Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Otitis media kronik (OMK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 3 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMK dibagi menjadi
dua tipe yaitu tipe jinak (benigna) dan tipe bahaya (maligna). OMK tipe maligna
adalah OMK yang disertai dengan kolesteatoma, disebut tipe bahaya karena sering
menimbulkan komplikasi berbahaya.1,2
Prevalensi otitis media kronik di Indonesia adalah 3,8% sedangkan untuk
OMK tipe bahaya adalah 2% dari kejadian OMK dan pasien OMK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat ke poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.3
Diagnosis OMK ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan otoskopi,
pemeriksaan audiologi, dan pemeriksaan radiologi. Untuk OMK tipe maligna,
harus dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai standar untuk diagnosis.
Pasien yang datang ke poliklinik THT seringkali sudah terlambat dan mengalami
komplikasi karena belum ada penanda deteksi dini.
Komplikasi

OMK

dengan

kolesteatoma

diklasifikasikan

sebagai

komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal meliputi


mastoiditis, petrositis, labirintitis, dan paralisis nervus fasialis. Komplikasi
intrakranial meliputi abses ekstradural, abses otak, abses subdural, tromboflebitis
sinus sigmoid, hidrosepalus otik, dan meningitis.1,4 Komplikasi intrakranial,
merupakan penyebab utama kematian pada OMK di negara sedang berkembang.
Meningitis merupakan komplikasi intrakranial OMK yang paling sering
ditemukan di seluruh dunia. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMK dengan
komplikasi intrakranial.2,4,5
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melaporkan kasus OMK
untuk dijadikan bahan pembelajaran karena peran dokter umum dalam
penanganan kasus OMK agar tidak menimbulkan komplikasi sangatlah penting.
Hal ini dikarenakan tingkat kemampuan dokter umum dalam penanganan kasus
OMK berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) adalah 3A, yaitu
mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada

keadaan yang bukan gawat darurat dan mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.6
KEKERAPAN
Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak
diderita laki laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit
putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi
otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan
75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anakanak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari
umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan
OMA rekuren.7 Secara umum, insiden OMK dipengaruhi oleh ras
dan faktor sosioekonomi. Data epidemiologi OMK bervariasi,
prevalensi tertinggi didapatkan pada anak-anak Eskimo, Indian
Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti
Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1%. 7 Prevalensi
OMK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMK merupakan 25%
dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia.3 Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMK sebanyak
208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir
sama.3
ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
Telinga adalah alat indra yang berfungsi untuk mendengar suara di sekitar
kita sehingga kita dapat mengetahui atau mengidentifikasi apa yang terjadi di
sekitar kita tanpa melihat. Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, tengah,
dan dalam. 1, 2

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam7

Telinga bagian luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga
(auditory canal), dibatasi oleh membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang
rawan elastic dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit
liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Telinga bagian luar berfungsi sebagai
mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani
bergetar.8
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani ke perilimfe
telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan
sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di
depan, ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius dan di
belakang dengan antrum mastoid.3,4
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis
tulang, yang disebut segmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa
ossis temporalis.10 Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan
3

lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti
oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada
bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang
lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih
atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani. Septum
tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada
dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian atas
dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus
antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,
disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian
besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.9
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya" yang memancar
ke anterior dan inferior dari umbo.8,9

Gambar 2. Membran Timpani.7 (Ket: 1. Manubrium maleus 2. Lipatan


maleus anterior 3.
Lipatan maleus posterior 4. Pars flaksida 5. Prosesus inkus
longus 6. Pars tensa

