Anda di halaman 1dari 29

REFLEKSI KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH DENGAN FIMOSIS


Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat
dalam menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
bagian Ilmu Kesehatan Anak
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Pembimbing:
dr. Sri Priyantini, Sp.A
disusun oleh :
Bayu Robie Wibisono
01.206.5146
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

BAB 2
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS
a. Nama Penderita : An. AYA
b. Usia
: 4 tahun 7 bulan
c. Jenis Kelamin

: Laki-laki

d. Alamat

: Sriwulan RT 07 RW 1 Sayung Demak

e. Tanggal dirawat

: 19 April 2016

f. Ruang perawatan : Baitu Nisa I


1. Nama Wali

: Tn. T

a. Umur

: 47 tahun

b. Agama

: Islam

c. Pekerjaan

: Wiraswasta

d. Alamat

: Sriwulan RT 07 RW 1 Sayung Demak

2. Nama Wali

: Ny. N

a. Umur

: 40 tahun

b. Agama

: Islam

c. Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

d. Alamat

: Sriwulan RT 07 RW 1 Sayung Demak

A. DATA DASAR
Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di RSI Sultan Agung dilakukan pada tanggal
19 April 2016 dan didukung catatan medis.
Keluhan utama : Panas 7 hari
a) Riwayat Penyakit Sekarang :

Sebelum Masuk RS
1 minggu panas naik turun panas naik saat malam hari kemudian turun disaat
pagi hari. Tidak menggigil, tidak ada nyeri sendi, tidak disertai dengan batuk dan
pilek, buang air kecil lancar, buang air besar lancar, Pasien tidak mengeluh sakit
saat BAK, sebelumnya tidak ada kontak dengan pasien dewasa batuk lama. Tidak
ada penurunan berat badan, tidak ada diare, makan dan minum masih mau.
3 hari sebelumnya ada mual dan muntah. Muntah makanan yang
dimakan,pasien mengeluh lemas.Pasien masih mau makan dan minum. Dan
pasien sudah berobat ke dokter BPJS diberi obat penurun panas, tapi hari
berikutnya panas kembali.
1 hari sebelumnya panasnya masih ada, maka pasien dibawa ke Rumah Sakit
Islam Sultan Agung.
Pasien diperiksa di IGD Rumah Sakit Islam Sultan Agung tanggal 19 April
2016.Dan disarankan untuk rawat inap.
B) Riwayat Penyakit Dahulu :
Anak sering panas, Anak sering berobat ke dokter karena panasnya sebulan bisa 2 kali
ke dokter BPJS. Anak sering panas tanpa sebab yang diketahui
Tidak ada penyakit yang diderita sejak lahir.

C) Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada yang pernah mengalami sakit yang sama
b) Riwayat Sosial Ekonomi :
Orang tua pasien bekerja sebagai wiraswasta. Biaya pasien umum.
Kesan sosial ekonomi : Cukup
B. DATA KHUSUS.

Riwayat Perinatal
Anak Laki-laki lahir dari ibu P3A0 hamil 38 minggu, lahir secara spontan ditolong oleh bidan,
anak lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan, berat badan lahir 2900 gram dan
panjang badan 47 cm.
Riwayat Imunisasi Dasar
No
1.
2.
3.
4.
5.

JenisImunisasi
BCG
Polio
Hepatitis B
DPT
Campak

Jumlah
1x
4x
3x
3x
-

Dasar
1 bulan
0,2,3,4bulan
0,2,4 bulan
2,3,4bulan
9 bulan

Kesan Imunisasi :Imunisasi dasar lengkap sesuai umur


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Mengangkat kepala

: 3 bulan

Tengkurap

: 6 bulan

Duduk

: 7 bulan

Berdiri

: 9 bulan

Merambat

: 12 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Kesan :Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai Umur


Pemeriksaan Status Gizi (z score)
Diketahui :

Umur 4 tahun 7 bulan

BB 15 kg

TB 107 cm
WAZ = BB/U

= (15-17,9) = -1,3 (normal)


2,1

HAZ = TB/U

= (107-107,1) = -0,02 (normal)


