk membersihkan udara yang terjebak ditelinga karena berenang
atau mandi, dan menghindari penggunaan cotton bud. Pencegahan sifatnya penting terutama untuk orang
dengan immunocompromise, orang dengan dermatologi sistemik, sensitif pada ototopikal, dan orang
dengan keringat berlebihan.

POLA KUMAN PENYEBAB OTITIS EKSTERNA DAN UJI


KEPEKAAN ANTIBIOTIK DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP
PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO
PERIODE NOVEMBER DESEMBER 2013
Abstrak : Otitis eksterna merupakan peradangan pada liang telinga yang terjadi secara akut maupun
kronis yang disebabkan infeksi oleh bakteri, virus maupun jamur. Luasnya penggunaan antimikroba di
kalangan masyarakat dapat berujung pada keadaan resisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pola kuman penyebab otitis eksterna dan uji kepekaan antibiotik di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado periode November-Desember 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif prospektif.
Dari 22 orang pasien otitis eksterna, diperoleh kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur dewasa
15-49 tahun sebanyak 13 orang (59,1%). Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan berjumlah 15 orang
(68,2%). Semua pasien yang terdiagnosis memiliki riwayat trauma. Gejala yang terbanyak dikeluhkan
pasien otitis eksterna adalah pruritus berjumlah 19 orang (86,3%). Terdapat 8 jenis bakteri yang
teridentifikasi dan terbanyak adalah Staphylococcus aureus 4 sampel (18,2%) dan Pseudomonas
aeruginosa 4 sampel (18,2%). Pada uji kepekaan, antibiotik dengan sensitivitas tertinggi adalah
Levofloxacin dan Ciprofloxacin 20 sampel (100%). Angka resistensi tertinggi ditunjukkan oleh
Clindamycin 20 sampel (100%). Kesimpulan : Bakteri terbanyak adalah Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa masing -masing 4 sampel (18,2%). Angka kepekaan tertinggi ditunjukkan oleh
Levofloxacin dan Ciprofloxacin 20 sampel (100%).
Kata Kunci : otitis eksterna, pola kuman, uji kepekaan.
11

Otitis eksterna merupakan peradangan pada liang telinga yang terjadi secara akut maupun kronis.
Penyebabnya dapat berupa infeksi oleh bakteri, virus maupun jamur.1,2 Insidens otitis eksterna akut
terjadi pada 4 dari 1000 anak dan orang dewasa per tahun.3 Laporan pertama dari CDC (Center for
Disease Control and Prevention) yang menggambarkan secara keseluruhan epidemiologi otitis eksterna
akut di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa 2,4 juta kunjungan pertahun yang terdiagnosis di pusat
kesehatan merupakan kasus otitis eksterna akut (8,1 kunjungan per 1000 populasi). Adapun penelitian di
poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado pada periode Januari Desember 2011 memperlihatkan bahwa dari 5.297 pengunjung
terdapat 440 (8,33%) kasus otitis eksterna.5
Otitis eksterna akut dapat dibagi menjadi dua, yaitu otitis eksterna sirkumskripta dan otitis
eksterna difusa. Keduanya berbeda dari segi letak peradangan, gejala yang ditimbulkan, serta kuman
penyebab. Otitis eksterna sirkumskripta biasanya disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus albus. Sedangkan otitis eksterna difusa terutama disebabkan oleh golongan
Pseudomonas.1,2.
Suatu studi pada populasi sampel menunjukkan 53% kasus otitis eksterna disebabkan oleh kuman
gram negatif, yaitu Pseudomonas. Dan 46% lainnya merupakan kuman gram positif yaitu Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus lainnya. Sisanya 1,7% merupakan infeksi jamur.
Dewasa ini kata antimikroba dan antibiotik sudah tidak asing lagi. Antimikroba adalah obat
pembasmi mikroba. Sedangkan antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat
menghambat maupun membasmi mikroba yang lain. Penggunaan antimikroba sebagai agen pembasmi
mikroba di kalangan masyarakat sudah sangat luas. Luasnya penggunaan antimikroba ini dapat berujung
pada suatu keadaan dimana kuman patogen sudah tidak lagi berespon terhadap antimikroba yang
digunakan yang dikenal dengan istilah resisten. Resistensi suatu antimikroba dipermudah oleh beberapa
faktor seperti penggunaan antimikroba yang sering, irasional, berlebihan dan penggunaan dalam jangka
waktu yang lama.7 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman penyebab otitis eksterna dan uji
kepekaan antibiotik di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
November-Desember 2013.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif prospektif dan dilaksanakan pada bulan November 2013
Desember 2013. Pengambilan sampel dilakukan di Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado dan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Subjek penelitian ini adalah semua pasien otitis eksterna yang datang berobat ke
Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode November Desember 2013,
dengan kriteria inklusi yaitu pasien otitis eksterna dengan gejala otore, tidak mengkonsumsi antimikroba
sekurang-kurangnya 5 hari sebelum pengambilan sampel dan keadaan membran timpani intak. Adapun
kriteria eksklusinya yaitu menolak untuk ikut dalam penelitian dan pasien otitis eksterna dengan
komplikasi otitis media. Variabel penelitian ini antara lain : umur, jenis kelamin, faktor resiko, gejala
klinis, bakteri yang teridentifikasi dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotik.
HASIL PENELITIAN
Selama periode penelitian, diperoleh 22 sampel sekret telinga dari pasien yang terdiagnosa otitis eksterna
di Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Bila digolongkan menurut kelompok
umur, diperoleh hasil yang dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Menurut Kelompok Umur
Kelompok Umur
0 14 tahun
15 49 tahun
> 50 tahun
Jumlah