7. anulus timpani 8. Umbo 9. Prosesus lateralis 10. Tuba Eustachius

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perlimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan
skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani
berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibule (Reissners membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2,3
DEFINISI OMK
OMK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi
peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak
intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani
atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada
anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMK
adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel2,4.
ETIOLOGI
Otitis media kronis sering diawali dengan otitis media
berulang pada anak dan jarang dimulai setelah dewasa. Infeksi
yang berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis)

dapat

mencapai

telinga

tengah

melalui

tuba

Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan


faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate
dan sindrom Down. Adanya tubapatulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMK yang tinggi di
Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMK
yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest
sebagai sekresi telinga kronis.10
Beberapa penyebab dari

otitis

media

kronik

adalah

lingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi, infeksi


saluran nafas atas, autoimun, alergi, gangguan fungsi tuba
eustachius. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi
membran timpani menetap pada otitis media kronik adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi
penutupan spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan
spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous

dapat

mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari


membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
Selain itu ada beberapa
penyakit

infeksi

telinga

tengah

faktor

yang

supuratif

menyebabkan

menjadi

kronis

majemuk, antara lain adalah adanya gangguan fungsi tuba


eustachius yang kronis atau berulang, perforasi membran
timpani yang menetap, metaplasia skumosa atau perubahan
patologik

menetap

lainya

pada

telinga

tengah,

obstruksi

menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid (akibat

jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau


timpanosklerosis), alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.10
PATOGENESIS
Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus
atau bakteri gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial
ekonomi.Adanya disfungsi tuba Eustachius merupakan penyebab
utama terjadinya radang telinga tengah. Pada keadaan normal,
muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan
udara luar (tekanan udara atmosfer). Anak lebih mudah mendapat
infeksi telinga tengah karena fungsi tuba yang belum sempurna, tuba
yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba
yang datar sehingga infeksi saluran nafas atas pada anak akan
lebih mudah menjalar ke telinga tengah.10,11
Bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius
ke telinga tengah menyebabkan terjadinya otitis media. Adanya
infeksi

merangsang

sel-sel

imun

mengeluarkan

mediator-

mediator berupa neutrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal


seperti keratinosit dan sel mastosit. Proses infeksi tersebut juga
menambah
pengeluaran

permeabilitas
sekret

di

pembuluh

telinga

darah

tengah.

dan menambah

Selain

itu,

adanya

peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan


mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.12
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa
berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana,
menjadi pseudostratifiedrespiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma
7

yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai


dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke
bentuk lapisan epitel sederhana.

Gambar 3. Patogenesis OMK


MANIFESTASI KLINIS
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan
pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten
yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus
mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri

tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri


biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membran
timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma
dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membran timpani
atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.
Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh
ahli otoskopi. Hasil audiometrik pada kasus kolesteatoma sering
memperlihatkan

kehilangan

pendengaran

konduktif

atau

campuran.1 Manifestasi klinik dari otitis media kronik, meliputi:


a.
Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid
(seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.
Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi.

Keluarnya

sekret

biasanya

hilang

timbul.

Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi


saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
b.

setelah mandi atau berenang.


Gangguan pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari
besar

dan

letak

perforasi

membran

timpani

serta

keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke


telinga tengah. Pada OMK tipe maligna biasanya didapat
tuli

konduktif

pendengaran,

berat

karena

tetapi

sering

putusnya
kali

juga

rantai

tulang

kolesteatom

bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang


pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara
hati-hati.

Penurunan

fungsi

kohlea

biasanya

terjadi

perlahan-lahan

dengan

berulangnya

infeksi

karena

penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum)


atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
c.

hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea


Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMK keluhan
nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat

berarti

adanya

ancaman

komplikasi

akibat

hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau


dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang
d.

komplikasi

OMK

seperti

Petrositis,

subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.


Vertigo
Vertigo pada penderita OMK merupakan gejala yang
serius. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah
terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom.

Vertigo

yang

timbul

biasanya

akibat

perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada


panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan

suhu.