4,1

WHZ = BB/TB

= (1517,7) = -1,8 (normal)


1,5

Kesan gizi : Normal


Riwayat Keluarga Berencana :
Suntik 3 bulan
1. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 19 April 2016 pukul 13.15 WIB
Keadaan Umum
-

: Composmentis, terlihat lemas

Tanda vital
Frekuensi nadi

: 110 x/menit

Pernafasan

: 27 x/menit

Suhu

: 37,3oC

Tekanan darah

: 110/80

Status Internus
Kepala

: Mesocephal

Mata

:Pupil bulat, isokor, reflex cahaya +/+ normal, kornea jernih,

konjungtiva

anemis -/-, sclera ikterik -/Hidung

:Nafas cuping hidung (-)

Telinga

:Secret (-)

Mulut

:Sianosis (-), trismus (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)

THORAX

Paru-paru
Inspeksi

: Hemithorax dextra dan sinistra simetris dalam keadaan


inspirasi

dan

ekspirasi,

retraksi

subcosta

(-),

retraksi

epigastrium (-)
Auskultasi

: Suara Dasar Vesikuler +/+, suara tambahan: ronchi -/-,


wheezing -/-

Palpasi

: Strem fremitus dextra sama dengan sinistra

Perkusi

: Sonor di kedua paru

Jantung
Inspeksi

: Pulsasi iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba di linea mid clavikula setinggi ICS 4,


tidak kuat angkat

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Perkusi

: Pemeriksaan tidak dilakukan

ABDOMEN

Inspeksi

: Perut datar, gerak peristaltik tidak terlihat

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani di seluruh abdomen

Genitalia

:Jenis kelamin laki-laki dan terkesan fimosis

EKSTREMITAS
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Ikterik
CRT

Superior
-/-/-/< 2

Inferior
-/-/-/< 2

Medical Note:

Pasien masuk di ruang baitunisa I tanggal 19 April 2016 pukul 13.00

HASIL LABORATORIUM
Tanggal 19 April 2016 pukul 13.24
Hemoglobin (g/dL)

: 12.4 g/dl

Hematokrit (%)

: 37,7 %

Leukosit (mm3)

: 39,81 ribu/ul

Trombosit (mm3)

: 496 ribu/ul

Imunoserologi
Widal
Salmonella Typhi O

:positif 1/160

Sal.Paratyphi A O

:negatif

Sal.Paratyphi B O

:negatif

Sal.Paratyphi C O

:Positif 1/160

Salmonella Typhi H

:negatif

Sal.Paratyphi A H

:Negatif

Sal.Paratyphi B H

:positif 1/160

Sal.Paratyphi C H

:Negatif

Tanggal 20 April 2016 ibu pasien mengatakan panas. Keadaan umum : cukup,
suhu: 37,2 C, nadi: 100x/menit, RR: 24x/menit

Tanggal 21 April 2016 ibu pasien mengatakan nyeri perut. Keadaan umum :
cukup, suhu: 36,5 C, nadi: 100x/menit, RR: 24x/menit,

Tanggal 22 April 2016 pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan. Keadaan
umum : cukup, suhu: 37,0 C, nadi: 90x/menit, RR: 24x/menit

Tanggal 22 April 2016 pukul 06.19


Hemoglobin (g/dL)

: 11.4 g/dl

Hematokrit (%)

: 35,3 %

Leukosit (mm3)

: 11,94 ribu/ul

Trombosit (mm3)

: 433 ribu/ul

A. ASSESMENT
Diagnosis Kerja
1. ISK
2. Fimosis
3. Gizi baik
DAFTAR MASALAH
NO PROBLEM AKTIF
1
ISK
2
Fimosis
3

TGL

PROBLEM INAKTIF

Gizi baik

INITIAL PLAN
1. Assessment : Febris 5 hari
Diagnosa banding: Demam ISK
Demam Thypoid
Demam chikungunya
Demam TB paru
Demam Rematik
1. Ip. Dx :
Subyektif:
Obyektif: pemeriksaan darah rutin,
Lab urin rutin
Tes Mantoux