n
4
13
5
22

%
18,2
59,1
22,7
100
12

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pasien otitis eksterna terbanyak adalah pada kelompok umur
dewasa 15-49 tahun sebanyak 13 orang (59,1%). Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin juga dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Otitis Eksterna Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki laki
Jumlah

n
15
7
22

%
68,2
31,8
100

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pasien yang terdiagnosa otitis eksterna berjumlah 22 orang.
Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan berjumlah 15 orang dan laki-laki berjumlah 7 orang.
Saat pengambilan sampel sekret telinga, juga dilakukan anamnesis singkat mengenai faktor yang
meningkatkan resiko penyakit. Hasil penelitian mengenai faktor resiko yang teridentifikasi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3 Faktor Resiko yang Teridentifikasi
Faktor Resiko
Trauma
Berenang
Penggunaan Hearing aids
Jumlah

n
22
0
0
22

%
100
0
0
100

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa semua pasien yang terdiagnosis memiliki riwayat trauma (100%)
yang merupakan faktor resiko otitis eksterna.
Dua gejala yang merupakan karakteristik dari otitis eksterna adalah rasa ketidaknyamanan telinga
dan keluarnya cairan dari kanalis eksternal (otore). Ketidaknyamanan telinga yang dirasakan dapat berupa
gatal (pruritus) saja hingga nyeri hebat (otalgia) yang diperburuk oleh gerakan telinga, termasuk aktivitas
mengunyah.8 Berikut tabel yang menunjukkan hasil penelitian mengenai gejala klinis yang teridentifikasi.
Tabel 4.4 Gejala Klinis yang Teridentifikasi
Gejala Klinis
Pruritus
Otalgia

n
19
17

%
86,3
77,2

Pada tabel 4.4 ditemukan bahwa gejala yang dikeluhkan pasien dengan otitis eksterna dalam
penelitian ini adalah pruritus berjumlah 19 orang dan otalgia berjumlah 17 orang.
Pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado selama periode November Desember 2013 memberikan hasil dari 22 sampel yang diperiksa
terdapat 20 sampel dengan pertumbuhan bakteri dan 2 sampel tanpa pertumbuhan bakteri. Berikut tabel
yang menunjukkan hasil penelitian mengenai jenis bakteri yang teridentifikasi.
Tabel 4.5 Bakteri yang Teridentifikasi
Bakteri
Staphylococcus aureus
Pseudomonas aeruginosa
Enterobacter aerogens
Pseudomonas putrefaciens
Alcaligenes faecalis
Proteus mirabilis
Acinetobacter baumannii
Proteus rettgeri
Tanpa pertumbuhan bakteri
Jumlah

n
4
4
3
3
2
2
1
1
2
22

%
18,2
18,2
13,6
13,6
9,1
9,1
4,6
4,6
9,1
100

13

Dari tabel 4.5 ditunjukkan bahwa bakteri yang teridentifikasi dalam penelitian ini cukup beragam,
yaitu Staphylococcus aureus 4 sampel (18,2%), Pseudomonas aeruginosa 4 sampel (18,2%), Enterobacter
aerogens 3 sampel (13,6%), Pseudomonas putrefaciens 3 sampel (13,6%), Alcaligenes faecalis 2 sampel
(9%), Proteus mirabilis 2 sampel (9%), Acinetobacter baumannii 1 sampel (4,5%), Proteus rettgeri 1
sampel (4,5%), dan tanpa pertumbuhan bakteri sebanyak 2 sampel (9%).
Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik diperoleh melalui pengukuran diameter zona hambatan
yang terbentuk setelah proses penempelan disc antibiotik pada Muller Hinton Agar Plate, dan kemudian
hasil pengukurannya dibandingkan dengan standar diameter zona hambatan yang dipakai di laboratorium
tersebut. Pada uji kepekaan digunakan 5 jenis disc antibiotik, yaitu amoxycilin, clindamycin, chepalotin,
ciprofloxacin dan levofloxacin. Berikut merupakan tabel yang memuat hasil uji kepekaan bakteri terhadap
beberapa antibiotik.
Tabel 4.6 Persentase Kepekaan Sensitif Bakteri Terhadap Beberapa Antibiotik
Jenis Kuman
AMC