Vertigo

juga

bisa

terjadi

akibat

komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang


serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian

10

tekanan positif dan negatif pada membran timpani,


dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.
Tanda-tanda klinis OMK tipe maligna :
a)
b)

c)

d)

Adanya abses atau fistel retroaurikular


Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal
dari kavum timpani.
Pus yang selalu aktif

atau

berbau

busuk

(aroma

kolesteatom)
Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

KLASIFIKASI OMK
OMK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1. Tipe tubotimpani (tipe jinak)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi
sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari
luas dan keparahan penyakit.1
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli.
Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas
atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret
bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran
perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi
subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang
besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel
mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan
penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
11

tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi,


atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau
tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadangkadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran
posterosuperior.
b. Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total
yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat.
Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
a) Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung,
rhinosinusitis kronis
b) Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
c) Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek
telinga dengan alat yang terkontaminasi
d) Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
e) Otitis media supuratif akut yang berulang
2. Tipe atikoantral (tipe ganas)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom

dan

berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars


flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi
yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah
yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe
yaitu :
a) Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom congenital
adalah :
1) Berkembang dibelakang dari membran timpani yang
masih utuh.
2) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

12

3) Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel


skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah
menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
4) Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada
telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada
apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese,
tuli

saraf

berat

unilateral,

dan

gangguan

keseimbangan.
b) Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang
dari suatu kantong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi
antara permukaan bawah kantong retraksi dengan
komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk
mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga
tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa
membran timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya
membuang

lapisan

sel-sel

mati

dan

tidak

terjadi

akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi


dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan
terkumpul

dan

kolesteatoma.
Pengeluaran

pada

epitel

akhirnya

melalui

leher

membentuk
kantong

yang

sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut membesar.


Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti
kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat
kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak
seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti
botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang
menyerupai lilin. Destruksi tulang merupakan suatu
gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi

13

akibat

aktivitas

enzimatik

pada

lapisan

subepitel.

Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan


kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan
kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada
telinga tengah atau mastoid. Granuloma kolesterol,
disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat
serosanguin

yang

ada

sebelumnya.

Kristal

ini

menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel


raksasa dan jaringan granulomatosa.1,11
DIAGNOSIS
Diagnosis

OMK

dapat

ditegakkan

melalui

anamnesa,

pemeriksaan otoskopi,
pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
bakteriologi.

Pada

pemeriksaan

audiometri

penderita

OMK

biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya


tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
penghantaran suara ditelinga tengah.1,9
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal
: -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan
: 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang
: 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat
: 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat
: 71 dB sampai 90 dB
Tuli total
: lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan

fungsi

konduktif dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri


nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian
tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat
diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi
telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

14

a) Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif


tidak lebih dari 15-20 dB
b) Kerusakan
rangkaian
tulang-tulang

pendengaran

menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai


perforasi.
c) Diskontinuitas

rangkaian

tulang

pendengaran

dibelakang membran yang masihutuh menyebabkan


tuli konduktif 55-65 dB.
d) Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaanhantaran tulang, menunjukan
kerusakan kohlea parah.
Pemerikasaan
radiologi
mastoid

yang

pneumatisasi

tampak

lebih

biasanya

sklerotik,

sedikit

mengungkapkan

lebih

dibandingkan

kecil

dengan

mastoid

yang

satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada


daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi
yang sekarang biasa digunakan adalah :
a) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan

luasnya

pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto


ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan
posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid
yang

skleritik,

gambaran

radiografi

ini

sangat

membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau


sinus lateral.
b) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan
anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui
apakah kerusakan tulang telah mengenai strukturstruktur.
c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang
piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan
kanalis

auditorius

interna, vestibulum dan kanalis

semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam

15

potongan

melintang

sehingga

dapat

menunjukan

adanya pembesaran akibat kolesteatom.


d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara
longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan
dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan
dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran
dan

beberapa

kasus

terlihat

fistula

pada

kanalis

semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan


operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray
saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus
lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya
penyakit mastoid.
e) Cholesteatoma.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars
flasida. Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab
cholesteatoma didapat primer, tetapi sampai sekarang
belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.
f) Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong
disebabkan

peradangan

kronis

retraksi

biasanya

yang
bagian

posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi


marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya
dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke
kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau
kantong retraksi membran timpani pars tensa.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OMK yang efektif harus didasarkan pada
faktor-faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan
demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
16

menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan


proses

infeksi

yang

terdapat

ditelinga.