TGL

Kultur urin
Kultur Darah
2. Ip. Tx :
Infus Kaen 3B 15 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 600 mg
Inj. Ranitidin 3 x 15 mg
Oral :
Paracetamol syrup 1 cth jika panas
3. Ip. Mx :
Awasi KU, tanda vital
Evaluasi suhu, respiration rate, .
Awasi tanda-tanda hipotermi
4. Ip. Ex :
Banyak minum
Ibu memelihara kebersihan popok, sering diganti
Ibu memantau minum obat
Jika ada keluhan anak harus disampaikan perawat
Tetesan infus diperhatikan (ibu)
Jendalan darah di infus harus diperhatikan
2. Assessment : Fimosis
1. Ip. Dx :
Subyektif: Obyektif: 2. Ip. Tx : Bedah, khitan
3. Ip. Mx :
Awasi kelancaran BAK
4. Ip. Ex :
Menjaga kebersihan alat kelamin
Kebersihan cebok, celana dalam
Disaran untuk segera di khitan
Sering dibersihkan di daerah preputium
3. Assesment: Gizi baik
Diagnosa banding: Gizi kurang
Gizi buruk
1. Ip.Dx: S:

O:
2. Ip.Rx
Kebutuhan kalori umur 4 tahun 7 bulan, BB:( 22,7 x 15)+495= 835,5
Terdiri dari:
Karbohidrat : 60% x 835,5= 501,3 kkal
Lemak
: 30% x 835,5= 250,5 kkal
Protein
: 10% x 835,5= 83,55 kkal
3. Ip. Mx
penimbangan berat badan secara rutin dan teratur
pengukuran tinggi badan secara teratur
4. Ip. Ex
makan teratur
asupan makanan yang bergizi
menjaga kebersihan diri dan lingkungan

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH


2.1.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,
ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan
5

pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 10 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin.
Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK
dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi
klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil
>10 per lapangan pandang. (Sukandar, E., 2004)
2.1.2 Klasifikasi
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran

kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri
di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang
dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious
Disease Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita, pielonefritis non
komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens, uretritis dan urosepsis
(Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan
infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan
atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai
pielonifritis kronik yang spesifik. (Sukandar, E., 2004)
Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK complicated.
ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke tempat tubuh yang
lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian obat. Sementara ISK
complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih,
menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun bersifat
resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK complicated lebih sukar
diobati
2.1.3 Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode
usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan lakilaki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama
periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual.
Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila
disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik,
nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell,
senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi. (Sukandar, E.,
2004)
Table2.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin (Nguyen, H.T.,2004):
Umur

Insidens (%)

Faktor risiko

<1

Perempuan
0,7

Lelaki
2,7

1-5

4,5

0,5

Kelainan amatomi gastrourinary

6-15

4,5

0.5

Kelainan fungsional gastrourinary

16-35

20

0,5

Hubungan seksual, penggunaan

Foreskin, kelainan anatomi gastrourinary

diaphragm
36-65

35

20

Pembedahan, obstruksi prostate,


pemasangan kateter

>65

40

35

Inkontinensia, pemasangan kateter,


obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki dan
0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens ISK pada lelaki yang tidak
disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11%)
pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun,
insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di lelaki
menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan
kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau obstruction. Insidens
bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun infeksi pada anak
golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran kemih seperti
dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita
muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis
akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35
tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK bertambah
secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas dan mortalitas ISK paling tinggi pada
kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun. (Nguyen, H.T., 2004).
2.1.4 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram
negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun
yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi
saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram
positif seperti
Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans

jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak lakilaki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering
ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).
Tabel 2.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling Sering Sebagai
Penyebeb ISK (Sukandar, E., 2004)
Famili
Enterobacteri
acai

Gram negative
Genus
Escherichia
Klebsiella
Proteus
Enterobacter
Providencia
Morganella
Citrobacter

Pseudomonad
aceae

Serratia
Pseudomonas

Spesies
coli
pneumonia
oxytosa
mirabilis
vulgaris
cloacae
aerogenes
rettgeri
stuartii
morganii
freundii
diversus
morcescens
aeruginosa

Famili
Micrococc
aceae
Streptococ
ceae

Gram positive
Genus
Spesies
Staphyloc
aureus
occus
Streptococ fecalis
cus
enterococcu
s

2.1.5. Pathogenesis
Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari
patogenitas dan status pasien sendiri (host).

A. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga
terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel
polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang
berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas
khusus (Sukandar, E., 2004).
B. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu
pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa
saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat
pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).
Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin.
Dikenal beberapa toksin seperti -hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron
reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -hemolisin terikat pada kromosom dan
berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.
(Sukandar, E., 2004)
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada
dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa
penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan
hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)
D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
i. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi
peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri
dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah
terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis
ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal
dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter.
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks
visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik
gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.
(Sukandar, E., 2004)

ii. Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan
darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel
di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara berbagai
ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan
beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat
terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan
dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar, E., 2004)

Table 2.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran kemih (UTI)
(Sukandar, E., 2004).
Genetic
Status
nonsekretorik

Biologis
Kelainan congenital

Perilaku
Senggama

Lainnya
Operasi
urogenital

Antigen golongan
darah ABO

Urinary tract
obstruction
Riwayat infeksi
saluran kemih
sebelumnya
Diabetes inkontinensi

Penggunaan
diafragma,
kondom,
spermisida,
penggunaan,
penggunaan
antibiotic terkini.

Terapi estrogen

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK
tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan kelompok
sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai
peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sukandar, E., 2004)
2.1.6. Patofisiologi ISK
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena
dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi
mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative. (Sukandar, E.,
2004)
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung
kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini,

dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan
di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai
akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus. Kelainan ginjal yang terkait
dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis Lohein. Beberapa penelitian
melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen. (Sukandar, E., 2004)

2.1.7 Presentasi klinis ISK


Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakuakan investigasi
faktor predisposisi atau pencetus.
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 C), disertai
mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah
(sistitis).
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria, nokturia,
disuria, dan stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA
sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA sangat
miskin (hanya disuri dan sering
5

kencing) disertai cfu/ml urin <10 ; sering disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut
(SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:
i.

Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat


3

diisolasi E-coli dengan cfu/ml urin 10 -10 . Sumber infeksi berasal dari kelenjar periuretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap
antibiotik standar seperti ampsilin.
ii.

Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang tinggi dan kultur urin
steril. Kultur khusus ditemukan clamydia trachomalis atau bakteri anaerobic.

iii.

Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.

d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi (re-infections). Pada
umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan.
b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber
infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004

Table 2.4 : klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) (Sukandar, E., 2004).
Klasifikasi ISK
Pathogenesis
Mikroorganisme
Gender
Sekali-sekali ISK
Reinfeksi
Berlainan
Laki-laki
atau
wanita
Sering ISK

Sering
ISK

episode Berlainan

Wanita

ISK persisten

Sama

Wanita
laki

atau

laki-

ISK setelah terapi

Terapi tidak sesuai

Sama

Wanita
laki

atau

laki-

Tidak
adekuat
(relapsing)

Terapi
inefektif Sama
setelah reinfeksi

Wanita
laki

atau

laki-

Infeksi persisten

Sama

Wanita
laki

atau

laki-

Reinfeksi cepat

Sama/berlainan

Wanita
laki

atau

laki-

Fistula
enterovesikal

Berlainan

Wanita
laki

atau

laki-

2.1.8 Pemeriksaan penunjang diagnosis ISK


Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta jumlah
kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan
koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang
dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya
batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures
untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos
perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)
Pemeriksaan laboratorium
1. Urinalisis
a.

Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah

ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air
kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan
ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula
dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.

Hematuria

b.

Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai
keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain
misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
2. Bakteriologis
a.

Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan
positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi.

b.

