Otitis media kronik (OMK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 3 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMK dibagi menjadi
dua tipe yaitu tipe jinak (benigna) dan tipe bahaya (maligna). OMK tipe maligna
adalah OMK yang disertai dengan kolesteatoma, disebut tipe bahaya karena sering
menimbulkan komplikasi berbahaya.1,2
Prevalensi otitis media kronik di Indonesia adalah 3,8% sedangkan untuk
OMK tipe bahaya adalah 2% dari kejadian OMK dan pasien OMK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat ke poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.3
Diagnosis OMK ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan otoskopi,
pemeriksaan audiologi, dan pemeriksaan radiologi. Untuk OMK tipe maligna,
harus dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai standar untuk diagnosis.
Pasien yang datang ke poliklinik THT seringkali sudah terlambat dan mengalami
komplikasi karena belum ada penanda deteksi dini.
Komplikasi
OMK
dengan
kolesteatoma
diklasifikasikan
sebagai
keadaan yang bukan gawat darurat dan mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.6
KEKERAPAN
Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak
diderita laki laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit
putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi
otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan
75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anakanak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari
umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan
OMA rekuren.7 Secara umum, insiden OMK dipengaruhi oleh ras
dan faktor sosioekonomi. Data epidemiologi OMK bervariasi,
prevalensi tertinggi didapatkan pada anak-anak Eskimo, Indian
Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti
Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1%. 7 Prevalensi
OMK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMK merupakan 25%
dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia.3 Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMK sebanyak
208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir
sama.3
ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
Telinga adalah alat indra yang berfungsi untuk mendengar suara di sekitar
kita sehingga kita dapat mengetahui atau mengidentifikasi apa yang terjadi di
sekitar kita tanpa melihat. Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, tengah,
dan dalam. 1, 2
Telinga bagian luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga
(auditory canal), dibatasi oleh membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang
rawan elastic dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit
liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Telinga bagian luar berfungsi sebagai
mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani
bergetar.8
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani ke perilimfe
telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan
sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di
depan, ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius dan di
belakang dengan antrum mastoid.3,4
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis
tulang, yang disebut segmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa
ossis temporalis.10 Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan
3
lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti
oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada
bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang
lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih
atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani. Septum
tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada
dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian atas
dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus
antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,
disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian
besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.9
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya" yang memancar
ke anterior dan inferior dari umbo.8,9
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perlimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan
skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani
berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibule (Reissners membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2,3
DEFINISI OMK
OMK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi
peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak
intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani
atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada
anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMK
adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel2,4.
ETIOLOGI
Otitis media kronis sering diawali dengan otitis media
berulang pada anak dan jarang dimulai setelah dewasa. Infeksi
yang berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis)
dapat
mencapai
telinga
tengah
melalui
tuba
otitis
media
kronik
adalah
dapat
infeksi
telinga
tengah
faktor
yang
supuratif
menyebabkan
menjadi
kronis
menetap
lainya
pada
telinga
tengah,
obstruksi
merangsang
sel-sel
imun
mengeluarkan
mediator-
permeabilitas
sekret
di
pembuluh
telinga
darah
tengah.
dan menambah
Selain
itu,
adanya
kehilangan
pendengaran
konduktif
atau
Keluarnya
sekret
biasanya
hilang
timbul.
dan
letak
perforasi
membran
timpani
serta
konduktif
pendengaran,
berat
karena
tetapi
sering
putusnya
kali
juga
rantai
tulang
kolesteatom
Penurunan
fungsi
kohlea
biasanya
terjadi
perlahan-lahan
dengan
berulangnya
infeksi
karena
berarti
adanya
ancaman
komplikasi
akibat
komplikasi
OMK
seperti
Petrositis,
Vertigo
yang
timbul
biasanya
akibat
suhu.
Vertigo
juga
bisa
terjadi
akibat
10
c)
d)
atau
berbau
busuk
(aroma
kolesteatom)
Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
KLASIFIKASI OMK
OMK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1. Tipe tubotimpani (tipe jinak)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi
sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari
luas dan keparahan penyakit.1
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli.
Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas
atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret
bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran
perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi
subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang
besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel
mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan
penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
11
dan
12
saraf
berat
unilateral,
dan
gangguan
keseimbangan.
b) Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang
dari suatu kantong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi
antara permukaan bawah kantong retraksi dengan
komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk
mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga
tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa
membran timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya
membuang
lapisan
sel-sel
mati
dan
tidak
terjadi
dan
kolesteatoma.
Pengeluaran
pada
epitel
akhirnya
melalui
leher
membentuk
kantong
yang
13
akibat
aktivitas
enzimatik
pada
lapisan
subepitel.
yang
ada
sebelumnya.
Kristal
ini
OMK
dapat
ditegakkan
melalui
anamnesa,
pemeriksaan otoskopi,
pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
bakteriologi.
Pada
pemeriksaan
audiometri
penderita
OMK
fungsi
14
pendengaran
rangkaian
tulang
pendengaran
yang
pneumatisasi
tampak
lebih
biasanya
sklerotik,
sedikit
mengungkapkan
lebih
dibandingkan
kecil
dengan
mastoid
yang
luasnya
skleritik,
gambaran
radiografi
ini
sangat
auditorius
15
potongan
melintang
sehingga
dapat
menunjukan
beberapa
kasus
terlihat
fistula
pada
kanalis
peradangan
kronis
retraksi
biasanya
yang
bagian
infeksi
yang
terdapat
ditelinga.
Bila
didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obatobatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan
luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas konservatif
dan operasi.1
1. OMK Benigna Tenang
Keadaan
ini
tidak
memerlukan
pengobatan,
dan
untuk
sekret
telinga
perkembangan
merupakan
mikroorganisme,
media
yang
karena
baik
bagi
17
antiseptik,
misalnya
asam
boric
dengan Iodine.
3. Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan
bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang
paling
populer
pengangkatan
saat
mukosa
ini.
Kemudian
yang
dilakukan
berproliferasi
dan
mengenai
manfaat
sulit
dicapai
oleh
antibiotika
18
topikal.
Mengingat
berdasarkan
kultur
kuman
penyebab
dan
uji
telinga
yang
biasanya
dipakai
setelah
telinga
luas
antibiotika
untuk
OMK
topikal
aktif,
dapat
digunakan
dikombinasi
dengan
mempunyai
kerja
yang
terbatas
melawan
tetes
telinga
mengandung
kombinasi
19
merusak
foramen
rotundum,
yang
akan
menyebabkan ototoksik.
Antibiotika
topikal
yang
sering
digunakan
pada
Tujuannya
untuk
mendapatkan
konsentrasi
terhadap
bakterigram
negatif,
terutama
sistemik
(seringkali
IV)
dapat
membantu
20
golongan
kuinolon
(siprofloksasin
dan
generasi
III
(sefotaksim,
seftazidim
dan
mengatasi
bakterisid
untuk
OMK.
kuman
Metronidazol
anaerob.
mempunyai
Metronidazol
efek
dapat
Pengobatan
konservatif
dengan
medikamentosa
21
22
Gambar 5. Timpanoplasti
f) Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach
tympanoplasty)
23
Tujuan
operasi
adalah
menghentikan
infeksi
secara
terjadinya
pendengaran
yang
komplikasi
lebih
berat,
atau
serta
kerusakan
memperbaiki
yang
virulen
pada
OMK
menyebabkan komplikasi.1,9
24
tipe
benigna
pun
dapat
tanpacholesteatoma,
dan
cholesteatoma.
Yang
25
mediator
sendiri.
OMK
inflamasidengan
dengan
dapatmengakibatkan
keterlibatan
saraf
atau
tanpa
kelumpuhan
pecah,
saraf
atau
wajah
itu
cholesteatoma
wajah
melalui
melalui
erositulang.
sisi
lain,
kelumpuhan
sekunder
pada
OMK
atau
Penatalaksanaan
pada
otitis
media
akut,
perlu
dengan
elektromiografi
berulah
dilakukan
e) Petrositis
2. Komplikasi ekstratemporal
a) Abses subperiosteal
3. Komplikasi intrakranial
a) Abses otak
b) Tromboflebitis
c) Hidrosefalus otikus
d) Empiema subdural
e) Abses subdural/ ekstradural
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 21 tahun pada tanggal 19 Februari 2016 datang ke
klinik THT RSMH dengan keluhan keluar cairan terus menerus dari telinga kiri
sejak 1 minggu yang lalu. Cairan berwarna bening kekuningan dan berbau.