Bila

didiagnosis

kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obatobatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan
luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas konservatif
dan operasi.1
1. OMK Benigna Tenang
Keadaan
ini
tidak

memerlukan

pengobatan,

dan

dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan


masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
2. OMK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMK benigna aktif adalah8 :
a) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai

untuk

sekret

telinga

perkembangan
merupakan

mikroorganisme,
media

yang

karena

baik

bagi

perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang


telinga (aural toilet):
1. Aural toilet secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah
dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk.
Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang
telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
2. Aural toilet secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang
debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril
dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat

17

efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi


dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian
lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik
dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan serbuk

antiseptik,

misalnya

asam

boric

dengan Iodine.
3. Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan
bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang
paling

populer

pengangkatan

saat
mukosa

ini.

Kemudian

yang

dilakukan

berproliferasi

dan

polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.


Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi
mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini
dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak
diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H 2O2
3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
displacement methode seperti yang dianjurkan
oleh Mawson dan Ludmann.
b) Pemberian antibiotika :
Antibiotika atau antimikroba topikal
Terdapat perbedaan pendapat

mengenai

manfaat

penggunaan antibiotika topikal untuk OMK. Pemberian


antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila
sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes
yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan
irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam
dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya
kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada
OMK

sulit

dicapai

oleh

antibiotika

18

topikal.

Mengingat

pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai


telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah
dengan

berdasarkan

kultur

kuman

penyebab

dan

uji

resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau


tetes

telinga

yang

biasanya

dipakai

setelah

telinga

dibersihkan dahulu. Bubuk telinga yang digunakan seperti8:


1) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2) Terramycin.
3) Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan
khloromicetin 250 mg
Pengobatan
secara

luas

antibiotika

untuk

OMK

topikal
aktif,

dapat

digunakan

dikombinasi

dengan

pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.


Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus
aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob
dan

mempunyai

kerja

yang

terbatas

melawan

Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin


efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa
gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram
positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan
Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif. Tidak
ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman
anaerob.
Biasanya

tetes

telinga

mengandung

kombinasi

neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan


obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan
telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif
melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali

19

Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan


kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang
lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida
akan

merusak

foramen

rotundum,

yang

akan

menyebabkan ototoksik.
Antibiotika

topikal

yang

sering

digunakan

pada

pengobatan Otitis Media Supuratif Kronik (OMK) adalah:

Gambar 4. Antibiotik topikal dalam OMK


Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi
sistemik.

Tujuannya

untuk

mendapatkan

konsentrasi

antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang memiliki


aktifitas

terhadap

bakterigram

negatif,

terutama

pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus


aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat
disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi
kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal
dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya
tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian
antibiotik

sistemik

(seringkali

IV)

dapat

membantu

mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di


rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih

20

intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore


hilang.
Pemberian Antibiotika Sistemik
Antibiotika

golongan

kuinolon

(siprofloksasin

dan

ofloksasin) mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan


dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan
untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan
sefalosforin

generasi

III

(sefotaksim,

seftazidim

dan

seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus


diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk
OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun
dapat

mengatasi

bakterisid

untuk

OMK.
kuman

Metronidazol
anaerob.

mempunyai

Metronidazol

efek
dapat

diberikan pada OMK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2


minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
2. OMK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah
operasi.