Biakan bakteri

Gambar 2.2. Biakan bakteri


Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam
jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:

Wanita, simtomatik
2

>10 organisme koliform/ml urin plus piuria, atau 10


organisme pathogen apapun/ml urin, atau
Adanya pertumbuhan organisme pathogen apapun pada urin yang diambil dengan

cara aspirasi suprapubik

Laki-laki,

simtomatik

>10

organisme

patogen/ml urin

Pasien asimtomatik
5

10 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urinberurutan.

3. Tes kimiawi

Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar
mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 - 1.000.000
bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas
90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila
pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan
asinetobakter.
4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)

Gambar 2.3. Plat celup


Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat
khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng
dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan
pengeraman semalaman pada suhu 37 C. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan
membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar
yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara
1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah
dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.
2.1.9 Manajemen ISK
2.1.9.1 Infeksi saluran kemih bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat,
dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:

Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48jam dengan antibiotika
tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg

Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi


konvensional selama 5-10 hari

Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekositoria.

Reinfeksi berulang (frequent re-infection)

Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor
resiko.

Tanpa faktor predisposisi


-

Asupan cairan banyak

Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal


(misal trimetroprim 200mg)

Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.


3

Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 10 -10

memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang baik dengan
tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal
golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004)
2.1.9.2 Infeksi saluran kemih atas
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.
Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut:
-

Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.

Pasien sakit berat atau debilitasi.

Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.

Diperlukan invesstigasi lanjutan.

Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi Komorbiditas seperti kehamilan,


diabetes mellitus, usia lanjut.

The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV
sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu
fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum
luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas

sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada
ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk
pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik,
ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki
spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus
disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika
yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).

FIMOSIS
Pengertian Fimosis
Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ

kelamin bayi laki-laki, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala
penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya
lubang di bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing,
kondisi ini memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis). Jika keadaan ini dibiarkan
dimana muara saluran kencing di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk
disunat. Tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis agar ujungnya
terbuka (Rukiyah,2010:230)
Menurut (Muslihatun,2010:160) Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium)
melekat pada bagian kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air kemih,
sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. Sebenarnya yang
berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinan timbulnya infeksi pada uretra kiri
dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.
Merupakan kondisi penis dengan kulit yang melingkupi kepala penis (glans) tidak bisa ditarik
ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis (kulup,prepuce, preputium,
foreskin). Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke
depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat
pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk
berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.
Apabila preputium melekat pada glans penis, maka cairan smegma, yaitu cairan putih
kental yang biasanya mengumpul di antara kulit kulup dan kepala penis akan terkumpul di
tempat itu, sehingga mudah terjadi infeksi. Umumnya tempat yang diserang infeksi adalah
ujung penis, sehingga disebut balantis. Sewaktu anak buang air kecil, anak akan menjadi
rewel dan yang terlihat adalah kulit preputium terbelit dan menggelembung. (Sudarti,
2012:184)

Fimosis bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat. Fimosis
kongenital (true phimosis) terjadi apabila kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis
dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormone dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit
preputium terpisah dari glans penis. (Muslihatun, 2010:161) Insiden/Kejadian
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang

penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1-1,5% lakilaki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian,
penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis (Muslihatun,2010:161)
Etiologi Fimosis
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup
dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi
melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya, bisa dari
bawaan dari lahir atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan. (Putra,2012:394)
Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar
sehingga kulit preputium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras
sebelum urin keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi kadang orangtua
tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan
lubang preputium dengan cara mendorong ke belakang kulit preputium tersebut dan
biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada
luka tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter,
selanjutnya dirumah orangtua sendiri diminta melakukannya seperti yang dilakukan
dokter (pada orang barat sunat dilakukan pada seorang bayi laki-laki ketika masih
dirawat/ketika baru lahir). Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi
karena adanya smegma, bukan karena keagamaan). (Yongki,2012:184)
Adanya smegma pada ujung preputium juga menyulitkan bayi berkemih maka
setiap memandikan bayi hendaknya preputium didorong ke belakang kemudian ujungnya
dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan air matang.
Untuk mengetahui adanya kelainan saluran kemih pada bayi, tiap bayi baru lahir
harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih setelah lahir atau paling lambat 24 jam
setelah lahir. Perhatikan apakah urin banyak atau sedikit sekali. Bila terdapat gangguan
ekskresi bayi akan terlihat sembab pada mukanya. Atau bila kelainan lain misalnya kista
akan terlihat perut bayi lebih besar dari normal. Jika menjumpai kelainan tersebut
beritahu dokter. Sampai bayi umur 3 hari pengeluaran urin tidak terpengaruh oleh
pemberian cairan. Baru setelah umur 5 hari dapat terpengaruh. (Khoirunnisa,2010:174)
Gejala Pada Fimosis