Didapatkan juga nyeri pada telinga kiri, serta gejala batuk dan pilek. Keluhan
berawal dari 8 bulan yang lalu. Pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri
yang berwarna bening kekuningan dan berbau, disertai nyeri pada telinga kiri.
Pasien juga mengeluh pendengaran telinga kiri berkurang semenjak telinga
mengeluarkan cairan. Keluar cairan bercampur darah disangkal. Keluhan telinga
berdenging disangkal. Gejala batuk, pilek, dan demam ada. Terdapat riwayat
keluar cairan dari telinga kiri sekitar 3 tahun lalu. Pasien berobat ke dokter
SpTHT-KL, dikatakan infeksi telinga sehingga gendang telinga menjadi bolong.
Pasien diberi obat minum (pasien lupa namanya) dan obat tetes telinga. Pasien
rutin minum obat dan kontrol ke poli, keluhan sempat berkurang, kemudian
timbul kembali. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok, mengorek-ngorek
telinga dan rutin olahraga renang sebanyak 3 kali dalam seminggu. Riwayat
alergi, hipertensi dan diabetes tidak didapatkan pada pasien dan keluarganya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, temperatur 36,80 dan pernafasan 20 kali per
menit. Pemeriksaan pada telinga kanan didapatkan liang telinga lapang, membran
timpani intact, tidak hiperemis dan tidak terdapat sekret dan serumen. Pada
pemeriksaan telinga kiri didapatkan liang telinga lapang, membran timpani
perforasi sentral, tidak ada sekret, serumen minimal. Pada rongga hidung tidak
27
Keluarnya cairan dari telinga ini dapat dipengaruhi oleh adanya infeksi pada
telinga. Hal ini didukung dari anamnesis yang didapatkan, yaitu adanya keluhan
demam, batuk, dan pilek. Os juga mengeluh pendengaran berkurang, nyeri pada
telinga kiri bagian dalam yang hilang timbul. Dari anamnesis juga ditemukan
adanya riwayat keluar cairan terus menerus berwarna bening kekuningan dan
berbau busuk dari telinga kiri sejak 3 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop ditemukan
adanya perforasi sentral subtotal pada membran timpani telinga kiri, refleks
cahaya (-). Pada telinga kanan, tampak membran timpani intak. Pada pemeriksaan
pelana didapatkan kesan tuli sensorineural pada telinga kanan dan tuli campuran
pada telinga kiri.
Pemeriksaan penunjang dilakukan CT-Scan mastoid dengan kesan
mastoiditis sinistra fase aktif dan sinusitis maksilaris dextra et sinistra. Pada
pemeriksaan audiometri didapatkan tuli sensorineural derajat ringan pada telinga
kanan dan tuli campuran derajat sedang telinga kiri.
Pada
hasil
pemeriksaan
audiometri
didapatkan
tuli
antara lain obat tetes telinga H2O2 3% 2 x 5 tetes sebagai ear toilet dan ofloxacin 2
x 5 tetes untuk mengobati infeksi pada telinga. Diberikan juga antibiotika berupa
Cefadroxyl 2 x 500 mg untuk mengatasi peradangan yang terjadi.
Tatalaksana non medikamentosa pada pasien ini adalah rencana operasi
untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi kembali. Pasien dinasehatkan
untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya
dilakukan
operasi
rekonstruksi
(miringoplasti,
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar Z. A., Helmy, Restuti R. D. 2012. Kelainan Telinga Tengah,
dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Fakultas Kedokteran UI, Edisi
ketujuh, Jakarta; hal:57-69.
2. World Health Organization (WHO). 2004. Chronic Suppurative Otitis
Media, Burden of Illness and Management Options. Child and Adolescent
Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva
Switzerland.
3. Aboet, A. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Universitas Sumatera
Utara (USU). Medan.
4. Wulandarri, Yunie. 2010. Perbedaan Kadar Interleukin-1 Serum Darah
Vena antara Penderita Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Jinak dan Tipe
Bahaya. Tesis. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
30
B.J.
2014.
Head
&
Penssylvania;129-131
31
Neck
Surgery
Otolaryngology.