Pengobatan

konservatif

dengan

medikamentosa

hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan


pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian
dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan
atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)

Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)


Mastoidektomi radikal
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Miringoplasti
Timpanoplasti

21

Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik


didalam telinga tengah dan diikuti rekontruksi sistem konduksi suara
pada telinga tengah. Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh
Wullstein tahun 1953 yang kemudian membagi timpanoplasti menjadi
V tipe pada tahun 1956. Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah
mengembalikan fungsi telinga tengah, mencegah infeksi berulang dan
memperbaiki pendengaran. Tujuan lainnya membersihkan semua
jaringan patolgis dimana anatomi dari meatus eksternus termasuk
sulkus timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk menghindari sistem
aerasi yang tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan
penyumbatan antara kavum timpani, antrum, dan sistem sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat atau OMK tipe aman yang tidak bisa
ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membran timpani sering kali
harus dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum
rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis.1
Tipe-tipe Timpanoplasti
Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang
paling ringan, dengan melakukan rekontruksi hanya pada membran
timpani dan cangkokan bersandar pada maleus.
Indikasi operasi ini dilakukan pada OMK tipe aman yang sudah tenang
dengan gangguan pendengaran ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan gangguan pendengaran
konduktif sampai normal atau hampir normal.
Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membran timpani dan
rekontruksi tulang pendengaran.
Tabel 1. Jenis-jenis timpanoplasti

22

Gambar 5. Timpanoplasti
f) Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach
tympanoplasty)

23

Tujuan

operasi

adalah

menghentikan

infeksi

secara

permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,


mencegah

terjadinya

pendengaran

yang

komplikasi

lebih

berat,

atau
serta

kerusakan
memperbaiki

pendengaran.8 Pedoman umum pengobatan penderita OMK


adalah Algoritma berikut8 :

Gambar 6. Algoritma terapi OMK


KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya didapatkan pada OMK tipe maligna,
tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman

yang

virulen

pada

OMK

menyebabkan komplikasi.1,9
24

tipe

benigna

pun

dapat

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada


eksaserbasi akut dari OMK berhubungan dengan kolesteatom .
Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi persisten membran timpani
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial

Sedangkan komplikasi meningeal dan non meningeal :


1. Komplikasi intratemporal
a) Perforasi membran timpani
Membran timpani yang disebut juga dengan gendang
telinga, merupakan membran translusen yang kaku (tetapi
fleksibel) seperti struktur diafragma. Membran timpani
bergerak asecara sinkron sebagai respon pada berbagai
tekanan udara, yang membuat gelombang suara. Getaran
gendang telinga sitransmisikan melalui rantai osikular kea
rah kokhlea. Di kokhlea, energi mekanik getaran berubah
menjadi energi elektrokimia dan berjalan melewatu nervus
kranial VIII (vestibulokokhlearis) menuju otak. Membran
timpani dan perlekatan tulangnya kemudian menjadi
sebuah transduser, yang merubah satu energi mernjadi
energi yang lain.
b) Mastoiditis akut
c) Paresis n. Fasialis
Pada otitis media akut nervus fasialis dapat terkena
oleh penyebaran infeksi langsung melalui kanalis fasialis.
Pada otitis media kronis kerusakan terjadi oleh erosi tulang
oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi disusul oleh
infeksi kedalam kanalis fasialis tersebut. Otogenic yang
menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA,
OMK

tanpacholesteatoma,

dan

cholesteatoma.

Yang

pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah

25

dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak


langsung

mediator

sendiri.

OMK

inflamasidengan

dengan

dapatmengakibatkan
keterlibatan

saraf

atau

tanpa

kelumpuhan
pecah,

saraf

atau

wajah

itu

cholesteatoma
wajah

melalui

melalui

erositulang.

Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi


pada anak dengan paresistidak lengkap yang datang tibatiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat.
Di

sisi

lain,

kelumpuhan

sekunder

pada

OMK

atau

cholesteatoma sering menyebabkankelumpuhan wajah


progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas
dasar klinis. Paresis atau kelumpuhanwajah pada OMA,
OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit
untuk dibuathanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran
diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.Meskipun CT scan
tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi
dankonseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan
saluran tuba, juga dapat mengikisstruktur seperti labirin
atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal
tuba danderajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada
CT.