Gejala yang sering terjadi pada fimosis menurut (Rukiyah,2010:230) diantaranya:


Bayi atau anak sukar berkemih

Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti


balon

Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal

Penis mengejang pada saat buang air kecil

Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak
lancar

Timbul infeksi
Patofisiologi Fimosis
Menurut (Muslihatun,2010:161) Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir,

karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun,
penis tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma)
mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans
penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahanlahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah proksimal. Pada usia 3
tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada sebagian anak, preputium tetap lengket
pada glans penis, sehingga ujung preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat
mengganggu fungsi miksi.
Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air kemih yang
tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga.
Kalau sampai terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan dapat pula
disertai demam. Ujung penis yang tampak menggelembung disebabkan oleh adanya
penyempitan pada ujung preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang
tidak dapat ditarik ke arah proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi
gangguan aliran urin pada saat miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans
penis, sehingga ujung penis tampak menggelembung.

Komplikasi Fimosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak /bayi yang mengalami fimosis, antara
lain terjadinya infeksi pada uretra kanan dan kiri akibat terkumpulnya cairan smegma dan
urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada saat berkemih. Infeksi tersebut akan naik
mengikuti saluran urinaria hingga mengenai ginjal dan dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal (Muslihatun,2010:162)
Pada 90% laki-laki yang dikhitan kulup zakar menjadi dapat ditarik kembali
(diretraksi) pada umur 3 tahun. Ketidakmampuan untuk meretraksi kulup zakar sebelum
umur ini dengan demikian fimosis patologis dan fimosis merupakan indikasi untuk dikhitan.
Fimosis adalah ketidakmampuan kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara
normal harus dapat diretraksi. Fimosis dapat kongenital/sekuele radang. Fimosis yang
sebenarnya biasanya memerlukan bedah pelebaran/pembesaran cincin fimosis/khitan.
Akumulasi smegma di buah kulup zakar infatil fimosis patologis dan fimosis memerlukan
pengobatan bedah (Sudarti,2010:185)

BAB 4
KUNJUNGAN RUMAH
1. Kondisi rumah
Rumah terkesan tipe 36, lantai bawah dengan keramik, keluarga membuka toko
kelontong di depan rumah. Jumlah keluarga yang tinggal di rumah ada 7 orang: bapak, ibu, 3
anak, dan kakek nenek. Bapak bekerja di rumah sebagai swasta membuat meja dari
aluminium.
2. Kondisi pasien
Pasien aktif sudah berangkat sekolah, berat badan naik 2kg. obat masih diminum
didapat dari terakhir kontrol. Ibu pasien mengatakan semenjak pulang dari rumah sakit
makannya banyak 4 kali sehari.
Satatus gizi pasca sakit (z core) :
Diketahui :

Umur 4 tahun 7 bulan

BB 17 kg

TB 107 cm
WAZ = BB/U

= (17-17,9) = -0,42 (normal)


2,1

HAZ = TB/U

= (107-107,1) = -0,02 (normal)


4,4

WHZ = BB/TB

= (1717,7) = -0,46 (normal)