Kepekaan Sensitif (%)


CC
CF
CIP

LVX

Staphylococcus aureus ( n = 4 )
25
25
25
50
Pseudomonas aeruginosa ( n = 4 )
25
25
25
75
Enterobacter aerogens ( n = 3 )
0
0
0
33,3
Pseudomonas putrefaciens ( n = 3 )
0
0
0
100
Alcaligenes faecalis ( n = 2 )
0
0
0
50
Proteus mirabilis ( n = 2 )
0
0
0
50
Acinetobacter baumannii ( n = 1 )
0
0
0
100
Proteus rettgeri ( n = 1 )
100
0
0
100
Ket: AMC, Amoxycilin; CC, Clindamycin; CF, Chepalotin; CIP, Ciprofloxacin; LVX,
Levofloxacin.

75
75
100
100
50
50
100
100

Hasil uji kepekaan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa antibiotik dengan sensitivitas tertinggi
adalah Levofloxacin dan Ciprofloxacin 20 sampel (100%), kemudian Amoxycilin 9 sampel (45%), serta
Clindamycin dan Chepalotin masing-masing 8 sampel (40%). Angka resistensi tertinggi ditunjukkan oleh
antibiotik Clindamycin 20 sampel (100%), diikuti oleh Amoxycilin dan Chepalotin masing-masing 15
sampel (75%), lalu Ciprofloxacin dan Levofloxacin 6 sampel (30%).
BAHASAN
Penelitian tentang Pola Kuman Penyebab Otitis Eksterna dan Uji Kepekaan Antibiotik di
Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode November Desember 2013
telah terlaksanakan dan diperoleh 22 sampel sekret telinga pasien otitis eksterna. Dari 22 sampel yang
didapat, 20 sampel menunjukkan pertumbuhan bakteri dan 2 lainnya tanpa pertumbuhan bakteri.
Selama periode penelitian, didapatkan bahwa pasien otitis eksterna terbanyak adalah pada
kelompok umur dewasa 15-49 tahun sebanyak 13 orang (59%). Hal ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan pada bulan Juni Juli 2010 di Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado menunjukkan dari 20 sampel pasien otitis eksterna terbanyak dari kelompok
umur 31-45 tahun berjumlah 10 orang (50%).9 Serupa dengan suatu penelitian prospektif tentang otitis
eksterna akut di rumah sakit pendidikan Universitas Nigeria menunjukkan dari 127 pasien yang
terdiagnosa, pasien terbanyak adalah kelompok usia 23-32 tahun (23,6%).10
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pasien dengan jenis kelamin
perempuan merupakan kelompok terbanyak dengan jumlah 15 orang (68,2%) dibanding dengan jenis
kelamin laki-laki yang berjumlah 7 orang (31,8%). Penemuan ini serupa dengan penelitian Rupawan pada
periode Juni Juli 2010 yang memperoleh data bahwa pasien otitis eksterna terbanyak adalah 12 orang
perempuan (60%) dan sisanya 8 orang laki-laki (40%).9 Tapi hal lain ditemukan pada data klinik dari
sebuah penelitian di North Queensland menunjukkan bahwa dari 49 pasien dengan otitis eksterna akut,