Penatalaksanaan

pada

otitis

media

akut,

perlu

diberikan antibiotika dosis tinggi dan drenase untuk


menghilangkan tekanan didalam kavum timpani. Bila
dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah
diukur

dengan

elektromiografi

berulah

dilakukan

dekompresi. Pada otitis media supuratif kronis, tindakan


dekompresi harus segera dilakukan tanpa menunggu
pemerikssaan elektrodiagnostik.
d) Labirinitis
26

e) Petrositis
2. Komplikasi ekstratemporal
a) Abses subperiosteal
3. Komplikasi intrakranial
a) Abses otak
b) Tromboflebitis
c) Hidrosefalus otikus
d) Empiema subdural
e) Abses subdural/ ekstradural
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 21 tahun pada tanggal 19 Februari 2016 datang ke
klinik THT RSMH dengan keluhan keluar cairan terus menerus dari telinga kiri
sejak 1 minggu yang lalu. Cairan berwarna bening kekuningan dan berbau.
Didapatkan juga nyeri pada telinga kiri, serta gejala batuk dan pilek. Keluhan
berawal dari 8 bulan yang lalu. Pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri
yang berwarna bening kekuningan dan berbau, disertai nyeri pada telinga kiri.
Pasien juga mengeluh pendengaran telinga kiri berkurang semenjak telinga
mengeluarkan cairan. Keluar cairan bercampur darah disangkal. Keluhan telinga
berdenging disangkal. Gejala batuk, pilek, dan demam ada. Terdapat riwayat
keluar cairan dari telinga kiri sekitar 3 tahun lalu. Pasien berobat ke dokter
SpTHT-KL, dikatakan infeksi telinga sehingga gendang telinga menjadi bolong.
Pasien diberi obat minum (pasien lupa namanya) dan obat tetes telinga. Pasien
rutin minum obat dan kontrol ke poli, keluhan sempat berkurang, kemudian
timbul kembali. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok, mengorek-ngorek
telinga dan rutin olahraga renang sebanyak 3 kali dalam seminggu. Riwayat
alergi, hipertensi dan diabetes tidak didapatkan pada pasien dan keluarganya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, temperatur 36,80 dan pernafasan 20 kali per
menit. Pemeriksaan pada telinga kanan didapatkan liang telinga lapang, membran
timpani intact, tidak hiperemis dan tidak terdapat sekret dan serumen. Pada
pemeriksaan telinga kiri didapatkan liang telinga lapang, membran timpani
perforasi sentral, tidak ada sekret, serumen minimal. Pada rongga hidung tidak

27

ditemukan kelainan. Sedangkan pada daerah tenggorok arkus faring simetris,


uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang, tidak hiperemis, dinding faring tenang.
Pada pemeriksaan audiometri didapatkan tuli sensorineural derajat ringan
pada telinga kanan dan tuli campuran derajat sedang telinga kiri.
Dari pemeriksaan CT scan mastoid tanggal 13 November 2015 didapatkan
kesan mastoiditis sinistra fase aktif dan sinusitis maksilaris dextra et sinistra.

Pasien lalu direncanakan untuk operasi guna mencegah infeksi berulang di


kemudian hari.
DISKUSI
Dilaporkan satu kasus otitis media kronik tanpa kolestetatoma pada lakilaki usia 21 tahun. Insiden OMK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum,
insiden OMK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Lebih dari 90%
beban dunia akibat OMK ini ditanggung oleh negara-negara di Asia Tenggara,
daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan
sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi
OMK pada negara yang sedang berkembang. Faktor predisposisi pada
kasus ini diduga berhubungan dengan riwayat kebiasaan pasien
sering mengorek-ngorek telinga, rutin berenang sebanyak 3 kali
dalam 1 minggu, dan batuk pilek berulang yang dibiarkan tidak
diobati.
Keluhan utama pada pasien ini, yaitu keluar cairan terus-menerus dari
telinga kiri. Cairan yang keluar berwarna bening kekuningan dan berbau.
28