1,5

Kesan gizi : Normal

3. Keadaan sanitasi

Daerah rumah sering banjir, kalau hujan deras di depan gang bisa banjir selutut orang
dewasa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta, FKUI. 2001.
2. Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003
3. Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A,
Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract
Infection in Young Women. N Engl J Med 1996; 335: 468-474.
4. Burke JP. Infection Control- A Problem for Patient Safety. N Engl J Med 2008; 348:
651-656.
5. Kennedy ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last
updated 8 August 2007. accesed 21 april 2016.
6. Stamm WE. An Epidemic of Urinary Tract Infections? N Engl J Med 2001; 345:
1055-1057.
7. Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan
klinik. Jakarta, EGC.2002.
8. Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New york, Mcgrawhill.2001.
9. Trevor AJ, Katzung BG, Mastri SB. Katzung and Trevors Pharmacology
Examination and Board Review 7th Edition. Newyork, Mcgrtaw-hill.2005.
10. Katzung BG (Ed). Lange Medical Book. Basic and Clinical Pharmacology 9th
Edition, Newyork, Mcgraw-hill.2001.
11. Carruthers SG et al. Melmon and Morrellis Clinical Pharmacology 4th edition,
Newyork, Mcgraw-hill.2000.

12. Urinary Tract Infection. http://www.wikipedia.com. last updated on February 19 2008.


accesed on February 22 2008.
13. Fihn SD. Acute Uncomplicated Urinary Tract Infection in Women. N Engl J Med
2003; 349: 259-265.
14. Winotopradjoko M et al. Antifektikum kombinasi in: ISO Indonesia Informasi
Spesialite Obat Indonesia Vol.40 Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2005 ;01.06
BAB 1
PENDAHULUAN
Ada beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola eliminasi manusia, diantaranya
adalah infeksi saluran kemih.Infeksi saluran kemih terjadi karena

adanya invasi

mikroorganisme pada saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan
bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan
jumlah signifikan (Prodjosudjadi, 2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam urin
lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli,
Proteus sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%)
adalah Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin
meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 60 tahun mempunyai angka
prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai
angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki
maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan
angka populasi umum kurang

lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus

ditemukan adanya bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran kemih
disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria
asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih
dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis
bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa urin
dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif,
mobilitis menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik, sistem imunitas menurun.

Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan pada aliran urin, hilangnya efek bakterisid
dari sekresi prostat. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat
perhatian serius.
BAB 5
PEMBAHASAN
Didalam kasus ini pasien an. AYA dengan keluhan 1 minggu panas naik turun panas
naik saat malam hari kemudian turun disaat pagi hari. Tidak menggigil, tidak ada nyeri
sendi, tidak disertai dengan batuk dan pilek, buang air kecil lancar, buang air besar lancar,
Pasien tidak mengeluh sakit saat BAK, sebelumnya tidak ada kontak dengan pasien dewasa
batuk lama. Tidak ada penurunan berat badan, tidak ada diare, makan dan minum masih
mau.
3 hari sebelumnya ada mual dan muntah. Muntah makanan yang dimakan,pasien
mengeluh lemas.Pasien masih mau makan dan minum. Dan pasien sudah berobat ke dokter
BPJS diberi obat penurun panas, tapi hari berikutnya panas kembali.1 hari sebelumnya
panasnya masih ada, maka pasien dibawa ke Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
Pasien mengalami infeksi saluran kemih dikarenakan pada penis tedapat phimosis
sehingga pengeluaran air seni saat kencing ada tersisa didalam kulit preputium yang
melengket di gland penis tesebut. Dari pemeriksaan fisik terlihat ada phimosis dan didukung
oleh pemeriksaan laboratorium yang interpretasinya terdapat kenaikan leukosit atau
lekositosis. Hal ini menandakan bahwa ada infeksi sistemik dalam tubuh terutama infeksi
yang disebabkan oleh bakteri yang terjadi karena ada pengumpulan air seni yang tidak
tuntas di dalam kulit preputium.
Setelah pasien dirawat di RSISA diberikan terapi antibiotik dan terapi lainnya kadar
leukositnya menurun hingga mendekati normal. Pada hari ketiga pasien sudah tidak ada
keluhan maka dipertimbangkan untuk rawat jalan. Edukasi untuk orang tua saat pulang ke
rumah untuk selalu menjaga kebersihan kencing, celana dalam, dan kebersihan popok, dan
disarankan juga untuk segera khitan pada pasien tersebut, agar mengurangi infeksi berulang
dari phimosis tersebut.

Anda mungkin juga menyukai