14

didominasi oleh pria (72,3%).11 Otitis eksterna tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.Terjadinya penyakit
ini mungkin dipengaruhi oleh kebiasaan individu.
Dari 22 pasien yang ikut dalam penelitian ini, trauma merupakan faktor resiko terbanyak yang
teridentifikasi pada pasien (100%). Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam sebuah jurnal yang
mengatakan bahwa pemicu otitis eksterna terbanyak adalah trauma (penggunaan cotton swab). Kulit
kanalis eksternal sangatlah sensitif dan mudah rusak. Rusaknya kulit akibat trauma memungkinkan invasi
dari bakteri sehingga menyebabkan inflamasi maupun infeksi.
Gejala (symptoms) yang dikeluhkan pasien dengan otitis eksterna dalam penelitian ini didapatkan
terbanyak adalah dengan gejala pruritus sebanyak 19 orang (86,3%) dan diikuti dengan notalgia 17 orang
(77,2%). Hal yang sama dicantumkan pada penelitian Kurnatowski et al yang memperoleh hasil terbanyak
adalah gejala pruritus 77,0% pada infeksi berbagai jenis bakteri. Pada penelitian Manni et al juga
dilaporkan bahwa prevalensi gejala tertinggi adalah pruritus 93%, diikuti dengan keluhan nyeri 82% dan
otore 64%.14 Banyaknya keluhan pruritus ini mungkin disebabkan karena pasien sedang dalam proses
permulaan infeksi yang berangsur-angsur berubah menjadi nyeri telinga (otalgia).
Terdapat 8 jenis bakteri yang teridentifikasi dan bakteri yang terbanyak adalah Staphylococcus
aureus 4 sampel (18,2%) dan Pseudomonas aeruginosa 4 sampel (18,2%), kemudian diikuti oleh
Enterobacter aerogens 3 sampel (13,6%), Pseudomonas putrefaciens 3 sampel (13,6%), Proteus mirabilis
2 sampel (9%), Alcaligenes faecalis 2 sampel (9%), Acinetobacter baumannii 1 sampel (4,5%), dan
Proteus rettgeri 1 sampel (4,5%). Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Rupawan pada periode Juni
Juli 2010, bakteri terbanyak yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus (20%) dan Klebsiella (20%).
Dominasi Staphylococcus aureus mungkin disebabkan karena bakteri ini merupakan flora normal
yang hidup pada telinga bagian luar dan saat terjadi kerusakan pada kulit liang telinga yang disebabkan
oleh faktor misalnya trauma, terjadi invasi dan infeksi oleh Staphylococcus aureus tersebut.
Dominasi bakteri Pseudomonas aeruginosa yang teridentifikasi kemungkinan berhubungan
dengan patogenesis dari otitis eksterna yaitu hilangnya mekanisme proteksi dari kanalis eksternal akibat
berkurangnya atau hilangnya serumen karena adanya faktor predisposisi (seperti berenang) yang
menyebabkan perubahan pH dari asam menjadi basa sehingga memungkinkan infeksi dari bakteri
tersebut. Oleh sebab itu bakteri Pseudomonas aeruginosa disebut sebagai bakteri oportunistik.
Pada uji kepekaan / sensitivitas digunakan 5 jenis antibiotik yaitu Amoxycilin, Clindamycin,
Chepalotin, Ciprofloxacin dan Levofloxacin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik dengan
sensitivitas tertinggi adalah Levofloxacin dan Ciprofloxacin 20 sampel (100%) dan angka resistensi
tertinggi ditunjukkan oleh Clindamycin 20 sampel (100%). Hasil yang sama dilaporkan pada penelitian
Suwu P et al, antibiotik dengan kepekaan tertinggi adalah Levofloxacin sebanyak 14 sampel (77,78%) dan
resistensi kuman tertinggi ditemukan terhadap antibiotik Clindamycin dan Erythromycin sebanyak 18
sampel (100%).19 Tingkat kepekaan sangat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor bakteri, dokter dan
pasien sendiri. Faktor bakteri antara lain karena adanya mekanisme resistensi primer dan sekunder.20
Peran dokter dalam resistensi mikroba terhadap antibiotik adalah pemberian antimikroba spektrum luas
saat penggunaan antimikroba spektrum sempit saja cukup. Ketidakpatuhan pasien terhadap terapi yang
diberikan dokter, penggunaan yang tidak rasional akibat pengobatan sendiri juga turut mempengaruhi
tingkat kepekaan mikroba terhadap antibiotik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 8 jenis bakteri yang teridentifikasi
dan bakteri yang terbanyak adalah Staphylococcus aureus 4 sampel (18,2%) dan Pseudomonas aeruginosa
4 sampel (18,2%). Antibiotik dengan sensitivitas tertinggi adalah Levofloxacin dan Ciprofloxacin.
Sedangkan angka resistensi tertinggi ditunjukkan oleh Clindamycin, diikuti oleh Amoxycilin dan
Chepalotin.
SARAN

15

Perlu dilakukan penelitian serupa secara berkala untuk memperoleh data terbaru mengenai pola
kuman otitis eksterna dan uji kepekaan terhadap antibiotik guna keperluan klinis. Juga perlu dilakukan
pengembangan dalam penelitian berikutnya sebagai perbandingan pemberian terapi pada otitis eksterna
dengan menggunakan antibiotik oral dengan terapi standar (topikal).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat
terlokalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban,
penyumbatan liang telinga, trauma lokal dan alergi. Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan
protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang
mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat.
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke
pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel
liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna.

DAFTAR PUSTAKA
Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar. Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011. h. 60-3.
Boies LR. Penyakit Telinga Luar. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2012. h. 75-80.
Guss J, Ruckenstein MJ. Infections of The External Ear. In : Flint PW, Haughey BH, Lund
VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, et al. Cumming Otolaryngology Head &
Neck Surgery. 5rd ed. Philadelphia: Mosby elsevier; 2010. P. 1956-61.
16

Center for Disease Control and Prevention. Estimated Burden of Acute Otitis Externa
United States, 2003-2007. Morbidity and Mortality Weekly Report. 2011;60:605-9.

17

Anda mungkin juga menyukai