Keluarnya cairan dari telinga ini dapat dipengaruhi oleh adanya infeksi pada
telinga. Hal ini didukung dari anamnesis yang didapatkan, yaitu adanya keluhan
demam, batuk, dan pilek. Os juga mengeluh pendengaran berkurang, nyeri pada
telinga kiri bagian dalam yang hilang timbul. Dari anamnesis juga ditemukan
adanya riwayat keluar cairan terus menerus berwarna bening kekuningan dan
berbau busuk dari telinga kiri sejak 3 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop ditemukan
adanya perforasi sentral subtotal pada membran timpani telinga kiri, refleks
cahaya (-). Pada telinga kanan, tampak membran timpani intak. Pada pemeriksaan
pelana didapatkan kesan tuli sensorineural pada telinga kanan dan tuli campuran
pada telinga kiri.
Pemeriksaan penunjang dilakukan CT-Scan mastoid dengan kesan
mastoiditis sinistra fase aktif dan sinusitis maksilaris dextra et sinistra. Pada
pemeriksaan audiometri didapatkan tuli sensorineural derajat ringan pada telinga
kanan dan tuli campuran derajat sedang telinga kiri.
Pada

hasil

pemeriksaan

audiometri

didapatkan

tuli

konduktif derajat ringan di telinga kanan dan telinga kiri. Tuli


pada OMK umumnya tergantung dari derajat kerusakan tulangtulang pendengaran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang
sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan
efektif ke fenestra ovalis. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran dapat menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada pasien ini adalah otitis media
kronik auris sinistra tanpa kolesteatoma.
Penatalaksanaan yang diberikan berupa tatalaksana medika mentosa dan
non medika mentosa. Tatalaksana medika mentosa yang diberikan untuk OMK
29

antara lain obat tetes telinga H2O2 3% 2 x 5 tetes sebagai ear toilet dan ofloxacin 2
x 5 tetes untuk mengobati infeksi pada telinga. Diberikan juga antibiotika berupa
Cefadroxyl 2 x 500 mg untuk mengatasi peradangan yang terjadi.
Tatalaksana non medikamentosa pada pasien ini adalah rencana operasi
untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi kembali. Pasien dinasehatkan
untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya

dilakukan

operasi

rekonstruksi

(miringoplasti,

timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan


pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar Z. A., Helmy, Restuti R. D. 2012. Kelainan Telinga Tengah,
dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Fakultas Kedokteran UI, Edisi
ketujuh, Jakarta; hal:57-69.
2. World Health Organization (WHO). 2004. Chronic Suppurative Otitis
Media, Burden of Illness and Management Options. Child and Adolescent
Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva
Switzerland.
3. Aboet, A. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Universitas Sumatera
Utara (USU). Medan.
4. Wulandarri, Yunie. 2010. Perbedaan Kadar Interleukin-1 Serum Darah
Vena antara Penderita Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Jinak dan Tipe
Bahaya. Tesis. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

30

5. Reiss M, Reiss G. 2010. Suppurative chronic otitis media: etiology,


diagnosis and therapy. Med Monatsschr Pharm.;33(1):9-6. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20131670
6. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter
Indonesia. Jakarta.
7. Clarke, Ray. 2014. Diseases of the Ear, Nose and Throat Eleventh ed.
Wiley Blackwell. UK.
8. Moller, A. R. 2006. Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorder of the
Auditory System. California: El-Sevier.
9. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6. Penerbit: EGC. Jakarta.
10. Marcelena, Risca, Alfian Farid. Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam:
Kapita Selekta Kedokteran. 2014. Edisi IV. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Media Aesculapius. Hlm 1021-24.
11. Bailey,

B.J.

2014.

Head

&

Penssylvania;129-131

31

Neck

Surgery

Otolaryngology.

Anda mungkin juga menyukai